Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

STRATEGI PEMBELAJARAN PENJASKES


“PENDEKATAN SCIENTIFIK”
DOSEN PENGAMPU : Rahmah, S.Pd., M.Pd

Di Susun Oleh Kelompok 3:

Ardiansyah A42121025
Seprina Pratiwi K A42121165
Andrianto A42121010
Zulfikar A42121060
Muhammad Tauhid A42121085
Finolisnawati kebamba A42119203
Riki Saputra A42121070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN


REKREASI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat
dan kasih-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Strategi Pembelajaran
Penjaskes yang berjudul “Pendekatan Scientifik”. Didalam makalah ini
menjelaskan tentang Pendekatan Scientifik
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membantu
teman-teman dalam memahami mata kuliah Strategi Pembelajaran Penjaskes dan
dapat menambah wawasan serta bermanfaat pada saat melakukan praktikum dan
didalam kehidupan sehari-hari.
Akhir kata, kritik dan saran dari teman-teman sangat kami harapkan demi
kemajuan dan kesempurnaan makalah ini.

Palu,13 September 2023

Kelompok 3
Daftar Isi

Contents
KATA PENGANTAR............................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................5
1.3 Tujuan......................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
2.1 Esensi Pendekatan Scientifik..................................................................6
2.2 Pembelajaran Kontektual Learning......................................................8
2.3 Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme..............................................9
2.4 Implikasi Filsafat Dalam Ranah Pembelajaran PJOK......................14
2.5 Alur Pikir Pendekatan Scientivik PJOK Referensi...........................18
BAB III PENUTUP..............................................................................................22
3.1 Kesimpulan............................................................................................22
3.2 Saran.......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendekatan saintifik merupakan pembelajaran yang berpusat kepada
peserta didik, bukan kepada guru. Guru hanya sebagai fasilitator. Pendekatan
saintifik berisikan proses pembelajaran yang didesain agar peserta didik
mengalami belajar secara aktif melalui suatu tahapan-tahapan. Pendekatan
saintifik diperkenalkan pertama kali dalam dunia pendidikan di Amerika sejak
abad ke-19, pendekatan ini memudahkan guru atau pengembang kurikulum
dalam memperbaiki proses pembelajaran. Pendekatan saintifik juga dikenal
sebagai pendekatan ilmiah. Pendekatan saintifik ini lebih efektif dibandingkan
dengan pembelajaran tradisional.
Pendekatan saintifik ini suatu cara untuk mendapatkan pengetahuan
dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah. Proses
pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilainilai non-ilmiah.
Pendekatan saintifik ini sudah mencakup didalamnya komponen: mengamati,
menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan menciptakan.
Komponenkomponen ini harus dimunculkan saat setiap pembelajaran, agar
siswa dapat berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dikelas maupun
diluar kelas. Pendekatan pembelajaran tematik di SD/MI pada kelas tinggi
sangat penting untuk menggunakan pendekatan saintifik, karena guru lebih
mudah melakukan penilaian dan siswa juga lebih mudah memahami
pembelajaran. Maka dari itu makalah ini kami buat agar kita mengetahui dan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang di maksud dengan esensi pendekatan scientifik ?
2. Apa yang di maksud dengan pembelejaran kontektual learing ?
3. Apa yang di maksud dengan pembelajaran berbasis konstruktivisme ?
4. Apa yang di maksud dengan implikasi filsafat dalam ranah pembelajaran
PJOK ?
5. Apa yang di maksud dengan alur pikir pendekatan scientifik PJOK
referensi ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas,maka dapat di Tarik Tujuan Penulisan
yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui esensi pendekatan scientific
2. Mengetahui pembelajaran kontektual learning
3. Mengetahui pembelajaran berbasis konstruktivisme
4. Mengetahui implikasi filsafat dalam ranah pembelajaran PJOK
5. Mengetahui alur piker pendekatan scientific PJOK referensi
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Esensi Pendekatan Scientifik
Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian esensi
adalah hakikat, inti, dan hal yang pokok. Secara bahasa, istilah ini bersumber
dari bahasa Latin, yaitu dari kata "essentia" yang artinya ada.
Pendekatan saintifik disebut juga sebagai pendekatan ilmiah. Proses
pembelajaran dapat dipadankan dengan dengan suatu proses ilmiah. Karena
itu kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam
pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan
dan pengembangan sikap, ketrampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam
pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan
lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) ketimbang
penalaran deduktif (deductive reasoning). Penalaran deduktif melihat
fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.
Sebaliknya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam
relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena
unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan
umum. Kemendikbud
Pendekatan saintifik adalah model pembelajaran yang dimulai dari
pengumpulan data melalui pengamatan, melakukan eksperimen, menanyakan,
mengolah informasi atau data, hingga mengomunikasikannya dalam proses
penerapan prinsip-prinsip keilmuan.
Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau
beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau
mengoreksi dan memadukan pengetahan sebelumnya. Untuk dapat disebut
ilmiah, metode pencarian (methode of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti
dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip
penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat
serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen,
mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan
menguji hipotesis.
Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya
dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan
bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10
persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25
persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari
guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman
kontekstual sebesar 50-70 persen.
Pada hakikatnya, sebuah proses pembelajaran yang dilakukan di kelas-
kelas bisa kita dipadankan sebagai sebuah proses ilmiah.
Oleh sebab itulah, dalam Kurikulum 2013 diamanatkan tentang apa
sebenarnya esensi dari pendekatan saintifik pada kegiatan pembelajaran. Ada
sebuah keyakinan bahwa pendekatan ilmiah merupakan sebentuk titian emas
perkembangan dan pengembangan sikap (ranah afektif), keterampilan (ranah
psikomotorik), dan pengetahuan (ranah kognitif) siswa.
2.2 Pembelajaran Kontektual Learning
Belajar merupakan akibat adanya intraksi antara stimulus dan
respons.Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan prilakunya.Menurut Slameto (2015:2) “Belajar ialah suatu proses
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam intraksi
dengan lingkungannya”. Adapun menurut Skinner dalam Dimyati dan
Mudjiono (2015:10) “Belajar adalah suatu prilaku.Pada saat orang belajar,
maka responnya menjadi lebih baik.Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka
responsnya menurun”.
Pembelajaran kontekstual menurut Nanik rubiyanto (2010) (Contextual
Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Model pembelajaran kontekstual tidak bersifat ekslusif akan
tetapi dapat digabung dengan model-model pembalajaran yang lain, misalnya:
penemuan, keterampilan proses, eksperimen, demonstrasi, diskusi, dan lain-
lain.
Pendekatan kontekstual dapat diimplementasikan dengan baik, dituntut
adanya kemampuan guru yang inovatif, kreatif, dinamis, efektif dan efisien
guna menciptakan pembelajaran yang kondusif. Guru tidak lagi menjadi satu-
satunya nara sumber dalam pembelajaran dan kegiatan telah beralih menjadi
siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran serta peran guru hanya sebagai
motivator dan fasilitator, maka semangat siswa dapat meningkat dengan
menggunakan metode, materi, dan media yang bervariasi.
Penerapan kegiatan mengkonstruk atau membangun sendiri
pengetahuan pada siswa, membuat siswa terlatih untuk bernalar dan berpikir
secara kritis melalui kegiatan inquiry atau menemukan sendiri masalah,
kebebasan bertanya (questioning), penerapan masyarakat belajar (learning
community) yaitu melatih siswa untuk bekerjasama, sharing idea, saling
berbagi pengalaman, pengetahuan, saling berkomunikasi sehingga terjadi
interaksi yang positif antar siswa dan pada akhirnya siswa terlibat secara aktif
belajar bersama-sama.

2.3 Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme


A.) Definisi Konstruktivisme
1) Menurut Sanjaya Kontruktivistik adalah proses membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman
2) Menurut Glaserfeld , seperti dikutip Yunus mengemukakan bahwa
konstruktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan itu adalah konstruksi (bentukan) diri sendiri.
3) Anita Woolfolk (2005) Definisi lebih khusus diutarkan Woolfolk. Ia
mendefinisikan pendekatan konstruktivistik sebagai pembelajaran yang
menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pemahaman dan
memberi makna terhadap informasi dan peristiwa yang dialami.
Berdasarkan beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran konstruktivis adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana
siswa membangun pengetahuan atau konsep secara aktif, berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya.
Pendekatan konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang
menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam pemikiran pelajar.
Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh pelajar itu sendiri dan tidak
diterima secara pasif dari orang disekitarnya. Hal ini bermakna bahwa
pembelajaran merupakan hasil dari usaha pelajar itu sendiri dan bukan hanya
ditransfer dari pengajar kepada pelajar.
B.) Konsep Penerapan Pembelajaran Konstruktivisme
Merrill mengemukakan asumsi-asumsi konstruktivisme adalah sebagai
berikut:
1) Pertumbuhan konseptual datang dari negosiasi makna, pembagian
perspektif ganda, dan perubahan bagi representasi internal kita
melalui pembelajaran kolaboratif.
2) Pembelajaran harus disituasikan dalam seting yang realistis.
3) Pengujian harus diintegrasikan dengan tugas dan bukan sebuah
aktivitas yang terpisah.
4) Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman.
5) Pembelajaran adalah sebuah interpretasi personal terhadap dunia.
6) Pembelajaran adalah sebuah proses aktif yang di dalamnya makna
dikembangkan atas dasar pengalaman.
C.) Karakter Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme
Setiap pendekatan pembelajaran tentunya memiliki karakteristik dan
prinsip tersendiri, begitu pula pendekatan konstruktivisme yang memiliki
karakteristik dan prinsip pembelajaran tersendiri. Nuhadi (Yunus, 2009:
75) menyatakan delapan prinsip pembelajaran kontruktivis yakni sebagai
berikut.
1) Melakukan hubungan yang bermakna.
2) Melakukan kegiatan yang signifikan
3) Belajar yang diatur sendiri.
4) Bekerja sama.
5) Berpikir kritis dan kreatif.
6) Mengasuh dan memelihara pribadi siswa.
7) Mencapai standar yang tinggi.
8) Menggunakan penilaian otentik
Pembelajaran yang berorientasi konstruktivis menekankan pemahaman
sendiri secara aktif, kreatif dan produktif melalui proses pembelajaran
yang bermakna. Guru tidak mampu memberikan semua pengetahuan
kepada siswa. Oleh karena itu siswa dapat belajar dari teman melalui kerja
kelompok ataupun diskusi. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan
nyata atau masalah yang disimuliasikan sedemikian rupa. Dengan
demikian pengetahuan akan keterampilan akan didapat, perilaku akan
terbentuk atas kesadaran sendiri.
D.) Ciri Pembelajaran Konstruktivisime
Sedangkan menurut Hari Suderadjat (Sutadi, 2007: 133),
pembelajaran kontruktivis memiliki beberapa karakteristik, antara lain :
1) Proses top-down artinya siswa mulai belajar dengan masalah-masalah
yang lebih kompleks untuk dipecahkan atau dicari solusinya dengan
bantuan guru melalui penggunaan keterampilan dasar yang digunakan.
2) Pembelajaran kooperatif , model konstruktivis juga menggunakan
pembelajaran kooperatif, karena siswa lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan
dengan temannnya.
3) Pembelajaran generatif atau generative learning juga digunakan dalam
pendekatan konstruktivis. Strategi ini mengajarkan siswa dengan
metode spesifik untuk melakukan kerja mental menangani informasi
baru.
4) Pembelajaran dengan penemuan, dalam pembelajaran penemuan siswa
didorong untuk belajar secara aktif, melakukan proses penguasaan
konsep, ynag memungkinkan mereka menemukan konsep baru.
5) Pembelajaran dengan pengaturan diri, pendekatan konstruktivis
mempunyai visi bahwa siswa adalah sosok yang ideal, yaitu seseorang
yang mampu mengatur dirinya sendiri atau self regulated learner.
6) Scaffolding didasarkan atas konsep Vygotsky tentang pembelajaran
dengan bantuan guru.
Dalam memperoleh pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya
pengalaman baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Pengalaman
baru tersebut kemudian dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah
dimiliki siswa sebelumnya. Jika pengalaman baru tersebut tidak sesuai
dengan konsepsi awal siswa, maka terjadi ketidakseimbangan dalam
struktuf kognitifnya.
E.) Guru Dalam Pembelajaran Konstruktivisme
Peran pendidik dan siswa dalam pembelajaran konstruktivis, dalam
kegiatan belajar mengajar pendidik berperan sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu yang membantu agar proses belajar siswa
berjalan dengan baik. Menurut Paul Suparno (Sutadi, 2007:128) bagi
siswa, pendidik pendidik berfungsi sebagai mediator, pemandu, dan
sekaligus teman belajar.
Dalam hal ini, pendidik dan siswa lebih sebagai mitra yang bersama-
sama membangun pengetahuannya. Adapun siswa, dituntut aktif belajar
dalam rangka mengkonstruksi pengetahuannya, karena itu siswa sendirilah
yang harus bertanggung jawab atas hasil belajarnya.
Beberapa tugas pendidik dalam menjalankan fungsinya sebagai
mediator dan fasilitator belajar, sebagai berikut :
1) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa
bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses dan penelitian.
2) Menyediakan atau memberi kegiatan-kegitan yang merangsang
keingintahuan dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-
gagasannya dan mengkomunikasikan ide-ide ilmiah mereka
3) Menyediakan sarana yang merangsang siswa untuk berpikir secara
produktif.
4) Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung
proses belajar siswa.
5) Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa
jalan atau tidak. Pendidik menunjukkan atau mempertanyakan apakah
pengetahuan siswa itu berlaku untuk untuk menghadapi persoalan baru
yang berkaitan. Pendidik membantu mengevaluasi hipotesis dan
kesimpulan yang dibuat oleh siswa.
Tugas pendidik yang terpenting, menghargai dan menerima pemikiran
siswa. Oleh karena itu, pendidik harus menguasai bahan atau materi secara
luas dan mendalam, sehingga dapat lebih fleksibel menerima gagasan
siswa yang berbeda dan bervariasi.
2.4 Implikasi Filsafat Dalam Ranah Pembelajaran PJOK
A.) Filsafat Olahraga
Filsafat olahraga berkaitan dengan analisis konseptual dan
interogasi ide-ide kunci dan isu-isu olahraga dan praktik terkait. Pada
tingkat yang paling umum, ini berkaitan dengan mengartikulasikan sifat
dan tujuan olahraga. Filsafat olahraga ini merupakan suatu konsep yang
berkaitan tentang olahraga untuk manusia.
B.) Pengertian Filsafat Olahraga
Filsafat olahraga adalah bidang studi filsafat yang berupaya
menganalisis secara konseptual masalah-masalah olahraga sebagai
aktivitas manusia. Masalah-masalah ini mencakup banyak bidang, tetapi
terutama dibedakan menjadi lima kategori filosofis: metafisika, etika dan
filsafat moral, filsafat hukum, filsafat politik, dan estetika.
C.) Pengertian FIlsafat Olahraga Menurut Para Ahli
Adapun definisi filsafat olahraga menurut para ahli, antara lain:
Edward Wiecrozek
Filsafat olahraga ialah ilmu filsafat yang senantiasa menyelidiki
hakikat olahraga aktif yang berkaitan dengan seluk beluk gerak yang
dilakukakn dalam olahraga, dan hakikat olahraga pasif atau penghayatan
terhadap pergelaran olahraga
D.) Ruang Lingkup Filsafat Olahraga
Adapun untuk ruang lingkup yang menjadi objek studi filsafat
olahraga. Antara lain:
1) Sportivitas
Sportivitas adalah kebajikan olahraga yang mendasar. Ini juga
dianggap penting untuk kehidupan sipil dan budaya di luar olahraga.
Namun demikian, konsep tersebut mendapat sedikit perhatian filosofis.
Literatur tentang sportivitas berpusat pada pandangan bahwa kebajikan
ini membutuhkan lebih dari sekadar kepatuhan pada aturan formal.
Namun, ada dua perselisihan utama dalam literatur: apakah
sportivitas adalah kebajikan di semua tingkatan olahraga atau hanya di
tingkat rekreasi dan apakah sportivitas adalah konsep yang bersatu atau
sekelompok kebajikan yang berbeda.
Titik tolak tradisional dalam debat sportivitas adalah ‘Is
Sportsmanship a Moral Category?‘ (1965) karya James W. Keating.
Pada tulisan tersebut, ada perbedaan moral antara ‘olahraga’ (olahraga
rekreasi) dan ‘atletik’ (olahraga kompetitif). Standar etika yang sesuai
untuk olahraga di tingkat rekreasi tidak sama dengan yang sesuai di
tingkat kompetitif.
2) Kecurangan
Berbeda dengan sportivitas, kecurangan mewakili,
setidaknya prima facie, bentuk utama dari kegagalan moral dalam
olahraga. Menyontek terbukti menjadi konsep yang sangat sulit untuk
didefinisikan. Pada permainan olahraga untuk yang menag dan kalah
pasti ada akan tetapi suatu hal keburukan jika terdapat yang melakukan
kecurangan.
Pemahaman akal sehat tentang kecurangan sebagai ‘pelanggaran
yang disengaja dari aturan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif’
penuh dengan kesulitan (Green, 2006; Russell, 2017).
3) Peningkatan Kinerja
Para atlet telah berusaha untuk meningkatkan kinerja mereka
dengan menerapkan berbagai peningkat kinerja yang berbeda, mulai
dari zat farmasi (misalnya steroid anabolik) hingga peralatan (misalnya
pakaian renang poliuretan 100% seluruh tubuh), dengan manipulasi
genetik tampaknya sudah dekat.
Manakah, jika ada, metode peningkatan kinerja yang harus
diizinkan dalam olahraga? Adakah alasan yang baik untuk membatasi
penggunaannya, atau haruskah atlet bebas menggunakan metode apa
pun yang mereka pilih? Perdebatan ini menyentuh inti pertanyaan
mengenai tujuan kompetisi olahraga dan apa yang dianggap sebagai
kinerja atletik yang sangat baik (Møller, Hoberman, dan Waddington,
2015).
Bentuk peningkatan yang paling banyak dibahas adalah
penggunaan obat peningkat kinerja (yaitu ‘doping’). Ada tiga sisi
dalam perdebatan doping: ‘pro-doping’, ‘anti-doping’, dan ‘anti-anti-
doping’ (McNamee 2008; Murray 2016: 128–133).
4) Olahraga yang Mengerikan dan Berbahaya
Risiko cedera fisik yang signifikan merupakan bagian intrinsik
dari partisipasi dalam banyak olahraga. Kategori ‘olahraga berbahaya’
mencakup olahraga tanpa kekerasan seperti panjat tebing bebas dan ski
lereng, olahraga tabrakan seperti American football dan rugby, dan
olahraga tempur seperti tinju dan seni bela diri campuran.
Apa nilai olahraga berbahaya, dan bagaimana, jika memang ada,
negara harus mengatur kegiatan semacam itu melalui kebijakan
publik? Russell berpendapat bahwa olahraga berbahaya mewujudkan
bentuk nilai yang khas (2005).
5) Jenis Kelamin, Gender, dan Ras
Persaingan olahraga secara tradisional dipisahkan berdasarkan
jenis kelamin di sepanjang perbedaan biner ‘pria / wanita’, dan
tantangan terhadap pemahaman yang berlaku tentang seks dan gender
telah terdengar dalam komunitas olahraga sejak 1960-an.
Dua pertanyaan utama yang berkaitan dengan seks dan gender
muncul dalam olahraga: apakah pemisahan jenis kelamin dalam
kompetisi olahraga dapat dibenarkan secara moral? Jika ya, dalam
kategori apa atlet trans dan interseks harus berkompetisi?
Untuk mengawasi pemisahan jenis kelamin dalam kompetisi,
otoritas olahraga telah mengadopsi berbagai pendekatan untuk
verifikasi jenis kelamin pada waktu yang berbeda sejak tahun 1930-an.
Ini termasuk tes visual, tes kromosom, dan tes testosteron.

E.) Tujuan Filsafat Olahraga


Penerapan filsafat dalam pendidikan jasmani dan olahraga merupakan
hal yang vital, sebab melalui nilai filosofis yang dipercaya kebenarannya,
dapat disoroti beragam fakta untuk menciptakan dasar-dasar yang akan
digunakan sebagai pedoman atau acuan untuk mengembangkan dan
menjalankan program pendidikan jasmani dan olahraga.

F.) Manfaat Filsafat Olahraga


Olahraga mempunyai hasil berdasarkan tindakan. Dalam hal ini,
filsafat digunakan untuk menyoroti faktor kunci penting dari suatu hasil
tersebut. Filsafat berupaya mencegah kesalahan tertentu agar sejarah tidak
terulang kembali. Kegiatan olahraga yang sering dilakukan oleh manusia
dapat menjadi sebuah daya tenaga untuk menigkatakn kebugaran jasmani.
Dalam olahraga, tentunya tak luput dari kesalahan. Membuat
kesalahan yang sama dapat merugikan dengan cara yang sama. Untuk
mencegahh hal tersebut terjadi, maka filsafat digunakan.
2.5 Alur Pikir Pendekatan Scientivik PJOK Referensi
A.) Pengertian Pendekatan Scientific dalam pembelajaran PJOK
1) Esensi Pendekatan Saintifik/ Pendekatan Ilmiah
Pembelajaran adalah proses interaksi antarpeserta didik, antara
peserta didik dengan tenaga pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi
kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap
(spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan
dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta
berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.
Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan
saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan. Pendekatan
saintifik dapat menggunakan beberapa strategi seperti pembelajaran
kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu bentuk
pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan
budaya misalnya discovery learning, project-based learning, problem-
based learning, inquiry learning. Kurikulum 2013 menggunakan
modus pembelajaran langsung (direct instructional) adalah
pembelajaran yang mengembangkan pengetahuan, kemampuan
berpikir dan keterampilan menggunakan pengetahuan peserta didik
melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang
dalam silabus dan RPP.
Dalam pembelajaran langsung peserta didik melakukan kegiatan
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba,
menalar/mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Pembelajaran
langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung, yang
disebut dengan dampak pembelajaran (instructional effect).
B.) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
Pendidikan jasmani sebagai komponen pendidikan secara keseluruhan
telahdisadari oleh banyak kalangan. Namun, dalam pelaksanaannya
pengajaran pendidikanjasmani berjalan belum efektif seperti yang
diharapkan.Pembelajaran pendidikanjasmani cenderung tradisional. Model
pembelajaran pendidikan jasmani tidak harus terpusat pada guru siswa.
Orientasi pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan anak,
isidan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga
menarik danmenyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya
mengembangkanketerampilan olahraga, tetapi pada perkembangan pribadi
anak seutuhnya.
Konsep dasar pendidikan jasmani dan model pengajaran pendidikan
jasmani yang efektif perludipahami oleh mereka yang hendak mengajar
pendidikan jasmani. Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan
dengan konsep lain. Konsep. Itu menyamakan pendidikan jasmani dengan
setiap usaha atau kegiatan yang mengarah padapengembangan organ-
organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical
fitness), kegiatan fisik (physical activities), dan pengembangan
keterampilan (skill development). Pengertian itu memberikan pandangan
yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya.
Walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu,
namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu
tidak mengandung unsur-unsur pedagogic
C.) Pendekatan Scientivik Pada PJOK
Pendekatan saintifik pada pelajaran penjasorkes tidak hanya soal
fisik, tetapi ia meliputi aspek motoric, kognitif dan afektif.Penjaskesor
dapat menyehatkan raga, jiwa dan pikiran.
Kurikulum 2013 telah menekankan pendekatan saintifik melalui
beberapa komponen, yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba dan
mengkomunikasikan. Setiap kegiatan pembelajaran dengan melalui proses
itu (5M) akan dapat membentuk karakter dan jati diri peserta didik seperti
yang diharapkan.
Selanjutnya salah satu kompetensi dasar yang disebutkan adalah
“Mempraktikkan kombinasi pola gerak dasar lokomotor dan manipulatif
yang dilandasi konsep gerak dalam berbagai bentuk permainan sederhana
dan atau perminan tradisional”.Dalam hal ini dapat dipersempit pada
permainan tradisional atau permainan sederhana. Sebut saja permainan
bola kasti, maka komponen pendekatan saintifik harus dipenuhi selama
proses pembelajaran.
1) Mengamati (observing). Dalam setiap pembelajaran, maka setiap
peserta didik diberi kesempatan memperhatikan baik contoh dari guru
maupun memperhatikan permainan selama dijalankan. Guru dalam hal
ini harus memberi contoh, selanjutnya menekankan kepada peserta
didik untuk terus memperhatikan. Jika ini terus dilakukan dalam setiap
proses pembelajaran, maka peserta didik akan tumbuh karakter teliti,
fokus dan sungguh-sungguh.
2) Menanya (questioning). Guru harus membuka diri pada setiap
pertanyaan peserta didik mengenai apa itu bola kasti, bagaimana
peraturannya, bagaimana memperoleh poin dan sebagainya. Di sisi
lain, guru harus mampu mendorong peserta didik untuk berani
bertanya tentang permainan tersebut. Kebiasaan bertanya ini akan
menumbuhkan karakter siswa yang berani, rasa ingin tahu, menambah
ilmu dan maju.
3) Menalaran (Asociating). Dalam hal ini guru mendorong peserta didik
untuk merangkai peristiwa. Misalnya, mengapa tim A bisa kalah. Guru
menunjukkan beberapa hal yang dapat dirangkai sebagai penyebab
kekalahan, sebaliknya juga kemenangan tim. Melalui ini peserta didik
dapat belajar dan membentuk karakter dalam memahami berbagai
peristiwa, jujur, teliti dan menghormati aturan.

4) Mencoba (Experimenting). Setiap peserta didik diberi kesempatan


mencoba mengikuti permainan kasti. Jika waktu memungkinkan juga
mencoba setiap posisi dalam permainan. Hal ini akan memberikan
pengalaman akan tugas dan tanggung jawab setiap posisi yang
dijalankan. Peserta didik diajari tentang meraih kemenangan dengan
tetap memegang aturan permainan.

5) Mengkomunikasikan (Networking). Peserta didik diberi kesempatan


pada akhir sesi permainan atau mata pelajaran menyampaikan
pendapatnya dan pengalamannya tentang permainan kasti yang
dilakukan. Peserta didik diarahkan untuk merangkai semuanya ke
dalam sebuah pemahaman dan pengalaman factual atas proses
pembelajaran. Melalui ini peserta didik diajari untuk terbuka, jujur dan
mampu mengambil nilai positif dari setiap permainan.
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perubahan yang terjadi pada Kurikulum 2013 dari kurikulum
sebelumnya. Bertujuan dalam rangka menerapkan pendidikan yang
bernutu untuk diterapkan pada sekolah/ madrasah. Agar mencetak peserta
didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.

3.2 Saran
Bagi pengajar yang terpenting adalah mengubah mindset dan
memahami serta mampu menerapkan pendekatan dan model pembelajaran
yang diterpkan pada Kurikulum 2013 ini dengan baik, sesuai dengan
standar proses yang telah dipersyaratkan sesuai dengan peraturan yang
diberlakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
DAFTAR PUSTAKA

Kurikulum 2013 : langkah-langkah umum pembelajaran dengan pebdekatan


saintifik (2)
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual. Ghalia Indonesia :
Jakarta
Freeman H. William . 2001, Physical Education and Sport INA Changing Society.
United States of America, Sixth Edition, Campbell University.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter. Bandung: Alfabeta.
Harsono, 1968, KonsepPenjas, ModulPerkuliahan, Depdiknas, Jakarta.
Kementrian Pendidikan Nasional, 2006, UU No.22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi SatuanPendidikanDasardanMenengah, Jakarta.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. Kurikum 2013. Jakarta.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013a, Konsep Pendekatan Saintifik,
Bahan Diklat Guru dalam Rangka Implementasi Kuriukulum 2013.
Kemendikbud, 2013b, Konsep Pendekatan Saintifik (ppt).Disajikan dalam
Pelatihan Kurikulum 2013, IKIP PGRI Semarang, 30 Juli 2013.
Knezevich, K. Stephan, 1984, Administration of Public Education, New York,
Harper & Row Publisher, Inc. Lumpkin, A. 2008.
Muh Anwar, 2014, Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Pendidikan
Jasmani Olahraga Dan Kesehatan, E-Buletin LPMP SulselJuli 2014.
Rusli Lutan, 2001, Mengajar Pendidikan Jasmani, Pendekatan Pendidikan Gerak
di Sekolah Dasar, Depdiknas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai