Anda di halaman 1dari 18

(Pertumbuhan dan Perkembangannya)

PENDIDIKAN
DI INDONESIA
Dosen pengampu: Eka Naelia Rahmah, M.A
Fira Ellyanda 20312245
Hilyati A'yunina 20312248
Milenia Katulishwa A 20312253
Siti Fakhriah 20312269
Tsamrotul fuaadah 20312270
Zulfa Nur Fadhilah 20312273
01
Masa Masuk dan
Berkembangnya Islam
Peranan Kaum Pedagang
Proses masuknya Islam di wilayah Nusantara tidak lepas perdagangan. Kepulauan Nusantara yang
terkenal berbagai hasil buminya, menjadi daya tarik bagi para pedagang dari berbagai bangsa. Antara lain Cina,
India, Arab, Persia. Mereka berdatangan ke Kepulauan Nusantara untuk berdagang. Kedatangan mereka
melalui Selat Malaka yang lambat laun tumbuh dan berkembang sebagai salah satu jalur perdagangan
internasional. Melalui Selat Malaka para pedagang mengunjungi pusat-pusat perdagangan, antara lain di
Pulau Jawa, misalnya Jepara, tuban, Gresik. Dari sana pelayaran dilanjutkan seperti ke Banjarmasin, Goa,
Ambon, dan Ternate yang dikenal sebagai pusat penghasil rempah-rempah. Sejarah mencatat bahwa kaum
pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang
strategis menyebabkan timbulnya bandar-bandar perdagangan yang turut membantu mempercepat
persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan para
mubaligh.
Melalui hubungan dagang itulah, pedagang Persia, Arab, Gujarat yang telah memeluk agama Islam
dapat memperkenalkan agama dan budaya Islam kepada penduduk Nusantara. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa masuknya Islam di Nusantara berlangsung secara damaimelalui hubungan perdagangan.
Hanya saja persoalan "kapan" agama Islam mula pertama diperkenalkan belum dapat diketahui secara pasti.
Hal ini sangat berkaitan antara lain soal keletakan setiap wilayah secara geografis. Misalnya, Selat Melaka,
sudah dikenal sebagai jalur pelayaran dan perdagangan sejak berkembangnya Kerajaan Sriwijaya. Hal ini
dapat dipastikan karena sejak abad ke-8 M, sudah banyak pedagang Muslim yang sudah berdatangan di
Malaka dan Sriwijaya. Mereka menyebut Sriwijaya dengan sebutan Sribuza, Zabay, Zabag. Sesudah Srwiajaya
lemah, banyak Bandar melepaskan diri. Tindakan ini mengisyaratkan bahwa kedudukan Bandar-bandar para
pedagang Muslim itu sudah kuat, sehingga dalam Negara baru banyak pedagang Muslim yang mendapat
tempat dan kedudukan. Mereka itu menjadi penguasa di Bandar itu.
Peranan Bandar-bandar Di Indonesia
Bandar merupakan tempat berlabuh kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal
dagang. Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat
tinggal para pengusaha perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur
perdagangan internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiiki
peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia. Di bandar-bandar
inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para pedagang lain ataupun
kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu masuk dan pusat
penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita lihat letak geografis kota-kota pusat kerajaan
yang bercorak Islam pada umunya terletak di pesisir pesisir dan muara sungai.
Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota bahkan ada
yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak,
Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk
agama Islam. Akibatnya, rakyatnya pun kemudian banyak memeluk agama Islam. Peranan bandar-bandar
sebagai pusat perdagangan dapat kita ihat jejaknya. Para pedagang di dalam kota mempunyai perkampungan
sendiri-sendiri yang penempatannya ditentukan atas persetujuan dari penguasa kota tersebut, misalnya di
Aceh, terdapat perkampungan orang Portugis, Benggalu Cina, Gujarat, Arab, dan Pegu. Begitu juga di Banten
dan kota-kota pasar kerajaan lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kota-kota pada masa
pertumbuhan dan perkembangan Islam memiliki ciri-ciri yang hampir sama antara lain letaknya di pesisir, ada
pasar, ada masjid, ada perkampungan, dan ada tempat para penguasa (sultan).
Media Islamisasi
01 02 03
Perdagangan Perkawinan Tasawuf

04 05 06
Pendidikan Kesenian Politik
Peranan Wali dan Utama
Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam
dahulu juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya.
Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan
menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang
dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren- pesantren sebagai sarana
pendidikan Islam.

Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut:

1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), menyiarkan Islam di sekitar Gresik.


2. Sunan Ampel (Raden Rahmat), menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur.
3. Sunan Drajat (Syarifudin), menyiarkan agama di sekitar Surabaya
4. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim), menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang.
5. Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said), menyiarkan Islam di Jawa Tengah.
6. Sunan Giri (Raden Paku), menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku.
7. Sunan Kudus (Jafar Sodiq), menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah.
8. Sunan Muria (Raden Umar Said), menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.
02
Kebijaksanaan Pemerintah
Belanda dan Jepang dalam
Bidang Pendidikan Islam
Sikap Penjajah Belanda Terhadap Pendidikan Islam Di Indonesia
Pada tahun 1905, pemerintah Belanda mengeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan parah guru agama Islam
memiliki izin khusus untuk mengajar. Banyak sikap mereka yang sangat merugikan lajunya perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia,misalnya:

a. Setiap sekolah atau madrasah pesantren harus memiliki izin dari bupati atau penjabat pemerintah Belanda.
b. Harus ada penjelasan dari sifat pendidikan yang sedang di jalankan secara terperinci.
c. Parah guru harus membuat daftar murid dalam bentuk tertentu dan mengirimkannya secara periodik kepada daerah yang
bersangkutan.
Atas dasar perjuangan dari organisasi Islam,melalui kongres Al-Islam pada tahun 1926 di Bogor,peraturan tentang
penyenlenggraan pendidikan islam yang di buat oleh pihak Belanda pada tahun 1905 di hapuskan dan diganti dengan peraturan
baru yang di kenal dengan sebutan Peraturan Ordinasi Guru. Setahun setelah perubahan itu terjadi,kembali pemerintah Belanda
menetapkan peraturan semula.Hal ini di karenakan adanya pemberontakan Komunis di Minangkabau pada tahun 1927
Pendidikan di suatu Negara sangat di pengaruhi oleh berbagai faktor,antara antara lain faktor budaya,ilmu
pengetahuan, corak masyarakat agraris, industri maupun informasi, faktor politik dan pengaruh globalisasi.
Dengan demikian, politik pendidikan bukan hanya bagian dari politik colonial, akan tetapi merupakan inti politik
kolonial. Sikap Belanda terhadap pendidikam setidaknya dapat dikategorikan kedalam empat hal yaitu:

1. Pendidikan di selenggarakan dengan tujuan untuk kemajuan dan kemampuan yang berkualitas bagi orang-
orang Belanda.
2. Pendidikan di selenggarakan dengan maksud untuk menghasilkan tenaga-tenaga atau pekerja yang murah
untuk membantu untuk kepentingan Belanda,
3. Pendidikan diselenggarakan dengan tujuan menanamkan misi Kristen dan mengkristenkan orang-orang
pribumi.

4. Pendidikan diselenggarakan dangan maksud untuk memilihara dan mempertahankan perbedaan sosial.
Sikap Bangsa Indonesia Terhadap Kebijakan Belanda
Dalam Hal Pendidikan
Dengan demikian,terdapat dua sikap yang di tempuh oleh bangsa Indonesia dalam merespon kebijakan
Belanda,khususnya yang berkenaan dengan pendidikan,yaitu sikap kooperatif dan nonkooperatif.

1. Sikap kooperatif yaitu sikap yang dilakukan para pelajar muslim (kaum modernis,seperti Muhammadiyah)
yang memperlakukan Belanda sebagai mitra,bukan sebagai musuh yang ditakuti,sehingga bisa diajak kerja
sama dalam membangun dan meningkatkan kualitasnya pendidikan kaum pribumi Islam.

2. Sikap nonkooperatif adalah sikap yang menjadikan Belanda sebagai musuh yang harus dibenci dan dijauhi.
Dalam hal ini tidak di benarkan seseorang bekerja sama dengan Belanda dalam bentuk apapun. Sikap
nonkooperatif ini banyak di lakukan oleh para ulama salaf yang memimpin pesantren-pesantren.
Kebijakan Jepang Terhadap Agama Islam
Walaupun kondisi pendidikan jepang sedemikian parahnya, namun bagi agama islam ada sedikit nilai positifnya pada masa awal
masuknya jepang ke Indonesia, umat islam penuh harapan bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia dapat terwujud, dengan
masuknya jepang ke Indonesia dan terusirnya belanda. Pemerintah jepang menampakkan diri seakan akan membela kepentingan
islam. Untuk mendekati ummat islam, mereka menempuh beberapa kebijakan, diantaranya ialah:

1. Kantor urusan agama yang ada pada zaman belanda disebut kantoor voor islamistiche zaken yang dipimpin oleh orang-orang
orientalis belanda, diubah oleh jepang menjadi kantor sumubi yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari.
2. Para ulama islam bekerja sama dengan pimpinan-pimpinan orientalis dizinkan membentuk barisan pembela tanah air (PETA)
3. Umat islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut majelis islam a’la indonesia (MIAI) yang bersifat
kemasrayarakatan. Namun pada bulan oktober 1943 MIAI di bubarkan dan diganti dengan majelis sura muslimin indonesia
(MASYUMI) Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pemerintah Jepang.
4. Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
5. Pemerintah Jepang mengizinkan pembentukkan barisan hizbullah untuk memberikan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam,
barisan ini dipimpin oleh K.H. Zainal Arifin.
6. Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar
Muzakir dan Bung Hatta.
Pengaruh Yang Ditimbulkan Dari Kebijakan Pemerintah Jepang Bagi Perkembangan
Pendidikan Islam Di Indonesia
Ada satu hal yang melemahkan dari aspek pendidikan yang diterapkan Jepang yakni penerapan sistem pendidikan militer.
Sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk kepentingan perang. Siswa memiliki kewajiban mengikuti latihan dasar
kemiliteran dan harus mampu menghapal lagu kebangsaan Jepang. Begitu pula dengan para gurunya, diwajibkan untuk
menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia sebagai pengantar di sekolah menggantikan bahasa Belanda.

Satu hal yang menarik untuk dicermati adalah adanya pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang agar masyarakat
Indonesia terbiasa melakukan penghormatan kepada Tenno (Kaisar) yang dipercayai sebagai keturunan dewa matahari
(Omiterasi Omikami). Sistem penghormatan kepada kaisar dengan cara membungkukkan badan menghadap Tenno, disebut
dengan Seikeirei. Penghormatan Seikerei ini, biasanya diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang (kimigayo). Tidak
semua rakyat Indonesia dapat menerima kebiasaan ini, khususnya dari kalangan Agama. Penerapan Seikerei ini ditentang umat
Islam, salah satunya perlawanan yang dilakukan KH. Zainal Mustafa, seorang pemimpin pondok pesantren Sukamanah Jawa
Barat. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Singaparna
03
Kebijaksanaan Pemerintah
Republik Indonesia dalam
Bidang Pendidikan Islam
Pendidikan keagamaan Islam dapat berbentuk pendidikan diniyah dan pesantren. Pendidikan diniyah dapat
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalam
bentuk Pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan Al-Quran, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis. Dalam
rangka mencapai tujuan pendidikan sebagaimana bentuk-bentuk kelembagaan di atas, khususnya Diniyah Takmiliyah,
diperlukan adanya pembinaan dan pengembangan kurikulum sehingga lulusannya memiliki kompetensi sesuai dengan
harapan semua pihak.

Dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 30 ayat 1, 2, 3 dan 4 disebutkan hal-hal berikut ini:

a. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/ atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/ atau menjadi ahli ilmu agama.
c. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
d. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, dan bentuk lain yang sejenis.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Keagamaan Pasal 1 berbunyi :

a) Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian,
dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-
kurangnya melalui mata pelajaran/ kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan,
b) Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/ atau menjadi ahli ilmu agama
dan mengamalkan ajaran agamanya,
c) Pendidikan diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan pada semua jalur dan jenjang
pendidikan,
d) Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagaman Islam berbasis masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai