HASIL
(Diajukan sebagai syarat ujian Hasil pada Program Studi S1 Fisika Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo)
OLEH
422417001
JURUSAN FISIKA
GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat, karunia,
kasih sayang dan keridhoan serta lindungan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
hasil penelitian tugas akhir ini dengan judul “Analisis Material Longsor
Menggunakan Metode Kinematik Pada Struktur Tanah Dengan
Memvariasikan Kemiringan Lereng (Studi Kasus Material Di Daerah
Kabupaten Goroantalo Utara)”. Adapun tujuan dari penyusunan Hasil penelitian
ini yaitu sebagai syarat memperoleh gelar sarjana di Program Studi S1-Fisika,
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Gorontalo
i
DAFTAR ISI
ii
3.2 Alat dan Bahan ...............................................................................................31
3.3 Metode Penelitian ...........................................................................................32
3.4 Teknik Pengambilan Data/Sampel ................................................................32
3.4.1 Studi Literatur ............................................................................................33
3.4.2 Prosedur Penelitian ....................................................................................33
3.4.3 Analisis Data ...............................................................................................35
3.5 Flowchart Penelitian ......................................................................................37
BAB IV............................................................................................................................38
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................38
4.1 Hasil ......................................................................................................................38
4.1.1 Model Simulasi Tanah Longsor ...................................................................38
4.1.2 Material Longsor Setiap Lereng ..................................................................44
4.1.3 Volume Material dengan Kemiringan Lereng ............................................46
4.2 Pembahasan ..........................................................................................................47
4.2.1 Model Simulasi Tanah Longsor ...................................................................48
4.2.2 Karakteristik Material Longsor Setiap Lereng ..........................................49
4.2.3 Hubungan Volume Material dengan Kemiringan Lereng .........................52
BAB V .............................................................................................................................54
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................54
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................................54
5.2 Saran .....................................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................55
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jenis tanah longsor dan bentuk bidang gelincir (a) Bidang gelincir rotasi (b)
Bidang gelincir translasi (Nandi, 2007)..............................................................................8
Gambar 2. Longsoran yang terjadi di ruas jalan Trans Sulawesi, Kec. Tomilito, Kab.
Gorontalo Utara .................................................................................................................8
Gambar 3. Jenis material longsor yang berada di ruas jalan Trans Sulawesi, Kec.
Tomilito, Kab. Gorontalo Utara .......................................................................................10
Gambar 4. Material longsoran berupa batu dan jenis tanah berpasir yang berada di lokasi
longsor Kec. Tomilito, Kab Gorontalo Utara ...................................................................12
Gambar 5. Kelongsoran tanah pada bidang miring lereng ..............................................14
Gambar 6. Kondisi keruntuhan massa tanah berdasarkan model Mohr-Coloumb
(Apriyono, 2016)..............................................................................................................15
Gambar 7. Peta sebaran longsor di Kabupaten Gorontalo Utara (Sumber : Akbar et al. /
Jambura Geoscience Review (2021) Vol. 3 (2): 73-83.....................................................29
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana merupakan suatu peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, dan kerugian harta benda (Soehatman,
2010). Kejadian bencana longsor berhubungan dengan faktor alam seperti curah
hujan, penutupan lahan, topografi, kelerengan, geologi/batuan dan jenis tanah (Wen
et al., 2017). Bencana tanah longsor sering menyebabkan korban jiwa, kerusakan
rumah, sarana dan prasarana permukiman yang tertimpa dan tertimbun material
longsor, sehingga berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat
(Ramadhan & Idajati, 2017; Wen et al., 2017). Menurut data Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2017 ada 22 kejadian longsor yang
terjadi di Sulawesi. Dari data BNPB tahun 2019 di Provinsi Gorontalo khususnya
daerah Kabupaten Gorontalo Utara termasuk wilayah rawan terjadinya bencana
tanah longsor, area kemiringan 20-40% yang sengaja dibuka untuk lahan pertanian
dan kondisi perbukitan rata-rata 200-300 mdpl yang tidak ditanami tanaman
tahunan memicu struktur tanah menjadi lebih mengakibatkan rawan bencana
longsor (Akbar et al., 2021).
Secara umum, kestabilan lereng dikontrol oleh beberapa faktor, antara lain
geometri lereng, kondisi geologi (sifat fisik material penyusun lereng, struktur
geologi), kondisi hidrogeologi, dan sifat keteknikan material penyusun lereng
(Muhammad et al., 2011). Disamping terjadinya longsor, adapun bencana yang
beriringan dengan kejadian longsor yaitu erosi tanah yang disebabkan oleh
hancurnya lapisan tanah yang kemudian mengakibatkan bencana erosi diikuti
longsor. Penyebab erosi tanah sangat tergantung pada curah hujan, kondisi tanah,
dan faktor tutupan lahan serta ada atau tidaknya tindakan konservasi pada wilayah
tersebut. Erosi tanah merupakan kejadian dimana terkikisnya tanah oleh air, baik
air hujan maupun air limpasan (Handhayani, 2013). Longsor menyebakan
1
hilangnya lapisan atas tanah yang subur untuk pertumbuhan tanaman serta
berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air sehingga
permeabilitas tanah menjadi tinggi dan menyebabkan kadar air dalam tanah
bertambah. Dengan kadar air yang sangat besar yang terkandung dalam tanah akan
menyebabkan kuat geser tanah menjadi lemah dan berpotensi terjadi longsoran.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa intensitas hujan yang tinggi memiliki
hubungan langsung dengan keruntuhan lereng (Chen et al., 2006)
2
bagian dari provinsi Bengkulu disekitaran Pembangkit Listrik Tenaga Panas
Bumi/Geothermal.
3
pada daerah penelitian juga cukup tinggi setiap tahunnya. Melihat latar belakang di
atas, maka perlu adanya pengkajian mengenai potensi longsor di daerah yang
berpotensi terjadi bahaya tanah longsor dengan menganalisis material yang ada
didaerah tersebut agar dapat meminimalisasi kerugian yang ditimbulkannya, maka
penulis mengambil judul “Analisis Material Longsor Pada Struktur Tanah
Dengan Memvariasikan Kemiringan Lereng (Studi Kasus Material Di Daerah
Kabupaten Gorontalo Utara)”
1.2.1 Harus adanya penelitian yang memuat mengenai potensi terjadinya tanah
longsor di daerah tersebut
1.2.2 Dapat membantu masyarakat untuk lebih memahami dan mengetahui
potensi tanah longsor yang bisa terjadi kapan saja
1.2.3 Serta dapat membantu masyarakat untuk lebih mengetahui apa saja faktor
penyebab potensi tanah longsor di daerah tersebut yang menyebabkan
terjadinya tanah longsor didaerah tempat tinggal mereka dan juga menjadi
salah satu cara untuk dapat menanggulangi terjadinya bencana tanah longsor
di Kabupaten Gorontalo Utara
1.3.1 Bagaimana desain prototype atau model simulasi tanah longsor dari sampel
lereng perbukitan di Gorontalo Utara?
1.3.2 Bagaimana karakteristik material longsor dari setiap lereng?
1.3.3 Bagaimanakah hubungan kemiringan lereng terhadap volume material yang
terbawa?
4
1.4 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan dalam penelitian ini yaitu :
1.4.1 Mengetahui desain prototype atau model simulasi tanah longsor dari sampel
lereng perbukitan di Gorontalo Utara
1.4.2 Mengetahui karakteristik material longsor dari setiap lereng
1.4.3 Mengetahui hubungan kemiringan lereng terhadap volume material yang
terbawa
5
BAB II
LANDASAN TEORI
Mekanika tanah pada dasarnya merupakan studi tentang tanah dan propertinya
sehubungan dengan tujuan konstruksi.Mekanika tanah adalah disiplin teknik sipil
yang memprediksi karakteristik kinerja tanah, dengan menggunakan teknik statika,
teknik dinamika, mekanika fluida, dan teknologi lainnya. Mekanika tanah meliputi
studi komposisi tanah, kekuatan, konsolidasi, dan penggunaan prinsip hidrolik,
untuk menangani masalah yang menyangkut sedimen dan endapan lainnya. Pada
dasarnya mekanika tanah mempelajari tentang proses pembentukan tanah, sifat
fisik dan kimia tanah, kompresibilitas tanah, permeabilitas, konsolidasi, dan lain
sebagainya. Konsistensi tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air, yang mana tanah
dapat berbentuk cair, plastis, semi padat, dan padat. Konsistensi adalah kedudukan
6
fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu. Konsistensi ini tergantung pada
gaya tarik antar partikel lempung di dalam tanah. Sifat dan karakteristik tanah
sangat dipengaruhi oleh komposisi dan ukuran butirannya. Oleh karena itu maka
pengklasifikasian tanah selalu didasarkan pada ukuran butiran tanah, sehingga
investigasi tanah selalu diawali dengan pengujian analisis butiran. Analisis ukuran
butiran tanah adalah penentuan presentase berat butiran pada ukuran diameter
tertentu. Untuk menganalisis ukuran butiran tanah,perlu dilakukan dua pengujian
yang simultan, dan tak dapat dipisahkan satu sama lain, yakni : analisis saringan
(sieve analysis), dan analisis hydrometer (hydrometer analysis) (Darwis,2018).
Pada umumnya tanah longsor banyak terjadi pada daerah yang memiliki
topografi terjal dengan sudut lereng 15 – 450 dan pada batuan volkanik lapuk
dengan curah hujan tinggi. Pada musim hujan, perubahan tegangan permukaan
dalam pori tanah dan peningkatan bobot massa tanah akibat dari air yang meresap
ke dalam tanah dapat memicu perpindahan (ketidakstabilan gravitasi).
Ketidakstabilan gravitasi dapat terjadi pada suatu daerah yang memiliki bidang
gelincir pada struktur bawah permukaan (Supeno et al., 2008)
7
Salah satu faktor penyebab terjadi tanah longsor yang sangat berpengaruh
adalah bidang gelincir atau bidang geser. Bidang gelincir merupakan bidang yang
menjadi landasan bergeraknya massa tanah. Bidang gelincir merupakan bidang
yang kedap air dan licin. Bidang gelincir dibedakan menurut bentuknya yaitu rotasi
dan translasi (Sugioto et al., 2010)
Gambar 1. Jenis tanah longsor dan bentuk bidang gelincir (a) Bidang gelincir
rotasi (b) Bidang gelincir translasi (Nandi, 2007)
Gambar 2. Longsoran yang terjadi di ruas jalan Trans Sulawesi, Kec. Tomilito,
Kab. Gorontalo Utara
8
terdapat 4 kelas kedalaman bidang gelincir, yaitu sangat dangkal (20 m) (Zakaria,
2011).
𝜏𝑓 = c + σ tan∅
𝑘𝑁
Dimana : 𝜏𝑓 = 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 (𝑚2 ):
𝑐 = 𝑘𝑜ℎ𝑒𝑠𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ
𝑘𝑁
𝜎 = 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎 ( )
𝑚2
𝑡𝑎𝑛∅ = 𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑝𝑎𝑟𝑡𝑖𝑘𝑒𝑙
Seringkali tanah dibagi dalam tanah yang kohesif dan tanah yang tidak kohesif.
Kekuatan geser tanah yang berada dalam kondisi jenuh dperlukan suatu pengertian
mengenai peranan dari tekanan air pori. Jika gaya luar bekerja pada tanah jenuh,
maka pada permukaan air yang terdapat antara pori-pori memikul tekanan normal
yang bekerja ∆𝜎. Setelah air pori mengalir keluar, tekanan itu berangsur-angsur
akan dipikul oleh butir-butir tanah. Maka tekanan yang dipikul oleh air pori disebut
9
tekanan air pori (𝑢), dan tekanan yang dipikul oleh butiran tanah disebut tekanan
efektif (𝜎 ′ ).
Gambar 3. Jenis material longsor yang berada di ruas jalan Trans Sulawesi, Kec.
Tomilito, Kab. Gorontalo Utara
Menurut Bowles et al, () tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri
dari salah satu atau seluruh jenis berikut :
10
a. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih
besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai 250
mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles).
b. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.
c. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm, berkisar
dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).
d. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm. Lanau
dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang
disedimentasikan ke dalam danau atau didekat garis pantai pada muara sungai.
e. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang
kohesif.
1. Sifat-Sifat Tanah
Secara umum dari hasil survey lapangan dan test laboraturium tanah
memiliki sifat-sifat sebagai berikut
a. Permeabilitas tanah
b. Kemampuan dan konsoliditas tanah
c. Kekutan tegangan geser tanah.
d. Klasifikasi Tanah
Sifat tanah berdasarkan lekatnya adalah sebagai berikut :
a. Tanah Kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara butir-
butirnya seperti tanah lempung.
b. Tanah Non Kohesif adalah tanah yang tidak mempunyai atau sedikit sekali
lekatan antara butir - butirnya atau hampir tidak mengandung lempung
misal pasir.
c. Tanah Organik adalah tanah yang sifatnya sangat dipengaruhi oleh bahan-
bahan organic seperti sisa-sisa hewani maupun tumbuh-tumbuhan.
2. Jenis-Jenis Tanah
Jenis tanah berdasarkan ukuran butir digolongkan menjadi :
a. Batu kerikil dan pasir Golongan ini terdiri dari pecahan-pecahan batu
dengan berbagai ukuran dan bentuk. Butiran batu kerikil biasanya terdiri
11
dari pecahan batu, tetapi mungkin terdiri dari satu macam zat mineral
tertentu, butiran tersebut biasa terdapat dalam satu ukuran saja atau
mencakup seluruh ukuran dari batu besar sampai pasir halus, keadaan ini
disebut bahan yang bergradasi baik.
Gambar 4. Material longsoran berupa batu dan jenis tanah berpasir yang berada
di lokasi longsor Kec. Tomilito, Kab Gorontalo Utara
b. Lanau adalah material yang merupakan peralihan antara lempung dan pasir
halus, kurang plastis dan lebih mudah ditembus air daripada lempung dan
memperlihatkan sifat dilatansi yang tidak terdapat pada lempung (Setiawan
et al, 2019). Lanau (slit) Yaitu tanah berbutir halus yang berukuran lebih
kecil dari 0,074 mm (No.200). Lanau terdiri dari dua jenis yaitu lanau
anorganik (inorganik silt) yang merupakan tanah berbutir halus dengan
plastisitas kecil mengandung butiran kuarsa sedimensi yang kadang di sebut
tepung batuan (rockflour) dan tanah lanau organik (organik silt) tanah agak
plastis berbutir halus dengan campuran partikel partikel bahan organik
terpisah secara halus, warna tanah bervariasi dari abuabu terang ke abu-abu
gelap.
c. Tanah Lempung adalah tanah yang terdiri dari butiran yang sangat kecil dan
menunjukan sifat-sifat plastis dan kohesi. Kohesi menunjukan bahwa
bagian-bagian itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas
merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu diubah-ubah tanpa
perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya tanpa terjadi retakan atau
pecah-pecah.
12
3. Sistem Klasifikasi Tanah Adapun sistem klasifikasi tanah yang umum
digunakan dalam teknik jalan raya adalah sistem klasifikasi tanah USCS
(Unified Soil Classification System) yang dikelompokan dalam dua kelompok:
a. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir
yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan No.200.
Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil dan S untuk
tanah berpasir.
b. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari 50%
berat contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol kelompok ini
adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau organik. Simbol Pt
digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik
tinggi.
Kelompok-kelompok tanah utama sistem klasifikasi USCS dapat dilihat pada Tabel
2.1 berikut ini :
13
Gambar 5. Kelongsoran tanah pada bidang miring lereng
Bila komponen berat tanah tersebut cukup besar, kelongsoran lereng dapat
terrjadi sehingga tanah akan menggelincir ke bawah. Dengan kata lain, gaya dorong
(diving force) melammpai gaya berlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah
sepanjang bidang miring (Fadh, 2016).
Bidang miring pada lereng dapat membentuk suatu bidang gelincir karena
terdapat daerah-daerah yang lemah akan gaya penahan ataupun gaya geser. Jika
longsor terjadi dimana permukaan bidang gelincir memotong lereng pada dasar atau
di atas ujung dasar dinamakan longsor lereng (slope failure)
14
bahwa keruntuhan material tanah disebabkan oleh kombinasi kritis dari tegangan
normal (σn) dan tegangan gesernya (τf). Secara lebih jelas, kondisi diatas dapat
digambarkan dalam gambar di bawah ini:
15
kematian. Kejadian longsor yang seringkali mengakibatkan jatuhnya korban jiwa
karena terjadi secara tiba tiba sehingga penduduk yang tertimpa longsor tidak dapat
melarikan diri (Sobirin et al., 2017).
2.2 Jenis-jenis Tanah Longsor
Menurut (Cruden dan Varnes 1992, dalam Hary, 2006:15) dalam (Arif, 2015)
tanah longsor dikelompokkan menjadi jatuhan, robohan, longsoran, sebaran dan
aliran. Masingmasing tipe terjadi pada medan dengan karakteristik yang berbeda
satu dengan yang lain, hal ini karena bencana gerakan tanah disebabkan oleh
banyak faktor.
1. Jatuhan (falls)
Jatuhan (falls) adalah gerakan jatuh material pembentuk lereng (tanah atau
batuan) di udara dengan atau tanpa adanya interaksi antara bagian-bagian material
yang longsor. Jatuhan terjadi tanpa adanya bidang longsor, dan banyak terjadi pada
lereng terjal atau tegak yang terdiri dari batuan yang mempunyai bidang-bidang
tidak menerus (diskontinuitas). Jatuhan pada tanah biasanya terjadi bila material
mudah tererosi terletak di atas tanah yang lebih tahan erosi, contohnya jika lapisan
pasir bersih atau lanau berada di atas lapisan lempung overconsolidated (Bazett et
al, 1961; Skempton, 1965) dalam (Arif, 2015)
Jatuhan adalah satu dari mekanisme erosi utama dari lempung overconsolidated
tinggi (heavily overconsolidated). Longsoran pada jenis lempung ini terjadi bila air
hujan mengisi retakan di puncak dari lereng terjal. Jatuhan yang disebabkan oleh
retakan yang dalam umumnya runtuh miring ke belakang, sedangkan untuk retakan
yang dangkal runtuhnya ke depan. Jatuhan batuan dapat terjadi pada semua jenis
batuan dan umumnya terjdi akibat oleh pelapukan, perubahan temperatur, tekanan
air atau penggalian/penggerusan bagian bawah lereng. Jatuhan terjadi di sepanjang
kekar, bidang dasar, atau zona patahan lokal
2. Robohan (topples)
Longsoran (slides) adalah gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan
oleh terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Massa
16
tanah yang bergerak bisa menyatu atau terpecah-pecah. Perpindahan material total
sebelum longsoran bergantung pada besarnya regangan untuk mencapai kuat geser
puncaknya dan pada tebal zona longsornya. Perpindahan total lebih kecil pada
lempung normally consolidated daripada lempung kaku overconsolidated
Berdasarkan geometri bidang gelincirannya, longsoran dibedakan dalam dua
jenis yaitu: (Hary, 2006:21) dalam (Arif, 2015) yaitu :
a. Longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran rotasional
(rotational slides). Longsoran rotasional (rotational slides) mempunyai bidang
longsor melengkung ke atas, dan sering terjadi pada massa tanah yang bergerak
dalam satu kesatuan.longsoran rotasional murni (slump) terjadi pada material
yang relatif homogen seperti timbunan buatan (tanggul).
b. Longsoran dengan bidang gelincir dasar atau longsoran translasional
(translational slides). Longsoran translasional merupakan gerakan di sepanjang
diskontinuitas atau bidang lemah yang secara pendekatan sejajar dengan
permukaan lereng, sehingga gerakan tanah secara translasi. Dalam tanah
lempung, translasi terjadi di sepanjang lapisan tipis pasir atau lanau, khususnya
bila bidang lemah tersebut sejajar dengan lereng yang ada. Longsoran translasi
lempung yang mengandung lapisan pasir atau lanau, dapat disebabkan oleh
tekanan air pori yang tinggi dalam pasir atau lanau tersebut.
3. Sebaran (spreads)
Sebaran yang termasuk longsoran translasional juga disebut sebaran lateral
(lateral spreading), adalah kombinasi dari meluasnya massa tanah dan 14 turunnya
massa batuan terpecah-pecah ke dalam material lunak di bawahnya (Hary, 2006)
dalam (Arif, 2015). Permukaan bidang longsor tidak berada di lokasi terjadinya
geseran terkuat
4. Aliran (flows)
Aliran (flows) adalah gerakan hancuran material ke bawah lereng dan mengalir
seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit.
Material yang terbawa oleh aliran dapat terdiri dari berbagai macam pertikel tanah
(termasuk batu-batu besar), kayu-kayu, ranting dan lain-lain.
17
2.3 Penyebab Tanah Longsor
Bencana longsor sendiri terjadi karena adanya dua faktor, yaitu faktor alam
dan faktor manusia. Faktor alam yang menyebabkan terjadinya longsor antara lain
curah hujan, kemiringan lereng, dan kondisi tanah, sedangkan faktor manusia
disebabkan oleh aktivitas manusia dalam hal pemanfaatan tanah yang kurang
memperhatikan keterbatasan kondisi fisik wilayahnya.
Tanah longsor terjadi karena dua faktor utama yaitu faktor pengontrol dan
faktor pemicu. Faktor pengontrol adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi
material itu sendiri seperti kondisi geologi, kemiringan lereng, litologi, sesar dan
kekar pada batuan. Faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya
material tersebut seperti curah hujan, gempa bumi, erosi kaki lereng dan aktivitas
manusia (Naryanto, 2019). Tanah longsor adalah bencana alam yang
mengakibatkan hilangnya nyawa manusia dan menyebabkan kerusakan luas pada
properti dan infrastruktur. Tanah longsor secara umum mencakup semua gerakan
ke bawah atau tiba-tiba material permukaan seperti tanah liat, pasir, kerikil dan
batu.Tanah longsor merupakan salah satu bencana utama yang merusak di daerah
pegunungan, yang diaktifkan karena pengaruh gempa bumi dan curah hujan (Pareta
& Pareta, 2012).
Kyi et al. (2007) menjelaskan bahwa penyebab gerakan massa tanah/ batuan
dibedakan menjadi faktor kontrol dan pemicu gerakan. Faktor kontrol merupakan
faktor-faktor yang membuat kondisi suatu lereng menjadi rentan atau siap bergerak,
sedangkan faktor pemicu gerakan merupakan proses-proses yang mengubah suatu
lereng dari kondisi rentan menjadi kritis dan akhirnya bergerak (Hermansyah,
2015). Penelitian oleh Karnawati di tahun yang berbeda (2005) dalam Hermansyah
(2015) menjelaskan bahwa longsor terjadi karena interaksi pengaruh beberapa
kondisi yang meliputi kondisi morfologi, geologi, struktur geologi, hidrologi dan
landuse.
18
2.3.1 Faktor Alam Faktor-faktor alam yang menyebabkan terjadinya
bencana longsor yaitu sebagai berikut :
1. Bekas Longsoran Lama
Lokasi longsoran yang pernah atau sering terjadi, sangat berpotensi terjadi tanah
longsor secara berulang. Bekas lokasi longsoran lama umumnya terbentuk selama
dan setelah terjadi pengendapan material gunungapi pada lereng yang terjal.
2. Bidang Diskontinuitas
Adanya bidang diskontinuitas (permukaan lereng yang tidak sinambung) dapat
sangat berpotensi terjadi tanah longsor. Bidang tidak sinambung pada lereng
merupakan titik terlemah yang berfungsi sebagai bidang gelincir atau bidang luncur
material longsoran
3. Kemiringan Lereng
Kondisi lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong
material penyusun utama lereng. semakin besar sudut kemiringan lereng, maka
akan semakin besar gaya dorong terhadap material penyusun lereng. Semakin besar
sudut kemiringan lereng, maka semakin besar pula potensi terjadinya tanah longsor.
4. Kondisi Tanah
Kondisi tanah yang semakin tebal dan kurang padat dapat menyebabkan rentan
terhadap tanah longsor. Lapisan tanah disebut jika mempunyai ketebalan lebih dari
2,5 meter. Jenis tanah yang termasuk kurang padat adalah tanah lempung atau tanah
liat. Jenis tanah yang kurang padat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m sangat rentan
terhadap tanah longsor.
5. Struktur Geologi
Daerah pada sesar batuan akan mengalami penghancuran yang disebabkan oleh
pergeseran blok-blok batuan pada bidang patahan. Pada daerah sesar tersebut, daya
tahan atau kekokohan batuan menjadi lemah. Hal tersebut terjadi karena, batuan
pada daerah sesar lebih mudah mengalami proses pelapukan, erosi, dan tanah
longsor. Lapisan batuan pada permukaan bidang sesar ini merupakan bidang tidak
stabil yang dapat menjadi bidang gelincir atau bidang luncur apabila arah
kemiringannya searah dengan kemiringan lereng.
19
6. Kondisi Batuan
Batuan endapan dari gunungapi dan batuan sedimen yang berukuran seperti
pasir serta campuran antara kerikil, pasir, dan lempung kondisinya kurang kuat.
Kondisi batuan tersebut akan mengalami pelapukan menjadi tanah. Tanah yang
terbentuk dari hasil pelapukan batuan pada lereng yang terjal umumnya sangat
rentan terhadap bencana tanah longsor.
7. Litologi
Litologi merupakan kondisi mudah atau sukarnya batuan mengalami
pelapukan, serta besar atau kecilnya porositas tanah atau batuan terhadap air.
Semakin mudah batuan mengalami pelapukan, maka akan semakin mengurangi
kohesi dan kekuatan batuan penyusun struktur lereng. Dengan demikian, semakin
mudah batuan mengalami pelapukan maka semakin besar potensi terjadinya tanah
longsor. Selain itu, semakin tinggi porositas tanah atau batuan terhadap air, akan
semakin besar pula potensi terjadinya bencana tanah longsor.
8. Curah Hujan
Potensi terjadinya tanah longsor biasanya dimulai pada setiap awal musim
penghujan. Pada saat musim kemarau, terjadi penguapan air di permukaan tanah
dalam jumlah besar. Penguapan ini menyebabkan pori-pori tanah membesar yang
selanjutnya di ikuti dengan terbentuknya retakan dan rekahan di permukaan tanah.
Ketika musim penghujan tiba, air akan masuk ke pori-pori dan bagian-bagian tanah
yang retak. Tanah dengan cepat akan menyerap air sehingga kandungan air pada
tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.
9. Kandungan Air Pori Tanah
Tingginya kandungan air pori tanah dan tingginya permukaan air tanah (water
table) pada lereng juga merupakan faktor pendorong terjadinya tanah longsor.
Semakin tinggi kandungan air pori tanah akan semakin rentan terhadap tanah
longsor. Demikian juga, semakin tinggi permukaan air tanah akan semakin besar
risiko terjadinya bencana tanah longsor.
10. Pengikisan Tanah atau Erosi
Aktivitas aliran sungai dapat menyebabkan pengikisan tanah di daerah tebing
dan lembah. selain itu, akibat penggundulan hutan di sekitar bantaran sungai dan
20
bagian-bagian sungai berkelok-kelok akan menyebabkan tebing menjadi terjal.
Erosi dapat disebabkan oleh aliran air permukaan atau air hujan. Pengikisan tanah
atau erosi tersebut dapat memperbesar terjadinya bencana tanah longsor.
11. Getaran atau Gempa Bumi
Getaran yang disebabkan oleh gempa bumi atau penggunaan alat-alat berat dan
bahan peledak dapat mempengaruhi kondisi kestabilan lereng. getaran pada
permukaan bumi yang cukup keras dapat menyebabkan terjadinya peristiwa tanah
longsor. Getaran atau gempa bumi yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya
liquefaction pada pasir lanau longgar yang jenuh air
12. Usutnya Permukaan Air
Musim kemarau yang panjang dan panas yang teratarik menyebabkan susutnya
permukaan air dengan cepat di danau atau bendungan. Susutnya permukaan air ini
menyababkan gaya penahan material di lereng menjadi hilang. Kondisi tersebut
menyababkan terbentuknya retakan dan penurunan tanah yang akan memperbesar
potensi terjadinya bencana tanah longsor.
2.3.2 Faktor manusia Aktivitas manusia dapat berpengaruh terhadap
terjadinya peristiwa bencana tanah longsor.
Faktor manusia yang berdampak memperbesar terjadinya tanah longsor
adalah yang berkaitan dengan kegiatan industri, kegiatan pertanian, dan kegiatan
kontruksi. Aktivitas-aktivitas manusia yang berdampak memperbesar terjadinya
tanah longsor yaitu sebagai berikut :
1. Penggundulan Hutan
Aktivitas manusia seperti penebangan dan pembakaran hutan akan
menyebabkan tanah kehilangan stabilitasnya. Kegiatan penggundulan hutan
tersebut menyebabkan struktur tanah menjadi rapuh dan rawan terjadi tanah
longsor.
2. Pemotongan Tebing
Kegiatan pemotongan tebing dan penambangan batu di daerah lereng dapat
memperbesar potensi terjadinya tanah longsor. Pemotongan tebing secara
sembarangan akan mengakibatkan lereng kehilangan gaya penahan terhadap tanah
21
dan batuan penyusun lereng. Pekerjaan pemotongan tebing yang mengubah bentuk
dan struktur lereng dapat menyebabkan terjadinya bencana tanah longsor.
3. Kegiatan Industri
Kegiatan industri seperti penambangan yang menggunakan bahan peledak,
getaran mesin, dentuman alat berat, dan getaran lalu lintas bermotor dapat
memperbesar potensi terjadinya bencana tanah longsor.
4. Tata Kelola Lahan Pertanian
Sistem pertanian yang tidak memperhatikan sistem irigasi dan drainase yang
baik dapat memperbesar risiko terjadinya tanah longsor. Pengeloalan lahan
pertanian yang kurang memperhatikan vegetasi yang mempunyai sistem perakaran
yang kuat dapat juga menyebabkan potensi terjadinya bencana longsor di daerah
lahan persawahan, perladangan dan wilayah lereng yang tergenang air.
5. Sistem Drainase
Sistem drainase pada lereng gunung atau bukit yang kurang baik akan
memperbesar risiko terjadinya tanah longsor. Drainase yang kurang baik akan
menyebabkan kandungan air tanah semakin bertambah sehingga kestabilan
material penyusun lereng akan terganggu.
6. Pemompaan Air Tanah
Kegiatan pertanian, industri, atau pertambangan dengan cara memompa air
tanah akan menyebabakan susutnya permukaan air danau atau waduk. Susutnya
permukaan air tanah dapat menyebabkan gaya penahan lereng terhadap tanah dan
batuan menjadi hilang. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terbentuknya retakan
dan penurunan permukaan air tanah yang dapat memperbesar terjadinya bencana
tanah longsor.
7. Penimbunan Material
Penimbunan material untuk perluasan pemukiman penduduk dapat memicu
terjadinya tanah longsor. struktur material timbunan pada umumnya tidak padat dan
labil. Dengan kondisi demikian, pada saat terjadi hujan dapat menyebabkan
penurunan permukaan tanah dan terbentuk retakan yang berpotensi terjadi tanah
longsor.
22
8. Beban Tambahan
Pembangunan gedung-gedung, jalan raya, dan penimbunan material di sekitar
lereng dapat menambah beban pada lereng. keadaan demikian akan memperbesar
gaya pendorongan terjadinya bencana tanah longsor.
Adapun penyebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya tanah longsor
ialah, dilihat dari prinsipnya yaitu pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya
pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan. Gaya penahan
umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya
pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah
batuan (Jannah & Basid, 2010).
Penurunann tahanan geser tanah pembentuk lereng terjadi akibat kenaikan air,
kenaikan tekanan air pori, tekanan rembesan oleh genangan air di dalam tanah,
tanah pada lereng mengandung lempung yang mudah mengembang dan lain-lain.
Coulomb (1776) mendefinisikan f sebagai :
𝜏 = 𝑐 + (𝜎 − 𝑢)𝑡𝑎𝑛𝜑
Dengan :
23
𝑐 = 𝑘𝑜ℎ𝑒𝑠𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝜎 = 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝑢 = 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟 𝑝𝑜𝑟𝑖 (𝑘𝑁/𝑚2 )
𝜑 = 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (2
24
2.5.1 Dampak Terhadap Kehidupan
Terjadinya bencana tanah longsor memiliki dampak yang sangat besar
terhadap kehidupan, khususnya manusia. Bila tanah longsor itu terjadi pada wilayah
yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, maka korban jiwa yang
ditimbulkan akan sangat besar, terutama bencana tanah longsor itu terjadi secara
tiba-tiba tanpa diawali adanya tanda-tanda akan terjadinya tanah longsor.
Adapun dampak yang ditimbulkan dengan terjadinya tanah longsor
terhadap kehidupan adalah sebagai berikut:
1. Bencana longsor banyak menelan korban jiwa.
2. Terjadinya kerusakan infrastruktur publik seperti jalan, jembatan dan
sebagainya.
3. Kerusakan bangunan seperti gedung perkantoran dan perumahan penduduk
serta sarana peribadatan.
4. Menghambat proses aktivitas manusia dan merugikan baik masyarakat yang
terdapat di sekitar bencana maupun pemerintahan.
2.5.2 Dampak Terhadap Lingkungan
25
perbukitan yang menjadi lahan ini hanya digunakan pada musim bercocok tanam
saja sehingga pada saat tidak ditanami tumbuhan daya tahan tanah di kuata, apalagi
pada saat terjadi hujan terus-menerus sehingga terjadinya tanah longsor dapat
terjadi. Pada penelitian ini pengambilan sampel akan dilakukan di titik yang telah
dijadikan lokasi penelitian, sampel yang akan diuji yaitu sampel tanah.
Peran jenis tanah pada faktor penyebab tanah longsor adalah apabila jenis
tanah yang ada di daerah kajian penelitian termasuk ke dalam jenis tanah yang
berpotensi terjadi tanah longsor maka pada saat musim penghujan dan saat hujan
dating daerah tersebut menjadi bahaya terhadap tanah longsor. Jenis tanah yang
kurang padat adalah tanah lempung dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut
lereng lebih dari 220, dan tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadi tanah
longsor terutama bila hujan terjadi (Yunianto, 2011). Selain itu, tanah yang kurang
padat sangat rentan terhadap adanya pergerakan tanah karena menjadi lembek
terkena air dan hancur atau menjadi pecah karena suhu panas yang tinggi, Menurut
Juniarti et all (2017) suhu permukaan tanah dengan rentang 31oC-50oC dapat
mengakibatkan keretakan pada tanah.
Peran intensitas curah hujan pada faktor penyebab tanah longsor disebabkan
karena air hujan yang jatuh ke tanah dapat mengisi pori-pori dan rongga yang ada
didalam tanah dan menyebabkan tanah menjadi jenuh, berat, dan licin. Kondisi
seperti inilah yang akan memperburuk sehingga dapat terjadi kelongsoran pada
tanah.
Peran kemiringan lereng pada faktor penyebab tanah longsor adalah pada gaya
dorong melalui gaya gravitasi. Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar
gaya pendorong sehingga tingkat terjadinya longsor semakan tinggi
Peran geologi pada faktor penyebab tanah longsor untuk dapat mengetahui
jenis mineral dari struktur penyusun tanah yang ada di lereng perbukitan yang telah
menjadi lahan pertanian. Dalam penelitian ini kondisi geologi lokasi penelitian akan
lebih berfokus pada analisis material tanah longsor yang ada dilokasi penelitian.
Apabila telah diketahui jenis material penyusun tanah yang ada dilokasi tersebut
26
maka dapat diketahui memiliki tingkat bahaya tanah longsor yang tinggi, sedang,
atau rendah.
27
diharapkan kita dapat mengana lisis longsor/stabilitas lereng dengan cepat
dan akurat tanpa resiko bagi peneliti. Hasil dari pengujian lab diperoleh :
kadar air (wN), wN1 = 39,47%, wN1=40,54 %, wN1=38,89%. Berat Jenis
Tanah (Gs) berkisar 2,60-2,62, berat volume tanah basah berkisar 14,59-
16,16 kN/m3 , berat volume tanah jenuh berkisar 15,59-16,82 kN/m3 , berat
volume tanah kering berkisar 09,99-16,82 kN/m3 , Batas cair tanah berkisar
61,24-66,06 %, batas plastis tanah berkisar 39,58-44.88 % , Indek plastis
tanah berkisar 21,18-21,66, sehingga tanah ini masuk dalam kategori tanah
lempung organik, muka air tanah pada kedalaman berkisar -0,5m, nilai
kohesi (c) berkisar 29,10-34,90 kPa, dan nilai sudut gesek dalam berkisar ϕ
19,51 – 21,100 , kemiringan lereng berkisar 24-420 dan angka keamanan
lereng (FK), pada lereng 1 FK =1,87 (lereng aman terhadap bahaya
longsor), pada lereng 2 FK =1,20 (lereng tidak aman terhadap bahaya
longsor), pada lereng 3 FK =1,52 (lereng aman dari bahaya longsor
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan kurang lebih 3 bulan pada bulan Desember 2021 s/d
Februari 2022, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan
data/sampel di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Sedangkan untuk
pengolahan, analisis dan identifikasi data/sampel dilakukan di Laboratorium Fisika
Universitas Negeri Gorontalo
29
3.1.2 Waktu penelitian
30
3.2 Alat dan Bahan
No Nama Alat dan Bahan Fungsi
1. Laptop Digunakan untuk melakukan pengolahan data
2. ATK (Alat tulis menulis) Digunakan untuk untuk mencatat ataupun
menulis data hasil pengukuran yang telah
dilakukan dilapangan.
3. GPS Untuk menentukan titik koordinat lokasi
penelitian
4. Tabung Sampling Digunakan sebagai tempat penyimpanan
sampel
5. Saringan Digunakan untuk memisahkan bagian sampel
berdasarkan ukurannya
6. Meteran Digunakan untuk mengukur panjang lokasi
penelitian
7. Clinometer Digunakan untuk mengukur besar sudut
kemiringan lereng dalam mengukur besar
kemiringan lereng suatu objek secara tidak
langsung.
8. Distance laser meter Digunakan untuk mengukur Panjang dan tinggi
suatu lereng
9. Piknometer Digunakan untuk menetukan massa jenis dari
sampel
10. Plastik sampel Digunakan untuk membungkus atau
menyimpan sampel yang telah diambil dari
lokasi penelitian
Gelas ukur
Batangan kaca pengaduk
31
11. Oven Digunakan untuk memanaskan ataupun
mengeringkan sampel tanah
12. Double ring Dugunakan untuk mengetahui kecepatan
infiltrometer rembesan air pada permukaan tanah
13. H2O2 30% Digunakan untuk mendeteksi kandungan dari
tanah
14. (NaPO3) 10% Digunakan untuk tingkat atau kada lempung
dari tanah
15. Termometer Digunakan untuk mengetahui suhu atau
Laboratorium temperature dari sampel yang akan diuji
16. Hidrometer Digunakan untuk mengukur berat jenis atau
Laboratorium kepadatan relative dari sampel
17. Sarung tangan
18. Timbangan
19. Sieve Shaker
20. Aquades
21.
Tabel 3. Alat dan bahan
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskritif analisis
dengan pendekatan kuantitatif, yaitu observasi atau peninjauan lokasi penelitian,
setelah dilakukan observasi maka dilakukan pengolahan data yang kemudian diolah
dan dianlisis untuk diambil kesimpulan dengan cara observasi yaitu suatu cara
pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu objek
dalam suatu periode tertentu dan mengadakan pencatatan secara sistematis tentang
hal-hal tertentu yang diamati.
32
masalah penelitian sehingga penentuan sampel tersebut berdasarkan pertimbangan-
pertimbagan terntentu agar dapat mewakili tiap populasi pada penelitian
33
• Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan pada saay proses identifikasi
material struktur tanah yaitu berupa pengujian di laboratorium
fisika. Adapun beberapa pengujian yang akan dilakukan ialah :
Identifikasi jenis material tanah, berat jenis partikel tanah, tekstur
tanah, ukuran butir tanah, dan uji infiltrasi
3. Pengambilan Sampel/data
Langkah awal pengambilan sampel yaitu dengan melakukan observasi awal
ke tempat yang akan dijadikan lokasi penelitian, kemudian melakukan
pengukuran topografi untuk menentukan titik koordinat, selanjutnya
dilakukan proses pengambilan sampel pada titik-titik yang telah ditentukan
yaitu pada beberepa tempat yang telah mengalami kejadian longsor maupun
lokasi yang belum terjadi longsor
4. Pengukuran Dimensi Longsoran (Panjang dan lebar) dan Pengukuran
Lereng
Pengukuran dimensi longsoran dengan menggunakan meteran. Panjang
longsoran yang diukur adalah jarak antara bagian atas dan bagian bawah
longsoran, lebar longsoran yang diukur adalah jarak horizontal bagian atas
dan bagian bawah longsoran dan pengukuran lereng meliputi besar sudut
kemiringan lereng, panjang dan tinggi lereng yang akan diteliti
34
Laboratorium Fisika Universitas Negeri Gorontalo untuk mengetahui
tekstur dan struktur tanah pada lokasi longsoran. Jenis pengujian sifat fisis
meliputi : pengujian berat jenis, berat volume tanah, pengujian batas-batas
konsistensi tanah (Atterberg Limit), pengujian analisis saringan serta
pengujian di lapangan adalah pengujian kedalaman muka air tanah,
kemiringan sudut lereng, tinggi lereng, dan koordinat GPS lereng.
6. Penggunaan Lahan
Klasifikasi jenis penggunaan lahan dalam kaitannya dengan ancaman tanah
longsor dibedakan menjadi 5 kelompok, yaitu pemukiman, sawah, ladang,
tegalan, dan perkebunan.
35
yang digunakan dalam pengujian analisa saringan sampel 1 dan 2 masing-
masing dengan berat 1000 gr (Kurnia, 2006)
4. Analisis saringan tanah
Cara menentukan distribusi ukuran butir tanah adalah dengan cara
menyaringnya. Contoh tanah yang diambil sebagai benda uji disaring lewat
ing lewat satu unit saringan standar yang terdiri dari beberapa buah
saringan. Berat tanah yang tertinggal pada masing-masing saringan
ditimbang kemudian dicari persentase berat kumulatif pada tiap saringan
(Juliastuti, 2011)
Untuk mengetahui apakah tanah bergradasi butiran baik atau buruk
dapat dilihat dari kemiringan kurva distribusi, dengan mengetahui koefisien
keseragaman (coefficient of uniformity ), Cu, dan koefisien gradasi
(coefficient of gradation), Cc (Berliana, 2014).
36
3.5 Flowchart Penelitian
37
BAB IV
38
Gambar model simulasi sebelum diisi tanah (tampak depan)
39
Gambar model simulasi sesudah diisi tanah (tampak samping)
40
A. Hubungan pengaruh kemiringan sudut (o) dengan jumlah air yang
merembes keluar (ml)
0
44.7o 40.5o 52.8o 50.8o 62.2o 62o 48.3o 44.8o 46.6o 42o 43.2o 40.1o
Grafik hubungan kemiringan sudut (o) dengan jumlah air yang merembes
keluar (ml)
dari uji yang telah dilakukan didapatkan hasil seperti yang telah ditunjukan
oleh grafik di atas. Dalam pengujian simulasi model longsor kemiringan sudut
disesuaikan dengan kondisi lereng yang ada di lapangan atau lokasi
pengambilan sampel. Setiap pengujian air yang dimasukan di dalam kotak
simulasi diberikan jumlah yang sama yaitu sebesar 1000ml, hal ini bertujuan
agar dapat diketahui berapa selisih dari setiap air yang merembes keluar. Pada
grafik diatas terlihat jumlah air yang paling banyak keluar pada saat sudut
kemiringan sudut 44.50, 56.8o, dan 62o dan air paling sedikit keluar berada pada
saat sudut sebesar 40.1o. Hal ini yang menunjukan bahwa kemiringan sudut
dengan jumlah air saling berbanding lurus karena semakin tinggi nilai sudut
maka jumlah air yang keluar pun akan semakin banyak. Ketiga lokasi ini
merupakan lokasi yang tidak mengalami longsor. Jumlah air keluar tersebut
dipengaruhi juga oleh material tanah yang ada di lokasi tersebut
41
B. Waktu meresap air (t) pada material tanah
4
3 3 3 3
2 2
44.7o 40.5o 52.8o 50.8o 62.2o 62o 48.3o 44.8o 46.6o 42o 43.2o 40.1o
LL1 LTL2 LL3 LTL4 LL5 LTL6 LL7 LTL8 LL9 LTL10 LL11 LL13
dari uji yang telah dilakukan didapatkan hasil seperti yang telah ditunjukan
oleh grafik di atas. Pada grafik diatas terlihat bahwa lama air yang paling cepat
terserap didalam tanah ialah pada saat uji coba dilakukan menggunakan
material tanah pada LL13 dan waktu peresapan air paling lambat untuk
meresap ke dalam tanah yaitu pada LTL10. Perbedaan waktu ini karenakan
karena adanya perbedaan jenis material tanah yang berada di lokasi
pengambilan sampel.
42
C. Kemiringan sudut (o) terhadap kedalaman bidang gelincir
25
23
20 20 20
17 17 17 17
15 15 15
12
10 10
7
5
0
44.7o 40.5o 52.8o 50.8o 62.2o 62o 48.3o 44.8o 46.6o 42o 43.2o 40.1o
Grafik pengaruh kemiringan sudut (o) dengan kedalaman bidang gelincir (cm)
Kedalaman bidang gelincir yang didapatkan dari hasil simulasi model yang
menunjukan bahwa pada kedalaman bidang gelincir yang lebih dangkal
volume longsoran yang dihasilkan lebih sedikit. Hal ini juga dipengaruhi oleh
nilai dari kemiringan sudut yang dilakukan pada saat simulasi model longsor.
Pada saat simulasi dilakukan di sudut 44.7o kedalaman bidang gelincir sebesar
10 cm kemudian dilakukan perubahan sudut menjadi 40.5 o tingkat kedalaman
turun menjadi 7 cm, begitupun saat perlakukan ketiga sampai perlakuan ketiga
belas. Nilai tertinggi untuk kedalaman bidang gelincir berada pada nilai sebesar
23 cm dengan sudut kemiringan yaitu 52.8o dan untuk nilai kedalaman terkecil
yaitu sebesar 7 cm berada pada sudut 40.5o. Kemiringan suatu lereng
berpengaruh pada proses terjadinya longsor. Kedalaman bidang gelincir yang
dalam dapat menyebabkan potensi longsor semakin besar dan juga sebaliknya,
semakin dangkal kedalaman bidang gelincir makan potensi longsor atau
jatuhnya tanah dari bidang miring suatu lereng akan semakin kecil (Anriani et
al., 2018)
43
4.1.2 Material Longsor Setiap Lereng
Sampel tanah didapatkan dari lokasi penelitian kemudian di analisis
pengujian material tanah di laboratorium Material Fisika didapatkan hasil dari
setiap perlakuan yang telah diuji coba. Hasil analisis tanah dapat dilihat pada table
berikut:
44
Lolos Ayakan
Kode Sampel Jenis Material Tanah
200 (%)
LL1 15.80 Kerikil & Pasir
LTL2 50.01 Lempung
LL3 16.90 Kerikil & Pasir
LTL4 50.00 Lempung
LL5 15.84 Kerikil Berpasir
LTL6 16.20 Kerikil Berpasir
LL7 14.42 Kerikil Berpasir
LTL8 61.35 Lempung Berpasir Halus
LL9 40.52 Pasir Berlempung
LTL10 16.19 Kerikil Berpasir
LL11 16.05 Kerikil Berpasir
LL13 25.33 Pasir Berlempung
Tesktur tanah merupakan perbandingan ukuran pasir, debu, dan liat pada suatu
agregat. Partikel pasir memiliki diameter ukuran 0,05-2 mm, untuk debu berukuran
0,002-0,05 mm dan liat.
Hasil analisis data uji saringan diketahui presentasi (%) ukuran butir lolos
saringan no. 200 berdiameter lebih kecil dari 0,075 mm sebanyak 55,45 % dan yang
tertahan saringan no. 200 sebanyak 44.55 %.
45
4.1.3 Volume Material dengan Kemiringan Lereng
Volume longsoran pada kemiringan sudut yang berbeda pada simulasi
model longsoran
Volume longsoran
2
1,5
1
0,5
0
44.7o
40.5o
52.8o
50.8o
62.2o
62o
48.3o
Series1
44.8o
46.6o
42o
43.2o
40.1o
LL1 LTL2
LL3 LTL4
LL5 LTL6
LL7 LTL8 LL9 LTL10
LL11 LL13
Volume longsoran dihitung pada saat sudah terjadi longsor. Dari hasil
simulasi menunjukan bahwa pada setiap sudut dengan niali kemiringan yang lebih
tinggi atau lebih curam vilume longsoran yang dihasilkan lebih besar. Volume
longsoran pada kemiringan sudut 44.7o menghasilkan volume longsoran sebesar
1.55 g/cm3 pada karakteristik tanah kerikil berpasir, sedangkan pada tekstur liat
lempung tanah yang mengalami longsoran menurun menjadi sebesar 1.38 g/cm3
dengan sudut kemiringan sebesar 40.5o begitupun selanjutnya pada sudut sebesar
52.8o volume longsoran dari proses simulasi mengalami penambahan atau nilai
volume naik menjadi 1.75 g/cm3. Volume longsoran yang jatuh ketika mengalami
pergantian sudut kemiringan menghasilkan nilai yang berbeda, hal ini dapat dilihat
ketika sudut kemiringan naik makan jumlah volume juga akan mengalami
peningkatan sedangkan jika model simulasi disesuaikan dengan kemiringan sudut
yang rendah maka volume longsoran pun akan berkurang.
46
tanah pasir dan kerikil memiliki sifat yang dapat dengan mudah menyerap air
karena memilki pori-pori yang terbuka sehingga jika terkena air tanah akan dengan
mudahnya menyerap air tersebut.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil data yang telah didapatkan dari kantor BPBD khususnya di
Kab. Gorontalo Utara, data menunjukan bahwa bencana tanah longsor merupakan
yang sering terjadi di wilayah ini. Tercatat pada satu tahun terakhir yaitu tahun 2021
terdapat 8 kejadian tanah longsor dari total kejadian longsor di Kabupaten
Gorontalo Utara yaitu sebesar 21 kejadian yang termasuk ke dalamnya baik itu
longsor merugikan masyarakat sekitar maupun tidak terlalu merugikan masyarakat
setempat. Berikut adalah table data jumlah kejadian longsor yang berada di
Kabupaten Gorontalo Utara selama 5 tahun terakhir
Dari hasil survey data yang diberikan tersebut, kemudian proses pengambilan
sampel dilakukan di beberapa kecamatan di Kabupaten Gorontalo Utara yang
memiliki potensi terjadinya longsor yang cukup besar. Pengambilan sampel
dilakukan ditiga Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara yaitu
Kecamatan Kwandang, Kecamatan Anggrek, dan Kecamatan Monano
47
4.2.1 Model Simulasi Tanah Longsor
Model simulasi atau model prototype yang dimana proses pembuatannya
melalui pengembangan produk rancangan sampel dengan tujuan untuk mengetahui
pengujian konsep yang dilakukan. Alat simulasi longsor dilakukan pada model
longsoran yang dibuat dengan skala laboratorium. Pada penelitian ini dibuat sebuah
model kotak dari kaca sebagai wadah untuk penyimpanan material longsor berupa
tanah, kemudian dimasukan ke dalam kotak penyangga yang terbuat dari balok
kayu dengan dimensi panjang lebar tinggi sebesar 40 cm, 30 cm dan 25 cm. Pada
salah satu bagian kotak yang berada di bagian bawah diberi lubang-lubang dengan
diameter lubang sebesar 1 cm sebagai jalan untuk infiltrasi air ke tanah. Lubang
pada kotak kaca tersebut dibuat dengan jumlah lubang sebanyak 28 lubang.
Untuk setiap perlakuan dari proses uji simulasi model memiliki hasil yang
berbeda-beda pula. Longsor yang terjadi setelah dialiri air sampai di bagian dasar
kotak menghasilkan jatuhan material berupa luncuran dimana bagian permukaan
dari dalam kotak sampel tanah meluncur turun pada bidang gelincir. Longsoran
luncuran terjadi karena lapisan bawah model telah jenuh air sehingga gaya penahan
terhadap lapisan bawah kotak menjadi kecil dan tidak mampu menahan beban
model.
48
Lereng yang tidak stabil dapat menimbulkan bencana seperti gerakan massa
tanah atau longsor, pergerakan massa tanah/batuan pada lereng terjadi akibat dari
interaksi kondisi morfologi, geologi, hidrogeologi dan tata guna lahan. Kondisi
tersebut saling berpengaruh sehingga menjadikan suatu kondisi lereng berpotensi
untuk bergerak dan terjadi longsor (Santoso et al., 2021).
Faktor lain seperti jenis tekstur tanah juga menyebabkan perbedaan hasil
waktu longsor,
Berdasarkan analisis hydrometer tekstur tanah pada TL1 adalah liat, tekstur
tanah pada TL2 adalah lempung liat berpasir, dan tekstur tanah pada TL3 adalah
liat. Menurut USDA dalam Arsyad (2006), tekstur liat termasuk kelompok tekstur
halus, lempung liat berpasir termasuk kelompok tekstur agak halus, dan tekstur
lempung berpasir termasuk kelompok tekstur kasar. Semakin halus tekstur tanah
semakin banyak menyimpan air dan permeabilitas lambat. Ukuran butiran yang
tidak merata dan banyaknya intensitas air yang tertampung dalam tanah serta berada
pada kelerengan yang curam akan mudah mengalami longsor
Tingkat kekasaran tekstur pada tanah menyebabkan pori tanah lebih banyak
dan terjadinya infiltrasi lebih cepat sehingga daya menyimpan air pada tekstur tanah
lempung berdebu lebih rendah dibandingkan tekstur tanah liat. Semakin kasar suatu
tanah maka pori yang ada pada tanah semakin banyak sehingga memudahkan air
untuk mengalami infiltrasi dan mengakibatkan tanah menjadi cepat jenuh oleh air
dan menjadi pemicu longsor semakin besar (Arsyad, 2018)
49
Pada proses penelitian yang telah dilakukan terdapat 12 sampel tanah dengan
pembagian perbandingan sampel yaitu 6 titik sampel tanah longsor dan 6 titik
sampel tanah yang belum terjadi longsor. Perlakuan dari setiap sampel yang telah
diamati, terdapat perbedaan respon terhadap larutan pendispersi yang digunakan
Sampel tanah yang telah di uji saringan menunjukan nilai yang beragam.
Berdasarkan data pada table dapat dilihat pada setiap lereng yang telah terjadi
longsor memiliki jenis material yang sama. Hal ini ditunjukan dengan nilai yang
telah di uji yaitu dengan analisis saringan no. 200, hampir semua sampel dengan
kode sampel LL memiliki jenis material yang sama yaitu berupa kerikil dan pasir.
Tanah yang berjenis lempung dan lanau merupakan jenis tanah yang memilki
50
sedikit pasir, jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang dapat dengan mudah
menyerap air dalam kondisi kering.
51
Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dari fraksi tanah halus
(<2mm). berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat
maka tanah dikelompokan dalam beberapa macam kelas tekstur
(Hardjowigeno, 2010). Adapun kelas-kelas tekstur tanah dapat dilihat pada
tebel berikut:
Hubungan antara volume material yang yang jatuh dengan kemiringan lereng
ialah volume material sangat dipengaruhi oleh kemiringan lereng yang dimana
ketika suatu kemiringan mempunyai tingkat kecuraman yang tinggi maka jumlah
aliran dari material longsor permukaan makin meningkat hal ini yang menyebabkan
volume yang ikut terbawa jatuh pun semakin meningkat (Lestari et al,. 2022).
52
Bentuk topografi seperti kelerengan, derajat kemiringan sistem drainase dan
keberadaan cekungan penyimpan air di permukaan berpengaruh pada volume dan
debit limpasan permukaan. Suatu lereng dengan bentuk permukaan yang curam
cenderung mempunyai atau menghasilkan material longsor yang banyak,
sedangkan untuk permukaan yang tidak terlalu curam atau permukaan yang lebih
kecil kemiringannya memiliki kemungkinan jatuhnya material longsor yang kecil.
Hal ini dikarenakan semakin curam kemiringan lereng makan aliran dari material
longsor akan semakin besar. Sesuai dengan pengukuran pada saat di lapangan
jumlah material yang berada pada kemiringan yang curam lebih banyak daripada
jumlah material dengan kemiringan yang kecil yaitu dibawah 16 o. Tidak semua
kejadian longsor terjadi pada lokasi baru, tapi terdapat longsoran baru yang terletak
masih di bagian longsoran yang telah terjadi sebelumnya.
53
BAB V
Berdasarkan uji hydrometer dan saringan no. 200 didapatkan hasil yang
menunjukan bahwa pada lokasi pengambilan sampel yang berada di Kecamatan
Kwandang, Kecamatan Anggrek, dan Kecamatan Monano jenis karakterisitik dari
material tanah yang diambil yaitu kerikil dan pasir serta Lempung Liat
Semakin tinggi nilai kemiringan sudut geser tanah maka kecepatan longsor
akan tinggi juga, begitu sebaliknya. Hal ini yang menyebabkan volume material
yang terbawa longsor akan semakin tinggi pula. Selain di jenis material juga
berpangaruh terhadap jumlah volume yang jatuh pada saat terjadi longsor
5.2 Saran
Sebagai upaya penanggulangan bencana tanah longsor, perlu adanya penelitian
yang lebih lanjut terhadap karakteristik jenis material khususnya di Kabupaten
Gorontalo itu sendiri. Pengembangan model simulasi longsor juga diharapkan
kedepannya dapat lebih baik dari penelitian sebelumnya. Serta memperluas
cakupan wilayah penelitian dalam hal ini lokasi pengambilan sampel dapat
ditambahkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.
54
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, F. (2010). Studi Identifikasi Penyebab Longsor Di Botu. Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. E-Journal Saintek UNG, 1–10.
Akbar, June, La Ode. Lihawa, Fitryane, and Marike Mahmud. (2021). Analisis Tipe Dan
Bidang Gelincir Longsor Di Kabupaten Gorontalo Utara." Jambura Geoscience
Review 3.2 (2021): 73-83.
Alamsyah, Asep. (2019). Zonasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Di Desa Sukarasa
Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Diss. Universitas Siliwangi.
Anriani, D., Akmam dan Amir, H. 2018. Estimasi bidang gelincir menggunakan metode
geolistrik tahanan jenis konfigurasi Schlumberger di Kelurahan Balai Gadang
Kecamatan Kototangah. Pillar of Physics 11(1):33-40.
Arsyad, U., Barkey, R., Wahyuni, dan Matandung, K.K. 2018. Karakteristik tanah
longsor di Daerah Aliran Sungai Tangka. Jurnal Hutan dan Masyarakat 10(1):203-
214
Apriyono, A., Wariyatno, N. G., Sipil, J. T., & Soedirman, U. J. (2016). Analisis
Penanggulangan Kelongsoran Tanah. 14(1), 53–61.
Barid. B and Yakob. M. (2007). Perubahan Kecepatan Aliran Sungai Akibat Perubahan
Pelurusan Sungai. (Jurnal) Ilmiah Semesta Teknika, Vol. 10, No. 1, 2007: 14 – 20.
Berliana, YP, Salsabila. (2014). Analisis saringan tanah. Jurusan Teknik Sipil. Fakultas
Teknik. Universitas Negeri Malang. 3-4
Bowles, Joseph E. Johan K. Helnim. (1991) Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah
(Mekanika tanah). PT. Erlangga, Jakarta
Chen. H., Lee C. and Law K. “Causative Mechanisms of Rainfall-Induced Fill Slope
Failures”. Journal of Geotechnical and Geo-environmental Engineering. (2004).
55
Vol.130. Issue June 2004, P.593-602
D, D., Nurlaksito, B., & Legowo, B. (2016). Identifikasi Bidang Gelincir Pemicu
Bencana Tanah Longsor Dengan Metode Resistivitas 2 Dimensi Di Desa
Pablengan Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar. Indonesian Journal of
Applied Physics, 2(02), 51. https://doi.org/10.13057/ijap.v2i02.1292
Das, Braja, dkk. (1995). Batas Plastis dan Batas Cair. Surabaya.
Dewi, T. S., Kusumayudha, S. B., & Purwanto, H. S. (2017). Zonasi Rawan Bencana
Tanah Longsor Dengan Metode Analsis GIS: Studi Kasus Daerah Semono dan
Sekitarnya Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Jurnal
Mineral, Energi Dan Lingkungan, 1(1), 50.
https://doi.org/10.31315/jmel.v1i1.1773
Fadh, Aghnia Ghulam. (2016). Penerapan Mtode Electrical Resivity Tomography (ERT)
Untuk Mengetahui Bidang Longsor Pada Model Lereng. Jurusan Teknik Sipil.
Universitas Brawijaya. Malang
Hardiyatmo, H.C., (2006). Mekanika Tanah I, Edisi keempat, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
56
Hendarsin, Shirley L. (2000). Perencanaan Teknik Jalan Raya, Jurusan Teknik Sipil.
Politeknik Negeri Bandung, Bandung.
Jannah, L., & Basid, A. (2010). Pendugaan bidang gelincir tanah longsor berdasarkan
sifat kelistrikan bumi dengan aplikasi geolistrik metode tahanan jenis. Jurnal
Neutrino, 3(1), 66–76.
Juliastuti, J., & Suhendra, A. (2011). Studi Kapasitas Infiltrasi Metode Horton untuk
Pemakaian Biopori di Kampus Universitas Bina Nusantara Berdasarkan Debit
Limpasan Permukaan. ComTech: Computer, Mathematics and Engineering
Applications, 2(2), 1343-1349.
Kyi, S. S., Nguyen, T. D., Aoki, K., Mito, Y., Suryolelono, K. B., Karnawati, D., &
Pramumijoyo, S. (2007). Landslide risk microzonation by using multivariate
statistical analysis and GIS. Landslide Risk Microzonation by Using Multivariate
Statistical Analysis and GIS, 3(1), 7–15. https://doi.org/10.11187/ijjcrm.3.7
Lestari Oktaviani Putri., Sri, R, U,. Christaunti Agustina. Effect of Rocks and Litter on
Soil Surface on Landslide Estimation Simulation Result. 2022. Jurnal Tanah dan
Sumberdaya. 11(1):33-40.
Mawardi, M., Razali, M. R., & Cyntia, C. (2019). Land Slide Analysis Using Digital
Elevation Models. Inersia, Jurnal Teknik Sipil, 10(2), 21–28.
https://doi.org/10.33369/ijts.10.2.21-28
57
Muhammad, F. A., Irianto, S., & Syaiful, M. (2011). TAMBANG SANDY CLAY
TERBUKA HAMBALANG PT INDOCEMENT TUNGGAL. 1–9.
Neno, Abd Kamal, Harijanto Herman, and Wahid Abdul. (2016). Hubungan Debit Air
dan Tinggi Muka Air Di Sungai Lambagu Kecamatan Tawaeli Kota Palu. Volume
4, Nomor 2, Desember 2016, 1-3
Pareta, K. & U. Pareta, 2012. Landslide Modeling and Susceptibility Mapping of Giri
River Watershed, Himachal Pradesh (India). International Journal of Science and
Technology Volume 1 No. 2, February, 2012: pp. 91-104.
Ramadhan, N. I., & Idajati, H. (2017). Identifikasi Tingkat Bahaya Bencana Longsor,
Studi kasus: Kawasan Lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah. Jurnal Teknik ITS, 6(1), 87-90.
Ramlan, Widjaya. Muh. Taufiq. (2020). Hubungan Kemiringan Lereng dan Intensitas
Curah Hujan Terhadap Besarnya Limpasan. Teknik. Universitas Muhammudiyah
Makassar, (6-7).
Ramli, Soehatman, (2010). Manajemen Bencana, Cetakan Pertama, PT. Dian Rakyat
Santoso, H.D., Suharwanto, dan Praseyto, T. 2021. Analisis kestabilan lereng dan
pengelolaan lereng akibat penambangan andesit di sebagian Kecamatan Bangelan
58
Purworejo. Jurnal Geografi 18(1):46-51.
Sobirin, Sitanala, F. T. R., & Ramadhan, M. (2017). Analisis Potensi Dan Bahaya
Bencana Longsor Menggunakan Modifikasi Metode Indeks Storie Di Kabupaten
Kebumen Jawa Tengah. Industri Research Workshop and National Seminar
Politeknik Negeri Bandung, 8, 59–64.
Sugito, Irayani Z., dan Jati I.P. (2010). Investigasi bidang gelincir tanah longsor
menggunakan metode geolistrik tahanan jenis di Desa Kebarongan Kec.
Kemranjen Kab. Banyumas. Berkala Fisika, 13(2), 49 – 54.
Supeno, Priyantari, N., dan Halik, G. (2008). Penentuan struktur bawah permukaan
daerah rawan longsor berdasarkan interpretasi data resistifitas. Jurnal Ilmu
Dasar, 9(1), 48-55.
Utama, P. P., Nusantara, Y. P., Aprilia, F., & Indrawan, I. G. B. (2014) . Analisis
Kinematika Kestabilan Lereng Batu Pasir Formasi Butak. In Prosiding Seminar
Nasional Kebumian Ke (Vol. 7, pp. 242-253).
Wardana, I. (2011). Pengaruh Perubahan Muka Air Tanah Dan Terasering Terhadap
Perubahan Kestabilan Lereng. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, 15(1), 83–92.
Wen, F., Xin-Sheng, W., Yan-bo, C., & Bin, Z. (2017). Landslide susceptibility
assessment using the certainty faktor and analytic hierarchy process . J. Mt. Sci,
14(5), 906-925. doi:10.1007/s11629- 016-4068-2
Yilmaz, S. (2011) A case study of the application of electrical resistivity imaging for
investigation of a landslide along highway. International Journal of the Physical
Sciences, 6(24), 5843-5849./
59
60