Anda di halaman 1dari 44

Septian Syah Dwi Nurcahyo (22810112)

16
KOMUNIKASI
Organisasi adalah merupakan kelompok orang yang bekerja dalam
saling ketergantungan untuk mencapai beberapa tujuan. Orang dapat bekerja
dengan saling ketergantungan hanya melalui komunikasi. Komunikasi
merupakan sarana melalui mana orang mengklarifikasi harapan mereka dan
mengkoordinasi pekerjaan, yang memungkinkan mereka mencapai tujuan
organisasi dengan lebih efisien dan efektif.

A. Pengertian Organisasi
Komunikasi adalah proses dengan mana informasi dan arti atau makna
ditransfer dari sender kepada receiver (Colquitt,lepine,dan Wesson: 2011: 422).
Kebanyakan pekerjaan yang di lakukan dalan suatu tim diselesaikan scara
interdependent, saling bergantung dan menyangkut komunikasi di antara
anggota. Karena itu efektifitas komunikasi memainkan peran penting dalam
menentukan apakah terdapat keuntungan atau kerugian dalam proses
komunikasi.

Komunikasi menunjukkan pada proses dengan mana informasi dikirimkan


dan di pahami di antara dua orang atau lebih (McShane dan Von Glinif, 2010:
270). Penekanan pada kata di pahami karena mengirimkan arti yang di
maksudkan sender adalah esensi komunikasi yang baik.

Komunikasi adalah pertukaran informasi antara sender dan receiver, dan


menarik kesimpulan sebagai persepsi tentang makna sesuatu antara individual
yang terlibat. Juga dikatakan sebagai pertukaran interpersonal dan informasi dan
pengertian (kreitner dan Kinicki, 2010: 402). Dikatakam pula bahwa
komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan simbol dengan arti yang
melekat (schermerhon, hunt, Osborn, dan uhl-bien,2011, 256). Sedangkan
menurut Greenberg dan baron (2003: 318), komunikasi adalah proses dengan
mana orang, kelompok atau organisasi the sender mengirimkan beberapa tipe
informasi sebagai the message kepada orang, kelompok atau organisasi lain
sebagai the receiver.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya komunikasi


adalah merupakan proses penyampaian informasi dari satu pihak baik individu,
kelompok aau organisasi sebagai sender kepada pihak lain sebagai receiver
untuk memahami dan terbuka peluang memberikan respon baik kepada sender

B. Fungsi Komunikasi
Komunikasi dalam organisasi mempunyai empat fungsi, yaitu control,
motivation, emotional expression, dan (Robbins dan Judge, 2011: 376).

Komunikasi bertindak mengontrol perilaku anggota dalm beberapa cara.


Organissi mempunyai hierarki kewenangan dn pedoman formal yang harus di
ikuti pekerja. Ketika pekerja diperlukan berkomunikasi berkaitan dengan
pekerjaan tentang keluhan pada atasan langsungnya, mengikuti deskripsi tugas,
atau tunduk dengan kebijakan organisasi, komunikasi bekerja sebagai fungsi
control.

Komunikasi memperkuat motivasi dengan klarifikasi pada pekerja apa yang


harus mereka krjakan, seberapa baik mereka melakukan, dan bagaimana
memperbaiki apabila di bawah standar. Pembentukan tujuan spesifik umpan
balik proges terhadap tujuan, dan reward atas perilaku yang diharapkan, semua
menstimulasi motivasi dan memerlukan komunikasi.

Komunikasi dalam kelompok adalah mekanisme fundamental dengan mana


anggota menunjukkan kepuasan dan frustasi mereka. Karena itu komunikasi
membeikan ekspresi perasaan emosional dan pemenuhan kebutuhan sosial
menyediakan kebutuhan informasi individual dan kelompok untuk membuat
keputusan dengan mengirimkan data untuk mengidentifikasi dan evaluasi
pilihan alternatif

Keempat fungsi komunikasi tersebut sama pentingnya, tidak ada yang satu
melebihi lainnya. Untuk berkinerja secara efektif, kelompok perlu menjaga
bebera control atas anggota, merangsang anggota untuk melakukan, memberi
kesempatan ekspresi emosi, dan membuat pilihan keputusan. Hamper setiap
interaksi berkomunikasi yang terjadi dalam kelompok atau organisasi melalukan
satu atau lebih fungsi tersebut.

C. Model Komunikasi
Model komunikasi menggambarkan bagaimana jalannya proses komunikasi,
bagaimana komunikasi mengalir melalui saluran komunikasi dari sender,
sebagai pengirim kepada receiver, sebagai penerima.

1. Proses Komunikasi
Proses komunikasi menuru pendapat di antara para pakar pada umumnya
kurang lebih sama. Perbedaan sering terjadi dalam cara mengambaran
prosesnya. Secara umum, terhadap dalam pross komunikasi dapat disampaikan
secara berikut:

a. sender, adalah indivdu, kelompok atau organisasi yang menginginkan


menyampaikan pesan kepada individu , kelompok atau organisasi lain, yaitu
receiver.

b. encoding, adalah menerjemhkan pikiran tentang apa yang ingin disampaikan


didalam kode atau Bahasa yang dapat dimengerti orang lain. Ini membentuk
dasar dari message atau pesan. Kemudian perlu memilih saluran yang
dipergunakan untuk membagikan pesan.

c. message, adalah pesan yang merupakan informasi yang ingin disampaikan


sender kepada receiver.

d. channel atau medium, merupakan saluran yang akan dipakai untuk


menyampaikan pesan. Variasi saluran komunikasi sangat banyak dan berjenjang
tingkat kekuatan komunikasinya.

e. decoding, memecahkan sandi, merupakan proses menginterprestasikan dan


membuat masuk akal suatu pesan yang diterima receiver.

f. receiver, adalah orang, kelompok, atau organiasi kepada pesan dimaksudkan


untuk diterima. Kemudian receiver menciptakan arti dari pesan yang
diterimannya.

g. noise, merupakan sesuatu yang mengganggu terhada penyampaian dan


pemahaman terhadap pesan. Ini dapat memengaruhi setiap bagian dari proses
komunikasi. Merupakan factor yang dapat mendistorsi kejelasan pesan pada
setiap titik selama proses komunikasi.

h. feedback, merupakan pengetahuan tentang dampak pesan dari receiver dan


menimbulkan reaksi receiver disampaikan kepada sender.

2. Faktor memengaruhi efektifitas proses


Colquitt,lepine,dan Wesson (2011: 224) berpendapat bahwa factor yang
memengaruhi evektifitas proses komunikasi adalah: communicator issue, nois,
informasion richness, dan network structure.

Communicator perlu cncode, mensandi dan menginterprestasikan pesan, dan


aktivitas ini bisa menjadi sumber masalah komunikasi. Interprestasi receiver
mungkin saja bisa salah, karena mungkin memiliki kekurangan kompetisi
komunikasi. Sender telah memiliki cara alternatif mengomunikasikan gagasan
yang memerlukan tim bekerja lebih cepat. Receiver yang tidak terampil dalam
listering, menyimak, mungkin salah menginterprestasikan pesan atau salah
semuanya.

Noise atau suara dapat menggangu dalam menyampaikan pesan dari sender
kepada receiver. Tentu saja hal ini sangat tergantung pada kondisi lingkungan
kerja di mana komunikasi terjadi. Sender mungkin harus berbicara lebih keras,
sedang receiver harus mendengarkan dengan lebih hati-hati.

Informasion richness, kekayaan atau kesempurnaan informasi, menunjukkan


jumlah dana kedalaman informasi yang dikirimkan dalam pesan. Pesan yang
dikirimkan melalui saluran tatap muka mempunyai tingkat information richess
tingkat tertinggi karena sender dapat menyampaikan arti atau makna tidak
hanya melalui kata, tetapi juga Bahasa tubuh, ekpresi wajah dan nada suara.
Tatap muka mmberi ruang bagi sender dan receiver enerima umpan balik, yang
memungkinkan memverivikasi dan memastikan pesan mereka diterima dan
diinterpertasikan dengan benar.

Network structure, struktur jaringan menunjukkan pola komunikasi yang


terjadi secara leguler di antara masing- masing anggot tim. Pola jaringan
komunikasi dapat dijelskan dalam bentuk sentralisasi atau desentralisasi dimana
komunikasi dalam jaringan mengalir melalui beberapa anggota lainnya.
Semakin komunikasi mengalir melalui lebih seikit anggota tim, semakin tinggi
tingkat sentralisasi.

3. Pengaruh Pada Efektifitas Encoding dan Decoding


McShane dan Van Glinow (2010: 271) menekankn bahwa efektifitas
komunikasi tergantung pada kemempuan sender dan receiver untuk secara
efisien dan akurat encode, memberi sandi dan decode, memecahkan sandi
informasi. Terdapat empat factor yang memengaruhi efektifitas proses encode
dan decode yaitu:

a. kemampuan dan motivasi sender dan receiver berkomunikasi melalui saluran


komunikasi. Sebagian orang berkomunikasi lebih baik melalui pembicaraan
tatap muka dan lebih suka menggunakan saluran komunikasi.

b. suatu tingktan di mana kedua pihak mempunyai buku kode-kamus


simbol,Bahasa,gerak isyarat,corak khas,dan alat lain yang digunakan untuk
menyampaikan informasi.

c. tingkat di mana kedua belah pihak mempunyai model mental berama tentang
konteks topik.

d. pengalaman sender dalam mengomunikasikan pesan. Karena orang menjadi


lebih terbiasa dengan masalahnya, mereka mengembangkan Bahasa yang lebih
efisien dan bersemangat untuk menjelaskan subjek.

D. Komunikasi Interpesonal
Kualitas komunikasi interpersonal dalam organisasi adalah sangat penting.
Orang dengan keterampilan baik membantu kelompok membuat lebih banyak
keputusan inovatif dan dipromosikan lebih sering kepada individu dengan
kemampuan kurang berkembang.

Kemampuan berkomunikasi secara efektif dalam situasi spesifik, oleh


kreitner dan kiniciki (2010: 408) dinamakan communication competence,
kompetisi komunikasi. Communication competence ini menjadi paying dari
kemampuan dan keterampilan komunikasi, teridiri dari lima unsur yaitu:
assertivencess, aggressiveness, nonassertiveness, nonverbal communication dan
active learing. Komunikasi interpersonal kreitner dan Kinicki lebih
menunjukkan bagaimana gaya komunikasi interpersonal dilakukan.
1. Assertiveness. Ketegasan dalam komunikasi dilakukan dengan dengan
mendorong kuat tanpa menyerang, mengizinkn orang lain memengaruhi hasi,
ekspresif dn peningkatan diri tanpa memaksa pada orang lain.

2. Aggressiveness. Agresivitas dalam komunikasi di lakukan dengan


mengambil keuntungan dari oran lain, ekspresif dan peningkatan diri atas beba
orang lain.

3. Nonassertiveness. Ketidak tegasan dalam komunikasi di lakukan dengan


mendorong orang lain mengambil keuntungan dari kita, dengn mencegah, dan
ingkar diri.

4. Nonverbar Comminication. Komunikasi nonverbal merupakan komunikasi


dimana pesan di sampaikan tanpa kata tertulis atau ucapan.

5. Active learing. Listening atau menyimak menyangkut lebih dari sekedar


hearing atau mendengar.

Sedangkan robbins dan judge (2011: 380) lebih memilih komunikasi


interpersonal dalam caranya bagaimana komunikasi dapat di lakukan, yaitu
melalui oral communication, written communication, atau nonverbal
communication.

1. Oral communication. Komunikasi lisan merupakan sarana utama untuk


menyampaikan pesan.

2. written communication. Komunikasi tertulis dilakukan melalui memo, surat


fax, e-mail, instan messaging.

3. Nonverbal communication. Dalam penyampaian pesan secara verbal, sering


di ikuti pesan nonverbal.

E. Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi menurut robbins dan judge (2011: 380) terjadi dalam
bentuk formal networks, the grapevin dan electronic communication.

1. Formal Small-Group Networks

Jaringan formal untuk kelompok kecil menurut robbins dan judge dapt berupa
chain, wheel, dan all channel. Efektifitas dari beberapa jaringan tersebut
beragam berdasarkan kecepatan, ketepatan, kemunculan pemimpin dan
kepuasan anggota.

Struktur jaringan komunikasi yang lebih terdistribusi digambarkan

Colquitt,LePine,dan Wesson (2011:424) pada gambar di bawah ini.

a.The Chain,secara kaku mengikuti rantai komando formal.Jaringan ini

dapat ditemukan dalam saluran komunikasi organisasi dengan tiga

tingkatan yang kaku.

b. The Wheel mengandalkan pada figur sentral untuk bertindak sebagai

saluran untuk semua komunikasi kelompok. Jaringan ini dapat

ditemukan dalam tim dengan pemimpin yang kuat.

C.The All channel, merupakan jaringan yang mengizinkan semua anggota


secara aktif saling melakukan komunikasi.

d. The Circle dan Y merupakan struktur yang berada di antara ekstrem

dalam bentuk tingkat sentralisasi.

2. The Grapevine

Grapevine atau selentingan adalah jaringan tidak terstruktur dan informal


ditemukan dalam hubungan sosial daripada bagan organisasi atau deskripsi
tugas. Selentingan menyampaikan informasi sangat cepat

ke semua arah di seluruh organisasi. Selentingan bekerja melalui jaringan sosial


informal, sehingga menjadi lebih aktif di mana pekerja mempunyai latar
belakang sama dan dapat berkomunikasi dengan mudah (McShane dan Von
Glinow, 2010:289). Banyak rumors, desas desus kelihatan mempunyai
kebenaran karena ditransmisikan melalui saluran komunikasi tatap muka dan
pekerja termotivasi melakukan komunikasi secara efektif.Meskipun demikian,
selentingan dapat mendistorsi informasi dengan menghapuskan detail yang baik
dan menyatukan butir utama dari cerita.

Selentingan mempunyai kelebihan maupun kekurangan. Kelebihan atau


manfaat selentingan adalah: (a) pekerja mendasarkan pada selentingan apabila
informasi tidak tersedia melalui saluran formal,(b) cerita tentang organisasi dan
simbol lain dari budaya organisasi dikomunikasikan, (c) interaksi sosial
membebaskan dari kegelisahan, hal ini menjelaskan mengapa desas desus
paling aktif selama terjadi ketidakpastian,dan (d) selentingan berhubungan
dengan dorongan untuk mengikat. Menjadi penerima gosip adalah tanda
keterlibatan.

Namun di sisi lain, selentingan dirasakan bukan media komunikasiyang lebih


disukai karena:(a) sering kali terlalu didistorsi sehingga meningkatkan
kegelisahan pekerja, (b) pekerja mengembangkan sikap lebih negatif terhadap
organisasi ketika manajemen lebih lambat dari pada selentingan dalam
mengomunikasikan informasi.

Saran yang dapat diberikan kepada pemimpin adalah menyimak selentingan


sebagai sinyal kegelisahan pekerja dan mengoreksi sebab dari kegelisahan.
Paling penting adalah pemimpin perlu melihat selentingan sebagai pesaing dan
menghadapi tantangan dengan secara langsung memberi informasi pekerja
sebelum meluas.

3. Electronic Comminication

Beragam komunikasi elektronik akhir-akhir ini berkembang luar video


conferencing. Kreitner dan Kinicki(2010:416) membagi komunikasi
organisasional dalam Formal communication dan Informal communication.

a. formal communication channels

Saluran komunikasi formal mengikuti rantai komando atau struktur


organisasi. Pesan dikomunikasikan pada saluran formal dipandang sebagai
resmi dan dikirimkan melalui saluran vertikal, horizontal, dan eksternal.

1) Komunikasi vertikal.Komunikasi vertikaI merupakan aliran informasi antara


orang pada tingkat organisasi yang berbeda. Distorsi komunikasilebih mungkin
terjadi apabila informasi diteruskan melalui beberapa tingkat dari organisasi.
Komunikasi vertikal dapat bersifat Upward communication atau Downward
commnunication.

Upward communication, komunikasi ke atas bersangkutan dengan pengiriman


pesan kepada seseorang pada tingkat yang lebih tinggi dalam organisasi.
Pekerja biasanya mengomunikasikan informasi ke atas tentang diri mereka,
masalah dengan rekan sekerja, praktik organisasi, dan kebijaksanaan yang
mereka tidak pahami atau tidak sukai, dan hasil yang telah maupun tidak
tercapai.

Downward communication, komunikasi ke bawah terjadi ketika seseorang pada


tingkat yang lebih tinggi dalam organisasi mengirimkan informasi atau pesan
pada seseorang pada tingkat yang lebih rendah. Manajer pada umumnnya
memberikan lima tipe informasi melalui komunikasi ke bawah: strategi/tujuan,
instruksi pekerjaan, rasionalitas pekerjaan, kebijaksanaan dan praktik
organisasional, dan umpan balik kinerja.

2)Komunikasi horizontal. Komunikasi horizontal mengalir di antara

rekan sekerja dan di antara unit kerja yang berbeda, dan untuk itu

diperlukan koordinasi. Selama komunikasi ke samping, pekerjaberbagi

informasi dan praktik terbaik, mengkoordinasi aktivitas pekerjaan dan

skedul, menyelesaikan masalah, menawarkan nasihat dan coaching, dan

menyelesaikan masalah.

3)Komunikasi eksternal. Komunikasi eksternal adalah aliran informasi dua arah


antara pekerja dan berbagai stakeholder di luar organisasi. Eksternal stakeholder
termasuk pelanggan,pemasok, pemegang saham/pemilik, serikat pekerja,
pejabat pemerintah, masyarakat, dan seterusnya. Banyak organisasi membentuk
departemen formal, seperti hubungan publik atau masyarakat untuk
mengkoordinasikan komunikasi eksternal.

b. informal communication channels

Saluran komunikasi informal tidak mengikuti rantai komando. Komunikasi


dapat dilakukan dengan meloncati tingkat manajemen dan memotong garis
kewenangan. Komunikasi informal menyangkut grapevine dan management by
walking around.

1) Grapevine. Merupakan sistem komunikasi tidak resmi dari organisasi


informal dan mencakup semua tipe media komunikasi. Orang yang secara
konsisten meneruskan selentingan informasi kepada orang lain dinamakan
Liaison Individuals. Kebalikannya, mereka yang menggunakan selentingan
untuk meningkatkan kekuasaan dan status mereka dinamakan organizational
moles.

2. Management by walking around. Menyangkut manajer berjalan berkeliling


organisasi dan secara informal berbicara pada orang dari semua departemen dan
tingkatan. Ini merupakan cara yang efektif berkomunikasi karena pekerja lebih
menyukai mendapat informasi langsung dari manajer mereka.

F. Memilih Saluran Komunikasi


Elemen penting yang perlu di pertimbangkan dalam komunikasi adalah
social acceptance dan media richness.

1. Social Acceptance.Penerimaan sosial menunjukkan pada seberapa baik media


komunikasi disetujui dan didukung oleh organisasi,tim dan individual.Terdapat
tiga faktor dalam penerimaan sosial, yaitu: (a) norma organisasi dan tim
menurut penggunaan saluran komunikasi spesifik, (b) preferensi individual
untuk saluran komunikasi spesifik, dan (c) arti simbolik dari saluran.

2. Media Richness.Media richness adalah kapasitas perantara pembawa data,


volume dan variasi informasi yang dapat dikirimkan selama waktu tertentu.
Hierarki media-richness ditentukan oleh dua variabel, yaitu communication
channel richness dan commnuication environment.Namun, ada tiga faktor yang
mengesampingkan atau menolak medium richness, yaitu: (a) the ability to
multicommunicate. Biasanya sulit berkomunikasi tatap muka dengan seseorang
sambil secara simultan mengirimkan pesan kepada seseorang lain dengan
menggunakan medium lain, (b) more varied proficiency level. Efektivitas
komunikasi untuk sebagian ditentukan oleh kompetensi sender dengan saluran
komunikasi.Orang dengan keahlian lebih tinggi dapat mendorong lebih banyak
informasi,karenanya meningkatkan aliran informasi saluran, (c) social
distraction of rich channel. Saluran dengan media richness tinggi cenderung
lebih banyak melibatkan interaksi sosial langsung.Manfaat dari media-richness
channel seperti komunikasi tatap muka mungkin mengimbangi gangguan sosial
dari konten pesan, di mana lean media mempunyai lebih sedikit social presence.
3. Communication Channels and Persuation. Media richness dan sosial
accetance meletakkan dasar untuk memahami saluran komunikasi mana lebih
efektif untuk membujuk. Persuasi adalah penggunaan fakta, argument logis, dan
tampilan emosi untuk mengubah keyakinan dan sikap orang lain, biasanya
untuk tujuan mengubah perilaku orang.Terdapat tiga alasan untuk pengaruh
persuasi: (a) Komunikasi lisan biasanya diikuti oleh komunikasi nonverbal.
Orang sering lebih terbujuk ketika mereka menerima baik pesan emosional
maupun logikal, dan kombinasi komunikasi dengan ucapan dan nonverbal
memberikan pukulan ganda. (b) Komunikasi lisan sering menawarkan sender
umpan balik kualitas tinggi langsung apabila receiver memahami dan menerima
pesan.(c) Orang lebih terbujuk dalam kondisi keberadaan sosial tinggi daripada
dalam keberadaan sosial rendah.

G. Hambatan Komunikasi
Robbins dan Judge (2011: 393) menunjukkan adanya factor yang menjadi
hambatan dalam komunikasi yaitu: filtering, selective, perception, information
overload, emotions, language, silence, commucasion apprehention, gender
differencies, dan politically correct communication. Sedangkn McShane dan
Von Glinow (2010: 282) lebih pada mencermati masalah information overload.
Hambatan terhadap komunikasi yang efektif lain dikemukakan Kreitner dan
Kinicik (2010: 404) di bedakan sebagai: personal barriers, physical, barriers,
dan semantic barriers. Schermerhorn, Hunt, Osborn, dan Uhl-Bien (2010: 260)
menyebut sebagai hambatan komunikasi adalah: filtering, physical distraction,
dan semantic barriers.

1. Filtering, Menunjukan bahwa sender secara sengaja memanipulasi informasi


sehingga receiver akan melihat lebih favourebel.

2. Selective Perception,receiver dalam proses komunikasi secara selektif


melihat dan mendengar berdasar pada kebutuhan, pengalaman, latar belakang
dan karakteristik personal lainnya.Receiver memilih pesan yang diterima hanya
yang diperlukan atau menguntungkannya. 3.Information overload,individu
mempunyai kapasitas terbatas untukmemproses data. Apabila informasi yang
harus kitakerjakan melebihi kapasitas memproses, hasilnya adalah information
overload. Information overload adalah suatu kondisi di mana volume informasi
yang diterima melebihi kapasitas orang untuk memprosesnya (McShane dan
Von Glinow, 2010:282). Pekerja mempunyai information processing
capacity,jumlah informasi yang dapat mereka proses dalam satuan waktu
tetap.Sedangkan pekerjaan mempunyai information load bervariasi, sebagai
jumlah informasi yang harus diproses per satuan waktu.Masalah
kelebihaninformasi dapat diminimalisir dengan meningkatkan

kapasitas memproses informasi, mengurangi beban informasi pekerjaan, atau


melakukan kombinasi keduanya. Kapasitas memproses informasi dapat
ditingkatkan dengan membaca lebih cepat, menyaring dokumen lebih efisien,
dan menghilangkan gangguan yang memperlambat kecepatan memproses
informasi. Manajemen waktu juga dapat meningkatkan kapasitas memproses
informasi.

Apabila information overload bersifat temporer, kapasitas memproses informasi


dapat ditingkatkan melalui jam kerja lebih panjang. Information overload dapat
diturunkan dengan buffering, omitting, dan summarizing. Buffering,
melakungan penyaringan terhadap komunikasi yang diterima, biasanya
dilakukan oleh asisten. Omitting, terjadi ketika kita memutuskan melupakan
atau mengabaikan pesan,seperti menggunakan aturan piranti lunak memasukkan
dalam daftar distribusi ke dalam folder yang tidak pernah kita lihat. Sedang
Summarizing, adalah membaca ringkasan eksekutif daripada laporan lengkap.

4. Emotions, kita dapat menginterprestasikan pesan yang sama secara berbeda.


Emosi yang ekstreme seperti kegirangan dan depresi mungkin menghalangi
komunikasi yang efektif.. Dalam hal ini, kita cenderung paling
mengesampingkan rasionalitas kita dan proses pemikiran objektif dan
mensubstitusi pertimbangan emosional.

5. Language, Ketika kita melakukan komunikasi dengan Bahasa yang sama,


kita berarti berbeda dari orang yang berbeda. Umur dan konteks merupakan
factor terbesar yang memengaruhi perbedaan tersebut.

6. Silance, adalah mudah untuk mengabaikan silance atau kekurangan


komunikasi dengan tepat karena didefinisikan oleh ketiadaan informasi. Apabila
pekerja diam berarti manajer kekurangan informasi tentang masalah operasional
yang sedang berjalan. Pekerja yang diam tentang masalah penting juga
mengalami stres psikologis.

7. Communication Apprehension. Diperkirakan 5-20 persen penduduk


menderita pelemahan pengertian komunikasi atau kegelisahan sosial.Orang ini
mengalami ketegangan yang tidak semestinya dan kegelisahan dalam
komunikasi lisan, komunikasi tertulis atau kedua-duanya. Mereka sangat sulit
berbicara dengan orang lain secara tatap muka atau menjadi sangat cemas ketika
harus menggunakan telepon, dan sebaliknya mengandalkan pada memo atau fax
meskipun telepon akan lebih cepat dan lebih sesuai.

8. Gender Differences. Pembicaraan cenderung dipergunakan oleh pria untuk


menekankan status, sedang Wanita cenderung menggunakan untuk menciptakan
hubungan.. Kecenderungan ini memang tidak dapat diterapkan pada setiap
orang. Bagi banyak pria, percakapan sebagai alat untuk memelihara kebebasan
dan menjaga status dalam hierarki sosial. Bagi banyak wanita, percakapan
adalah negosiasi untuk kedekatan di mana orang berusaha mencari atau
memberi konfirmasi dan dukungan.

9. Politically Correct Communication. Berarti tidak menjadi ofensif di mana


maka dan penyederhanaan hilang atau kebebasan berekpresi dirintangi.

10. Personal Barriers. Menunjukkan setiap atribut individual yang


menghindari komunikasi.Terdapat sembilan masalah yang dapat menimbulkan
mis-komunikasi: (a) variabel keterampilan dalam berkomunikasi secara efektif,
variable skills in communicating effectively, (b) variasi dalam bagaimana
informasi diproses dan diinterpretasikan, variations in how information is
processed and interpreted, (c) variasi dalam kepercayaan interpersonal, variation
in interpersonal trust, (d) stereotipe dan prasangka, stereotypes and prejudices,
(e) besarnya ego, big egos, (f) buruknya keterampilan menyimak, poor listening
skills,(g) kecenderungan alamiah mengevaluasi pesan orang lain, natural
tendency to evaluate other's message, (h) ketidakmampuan menyimak dengan
pemahaman,inability to listen with understanding, dan (i) komunikasi
nonverbal,nonverbal commnunication.
11. Physical Barries. Hambatan fisik dapat berupa suara, waktu, tempat, dan
lainnya lagi, seperti perbedaan zona waktu, gangguan saluran telepon, jarak dari
orang lain, dan komputer rusak.

12. Semantic Barries. Merupakan hambatan oleh penggunaan kata yang tidak
jelas atau ambigu.Misalnya pernyataan bahwa kami harus
“segera”menyelesaikan pekerjaan adalah tidak jelas. Segera dapat berarti hari
ini,besok pagi, minggu depan atau lainnya. Kata semantik juga dapat berupa
jargon,yaitu bahasa atau terminologi yang spesifik bagi profesi, kelompok atau
organisasi tertentu.

H. Memperbaiki Komunikasi
Orang melakukan komunikasi untuk menyampaikan pesan kepada orang
lain dengan harapan agar orang lain tersebut memahami apa yang dia
sampaikan. Namun, kenyatan semua orang tidak dapat menyampaikan
informasi dengan baik. Untuk itu mereka dapat memperbaiki dengan cara
melakukan komunikasi, baik dalam komunikasi interpersonal maupun dalam
hierarki organisasi.

1. Komunikasi Interpersonal

komunikasi interpersional yang efektif tergantung pada kemampuan sender


menyampaikan keseluruhan pesan dan kinerja receiver sepabai active listener,
pendengar atau pentimak aktif.

a.Getting your message across. Komunikasi yang efektif terjadi ketika orang
lain menerima dan memahami pesan yang disampaikan. Untuk menyelesaikan
tugas sulit ini, sender harus belajar empati pada receiver, mengulang berita,
memilih waktu yang tepat untuk melakukan percakapan, dan menjadi lebih
deskriptif daripada evaluatif.

b.Active listening. Listening adalah suatu proses untuk secara aktif merasakan
sinyal sender, mengevaluasi secara akurat dan merespon dengan tepat. Listener
menerima sinyal sender, decode seperti dimaksudkan, dan mengusahakan
umpan balik yang tepat dan pada waktunya kepada sender. Proses active
listening ini digambarkan oleh McShane dan Von Glinow (2010: 286) seperti di
bawah ini.
2. Komunikasi Melalui Hierarki

Komunikasi bukan hanya masalah mengirim dan menerima informasi di


antara pekerja atau pertukaran informasi informal di antara beberapa pekerja.
Tetapi pemimpin juga harus menjaga aliran komunikasi terbuka ke atas, ke
bawah dan seluruh organisasi. Dalam hal ini strategi komunikasi yang dapat
ditempuh adalah melalui: workspace design, desain ruangkerja, web-based
communication,komunikasi berbasis web,dan direct communication,
komunikasi langsung dengan manajemen puncak McShane dan Von Glinow
(2010:287).

a. Workspace design. Kecenderungan yang terjadi adalah organisasi


menyediakan ruang kerja yang lebih luas dan terbuka. Hal ini antara lain
dilakukan oleh eksekutif Japan Airlines, sehingga lebih mudah untuk berbagi
informasi. Sebenarnya kata kuncinya terletak pada sifat pekerjaannya. Apabila
diperlukan lebih banyak komunikasi, maka sistem terbuka lebih baik. Namun,
berbeda halnya apabila sifat pekerjaan memerlukan konsentrasi, memerlukan
ketenangan kerja, atau kerahasiaan, tempat kerja tersendiri mungkin lebih
sesuai.

b. Web-based organizational communication. Selama beberapa dekade, pekerja


menerima pesan resmi organisasi melalui hard-copy,newsletters dan majalah.
Banyak yang sekarang ini masih menggunakannya. Tetapi sekarang sudah
mulai digantikan oleh sumber informasi berbasis Web. Majalah tradisional
organisasi dipublikasi pada Web page atau disiapkan dan dibagikan dalam
format PDF dengan cepat. Tetapi kadang-kadang pekerja bersifat skeptis
terhadap informasi yang disaring dan dikemas manajemen.

C.Direct communication with Top Management.Dalam rangka menjaga


hubungan langsung antara eksekutif dengan pekerjanya, Hewlett-Packard
menggunakan strategi Management by walking around. Merupakan praktik
komunikasi di mana eksekutif keluar dari kantornya dan belajar dari orang lain
dalam organisasi melalui dialog tatap muka.

Use simple, clear language. Komunikasi perlu menggunakan.bahasa yang


sederhana dan jelas. Penggunaan bahasa formal yang tidak diperlukan
menyebabkan hambatan serius pada komunikasi. Penggunaan Jargon tidak
dapat dielakkan apabila orang dalam bidang yang sama atau kelompok sosial
saling berkomunikasi. Komunikator yang paling jelas juga menjaga bahasa
singkat, sederhana,dan langsung pada tujuan. Ini dikenal sebagai prinsip KISS,
“keep it short and simple”.

b. Become an active, attentive listener.Sama pentingnya membuat agar gagasan


kita dipahami orang lain, kita juga harus menjadli penyimak yang baik. Untuk
menjadi penyimak yang baik, good listener diperlukan adanya enam faktor yang
dinamakan Hurier Model.

C.Avoiding overload. Manajer sangat sibuk dan dihadapi dengan banyak


masalah information overload. Kelebihan beban adalah kondisi dimana unit
suatu organisasi menjadi kelebihan beban dengan terlalu banyak informasi
masuk. Untuk mengatasi dapat menggunakan Gate keeper atau Queuing.

d.Opening channels of communication. Agar berjalan dengan baik, organisasi


harus dapat berkomunikasi secara akurat dengan mereka yang membuatnya
tetap berjalan, yaitu pekerja mereka. Teknik yang dapat dipergunakan antara
lain adalah: umpan balik 360 derajat, sistem saran,corporate hotlines, pertemuan
informal, dan survei pekerja.

e. Enhancing relationships. Untuk menjadi komunikator yang efektif, kita harus


suportif terhadap orang lain. Dengan komunikasi suportif kita merujuk pada
setiap komunikasi yang akurat dan jujur dan membangun dan meningkatkan
hubungan. Untuk itu taktik yang dapat dilakukan adalah: fokus pada masalah
dan bukan pada orangnya, jujur mengatakan apa yang kita maksudkan,
mengaku sepenuhnya keputusan anda, menggunakan bahasa yang sahih, dan
berusaha menjaga percakapan berjalan.

f.Use inspirational communication tactics. Pemimpin yang paling efektif


mengetahui bagaimana menginspirasi orang lain ketika melakukan komunikasi
dengan mereka. Untuk menjadi pemimpin atau pekerja yang efektifada
beberapa cara untuk menginspirasi orang lain: (i) percaya diri dan kekuasaan
dengan menggunakan kata-kata emosional yang memprovokasi, (ii) menjadi
kredibel,(iii)lemparkan pesan anda kepada pendengar, (iv) memotong
kekacauan,dan(v) hindari penggunaan kata-kata buruk yang mengecilkan arti
pesan anda.
17
KEPEMIMPINAN

Kerangka kerja dalam mempelajari kepemimpinan dapat ditarik dari


hubungan antara ciri atau sifat pemimpin, perilaku pemimpin, da variable
situasional untuk mendapatkan hasil yang efektif.

A. Pengertian

1. Kepemimpinan

Terdapat banyak ragam pandangan tentang pengertian kepemimpinan,


leadership. Antara lain Robbins (2003: 314) memberikan definisi
kepemimpinan sebagai kemampuan memengaruhi suatu kelompok menuju pada
pencapaian tujuan.

Sedangkan Greenberg dan Baron (2003: 471) memberikan definisi


kepemimpinan sebagai proses satu individu memengaruhi anggota kelompok
lain menuju pencapain tujuan kelompok atau organisasional yang
didefinisasikan.
Robbins dan Judge (2011: 410) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan memengaruhi suatu kelompok menuju pencapaian sebuah visi atau
serangkain tujuan.

Sedangkan McShane dan Von Glinow (2010:360) menytakan kepemimpinan


adalah tentang memengaruhi, memotivasi, dan memunginkan orang lain
memberikan konstribusi kearah efektifitas dan keberhasilan organisasi di mana
mereka menjadi anggotannya.

Colquitt, LePine, dan Wesson (2011: 483) mendefinisikan kepemimpinan


sebagai penggunaan kekuasaan dan pengaruh untuk mengarahkan aktivitas
pengikut kearah pencapaian tujuan.

Menurut pandangan Schermerhorn, Hunt, Osborn, dan Uhl-Bien (2011: 306),


kepemimpinan adalah proses memengaruni orang lain dan proses memfasilitasi
usaha individual dan kolektif untuk menyelesaikan sasaran Bersama. Gibson,
Ivancevic, Donnelly dan Konopaske (2012: 314), menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah suatu usaha menggunakan pengaruh untuk memotivasi
individu menyelesaikan beberapa tujuan.

2. Pemimpin dan Manajer

Dalam banyak pembicaraan sehari-hari,istilah leader, pemimpin dan


manager, manajer sering dipergunakan saling bergantian. Namun, perlu disadari
bahwa antara keduanya tidak identik dan harus dipisahkan. Banyak pembahasan
dilakukan para pakar tentang perbedaan antara pemimpin dan manajer.

Peran utama seorang pemimpin adalah memengaruruhi orang orang lain untuk
secara sukarela mencapai sasaran yang telah di tetapkan. Pemimpin
menciptakan misi dan menginspirasi orang lain untuk mencapai visi tersebut
dan memperluas diri mereka di luar kapasitas normalnya. Sedangkan manajer
merencanakan aktivitas, mengorganisir struktur yang sesuai, dan mengontrol
sumber daya.

Organisasi perlu kepemimpinan dan manajemen yang kuat untuk


mendapatkan efektifitas secara optimal. Dalam dinamika dunia modern
sekarang ini, kita memerlukan pemimpin yang menantang status-quo,
menciptakan visi masa depan, dn mengispirasi anggota organisasi untuk
mencapai visi tersebut. Namun, selanjutnya diperlukan pula manajer yang
memformulasikan rencana secara detail, menciptakan struktur organisasi yang
efisien dan mengawasi operasi pekerjaan sehari-hari.

Peran pemimpin dan manajer berbeda,namun berhubungan.Greenberg dan


Baron (2003:472) menggambarkan hubungan tersebut seperti pada gambar di
bawah ini:

Sifat paling penting yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah: (a)
mempunyai dorongan pribadi pada tingkat tinggi, ditandai oleh energi,
pertimbangan, kekuatan keinginan, dan kepemilikan, (b) keinginan memimpin,
ditunjukkan oleh motivasi untuk memengaruhi orang lain, (c) integritas
personal, ditunjukkan oleh perasaan etika, kejujuran, dan kebenaran,dan (d)
percaya diri, ditunjukkan oleh optimisme,keyakinan dan efikasi diri sebagai
pemimpin.

Sifat kepemimpinan tidak menjamin keberhasilan kepemimpinan karena


kepemimpinan dapat bersifat positif, namun ada pula yang bersifat negatif.
Newstrom (2011:172)membagi sifat positif dalam primary traits dan secondary
traits.Sebagai primary traits,sifat primer adalah:(a) kejujuran dan integritas, (b)
dorongan personal dan energi, (c) keinginan untuk memimpin, (d) percaya diri,
sedangkan secondary traits, sifat sekunder mencakup: (a) kemampuan kognitif,
(b) karisma, (c) fleksibilitas dan adaptivitas,(d) kesayangan dan kehangatan
positif,(e) kreativitas dan originalitas, dan (f) pengetahuan tentang bisnis.

Sedangkan sifat negatif dapat berupa: (a) Narcissism, di mana pemimpin


dipenuhi dengan kepentingan mereka sendiri, mengumpulkan prestasinya
sendiri,mencari-cari kebaikan sendiri, dan mengeksploitasi orang lain untuk
keuntungannya sendiri,(b) Alpha dogs, sifat yang sangat agresif,egosentris,
mendominir, dan mengontrol.

3. Pendekatan

Kepemimpinan merupakan topik yang paling sering dibicarakan dalam


perilaku organisasi. Pendekatan dan pengelompokan tentang teori
kepemimpinan di antara para pakar sangat beragam. Namun, perbedaan tersebut
hanya merupakan perbedaan penekanan dalam sudut pandang.

Kreitner dan Kinicik (2010: 468) mengelompokkan pendekatan dalam


kepemimpinan menjadi lima kelompok: trait approach, behavioral approach,
contingench approach, transformation approach, dan emerging approach.
Sedangkan McShane dan Von Glinow (2010: 361) melihat kepemimpinan dari
perspektif comprtenty, behavior, contingency, transformation, dan implicit.

B. Teori Sifat

Trait theory atau teori sifat adalah merupakan teori kepemimpinan yang
berpandangan bahwa pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang membedakan dengan yang bukan pemimpin. Dalam
kehidupan nyata dapat ditemukan adanya orang-orang yang mempunyai sifat-
sifat yang luar biasa. Mereka bisa datang dari pemerintahan, politisi, militer,
dan pengusaha. Sering dipakai sebagai contoh adalah tokoh Margareth
Thatcher, Nelson Mandela, Steve Jobs, Rudolph Giuliani.Mereka menunjukkan
percaya diri, berkeinginan kuat, ketegasan,karismatik,antusiastik, dan
keberanian.

Teori sifat adalah merupakan teori yang berusaha mengidentifikasi


karakteristik spesifik (fisik, mental, kepribadian)berkaitan dengan keberhasilan
kepemimpinan (Gibson, Ivancevic, Donnelly, dan Konopaske 2012: 316).
Terdapat tiga karakteristik berkaitan dengan efektifitas kepemmpinan adalah:

1. kepribadian: tingkat energi, toleransi terhadap stress, percaya diri,


kedewasaan emosional, dan integritas.

2. motivasi: orientasi kekuasaan tersosialisasi, kebutuhan kuat unuk berprestasi,


memulai diri, membujuk.

3. kemampuan: keterampilan interpersonal, keterampilan kognitif, keterampilan


teknis.

Di antara teori sifat antara lain di sebutkan sebagai great person theory dan
implicit leadership theory.

1. great person theory, suatu pandangan bahwa pemimpin mempunyai sifat


khusus yang memisahkan mereka dari orang lain dan sifat ini adalah
bertanggung jawab atas anggapan mereka tentang posisi kekuasaan dan
kewenangan.

Karakteristik atau sifat pemimpin yang sukses menurut pandangan

teori ini adalah ditunjukkan oleh adanya:

a.Drive,dorongan adalah harapan untuk berprestasi, ambisi,energi tinggi,


kegigihan, dan inisiatif.

b. Honesty and integrity, kejujuran dan integritas adalah merupakan bentuk sifat
dapat percaya, dapat diandalkan, dan terbuka.

C.Leadership motivation, motivasi kepemimpinan adalah adanya keinginan


keinginan memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

d.Self-confidence, percaya diri adalah kepercayaan terhadap kemampuan


sendiri.

e.Cognitive ability, kemampuan kognitif adalah kecerdasan, kemampuan


mengintegrasikan dan menginterpretasikan sejumlah besar informasi.

f.Knowledge of the business, pengetahuan tentang bisnis adalah pengetahuan


tentang industri dan masalah teknis yang relevan.

g.Creativity,kreativitas adalah kapasitas yang timbul dengan gagasan orisinil.

h.Fexibility,fleksibilitas adalah kemampuan menyesuaikan dengan kebutuhan


pengikut dan situasi.

2. implicit leadership theory, mendasarkan pada gagasan bahwa orang


mempunyai keyakinan tentang bagaimana pemimpin harus perperilaku dan apa
yang harus mereka lakukan untuk pengikut mereka.

Bagian pentng teori ini menyatakan bahwa setiap orang mempunyaileadership


prototype, mempertimbangkan sebelumnya keyakinan tentang penampilan dan
perilaku pemimpin yang efektif. Prototipe ini dikembangkan melalui sosialisasi
dalam keluarga dan masyarakat, membentuk harapan dan penerimaan orang lain
sebagai pemimpin, dan pada gilirannya memengaruhi keinginan kita sebagai
pengikut untuk melayani. Kita lebih berkeinginan mengikuti seseorang untuk
memengaruhi kita sebagai pemimpin apabila orang tersebut kelihatan dan
bertindak seperti prototipe pemimpin kita.
Prototipe kepemimpinan adalah gambaran mental dari sifat dan perilaku
yang dipercaya orang dimiliki oleh pemimpin.Orang merasa sebagai pemimpin
apabila mereka menunjukkan sifat dan perilaku yang berkaitan dengan (a)
kecerdasan, (b) sifat maskulin, dan (c) dominasi kekuasaan.Bersamaan dengan
prototipe effective leader, pengikut cenderung lingkungan. Keadaan ini
dinamakan romance leadership, pengaruhnya terjadi karena dibanyak budaya,
orang ingin meyakini bahwa pemimpin membuat perbedaan. Terdapat dua
alasan mengapa orang melambungkan persepsi mereka tentang pengaruh
pemimpin terhadap lingkungan: (a) Kepemimpinan adalah cara yang berguna
bagi kita untuk menyederhanakan kejadian hidup. Adalah lebih mudah untuk
menjelaskan keberhasilan dan kegagalan organisasi dalam bentuk kemampuan
pemimpin daripada dengan menganalis aturan yang kompleks dari kekuatan
lain. (b) Terdapat kecenderungan kuat dalam budaya Barat untuk percaya
bahwa kejadian hidup lebih dibangkitkan oleh orang daripada kekuatan dasar
yang tidak dapat dikendalikan.Stogdill dan Mann (Kreitner dan Kinicki,
2010:471) menyatakan adanya karakteristik yang membedakan pemimpin
dengan pengikutnya adalah:(a) kecerdasan, (b) dominasi kekuasaan, (c) percaya
diri, (d) tingkat energi dan aktivitas, dan (f) pengetahuan yang relevan dengan
tugas.

Kouzes dan Posner (Kreitner dan Kinicki, 2010:472) mengemukakan empat


sifat utama pemimpin: (a) kejujuran, (b) berpandangan ke depan, (c)
memberikan inspirasi, dan (d) kompeten.Goleman (Kreitner dan Kinicki, 2010:
472) berpendapat bahwa kecerdasan emosional berpengaruh pada efektivitas
kepemimpinan.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengelola dirinya dan

hubungan dengan cara dewasa dan konstruktif. Sifat yang menunjukkan

emotional intelligence adalah: (a) self-awareness, kepedulian diri (b) self-

management,mengelola diri (c) social awareness, kepedulian sosial dan

(d) relationship management, manajemen hubungan.

Judge (Kreitner dan Kinicki, 2010:472) mengemukakan adanya lima sifat


kepribadian yang berkaitan dengan efektivitas kepemimpinan: (a) extraversion:
ramah tamah, aktif berbicara, suka bergaul,tegas,(b) agreeableness:penuh
kepercayaan, sifat baik, kerja sama, lembut hati, (c) conscioentiousness: dapat
diandalkan,orientasi bertanggung jawab atas prestasi, gigih, (d) emotional
stability: santai, aman, tidak khawatir, dan (e) openness to experience: cerdik,
penuh daya khayal, keinginan tahu, berpikir luas.Sifat kepemimpinan yang
positif menurut Kreitner dan Kinicki (2010: 474)adalah:(a)Task
Competence:kecerdasan,pengetahuan, keterampilan menyelesaikan masalah, (b)
Interpersonal Competence: kemampuan berkomunikasi, menunjukkan perhatian
dan empati, (c) Intuition, (d) Traits of Character: kesadaran, disiplin, alasan
moral, integritas, dan kejujuran, (e) Biophysica Traits: kebugaran fisik,
ketahanan, dan tingkat energi, dan (f) Personal Traits: percaya diri, keramah
tamahan, memonitor diri,extraversion, pengatuiran diri, dan efikasi
diri.Killerman(Kreitner dan Kinicki,2010:473) mengingatkan adanya sisi lain
yang berupa sifat buruk dari kepemimpinan:

a. Incompetent,tidak kompeten. Pemimpin dan beberapa pengikut


kekurangan keinginan dan/atau keterampilan untuk melanjutkan tindakan yang
efektif. Akibatnya mereka tidak dapat menciptakan perubahan.

b. Rigid, kaku. Pemimpin dan beberapa pengikut adalah kaku dan tidak
mengalah. Meskipun mereka mungkin kompeten,mereka tidak dapat atau tidak
ingin menerima gagasan baru, informasi baru, atau mengubah waktu.

C.Intemperate,melewati batas.Pemimpin kekurangan kontrol diri dan


bersekongkol dengan pengikut yang tidak ingin dan tidak dapat menghalangi
secara efektif.

d. Callous, tidak mempunyai perasaan. Pemimpin dan beberapa pengikut tidak


perhatian dan kasar. Tidak diabaikan adalah kebutuhan dan harap kebanyakan
anggota kelompok terutama bawahan.

e.Corrupt,korup. Pemimpin dan beberapa pengikut berbohong, menipu, atau


mencuri. Pada tingkat yang melebihi norma, mereka menempatkan kepentingan
pribadi di depan kepentingan umum.

f.Insular,picik.Pemimpin dan beberapa pengikut tidak memerhatikan kesehatan


dan kesejahteraan orang lain, karena menjadi tanggung jawab langsung mereka
yang berada di luar kelompok atau organisasi.
g.Evil, kejahatan. Pemimpin dan beberapa pengikut melakukan kekejaman.
Mereka menggunakan kejengkelan sebagai instrumen kekuasaan.Kekerasan
dilakukan pada pria, wanita, dan anak-anak, baik bersifat fisik, psikologis atau
keduanya.

Namun demikian, pendekatan sifat mempunyai empat kelemahan (Robbins,


2003: 315): (a) tidak ada sifat universal yang memprediksi kepemimpinan
dalam semua situasi, (b) sifat memprediksi perilaku lebih baik dalam situasi
lemah daripada situasi kuat. Situasi kuat adalah di mana terdapat norma perilaku
kuat, insentif kuat untuk tipe perilaku spesifik, dan harapan yang jelas seperti
perilaku apa yang dihargai dan dihukum, (c) kenyataan adalah tidak jelas dalam
memisahkan sebab dari pengaruh, (d) sifat melakukan lebih banyak pekerjaan
dalam memprediksi penampilan kepemimpinan daripada apa yang sebenarnya
membedakan antara pemimpin yang efektif dan tidak efektif.

C. Teori Perilaku

Teori perilaku kepemimpinan tumbuh sebagai hasil dari ketidak puasan


terhadap teori sifat karena di nilai tidak dapat menjelskan efektifitas
kepemimpinan dan Gerakan hubungan antara manusia. Teori ini percaya bahwa
perilaku pemimpin secara langsung memengaruhi efektifitas kelompok.
Pemimpin dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya untuk memengaruhi
orang lain dengan efektif.

1. Ohio State Studies

Studi ini mengidentifikasi adanya dua dimensi perilaku pemimpin yang


dinamakan Initiating Structure dan Consideration, Initiating structure
merupakan tingkatan keadaan di mana seorang pemimpin mungkin
mendefinisikan dan menstrukturkan perannya dan bawahannya dalam usaha
pencapaian tujuan.Pemimpin dengan initiating structure tinggi adalah seseorang
yang menugaskan anggota kelompok pada tugas tertentu, mengharapkan
pekerja memelihara standar kinerja yang pasti, dan menekankan pencapaian
deadline.

Sedangkan consideration dideskripsikan sebagai tingkatan di mana seseorang


mungkin mempunyai hubungan kerja yang ditandai oleh saling percaya,
menghargai gagasan pekerja, dan menghargai perasaan mereka. Pemimpin
dengan consideration tinggi adalah seseorang yang membantu pekerja yang
mempunyai masalah personal, bersahabat dan mudah didekati, dan
memperlakukan dengan sama semua pekerja.

2. University of Michigan Studies

Menurut pandangan teori ini, perilaku pemimpin juga mempunyai dua dimensi
yaitu: employee-oriented dan production-oriented. Pemimpin yang employee-
oriented menekankan pada hubungan interpersonal, mereka memerhatikan
kepentingan personal dalam kebutuhan pekerja mereka dan menerima
perbedaan individual di antara anggota.

Pemimpin dengan production-oriented cenderung menekankan pada aspek


teknis atau tugas dari pekerjaan, kepentingan utama mereka adalah dalam
penyelesaian tugas kelompok mereka, dan anggota kelompok adalah sarana
menuju akhir.

3. The Managerial Grid

Managerial Grid sering juga dinamakan Leadership Grid merupakan jaringan


manajerial dengan matriks 9 X 9 menggambarkan 81 gaya kepemimpian yang
berbeda.Managerial Grid berdasarkan gaya "concern for people" dan " concern
for production", yang pada dasarnya mencerminkan dimensi The Ohio State
consideration dan initiating structure atau dimensi The Michigan tentang
employee-oriented dan production-oriented.

4. Scandinavian Studies

Menghadapi dinamika perkembangan yang semakin meningkat, pendekatan


dengan menggunakan dua dimensi seperti di atas dipandang tidak memadai.
Dalam pandangan Scandinavian study dalam dunia yang sedang berubah,
pemimpin yang efektif harus menunjukkan perilaku Development-oriented.
Pemimpin yang menghargai percobaan, mencari gagasan baru, dan
membangkitkan dan melaksanakan perubahan. Pemimpin yang menunjukkan
perilaku development-oriented mempunyai pekerja yang lebih puas dan dilihat
sebagai lebih kompeten oleh pekerja.

5. Job-Centered and Employee-Centered Leadership


Rensis Likert mempelajari bagaimana cara terbaik mengelola usaha individu
mencapai sasaran produksi dan kepuasan yang diharapkan. Maksud dari semua
kepemimpinan adalah menemukan prinsip dan metode kepemimpinan yang
efektif. Untuk itu ada dua pilihan gaya kepemimpinan:

a. Job-centered leader.Memfokus pada penyelesaian tugas dan menggunakan


supervisi ketat sehingga bawahan mengerjakan tugasnya menggunakan
prosedur terinci. Pemimpin ini mengandalkan pada kekuasaan memaksa,
menghargai, dan legitimasi untuk memengaruhi perilaku dan kinerja pengikut.
Pemimpin yang menunjukkan gaya kepemimpinan ini kurang memerhatikan
kepentingan pekerjanya.

b.Employee-centered leader. Memfokus pada orang untuk melakukan pekerjaan


dan percaya dalam mendelegasikan pengambilan keputusan dan membantu
pengikut dalam memuaskan kebutuhan dengan menciptakan lingkungan kerja
yang mendukung.Employee-centerd leader berkepentingan dengan kemajuan
personal, pertumbuhan dan prestasi pengikut. Pemimpin seperti ini menekankan
pengembangan individu dan kelompok dengan harapan bahwa kinerja yang
efektif akan secara alamiah mengikuti.

D. Teori Kontijensi

Teori ini menganjurkan bahwa efektifitas gaya perilaku tertentu tergantung


pada situasi. Apabila situasi berubah di perlukan gaya kepemimpinan yang
berbeda. Gaya kepemimpinan perlu di sesuaikan dengan perubahan situasi.
Teori ini seecara langsung menentang gagasan bahwa hanya ada satu gaya
kepemimpinan terbaik.

1. FiedlerModel:Contingency Leadership Model

Fiedler berkeyakinan bahwa pemimpin mempunyai satu gaya kepemimpinan


dominan atau alamiah. Gaya kepemimpinan dinyatakan sebagai Task-motivated
atau Relationship-motivated.Task-motivated memfokus pada penyelesaian
tujuan, sedangkan pemimpin yang relationship-motivated lebih tertarik pada
mengembangkan hubungan positif dengan pengikutnya. Gaya dasarnya adalah
sama dengan initiating structure/concern for production dan
consideration/concern for people.Dalam model Fiedler, gaya kepemimpinan
dipengaruhi oleh lingkungan atau situasi. Kontrol terhadap situasi merupakan
kontinum dari rendah sampai tinggi.Kontrol situasi dibedakan menjadi tiga
dimensi sebagai berikut:

a.Leader-Member Relation, mencerminkan tingkatan di mana pemimpin


mempunyai dukungan, loyalitas dan kepercayaan terhadap kelompok kerja.
Dimensi ini merupakan komponen paling penting dari kontrol situasional.
Leader-member relation menganjurkan bahwa pemimpin dapat bergantung pada
kelompok, karenanya memastikan bahwa kelompok kerja akan berusaha
memenuhi tujuan dan sasaran pemimpin.

b.Task-Structure,menunjukkan jumlah struktur diisi dalam tugas yang dilakukan


oleh kelompok kerja. Misalnya, pekerjaan manajerial mengandung struktur
lebih sedikit daripada bank teller. Karena tugas terstruktur mempunyai pedoman
tentang bagaimana pekerjaan harus diselesaikan, pemimpin mempunyai kontrol
dan memengaruhi lebih banyak terhadap pekerja menjalankan tugas. Dimensi
ini merupakan komponen kedua paling penting dari situational control.

C.Position Power,menunjukkan tingkatan keadaan di mana pemimpin


mempunyai kekuasaan formal untuk memberikan penghargaan,
menghukum,atau sebaliknya memperoleh pemenuhan dari pekerja.

Persoalannya adalah apa yang dapat dilakukan apabila terdapat


ketidaksesuaian antara gaya kepemimpinan dengan situasi. Robbins (2003: 322)
memberikan solusi sebagai berikut:

a.Mengubah pemimpin agar sesuai dengan situasi. Apabila tingkat situasi sangat
tidak nyaman,tetapi sekarang dipimpin oleh relationship-oriented manager,
kinerja kelompok dapat diperbaiki dengan mengganti manajer dengan seseorang
yang lebih task-oriented.

b. Mengubah situasi yang sesuai dengan pemimpin. Hal ini dilakukan dengan
merestrukturisasi tugas atau meningkatkan atau menurunkan kekuasaan di mana
pemimpin harus mengontrol faktor seperti kenaikan gaji/upah, promosi, dan
tindakan disiplin.

2. Hersey and Blanchard's Situational Theory

Situational Leadership Model Hersey dan Blanchard menekankan pada


hubungan antara pengikut atau follower dan tingkat kedewasaannya atau level
of maturity. Pemimpin harus dengan tepat mempertimbangkan atau secara
intuitif mengetahui tingkat kedewasaan pengikut dan kemudian menggunakan
gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat tersebut. Gaya kepemimpinan
yang dipergunakan bergantung pada tingkat kesiapan atau readiness
pengikut.Readiness adalah kemampuan dan keinginan orang atau pengikut
untuk mengambil tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri.
Perlu dipertimbangkan adanya dua tipe kesiapan, yaitu job dan psychological
readiness.Orang yang mempunyai job readiness tinggi mempunyai pengetahuan
dan kemampuan untuk menjalankan pekerjaan tanpa strukturisasi dan
pengarahan pekerjaan dari manajer. Orang dengan psychological readiness
tinggi mempunyai motivasi diri dan keinginan melakukan pekerjaan berkualitas
tinggi. Orang semacam ini sedikit memerlukan pengawasan langsung.

a. Leadership Behavior

Menurut Hersey dan Blanchard terdapat empat gaya kepemimpinan yang


tersedia bagi manajer.

1) Telling.Pemimpin mendefinisikan peran yang diperlukan untuk melakukan


pekerjaan dan memberitahu pengikut apa,di mana, bagaimana, dan kapan
melakukan tugas.

2)Selling.Pemimpin menyediakan bagi pengikut dengan instruksi yang


terstruktur tetapi juga supportif.

3)Participate. Pemimpin dan pengikut berbagi dalam keputusan tentang


bagaimana cara terbaik menyelesaikan pekerjaan berkualitas tinggi.

4)Delegating.Pemimpin memberikan arah sedikit spesifik, atau dukungan


personal pada pengikut.

b. Situational Factors

Gaya kepemimpinan perlu disesuaikan dengan kesiapan pengikut. Apabila


tingkat kesiapan pengikut rendah dalam kemampuan dan keinginannya,
diperlukan kepemimpinan yang bersifat telling. Apabila tingkat kesiapan
berkembang, maka diperlukan gaya kepemimpinan yang berbeda.

3.Leader-Member Exchange Theory


Kebanyakan model kepemimpinan mengasumsi bahwa pemimpin
memperlakukan semua pekerja kurang lebih dengan cara yang sama. Model
Leader-member exchange didasarkan pada asumsi bahwa pemimpin
mengembangkan hubungan yang unik satu per satu dengan masing-masing
bawahan langsung. Hubungan semacam ini oleh para ahli perilaku dinamakan
vertical dyad. Membentuk vertical dyad merupakan proses yang terjadi secara
alamiah, sebagai hasil dari usaha pemimpin mendelegasikan dan menugaskan
peran pekerjaan. Sebagai akibatnya berkembang dua tipe leader-member
relationship:

a.In-group exchange.Pemimpin dan pengikut mengembangkan kemitraan


ditandai oleh pengaruh timbal balik, saling mempercayai, menghormati dan
menyukai, dan perasaan persamaan nasib.

b. Out-group exchange. Pemimpin mempunyai karakteristik sebagai pengawas


yang gagal menciptakan perasaan saling mempercayai, menghargai atau
perasaan persamaan nasib.

4. Path-Goal Theory

Path-goal theory didasarkan pada gagasan Expectancy theory of motivation


dengan meningkatkan usaha akan meningkatkan kinerja dan harapanakan hasil
meningkat. Karena itu perilaku pemimpin diharapkan dapat diterima ketika
pekerja memandang sebagai sumber kepuasan atau menyiapkan jalan pada
kepuasan di waktu yang akan datang. Perilaku pemimpin diperkirakan bersifat
motivasional apabila: (a) menurunkan hambatan yang mencampuri pencapaian
tujuan, (b) memberikan bimbingan dan dukungan yang diperlukan pekerja,dan
(c) mengikat reward pada pencapaian tujuan.

House mengusulkan model tentang bagaimana Leader effectiveness


dipengaruhi oleh interaksi antara empat gaya kepemimpinan:directive,
supportive,participative,dan achievement-oriented dan variasi
contingencyfactors. Contingency factor adalah variabel kontinjensi yang
menyebabkan satu gaya kepemimpinan lebih efektif daripada lainnya.

Path-goal theory mempunyai dua kelompok variabel kontinjensi, yaitu:


employee characteristic dan environmental factor.Employee characteristic
adalah: locus of control, task ability, need for achievement, experience, dan
need for clarity. Sedangkan environmental factor terdiri dari: task structure
(independent versus interdependent task) dan work group dynamic.

Pekerja dengan internal locus of control lebih menyukai participative atau


achievement-oriented leadership karena mereka percaya mereka mempunyai
kontrol terhadap lingkungan kerja. Individu seperti ini tidak mungkin puas
dengan directive leader behaviour yang menggunakan kontrol tambahan
terhadap aktivitas mereka. Pekerja dengan external locus cenderung melihat
lingkungan tidak dapat dikontrol, mereka lebih menyukai struktur yang
diberikan kepemimpinan suportif atau direktif.Pekerja dengan kemampuan
menjalankan tugas dan mempunyai banyak pengalaman adalah kurang sesuai
dengan kebutuhan pengarahan lambahan dan karenanya merespon negatif pada
directive leadership. Orang ini lebih mungkin termotivasi dan terpuaskan oleh
participative atau achievement-oriented leadership. Sebaliknya, pekerja yang
tidak berpengalamantantangan yang berkaitan dengan belajar pekerjaan baru.
Dalam situasi ini,directive dan supportive leadership akan membantu.Akhirnya,
directive dan supportive leadership akan membantu pekerja mengalami
ambiguitas peran. Tetapi directive leadership mungkin membuat frustasi pekerja
yang bekerja pada tugas rutin dan sederhana.Dalam hal ini supportive
leadership lebih bermanfaat.Diagram yang menunjukkan hubungan antara
perilaku pemimpin dengan hasilnya dalam kerangka kerja path-goal theory
digambarkan sedikit berbeda oleh Robbins (2003:326) walaupun pada dasarnya
mempunyai makna yang sama.

5. Leader-Participation Model

Masalah kepemimpinan berkembang sejalan dengan perkembangan suatu


organisasi. Hal tersebut menarik minat dan pemikiran beberapa penulis tentang
model kepemimpinan yang sesuai dengan zamannya.

E. Teori Sedang Tumbuh

Masalah kepemimpinan berjalan sejalan dengan perkembangan suatu


organiasi. Hal tersebut menarik minat dan pemikiran beberapa penulis tentang
model kepemimpinan yang sesuai dengan zamannya.

1. Charismatic leadership adalah kemampuan memengaruhi pengikut


didasarkan pada bakat supernatural dan kekuasaan atraktif. Pengikut menikmati
bersama charismatic leader karena mereka merasa terinspirasi, benar dan
penting.

Pemimpin kharismatik mempunyai kualitas bakat luar biasa, kharisma, yang


memungkinkan mereka memotivasi pengikut untuk mencapai kinerja luar
biasa.Atas dasar perhatiannya pada masa depan pemimpin kharismatik dapat
diklasifikasi dalam dua tipe: (a) visionary charimatic leader memfokus pada
jangka panjang, dan (b) crisis-based charismatic leader memfokus pada jangka
pendek.

Melalui kemampuan komunikasi, visionary leader menghubungkan


kebutuhan dan tujuan pengikut pada pekerjaan atau tujuan dan kemungkinan
jangka panjang organisasional.Crisis-based charismaticleader mempunyai
dampak ketika sistem harus menangani situasi untuk mana pengetahuan, sumber
daya, dan prosedur yang ada tidak mencukupi. Krisis menghasilkan pemimpin
kharismatik mengomunikasi dengan jelas tindakan apa yang harus dilakukan
dan apa yang akan menjadi konsekuensinya.

Sebagai komponen perilaku kharismatik adalah (Gibson,Ivancevich, Donnelly,


dan Konopaske, 2012:353):

a.Relation to status quo. Secara esensial menentang status quo dan berusaha
mengubahnya.

b. Future goal.Visi idealistis berbeda dari status quo.

C.Likableness.Perspektif dan visi bersama yang ideal membuat pemimpin


menyenangkan dan pahlawan terhormat pantas dikenal dan ditiru.

d. Expertise. Ahli dalam menggunakan sarana yang tidak konvensional melebihi


perintah yang ada.

e.Environmental sensitivity. Kebutuhan tinggi akan sensitivitas lingkungan


untuk mengubah status quo.

f.Articulation. Artikulasi kuat untuk visi ke depan dan motivasi untuk


memimpin.

g.Power base.Kekuasaan personal,berdasar pada keahlian, penghormatan, dan


kekaguman untuk pahlawan unik.
h.Leader-follower relationship. Elitist, wirausaha, keteladanan. Mengubah
orang untuk berbagi perubahan radikal yang diadvokasi.Karakteristik utama
Charismatic leader menurut Conger dan Kanungo (Robbins, 2003:342) adalah
sebagai berikut:

a.Vision and articulation.Mempunyai visi, dinyatakan sebagai tujuan yang


ideal,yang memproses masa depan lebih baik daripada status quo; dan dapat
mengklarifikasi pentingnya visi dalam terminologi yang dapat dipahami oleh
orang lain.

b.Personal risk. Ingin mengambil risiko personal tinggi, menderita biaya


tinggi,dan terikat dalam pengorbanan diri untuk mencapai visi.

C.Environmental sensitivity. Dapat membuat pengukuran realistik atas

hambatan lingkungan dan sumberdaya yang diperlukan untuk melakukan


perubahan.

d. Sensitivity to follower needs. Pengertian terhadap kemampuan dan tanggapan


orang lain terhadap kebutuhan dan perasaan.

e.Unconventional behavior. Terikat dalam perilaku yang dirasakan sebagai baru


dan berlawanan terhadap norma.

2. transactional leadership

Transactional leadership adalah kepemimpinan yang membantu organisasi


mencapai sasaran sekarang dengan lebih efisien,seperti dengan menghubungkan
kinerja pekerjaan pada penilaian reward dan memastikan bahwa pekerja
mempunyai sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Dalam transactional leadership pemimpin mengidentifikasi apa yang


diinginkan atau lebih disukai pengikut dan membantu mereka mencapai tingkat
kinerja yang menghasilkan reward yang memuaskan mereka. Untuk
mencapainya, pemimpin mempertimbangkan konsep diri orang dan kebutuhan
penghargaan. Pendekatan transaksional menggunakan konsep path-goal sebagai
kerangka. Dalam menggunakan gaya transaksional, pemimpin mengandalkan
pada contingent reward dan management-by-excepttion.
Teori kontinjensi dan perilaku mengadopsi perspektif transaksional karena
mereka memfokus pada perilaku pemimpin yang memperbaiki kinerja dan
kepuasan pekerja. Transactional leadership dipertimbangkan oleh beberapa
penulis sebagai "managing" atau "doing things right", karena pemimpin
mengonsentrasi pada memperbaiki kinerja dan kesejahteraan pekerja.

3. transformasion leadership

Adalah perspektif kepemimpinan yang menjelaskan bagaimana pemimpin


mengubah tim atau organisasi dengan menciptakan, mengomunikasikan dan
membuat model visi untuk organisasi atau unit kerja dan memberi inspirasi
pekerja untuk berusaha mencapai visi tersebut.

Transfomational leadership adalah tentang memimpin, mengubah strategi dan


budaya organisasi sehingga menjadi lebih sesuai dengan lingkungan sekitarnya.
Transformational leader adalah agen perubahan yang memberi energi dan
mengarahkan pekerja serangkaian nilai-nilai dan perilaku baru organisasi.

Organisasi memerlukan kepemimpinan baik transaksional maupun


transformasional. Kepemimpinan transaksional memperbaiki efisiensi,
sedangkan kepemimpinan transformasional mengarahkan perusahaan pada
tindakan yang lebih baik. Kepemimpinan transformasionalterutama penting
dalam organisasi yang memerlukan keselarasan penting dengan lingkungan.
Sayangnya, terlalu banyak pemimpin terjebak dalam aktivitas manajerial sehari-
hari yang mencerminkan kepemimpinan transaksional. Tanpa pemimpin
transformational, organisasi stagnan dan bahkan menjadi tidak selaras secara
serius dengan lingkungan mereka.

4. visionary leadership

Kepemimpinan visioner adalah kemampuan untuk menciptakan dan artikulasi


visi masa depan yang realistik,kredibel,atraktif untuk organisasi atau unit
organisasional, yang tumbuh dan menjadi lebih baik daripada sekarang.Visi
apabila dipilih dan diimplementasikan dengan tepat dan sangat memberikan
energi dengan menggunakan keterampilan, bakat,dan sumber daya untuk
membuatnya terjadi.

Sebuah visi mempunyai perumpamaan dan perbandingan denganjelas dan


memaksa yang menawarkan cara inovatif untuk memperbaiki, yang mengenal
dan menggambarkan pada tradisi dan berhubungan pada tindakan yang dapat
dilakukan orang untuk merealisasi perubahan. Visi membuka emosi dan energi
orang. Apabila diartikulasi,visi menciptakan antusiasme yang dimiliki orang
untuk kesempatan sedikit kejadian dan aktivitas waktu santai lain, membawa
energi dan komitmen ini di tempat pekerjaan.

5. attribusion theory of leadership

Tugas atribusional utama pemimpin adalah mengategorikan penyebab


perilaku pengikut atau bawahan pada tiga sumber dimensi: person,entity, atau
context. Karena itu, untuk setiap perilaku tertentu seperti kualitas hasil buruk,
pekerjaan pemimpin adalah mempertimbangkan apakah kualitas buruk
disebabkan oleh the person (mis. tidakcukup kemampuan), the task (entitas),
atau beberapa lingkungan sekitar kejadian yang unik, apakah perilaku terjadi
pada tugas ini dan bukan tugas lainnya (contect).

Pemimpin mencari tiga tipe informasi ketika membentuk atribusi tentang


perilaku pengikut: distinctiveness, consistency, dan concensus. Untuk setiap
perilaku, pemimpin mempertimbangkan apakah perilaku distinctive pada tugas,
apakah perilaku terjadi pada tugas ini, tetapi tidak pada tugas lain.Selanjutnya
pemimpin berkepentingan dengan consistency atau seberapa seringperilaku
terjadi. Akhirnya pemimpin memperkirakan concensus, suatu tingkatan di mana
orang lain berperilaku dengan cara yang sama. Perilaku yang unik pada satu
pengikut mempunyai consensus rendah. Apabila biasa bagi pengikut lain akan
mencerminkan konsensus tinggi.

F. Isu dalam Kepemimpinan

1. Shared Leadership

Shared leadership merupakan proses memengaruhi secara dinamis, interaktif


di antara individu dalam kelompok untuk mana sasarannya adalah untuk saling
memimpin untuk pencapaian tujuan kelompok dan/ atau organisasi. Proses
memengaruhi sering menyangkut rekan sekerja, memengaruhi dan pada waktu
yang lain menyangkut pengaruh hierarkis ke atas atau ke bawah.

Shared leadership ada pula yang menamakan leaderful organization.Dari


pandangan ini leadership adalah prural, jamak. Dia tidak bekerja di luar satu
posisi atau peran yang ditetapkan secara formal.Sebaliknya, sebuah tim atau
unit kerja dapat mempunyai beberapa pemimpin pada waktu yang sama. Satu
anggota tim mungkin menjadi juara dalam memperkenalkan teknologi baru,
sementara seorang rekan kerja menjaga unit kerja memfokus pada indikator
kinerja utama.

Shared leadership paling diperlukan ketika orang bekerja sebagai tim, ketika
orang terlibat dalam proyek yang kompleks, dan ketika orang melakukan
pekerjaan berbasis pengetahuan, pekerjaan yang memerlukan kontribusi
sukarela oleh profesional cerdas dan terampil. Shared leadership juga
bermanfaat ketika orang bekerja pada tugas atau proyek yang memerlukan
saling ketergantungan dan kreativitas. Namun, patut diingat bahwa orang
bervariasi dalam preferensinya dalam shared leadership, antara lain karena
perbedaan dalam budaya.

Lawler dan Worley (2006:218) mengemukakan adanya tiga keuntungan


shared leadership,yaitu:

a.Shared leadership dapat secara efektif menggantikan hierarki.Melihat


kepemimpinan pada beberapa tingkat memungkinkan menyebarkan keputusan.

b.Shared leadership membangun kader leadership talent. Organisasi perlu


merekrut individu yang dapat mengisi posisi kepemimpinan atau
mengembangkan surplus kepemimpinan. Apabila menghadapi banyak
perubahan, mungkin memerlukan keduanya.

c. Shared leadership mendukung manajemen perubahan lebih efektif. Adanya


banyak pemimpin di semua tingkatan yang memahami lingkungan eksternal dan
mempunyai kapabilitas internal, sering melihat kecenderungan perlunya
perubahan sebelum manajemen senior.

2. Servant Leadership

Servant Leadership memfokus pada peningkatan pelayanan pada orang lain


daripada dirinya sendiri. Karena fokus servant-leadership adalah melayani
orang lain di atas kepentingannya sendiri, servant leader tidak mungkin terikat
dalam perilaku melayani diri sendiri yang menyakitkan orang lain.Menanamkan
servant-leadership ke dalam budaya organisasi memerlukan tindakan di
samping kata-kata. Servant-leadership bukanlah pendekatan kepemimpinan
yang dapat dilakukan dengan cepat,tetapi merupakan pendekatan jangka
panjang, transformasional padakehidupan dan pekerjaan.

Karakteristik servant-leader adalah (Kreitner dan Kinicki, 2010: 493):

a. Listening.Servant-leader memfokus pada mendengarkan untuk


mengidentifikasi dan mengklarifikasi kebutuhan dan harapan kelompok.

b. Emphaty. Servant-leader berusaha memberikaan empati dengan perasaan dan


emosi orang lain. Maksud baik individual diasumsikan bahkan ketika mereka
bekerja buruk.

C.Healing. Servant-leader berusaha membuat diri mereka dan orang lain bekerja
sepenuh hati di hadapan kegagalan atau penderitaan.

d.Awareness. Servant-leader sangat peduli diri atas kekuatan dan keterbatasan


mereka.

e.Persuation.Servant-leader lebih bergantung pada persuasi daripada posisi


kewenangan ketika membuat keputusan dan berusaha· memengaruhi orang lain.

f.Conceptualization.Servant-leader mengambil waktu dan usaha untuk


mengembangkan pemikiran konseptual yang lebih luas. Servant-leader mencari
keseimbangan yang tepat antara fokus jangka pendek, sehari-hari dan orientasi
konseptual jangka panjang.

g.Foresight.Servant-leader mempunyai kemampuan melihat hasil di masa depan


dalam kaitan dengan tindakan dan situasi sekarang.

h.Stewardship.Servant-leader mengasumsi bahwa mereka adalah pelayan dari


orang dan sumber daya yang mereka kelola.

i.Commitment to the growth of people. Servant-leader mempunyai komitmen


pada orang di luar peran kerja langsung mereka.Mereka mempunyai komitmen
memperkuat lingkungan yang mendorong pertumbuhan personal, profesional,
dan spiritual.
j.Building community. Servant-leader berusaha bekerja keras menciptakan
perasaan sebagai komunitas baik di dalam maupun di luar organisasi kerja.

G. Efektifitas Kepemimpinan

Seorang pemimpin dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuannya.

Agar mampu mencapai tujuan seorang pemimpin di harapkan mempunyai


kompetensi sesuai dengan kepentingan organisasinnya. Di smping itu, masih
banyak factor yang memengaruhi efektifitas kerja. Karena itu di perlukan
pemimpin yang cerdas dan terampil, serta memiliki kompetesi.

1. kompetesi kepemimpinan

Adalah keterampilan, pengetahuan, bakat, dan karakteristik personal lain yang


mengarahkan pada kinerja unggul (McShane dan Von Glinow, 2010: 362).
Kompetisi yang perlu dimiliki pemimpin yang efektif adalah:

a. personality. Perhatian pemimpin atas masalah lahirnya tingkat tinggi dan


kesadaran.
b. self-concep. Keyakinan diri dan evaluasi diri positif pemimpin tentang
keterampilan kepemimpinannya sendiri dan kemampuan untuk mencapai
sasaran.
c. drive. Memotifasi dari dalam diri pemimpin untuk mengejar tujuan.
d. integrity. Keadaan dan kecenderungan pemimpin untuk menejermahkan
kata kata ke dalam perbuatan.
e. leadership motivation. Kebutuhan mensosialisasikan kekuasaan
pemimpin untuk menyelesaikan tujuan tim atau organisasi.
f. knowledge of the business. Pemimpin tentang lingkungan perusahaan
yang memungkinkan pemimpin membuat keputusan intuitif.
g. cognitive and pragtical intelligence. Kemampuan kognitif pemimpin di
atas rata-rata untuk memproses informasi dan kemampuan menyelesaikan
masalah dunia nyata dengan menyesuaikan pada, memebentuk, atau
menseleksi lingkungan yang sesuai.
h. Emotional intelligence.Kemampuan pemimpin memonitor emosinya
sendiri atau orang lain, mendiskriminasi di antara mereka,danmenggunakan
informasi membimbing pemikiran dan tindakan mereka.

2. Faktor Memengaruhi Efektifitas Pemimpin

Mengapa beberapa pemimpin lebih efektif dari lainnya, menurut Colquitt,


LePine, dan Wesson (2011: 503) di pengaruhi oleh tiga unsur, yaitu: pemilihan
gaya pengambilan keputusan secara optimal, baruan perilaku sehari-hari secara
optimal, dan baruan perilaku transcational dan transformasional secara optimal.

Pilihan gaya pengambilan keputusan adalah directive stye, facilitative style,


dan authocratic style. Baruan perilaku sehari-hari adalah antara initiating
structure dan consideration. Sedangkan baruan perilaku adalah terdiri dari:
laissez-faire; transactional: passive management by exception, active
management by exception, contingent-reward,; dan transformational.

Pada gaya laissez-faire, Tindakan penting di tunda, tanggung jawab


diabaikan, dan kekuasaan serta pengaruh tidak dimanfaatkan. Pada gaya passive
management by exception, pemimpin menunggu sampai terjadi kesalahan, dan
kemudian melakukan Tindakan koreksi yang diperlukan.dengan active
management by exception, pemimpin mengatur monitor kesalahan secara aktif
dan melakukan Tindakan koreksi apabila diperlukan. Contingen reward
menunjukkan kepemimpinan transaksional yang lebih aktif dan efektif di mana
pemimpin mendapat persetujuan pengikut tentang apa yang harus di lakukan
dengan penggunaan janji atau aktual reward sebagai tukran kecukupan kinerja.
Pemimpin membuat jelas apa yang dapat diharapkan untuk diterima seseorang
apabila tujuan kinerja tercapai. Transformation leadership merupakan
pendekatan yang paling aktif dan efektif, dan secara universal di usahakan di
seluruh budaya.
3. Memperbaiki Efektivitas Kepemimpinan

Peter Drucker memberikan Sembilan pedoman untuk memperbaiki efektifitas


kepemimpinan (Kreitner dan Kinicik, 2010: 477):

a. pertimbangkan apa yang perlu di lakukan.


b. Pertimbangkan apa yang baik untuk di lakukan untuk kesejahteraan
seluruh perusahaan atau organisasi.
c. Kembangkan rencana tidak memerinci hasil yang di harapkan,
kemungkinan mengendalikan, revisi masa depan, dan implikasi tentang
bagaimana seseorang menggunakan waktunya.
d. Mengambil tanggung jawab atas keputusan.
e. Mengambil tanggung jawab untuk mengomunikasikan rencana tidak dan
memberi orang informasi yang mereka perlukan untuk menjalankan
pekerjaan.
f. Memfokus pada peluang daripada masalah. Jangan menaruh masalah di
bawah karpet, dan memperlakukan perubahan sebagai peluang daripada
sebagai tantangan.
g. Menjalankan pertemuan yang produktif. Tipe pertemuan yang berbeda
memerlukan bentuk persiapan berbeda dan hasil berbeda, persiapkan
sesuai dengan kebutuhan.
h. Berpikir dan katakana “kami” daripada “saya”. Pertimbangkan keperluan
dan peluang organisasi sebelum berpikir peluang dan kebutuhan sendiri.
i. Dengarkan dulu baru berbicara kemudian.

DAFTAR PUSTAKA

Albert,karl.Social intelligence.San Fransisco:Jossey-Bass,2006.


Baldoni,John.Motivation:Secrets Of Great Leaders,New York: McGraw-Hill,
2005.

Bell,Julie.perfomance Intelligence at work.New York: McGraw-Hill,2009.

Cartwright,Jeff.Culture Transformation.Harlow:Pearson Education Limited,


1999.

Colquitt,Jason A.Jeffery A. LePine, and Michael J. Wesson. Organizational


behavior. New York: McGraw-Hill,2011.

Folkman,Joseph R. The Power of Feedback. New Jersey: John Wiley& Sons,


Inc.,2006.

Gibson,James L., John Ivancevich,and James H.Donnelly,Jr.Organizations.


New York:McGraw-Hill,2000

Gibson.James L., John M Ivancevic, and James H Donnelly,Jr. and Robert


Konopaske. Organization. New York:McGraw-Hill,2012.

Goleman,Daniel.Social Intelligence.New York: Rondom House, inc., 2007.

Greenberg, Jerald and Robert A. Baron. Behavior in Organization. New Jersey:


Person Education, Inc., 2003.

Havard Business Essentials. Creating Teams with an Edge. Boston: Harvard


Bussines School Publisning, 2004.

Heller, Robert. Motifating People. London: Dorling Kindersley Book, 1998.

Kreitner, Robert and Angelo Kinicik. Organization Bahavior. New York:


McGraw-Hill,2010.

Lawler III, Edward E. and Chritoper G. Worley. Built to Change. San


Fransuscho: John Wiley & Sons,Inc., 2006.

McShane, Steven L. and Mary Ann Von Glinow. Organization Behavior. New
York: McGraw-Hill,2010.

Menkes, Justin. Excutive Intelligence. New York: HarperCollins Publusher,


2005.
Newstrom, John W. Organization Behavior, Human Behavior at Work. New
York: McGraw-Hill Companies, 2011.

Robbins, Stephen P. Organizational Behavior. New Jersey: Person Education,


Inc.,2003.

Robbins, Stephen P. and Timothy A Judge. Organization Behavior. New


Jersey: Person Education,Inc.,2011.

Saiyadain, Mirza S. Organization Behavior. New Delhi: Tata McGraw-Hill


Publishing Company Limited, 2003.

Schermerhorn, Jr., John R., james G. Hunt, Ricard N. Osborn, and Mary
Uhl-bien. Organization Behavior. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.,
2011.

Tyagi, Archana. Organization Behavior. New Delhi: Excel Books, 2000.


Sturt-Kotze,Robin. Perfomance. Harlow: Person Education Limited, 2006.
Vecchio, Robert P. Organization Behavior. Orlando: The Dryden Press, 1995.
Zwell, Michael. Creating a Culture of Competence. New York: John Wiley &
Sons, Inc., 2000.

BIODATA PENULIS
Penulis lahir di Surabaya, 3 maret 1940. Setelah tamat sekolah rakyat di
Bangil (jawa timur), melanjutkan sekolah menengah pertama dan sekolah
menegah atas bagian C dikota solo. Sementara itu, Pendidikan tinggi di peroleh
di fakiltas ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta dan mendapatkan
gelar Bacheol of Science (B.Sc.) tahun 1963 dan Doktorandus (Drs.) pada 1965.
Pendidikan di luar negri dengan gelar Master of Philosophy (M.Phil.) diperoleh
dari university of Bradfold, inggris pada 1992, sedangkan gelar Doktor (Dr.) di
peroleh di Universutas Negeri Jakarta pada 1999. Pada 2004 dikukuhkan
menjadi guru besar di bidang manajemen.

Penulis mempunyai pengalaman bekerja pada instansi pemerintah. Pada 1965


bekerja di lingkungan department pekerjaan umum, dan pada 1983 bersama
dengan restrukturisasi kabinet, dipindahkan ke lingkungan Departemen
Transmigrasi sampai tahun 2001. Beberapa jabatan penting pernan diduduki.

Serentak dengan tugas di pemerintahan, sejak 1967 telah menjadi dosen pada
Fakultas Ekonomi, dan sejak 1999 menjadi dosen paa program pascasarjana,
Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) sampai sekarang. Di samping
memberikan beberapa mata kuliah, sempat menduduki jabatan struktural di
Fakultas Ekonomi, Program pascasarjana dan universutas.

Prestasi seminar internasional antara lain telah di lakukan di jepang (1992)


tentang The Role of Transmigrasion in Argiciltural and Rural Develoment dan
(1997) tentang Shifthing Cultivation, serta di Amerika Serikat (1997) tentang
Renewable Energy. Pada saat itu penulis juga memberikan kuliah pada program
Pascasarjana sekolah Tinggi Ilmu Administrasi-LAN, Universitas Pancasila,
dan Universitas Negeri Jakarta.
PERILAKU
DALAM

ORGANISASI
Perilaku organisasi adalah merupakan suatu bidang studi yang bersifat
interdisiplin yang di dedikasikan untuk memahami, menjelaskan dan
memperbaiki perilaku dalam hubungan antara individu, kelompok, dan
organisasi. Perilaku organisasi bersumber pada bagian ilmu dasar lainnya
seperti psikologi, psikologi sosial, sosiologi, antropologi, politik, ekonomi, dan
manajemen seperti di kemukakan oleh Stephen P. robbins dan Timothy A.
Judge serta Jerald Greenberg dan Robert A. Baron.

Di sisi lain joseph R. Folkman menyatakan pula bahwa perilaku orang apabila
diselaraskan dengan tuntunan pekerjaan akan dapat meningkatkan kinerja
organisasi. Dengan demikian, agar dapat memberikan konstribusi lebih besar
bagi organisasi, penempatan personel perlu memerhatikan kesesuaian antara
perilakunya dengan tuntunan pekerjaannya.

Dengan mempelajari perilaku dalam organisasi akan mengembangkat


pemahaman terhadap berbagai aspek pengetahuan yang dapat di pergunakan
untuk meningkatkan kinerja individu, kelompok, dan organisasi.

Buku Perilaku dalam Organisasi ini merupakan kelengkapan dari buku yang
telah terbit sebelumnya: budaya organisasi manajemen kinerja, dan manajemen
perubahan, yang sangat di butuhkan oleh mahasiswa, dosen, dan juga praktisi.

Anda mungkin juga menyukai