Anda di halaman 1dari 14

PENYELESAIAN KASUS SENGKETA PT ASTRA CREDIT COMPANIES

DAN KONSUMEN DENGAN PERJANJIAN LEASING

Dosen Pengampu :
Drs. Yul Tito Permadhy, MM

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Jeshica Valentina 2110111046
Belinda Putri 2110111050
Fathya Naza 2110111053
Karimah Bahamisah 2110111069

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA 2022
KATA PENGANTAR

Segala junjungan kami panjatkan dengan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala
berkat-Nya sehingga makalah dengan judul “PENYELESAIAN KASUS SENGKETA PT
ASTRA CREDIT COMPANIES DAN KONSUMEN DENGAN PERJANJIAN LEASING”
dapat tersusun sampai dengan selesai, dimana rencana bisnis ini menjadi poin penilaian mata
kuliah Manajemen Keuangan. Kami senantiasa mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Drs. Yul Tito Permadhy, MM. yang berkedudukan sebagai dosen pengampumata kuliah
Manajemen Keuangan kelas B serta dosen lainnya atas materi dan arahannya sehingga kami
dapat melengkapi makalah ini.
Makalah ini kami buat sebagai penilaian tambahan. Juga sebagai bahan belajar
tambahan untuk materi "Leasing". Penulis memiliki harapan semoga makalah ini dapat
menumbuhkan wawasan kepada pembaca makalah kami. Kami berharap makalah ini dapat
berguna bagi para pembaca.
Dengan demikian, kami sebagai penyusun merasa bahwa masih terdapat kekurangan
dalam menyusun rencana bisnis ini disebabkan terbatasnya ilmu pengetahuan dan pengalaman
kami dalam menyusun rencana bisnis ini. Dengan mempertimbangkan hal-hal diatas, kami
sangat menantikan kritik dan saran yang dapat membina kami dari para pembacasupaya kami
dapat memperbaiki kekurangan tersebut kedepannya.

Jakarta, November 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................................................. 2

BAB I ....................................................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ................................................................................................................................................... 4

1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................................................. 4

BAB II ...................................................................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN...................................................................................................................................................... 5

2.1 TEORI ............................................................................................................................................................. 5


2.1.1 Pengertian Leasing ................................................................................................................................ 5
2.1.2 Mekanisme Leasing ............................................................................................................................... 5
2.1.3 Teknik-Teknik Pembiayaan Leasing ...................................................................................................... 6
2.1.4 Perkembangan Leasing di Indonesia..................................................................................................... 8
2.2 STUDI KASUS.................................................................................................................................................. 9
2.2.1 Studi Kasus PT Astra Kredit dan Konsumen ......................................................................................... 9
2.2.2 Pembahasan Kasus .............................................................................................................................. 10

BAB III .................................................................................................................................................................. 13

PENUTUP ............................................................................................................................................................. 13

3.1 KESIMPULAN ................................................................................................................................................ 13


3.2 SARAN .......................................................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan masyarakat pada zaman sekarang, kebutuhan semakin bermacam-


macam, mulai dari kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, dan kebutuhan tersier. Salah
satu kebutuhan masyarakat yang tidak kalah penting saat ini adalah kebutuhan akan
kendaraan atau alat transportasi. Alat transportasi adalah alat yang digunakan untuk
berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dengan waktu yang lebih cepat dan efisien.
Selain digunakan untuk membantu mobilitas seseorang, alat transportasi juga digunakan
untuk membantu kegiatan distribusi, baik oleh perorangan maupun perusahaan. Selain
model maupun merk yang beragam, cara memperoleh kendaran tersebut juga beragam,
salah satunya adalah dengan jasa yang ditawarkan oleh leasing, meskipun sebenarnya
leasing tidak hanya diperuntukan untuk pembiayaan kendaraan namun juga dapat
digunakan untuk pembiayaan mesin-mesin dan alat untuk industri.
Leasing pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1974, yang bertujuan untuk
membiayai penyediaan barang-barang modal, dengan beberapa perjanjian antara pihak
perusahaan dengan pihak penerima barang dengan sejumlah biaya-biaya yang dikeluarkan
atau dibebankan oleh pihak lessee.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori

2.1.1 Pengertian Leasing


Perusahaan sewa guna usaha di Indonesia lebih dikenal dengan nama Leasing. Kegiatan
utamanya adalah bergerak di bidang pembiayaan untuk keperluan barang-barang modal
yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan Yang dimaksud jika seorang nasabah
membutuhkan barang-barang modal seperti peralatan kantor atau mobil dengan cara
disewa atau dibeli secara kredit dapat diperoleh di perusahaan leasing. Pihak Leasing dapat
membiayai keinginan nasabah dengan perjanjian yang telah disepakati kedua
pihak.Perusahaan Leasing dapat diselenggarakan oleh atau badan usaha yang berdiri
sendiri. Keterbatasan perusahaan leasing adalah tidak boleh melakukan kegiatan yang
dilakukan oleh bank seperti memberikan simpanan dan kredit dalam bentuk uang.
Pengertian sewa guna usaha secara umum adalah perjanjian antara lessor (perusahaan
leasing) dengan lessee (nasabah) di mana pihak lessor menyediakan barang dengan hak
penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu
tertentu.Sedangkan pengertian sewa guna usaha sesuai dengan keputusan Menteri
Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 adalah “kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal, baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala”. Yang dimaksud
dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana lessee pada akhir masa
kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa
yang disepakati. Sebaliknya, operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli
objek sewa guna usaha.

2.1.2 Mekanisme Leasing


1. Lesse menghubungi pemasok untuk pemilihan dan penentuan jenis barang,
spesifikasi, harga, jangka waktu penagihan, dan jaminan purna jual atas barang
yang akan disewa.
2. Lesse melakukan negosiasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan
barang modal. Dalam hal ini, lessee dapat meminta lease quotation yang tidak
mengikat dari lessor. Dalam quotation terdapat syarat-syarat pokok pembiayaan
leasing, antara lain: keterangan barang, harga barang, cash security deposit,
residual value, asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa ( leaserental ),
dan persyaratan-persyaratan lainnya.
3. Lessor mengirimkan letter of offer atau commitment letter kepada lessee yang
berisi syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayai barang modal yang
dibutuhkan, lessee menandatangani dan mengembalikannya kepada lessor.
4. Penandatangan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi lessee,
dimana kontrak tersebut mencakup hal-hal: pihak-pihak yang terlibat,hak milik,
jangka waktu, jasa leasing, opsi bagi lessee, penutupan asuransi,tanggung jawab
dan objek leasing, perpajakan jadwal pembayaran angsuran sewa dan sebagainya.
5. Pengiriman order beli kepada pemasok disertai instruksi pengiriman barang
kepada lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui.
6. Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh lessee sesuai pesanan serta
menandatangani surat tanda terima dan perintah bayar selanjutnya diserahkan
kepada pemasok.
7. Penyerahan dokumen oleh pemasok kepada lessor termasuk faktur dan bukti-
bukti kepemilikan barang lainnya.
8. Pembayaran oleh lessor kepada pemasok
9. Pembayaran sewa ( lease payment ) secara berkala oleh lessee kepada lessor
selama masa leasing yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang
dibiayai beserta bunganya.

2.1.3 Teknik-Teknik Pembiayaan Leasing


Teknik pembiayaan leasing dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu finance lease dan
operating lease
A. Finance Lease
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna (lessor) adalah pihakyang
membiayai penyediaan barang modal. Lessee biasanya memilih barang modal yang
dibutuhkan dan, atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barang
modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal
yang menjadi objek transaksi sewa guna usaha arang modalnya kepada lessor untuk
kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut dengan jangka
waktu yang disepakati bersama.
Dalam praktiknya, finance lease dapat dibagi dalam beberapa bentuk transaksiantara
lain sebagai berikut :
1) Direct finance lease
Dalam transaksi direct finance lease, pihak lessor membeli barang modal atas
permintaan dari lessee dan langsung disewagunausahakan kepada lessor. Lessee
dapat terlibat dalam proses pembelian barang modal dari pemasok.
2) Sale and lease back
Pihak lessee menjual barang modalnya kepada lessor untuk kemudian dilakukan
kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut dengan jangka waktu yang
disepakati bersama. Metode transaksi ini membantu lessee yang mengalami
kesulitan modal kerja.
3) Leveraged lease
Dalam proses sewa guna ini, pihak yang terlibat adalah lessor, lessee dan
kreditor jangka panjang dalam membiayai objek leasing. Pihak kreditur inilah
yang biasanya justru memberikan porsi yang besar dalam pembiayaan. Kreditor
jangka panjang, biasanya lembaga keuangan misalnya bank yang akan
menyediakan pembiayaan sebesar 60% - 80% yang disebutkan leverage debt
without recourse kepada pihak lessor. Apabila pihak lessee mengalami default
dan tidak mampu mengangsur, lessor tidak ikut bertanggungjawab kepada bank.
4) Syndicated lease
Metode ini terjadi apabila pembiayaan sewa guna usaha dilakukan oleh lebih
dari satu lessor. Kerja sama antara lessor ini didasarkan pada pertimbangan
risiko atau objek leasing yang membutuhkan dana dalam jumlah besar.
5) Vendor Program
Vendor program adalah suatu metode penjualan yang dilakukan oleh dealer
kepada konsumen dengan mendapatkan fasilitas leasing. Lessor akan membayar
objek leasing kepada vendor/dealer dan selanjutnya lessee akan membayar
angsuran secara periodik langsung kepada lessor atau melalui dealer.

B. Operating Lease
Dalam teknik operating lease, pihak pemilik objek leasing atau lease membeli
barang modal dan disewagunausahakan kepada lessee. Pembayaran periodik yang
dilakukan oleh lessee tidak mencangkup biaya yang dikeluarkan oleh lessor untuk
mendapatkan barang modal tersebut dan bunganya. Lessor Mengharapkan
keuntungan dari penjualan barang modal yang disewagunausahakan. Lessor dapat
juga memperoleh sumber penghasilan dari perjanjian sewa sewa guna usaha yang
lain.Operating lease dapat juga disebut leasing biasa yaitu satu perjanjian kontrak
antara lessor dengan lessee, dengan catatan bahwa :
• Lessor sebagai pemilik objek leasing menyerahkannya kepada pihak lessee
untuk digunakan dengan jangka waktu relatif lebih pendek dari umur ekonomis
barang modal tersebut.
• Lessee atas penggunaan barang modal tersebut, membayar sejumlah siswa
secara berkala kepada lessor yang jumlahnya tidak meliputi jumlah keseluruhan
biaya pemerolehan barang tersebut beserta bunganya. Hal ini disebut non full
payout lease.
• Lessor menanggung segala resiko ekonomis dan pemeliharaan atas barang-
barang tersebut.
• Lessee pada akhir kontrak harus mengembalikan objek leasing pada lessor.
• Lessee dapat membatalkan perjanjian kontrak leasing sewaktu-waktu

2.1.4 Perkembangan Leasing di Indonesia


Usaha leasing ( sewa guna usaha ) sebenarnya sudah ada sejak tahun2000 sebelum
masehi yang dilakukan oleh orang-orang Sumeria. Dokumen-dokumen yang
ditemukan dari kebudayaan Sumeria menunjukkan bahwa transaksi leasing meliputi
leasing peralatan, penggunaan tanah dan binatang piaraan.
Kegiatan Leasing diperkenalkan untuk pertama kali di indonesia pada tahun 1974
dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri
Perdagangan dan Menteri Perindustrian No. Kep.122/MK/2/1974, No.32/M/SK/1974
dan No. 30/Kpb/1/1974 Tanggal 7 februari 1974 tentang “Perizinan usaha Leasing”.
Sejak saat itu (khususnya tahun 1980) jumlah perusahaan leasing dari tahun ke tahun
untuk membiayai penyediaan barang-barang modal dunia usaha. Untuk mendukung
perkembangan usaha ini,Menteri Keuangan selanjutnya mengeluarkan SK No.
650/MK/IV/5/1974 Tanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan
dan besarnya bea meterai terhadap usaha leasing. Selanjutnya, tanggal 20 Desember
1988 dengan kebijakan deregulasi, perusahaan pembiayaan di antaranya usaha leasing
diatur dalam paket tersebut. Dengan berlakunya paket kebijakan tersebut ketentuan
leasing sebelumnya dinyatakan tidak berlaku. Dalam paket tersebut juga
diperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yaitu badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak
menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Hadirnya perusahaan sewa guna usaha patungan (joint venture) bersama perusahaan
nasional telah mampu mempopulerkan peranan kegiatan sewa guna sebagai alternatif
pembiayaan barang modal yang sangat dibutuhkan para pengusaha di indonesia,
disamping cara-cara pembiayaan konvensional yang lazim dilakukan melalui
perbankan. Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu perusahaan
pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha leasing diatur dalam pakdes 20, 1988
dengan keputusan Menteri Keuangan no.1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember
1988, dengan jumlah modal disetor atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan sebagai
berikut :
a) Perusahaan swasta nasional sebesar Rp. 3 milyar
b) Perusahaan patungan indonesia-asing sebesar Rp. 10 milyar
c) Koperasi sebesar Rp. 3 milyar

2.2 Studi Kasus


2.2.1 Studi Kasus PT Astra Kredit dan Konsumen
Leasing merupakan suatu aktivitas pembiayaan dengan pemberian pinjaman
berupa barang modal yang dapat digunakan suatu perusahaan maupun perorangan
dalam jangka waktu tertentu. Dengan metode leasing perusahaan tidak harus
memiliki dana besar dalam membeli barang yang diinginkan. Metode leasing
memberikan kemudahan individu yakni hanya membayar uang muka pada suatu
barang yang diinginkan dan sisanya akan dibayarkan dengan cicilan ataupun
angsuran. Kontrak sewa guna dilakukan secara tertulis sebagai dokumen hukum,
kontrak guna tersebut dibuat atas dasar hal pihak lessor dan pihak lesse. kontrak
sewa guna dibuat secara sah sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Apabila sudah tertulis hukum kontrak secara sah maka telah berlaku sebagaimana
Undang-Undang pada pihak lessor dan lesse (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata).
Namun, banyak pihak yang menyalahgunakan metode leasing dalam
menjalankan kegiatan bisnisnya. Seperti yang terjadi pada perusahaan Astra Credit
dimana kedudukan pihak ketiga dalam kepemilikan barang yang masih dalam proses
leasing masih tidak diketahui secara jelas atau pasti. Permasalahan yang timbul pada
PT Astra Credit dan Konsumen ialah karena adanya pelanggaran pada persyaratan
yang telah ditetapkan:
1. Aset kendaraan yang dimiliki oleh kedua pihak baik yang bergerak maupun
tidakakan menjadi jaminan sebagai pelunasan pada perjanjian ini.
2. Pihak kedua bertanggung jawab dalam memelihara aset kendaraan yang
dimilikioleh kedua pihak.
3. Pihak kedua tidak diperkenankan untuk meminjamkan maupun melakukan
pemindah tanganan cara apapun atas aset yang dimiliki.
4. Pihak pertama maupun wakilnya memiliki hak untuk memeriksa kondisi
asetyang dimiliki oleh kedua pihak .
5. Pengurusan STNK ditangani oleh pihak pertama.
6. Pihak pertama memiliki kuasa penuh pada hal jaminan. Pihak pertama berhak
melakukan pembicaraan untuk menetapkan persyaratan dalam melakukan
penjualan kepada pembeli.
Dalam kasus PT Astra Credit dengan konsumen, permasalahan timbul karena konsumen
melakukan pelanggaran pada persyaratan yang sudah ditetapkan di atas, sehingga
menyebabkan customer tidak melakukan penyelesaian kredit dan menyebabkan terjadinya
pelanggaran pada perjanjian yang sudah ditetapkan sehingga dapat memberikan kerugian bagi
perusahaan.

2.2.2 Pembahasan Kasus


Kasus yang sudah terjadi seperti ini tentunya butuh penyelesaian yang efektif
untuk dilakukan oleh beberapa pihak yang termasuk dalam kasus leasing. Jika
ditinjaudari beberapa faktor, ada masalah mengenai penyelesaian pembayaran kredit
yang dilakukan oleh customer atau debitur pada pihak leasing. Hal itu pula yang
menyebabkan adanya permasalahan yang terjadi. PT. Astra Credit Companies dan
pihak customer tentunya sudah memiliki perjanjian leasing. Oleh karena itu,
pembahasan yang dilakukan oleh kelompok kami berada pada lingkup perlindungan
perjanjian kredit bagi pihak kreditur maupun debitur. Dalam suatu perjanjian kredit
justru obyek perjanjian itu sendiri yang akan menjadi jaminan utang paling efektif,
sehingga jika debitur wanprestasi barang jaminan dapat langsung dijual. Akan tetapi,
pada kenyataanya bahwa ketidak amanan kedudukan sering kali dialami oleh pihak
kreditur. Hal tersebut didasari contoh bahwa seringkali kejadian adanya objek
perjanjian pihak ketiga yang dialihkan oleh para debitur tanpa adanya transparansi
pada pihak kreditur. Oleh karena itu, ada dasar hukum yang mengatur sanksi pidana
yang dilakukan kreditur yang dimuat dalam Pasal 372 dan 378 KUHP.
Pihak kreditur yang telah melakukan suatu perjanjian kesepakatan
sebelumnya, meminta suatu jaminan berupa fidusia atau pengalihan kepemilikan atas
objek yang masuk dalam perjanjian. Hal tersebut dilakukan agar harapan mengenai
pengeksekusian obyek perjanjian dengan cara fidusia jika jalan yang lain tidak
tercapai. Kesesuaian perjanjian atau kesepakatan didasari oleh ketentuan dari Surat
Pengakuan Hutang Dengan Penyerahan Jaminan Secara Fidusia yang berisikan
tentang “Bahwa untuk menjamin kepastian pembayaran sebagaimana mestinya
angsuran hutang pokok, bunga, dan biaya-biaya lainnya yang terutang dan wajib
dibayar oleh Pihak Kedua (debitur) kepada Pihak Pertama (kreditur). Mengikuti surat
hutang yang dibuat, maka Pihak Kedua dengan ini menyerahkan secara fidusia ke
dalam milik Pihak Pertama dengan ini menerima penyerahan secara fidusia ke dalam
miliknya atas mesin/kendaraan bermotor (roda dua atau roda empat)”. Berikut ini
merupakan beberapa data yang harus diisi dalam surat tersebut di antaranya :
7. No. BPKB / No :
8. No. Polisi :
9. Jenis Kendaraan :
10. Merk / Type :
11. No. Rangka :
12. No. Mesin :

Dengan melihat permasalahan diatas, diperoleh tindakan yang perusahaan


lakukan untuk mengantisipasi hal tersebut agar tidak terjadi lagi ialah dengan upaya
preventif sebagai berikut:
1. Perusahaan akan mengirimkan surat somasi yang ditujukan agar debitur dapat
melunasi tunggakkan dan bertanggung jawab atas pelunasan pembayaran.
2. Perusahaan melakukan musyawarah dengan pihak terkait untuk penyelesaian
masalah tersebut agar keputusan dapat diterima kedua belah pihak.
3. Perusahaan melakukan perjanjian over kredit atau pengalihan kredit.
4. Perusahaan melakukan eksekusi langsung kepada pihak terkait dengan cara
menyebar debt collector dan mengirimkan polisi untuk pendampingan.
5. Jika terjadi pengalihan kepemilikan yang dilakukan pihak ketiga, maka perusahaan
akan melakukan tindakan untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan agar
putusan perkara ditetapkan.
6. Jika memang kelima cara perdamaian secara baik-baik tidak dapat dilakukan.
Maka, perusahaan akan melakukan arbitrase atau dengan pengajuan berkas ke
pengadilan untuk diusut kasus yang terjadi walaupun memakan tempo yang
relatiflama.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dikaji mengenai masalah adanya kepemilikan barang
yang dilakukan oleh pihak ketiga yang terdapat di perusahaan Astra Credit Companies
masih masuk dalam kegiatan leasing. Hal tersebut didasari informasi bahwa pihak
kedua masih dalam proses leasing di tempat usaha tersebut tetapi barangyang ada malah
digadaikan pihak tersebut. Apabila dilihat dari peninjauan hukum, pihak penyewa
(lessee) melakukan kegiatan leasing kepada perusahaan tersebut dan telah melakukan
suatu kesepakatan antara dua pihak tersebut. Perusahaan tersebut juga sudah
memberikan nasihat pada pihak kedua atau penyewa untuk tidak melakukan perputaran
penggadaian barang ke berbagai pihak. Tentunya, dalam perjanjian harus ada cerminan
tegas agar bentuk hukum yang dimaksudkan juga jelas bagi pihak yang berlaku.
Dengan adanya permasalahan yang terjadi tersebut pula pihak leasing menyarankan
kepada customer agar bertanggung jawab dan mematuhi hukum serta peraturan yang
berlaku agar nantinya jika memang timbul perselisihan yang sama, penyelesaian dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan juga penjelasan diatas, maka dapat disampaikan beberapa
saran untuk Perusahaan Astra Credit Companies adalah sebagai berikut :
1. Kasus ini butuh penyelesaian yang efektif untuk dilakukan oleh beberapa pihak
yang termasuk dalam kasus leasing karena adanya masalah mengenai penyelesaian
pembayaran kredit yang dilakukan oleh customer atau debitur pada pihak leasing
2. Perusahaan Astra Credit Companies wajib melakukan tindakan dengan cepat agar
pihak ketiga tidak dapat masuk dalam kegiatan leasing
3. Memberikan sanksi kepada pihak kedua atau penyewa jika melakukan perputaran
penggadaian barang ke berbagai pihak
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, A. (2021). Kajian Yuridis Putusan Mahkamah Agung dalam Penyelesaian Sengketa
Pada Perusahaan Leasing Dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Jurnal
Panorama Hukum, 6(1), 1-10
Dirkareshza, R., Taupiqqurrahman, T., & Azaria, D. P. (2021). Optimalisasi Hukum Terhadap
Lessee Yang Melakukan Wanprestasi Dalam Perjanjian Leasing. Jurnal Ilmiah
Penegakan Hukum, 8(2), 160-173.
Meutia, L. O. (2017). Akibat Hukum Terhadap Pengalihan Objek Perjanjian Leasing Kepada
Pihak Ketiga Tanpa Persetujuan Lessor (Studi Di PT. Astra Credit Companies)
(Doctoral dissertation).
Prasetiya, R. (2020). UPAYA HUKUM DAN PENYELESAIAN WANPRESTASI SERTA
OVERMACHT DALAM PERJANJIAN LEASING. Journal of Law (Jurnal Ilmu
Hukum), 6(2), 117-132
Ratumbanua, M. I. (2017). Penyelesaian Sengketa Perjanjian Leasing Dalam Hal Terjadinya
Ingkar Janji (Wanprestasi). Lex Privatum, 5(1).
Sumantri, F. S., & Marjo. (2013). PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA PT. ASTRA
CREDIT COMPANIES DENGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN
LEASING. DIPONEGORO LAW REVIEW, Volume 1, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai