2. KOMUNITAS ADAT : RUMAH BUDAYA PAER LENEK 3. ALAMAT KOMUNITAS : DESA LENEK PESIRAMAN KEC. LENEK KAB. LOTIM 4. TOKOH YANG BERPERAN : - PAPUQ SRI - PAPUQ ALI - USTD. ABDULLAH - MASPAKEL DANE RAHIL
Begawe belauq adalah sebuah adat tradisional Desa Lenek untuk
memperingati atau mensyukuri tanaman padinya yang selamat dari penyakit (wereng, walang sangit, hama dan lain-lain). Tradisi Begawe Belauq ini biasa dilaksanakan disaat musim padi yang menjelang bunting. Adapun hal tersebut dimaksudkan adalah untuk menjaga keseimbangan alam jangan sampai ada rantai makanan yang terputus dalam artian binatang-binatang kecil untuk terjalinnya ekosistem ada yang terbunuh. Tradisi Begawe Belauq ini dilakukan setiap tahun dikomandani oleh Kepala Desa lalu diperintahkan setiap kekadusan untuk ikut serta memperingati upacara begawe belauq ini masjid peresak lenek pesiraman. Bahan-bahan yang harus dipersiapkan yaitu : 1. Nasi kuning 2. Nasi santen 3. Bubut putih 4. Bubur abang 5. Ulet-uletan 6. Pelemeng 7. Tikel 8. Pisang goreng 9. Cerorot 10. Topat lepas (dibuat oleh masing-masing kekadusan) 11. Ikan laut (ikan teri, ikan asin, bajo) 12. Rondon kosong terbuat dari pisang 13. Kekelok (potongan bamboo) 14. Dulang (rerbuat dari kayu) 15. Ceret (terbuat dari tanah liat) 16. Tabak (lepean terbuat dari kayu) 17. Awar (terbuat dari daun kelapa/ enau) 18. Sanggah (terbuat dari bamboo) 19. Dupa 20. Bokor Alat tersebut yang akan ditaruh di dalam dulang, adapun dulang yang harus dipersiapkan sebanyak 9, 11 atau 13. Biasanya dulang tersebut bernilai ganjil dan banyaknya dulang tergantung banyaknya hadirin/undangan yang mengikuti acara tersebut. Kepala Desa menyiapkan 2 dulang yang akan naik di Masjid yaitu dulang yang isinya untuk makanan dan dulang yang isinya jajan. Sedangkan dulang yang lain disiapkan oleh masing-masing kekadusan. Setelah bahan- bahan yang dipersiapkan serta Kepala Desa telah mengundang bermusyawarah para kadus, tokoh agama dan tokoh masyarakat menetapkan hari yang telah disepakati yaitu taun balit yakni : mengambil 4 bulan terakhir (minggu pertama, sebelum buntingnya padi) yang sudah ditanam. Dipersiapkanlah tempat untuk memasak. Masakan yang akan naik ke masjid tidak boleh dimakan lebih dahulu/dicicipi dengan maksud agar makanan tersebut tidak mubazir/sisa, ini pantangan dalam acara tersebut kalau dimakan duluan. Adapun kalau masakan tersebut tidak terasa asin maka sudah disiapkan garam dalam dulang tersebut. Yang memasak masakan untuk upacara itu tidak boleh masih dalam tahapan produktif/ beranak, yang boleh memasak adalah belum masuk akil baligh atau sudah non produktif, karena tidak tergolong dalam haid yang akan membuat masakan kurang berkah. Yang bertugas sebagai penghulu desa (pemimpin doa) adalah tokoh agama yang sudah cukup usia, jujur, tidak tercela di masyarakat dan menjadi panutan. Adapun masyarakat yang ikut didalam begawe belauq sudah diatur sejak dulu bahwa tempat-tempat tersebut tidak boleh sembarang diduduki oleh peserta : 1. Sebelah Utara Adalah Masyarakat Dusun Ramban Biak (dimpimpin oleh Patih Ramban Biak) Lenek Desa, Desa Lenek Pesiraman 2. Sebelah Timur Adalah Masyarakat Dusun Dasan Tapen Adalah Rakyat yang Dipimpin Oleh Patih Tembing Bagia 3. Sebelah Barat masyarakat Paok Pondong dan Dasan Montong yang dipimpun oleh Patih Demung Papak 4. Sebelah Selatan masyarakat Dasan Nyiur di pimpin oleh Patih Senyiur 5. Arah Kiblat duduk penghulu desa yang akan memimpin doa Setelah masyarakat itu siap membawa dulang perlengkapan yang diatas dipimpin zikir dan doa oleh Penghulu, maka selesai zikir semua nasi kuning, bubur putih dan bubur abang, ulet-uletan, awar dan sanggah dibagikan dan atau awar dan Sanggah masing-masing dibawa oleh pemilik sawah yang akan dibagikan bubur tersebut. Selesai berdoa, maka tibalah sholat maghrib berjamaah, setelah bubar dalam acara tersebut maka masyarakat pulang membawa ulet-uletan yang terbuat dari tepung ketan, nasi kuning, bubur putih, bubur abang, empok- empok menik siong untuk dipasang di sawah masing-masing beserta awarnya. Begawe belauk ini dilakukan pada sore hari ba’da ashar sampai ba’da maghrib, hal tersebut terkandung maksud kebiasaan makhluk halus atau binatang-binatang malam biasa mengganggu tanaman tersebut pada saat waktu sore sampai ba’da maghrib. Philosopi Begawe Belauq Begawe Belauq diperingati karena pada zaman dahulu kala sebelum datangnya ahli-ahli pertanian dari luar daerah atau luar pulau mengajarkan ilmu bertani di Desa Lenek, para orang tua terdahulu sudah mengerti tentang ilmu-ilmu pertanian. Adapun istilah yang sering dilakukan pada tempo dulu : 1. Bungkah (ngerebak) : Tanah tersebut dibajak lebih dahulu lalu dibiarkan sampai 1 bulan terendam air dan pohon geronong yang biasa menjadi pupuk dan humus tanah dipotong dan direndam. Begitu juga pagar tanaman yang dedaunannya panjang dipotong dan dibuang di tengah sawah untuk menjadi humus tanah. 2. Bebangar : adalah merendam tumbuhan yang sudah dipotong atau jerami yang direndam 3. Memanoang : adalah mengantar nasi dan lauk pauk beserta snack ke sawah yang sedang dibajak dan kebiasaannya makan secara bersama-sama. 4. Nenggala : Adalah membajak tanah agar humus tanah yang dibawahnya bisa merata.
5. Begau : membajak untuk meratakan tanah yang sudah lumat
dan siap ditanami bibit padi 6. Laong : menanam bibit padi yang sudah disemai secara khusus
7. Ngeder : kegiatan mencabut rumput setelah umur padi 3
minggu/ 1 bulan dan itu tergantung kesuburan tanah dan padatnya rumput yang dicabut 8. Berujek : adalah bergotong royong secara ramai-ramai untuk memotong akar padi sebelum bunting agar tumbuh akar yang baru
9. Nenungkulin : adalah kebiasaan masyarakat Lenek ketika padi
menjelang hamil, biasanya banyak diserang walang sangit dan belalang/hama lainnya. Disaat itulah pemilik sawah memasang buah maja (buah bila) dibelah 4 lalu dintancapkan ditengah-tengah sawah secara berjejer lebih tinggi dari padi yang hamil. Hal tersebut dimaksudkan untuk menyiapkan makanan persediaan bagi binatang yang akan mengganggu tanaman, buah maja tersebut apabila dibelah setelah 3 hari akan keluar busa putih dan setelah 5 hari buah maja tersebut sangat bau. Karena bau menusuk inilah yang digemari oleh walang sangit dan belalang sekaligus menjadi makanan persediaannya, begitu juga pemilik sawah kadang menyiapkan bungkus terasi yang terbuat dari daun pandan. Hal tersebut terkandung maksud untuk membuat binatang-binatang yang menggangu padi agar tidak turun langsung ke batang padi yang masih hamil yang riskan buahnya ditusuk oleh moncongnya walang sangit sehingga saripatinya diambil dan kalau sudah tua buahnya menjadi kosong. Untuk menghindari hal tersebut itulah sehingga para orang tua di Desa Lenek meninggalkan kami cara agar tanaman padi tidak diganggu maka binatang-binatang itu disiapkanlah makanan (nenungkulin). 10. Bau Inan Pade : adalah mencari induk padi yang paling panjang rantingnya/tangkainya untuk dijadikan induk padi. Adapun tata cara mengambil induk padi/inan pade, pemilik sawah memasak secara khusus dengan kendi yang terbuat dari tanah yang isinya 1/5 kg beras sekedar di pakai makan oleh petugas yang dipercayakan oleh pemilik sawah. Setelah padi menguning dan siap untuk di potong besok pagi maka sore harinya si pemilik sawah menyilak (mengundang) orang yang sudah bias mencari induk padi (bibit unggul). Adapun bahasanya “tengendeng tulung lek side, side bauang ita inan pade sengaq gen ta mataq jemaq” (saya minta tolong kepada saudara bantu saya, mencari induk padi pada malam hari ini sebab besok pagi kita akan mulai memotongnya/matak). Setelah persiapan sudah ada, yang dibawa oleh petugas pencari induk padi : 1. Lekes 2. Lekok buak 3. Empok-empok menik siong 4. Rokok 5. Beras kuning 6. Topat lepas 7. Nasik bao 8. Telok manuk kampung 9. Awar 10. Sanggah yang terbuat dari anyaman bamboo 11. Dupa
Adapun bahasa petugas pencari induk padi : Ya Allah nenek kaji
siq kuase penguasa gumi langit, kaji nunas adek da berkatin panjak de kaji niki si gen bau inan pade, adekna berkat ne terima rizki niki si panjak pelungguh de kaji lekan dunia sampai akherat, sengaq si jemak niki kami gen pada mataq atekna berkat gamaq, berisi dendeq ne araq gombas. Ashadu alla illaha illalah washadu anna muhammadan rasulullah (3x), ucapan itu setelah tawaf 3x mengelilingi sawah, yang paling utara. Kebiasaan induk padi berada pada sawah yang paling depan (paling pertama di airi di sebabkan karena humus tanah yang paling subur dan kebetulan pusatnya sumber kotoran. Secara logika tanaman padi yang paling pertama dimasukin air disebut (penamak), itulah tempat induk padi (inan pade) yang unggul. 11. Mataq (motong padi) : memotong padi dengan alat yang namanya rangkap, kebiasaannya memakai hitung nyelikur (21) / metangdasa dua (42). Maksudnya adalah apabila masyakat yang ikut membantu memotong padi dapat 21 ikat, maka 1 ikat adalah bagiannya sebaliknya metangdasa dua kalau sudah mendapat empat puluh ikat maka 2 ikat adalah bagiannya dan itu sebesar- besar ikatan/ sekemampuan yang membantu itu mengikat padi yang sudah dipotongnya.
12. Nenalik (mengikat) : adalah mengikat padi yang dilakukan secara
gotong-royong setelah nginep 1 malam, jadi besok malamnya sudah mulai pemilik sawah menyiapkan jajan (snack) yang kebiasaan dari ketan bercampur kelapa dan minumannya tuak manis/ air nira, itupun kalau sudah mendapat 21 ikat maka mendapatkan 1 ikatan sebagai upahnya. 13. Nungkep : adalah mengumpulkan padi setelah diikat dan menyusunnya seperti gunung dan induk padi paling atas, untuk menjaga bibit unggul yang sudah terpetik jangan sampai terganggu oleh binatang lain.
14. Nguleang : adalah mengantar padi yang sudah diikat dan
memasukkannya (menyimpannya) di lumbung padi yang sudah disiapkan agar tidak termakan tikus karena tiang daripada lumbung tersebut (jelepeng) itu bentuknya seperti payung terbalik sehingga tikus tidak bisa naik untuk makan padi di atas lumbung, itulah sebabnya lumbung jaman dahulu atapnya tidak boleh bersentuhan dengan maksudnya untuk mempersulit perpindahan tikus dari 1 lumbung ke lumbung yang lain.