Anda di halaman 1dari 90

SERTIFIKAT

No :
Diberikan Kepada:

Ns. Nurul Arafah, S.Kep


Atas Partisipasinya Sebagai
Peserta
"INHOUSE TRAINING MANAJEMEN FASILITAS KESELAMATAN DAN BANTUAN HIDUP
DASAR"
Diselenggarakan di RSUD Aji Muhammad Parikesit
Tenggarong Seberang, 2-12 Agustus 2022

Ditandatangani Secara Elektronik Oleh: Ditandatangani Secara Elektronik Oleh: Ketua


Plt. Direktur Ketua Komite K3 dan Filit
RSUD Aji Muhammad Parikesit Pokja Manajemen Fasilitas dan
Keselamatan

Dr. M. dr. Martina Yulianti, Sp. PD.FINASIM., Mars Hj. Heldiana, S.Kep dr. Ghandy Irawan
No. Materi

Dasar-Dasar Manajemen Fasilitas


1
Keselamatan

2 Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Pemeliharaan Tingkat Dasar


3
Peralatan Medis

Penanggulangan Kebakaran dan


4
Kedaruratan

5 Bantuan Hidup Dasar


EFEKTIVITAS PASSIVE LEG RAISED (PLR) UNTUK
MENGETAHUI RESPONSIVITAS STATUS CAIRAN PADA
PASIEN YANG MENGALAMI HIPOTENSI DI UGD RSUD
A.M PARIKESIT TENGGARONG

OLEH:

Ns. NURUL ARAFAH, S. Kep

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH A.M PARIKESIT


TENGGARONG

2023
HALAMAN PENGESAHAN

EFEKTIVITAS PASSIVE LEG RAISED (PLR) UNTUK MENGETAHUI


RESPONSIVITAS STATUS CAIRAN PADA PASIEN YANG MENGALAMI
HIPOTENSI DI UGD RSUD A.M PARIKESIT TENGGARONG
Oleh :

NS. NURUL ARAFAH, S. Kep

Disetujui oleh:

Ira Yuswanti Amd.Kep

Mengetahui,

Kepala Bidang Keperawatan

Ns.Nurlely Tri Wahyuni,S,Kep

NIP 198101252008012012

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena kasih dan penyertaan-Nya,


penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ini tepat pada waktunya.
Karya Tulis berjudul “ EFEKTIVITAS PASSIVE LEG RISED (PLR) UNTUK
MENGETAHUI RESPONSIVITAS STATUS CAIRAN PADA PASIEN YANG
MENGALAMI HIPOTENSI DI UGD RSUD AM PARIKESIT TENGGARONG”.

Dalam menjalani proses menyusun Karya Tulis Ilmiah ini, tidak sedikit
halangan dan rintangan yang penulis hadapi. Menyadari bahwa dalam penulisan
Karya Tulis Ilmiah ini ada begitu banyak tangan yang membantu untuk
mengoreksi, memberikan bahan dan informasi yang di butuhkan, serta banyak
pikiran dan kata-kata penyemangat yang diterima oleh penulis. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada :

1. Direktur RSUD AM. Parikesit Tenggarong yang telah memberikan


kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktik keperawatan.
2. Ns.Nurlely tri wahyuni,S,Kep selaku kepala Bidang Keperawatan RSUD AM.
Parikesit Tenggarong
3. Krisnawati AZ, S.Kep.NS selaku Kepala UGD RSUD AM. Parikesit
Tenggarong
4. Ira yuswanti Amd.Kep selaku mentor dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam keterbatasan pengetahuan, kemampuan


dan waktu yang dimiliki, masih banyak kekurangan dalam penulisan penelitian
ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan.

Tenggarong, 8 april 2023

Ns. NURUL ARAFAH, S. Kep

II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN I
KATA PENGANTAR II
DAFTAR ISI III
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG 1
TUJUAN 5
BAB II LANDASAN TEORI
KONSEP HIPOTENSI 6
KONSEP PLR 14
ASUHAN KEPERAWATAN .20
BAB III LAPORAN KASUS
A. PENGKAJIAN 26
B. ANALISA DATA 30
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN 31
D. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN 32
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI 37
F. IMPLEMENTASI INTERVENSI PLR…………………………...............….40
BAB IV PEMBAHASAN
ANALISIS MASALAH PADA PASIEN KELOLAAN 42
ANALISA NTERVENSI KONSEP PENELITIAN TERKAIT 42
ALTERNATIF PEMECAHAN YANG DAPAT DILAKUKAN……..........…….43
BAB V
KESIMPULAN………………………………………………………............................
… …44
SARAN…………………………………………………………………..........................
.....…. 44
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………........................
….45

III
LAMPIRAN……………………………………………………………...........................
.…….47

IV
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hipotensi merupakan suatu keadaan yang mengancam jiwa, menurut
pengertian dalam kamus (Dorland, 2016) Hipotensi adalah suatu kondisi
dimana tekanan darah di bawah normal. Sedangkan penyebab Hipotensi ini
cukup banyak, sehingga bisa diderita oleh siapapun dan kapanpun. Penyebab
Hipotensi sebenarnya tidak selalu jelas. Akan tetapi umumnya kondisi
Hipotensi ini bisa berhubungan dengan masalah gangguan hormone. Misalnya
seperti thypothyroidisme atau kondisi dimana tiroid kurang aktif atau karena
keadaan Diabetes atau Hipoglikemia, juga bisa disebabkan karena adanya
perdarahan berulang atau terus menerus dan masih banyak penyebab
lainnya.

Pasien dengan Hipotensi jika dibiarkan akan dapat menyebabkan


peningkatan Heart Rate pada jantung. Hal ini yang dapat memacu timbulnya
Aritmia (denyut nadi yang tidak beraturan) yang pada akhirnya akan dapat
menyebabkan gangguan pada ritme jantung dan menyebabkan bradycardia
(denyut jantung lebih lambat dari normal/ >60x/i) atau denyut jantung yang
tidak beraturan sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah atau
Hipotensi sebagai bentuk adaptasi atau perlindungan tubuh untuk menjaga
sirkulasi darah dalam tubuh tetap berjalan. Jika jantung terus melambat maka
tubuh akan kekurangan suplai oksigen jika oksigen tidak dapat mencapai
jaringan dan organ maka tubuh akan mengalami kematian jaringan baik
Reversible maupun Irreversible.

Sebelum diberikan resusitasi cairan perlu dilakukan penilaian


responsisivitas. Hal ini didasarkan pada temuan yang menyatakan bahwa
hanya sekitar 50% klien dengan ketidakseimbangan hemodinamik yang
responsif terhadap penambahan cairan, (Sri,2017). Pemberian resusitasi
cairan yang tidak adekuat pada klien yang responsif menyebabkan
hipoperfusi jaringan meluas, hipoksia, dan kematian jaringan, sebaliknya
pemberian cairan secara berlebihan pada klien yang tidak responsif
menyebabkan edema paru eksaserbasi hingga gagal nafas, penggunaan
ventilasi mekanik pada jangka panjang, dan hipertensi intra abdomen (Dong,
2012).

Responsivitas cairan diartikan sebagai kemampuan jantung untuk


meningkatkan volume sekuncup (stroke volume/SV) dan juga curah jantung
(cardiac output/CO) sebesar ≥10–15% sebagai respons terhadap pemberian
sejumlah cairan (Shujaat, 2012). Putra (2019) menyebutkan bahwa terdapat
beberapa cara untuk menilai responsivitas cairan, diantaranya Passive Legs
Raising dan fluid challenge test.

Kelebihan dari Passive Legs Raising dibandingkan dengan fluid


challenge tes adalah tes ini bisa digunakan pada kondisi dimana pengukuran
stroke volume variation (SVV) tidak dapat digunakan misalnya pada klien
dengan nafas spontan, arritmia, tidal volume yang rendah, dan compliance
paru yang rendah (Monnet, et al, 2014). Disamping itu, Passive Legs Raising
tidak memberikan efek negatif kepada klien (Vincent, 2016).

Passive Legs Raising adalah suatu teknik yang dapat meningkatkan


aliran darah balik ke jantung dengan cara meninggikan ekstremitas bawah
setinggi 45 derajat (Pickett, 2017). Passive Legs Raising telah menjadi
standar praktis dalam pemberian terapi cairan (Miller, 2016). Saat dilakukan
Passive Legs Raising akan terjadi pengisian volume darah sebanyak ±450 mL
ke jantung yang berasal dari sirkulasi darah tungkai dan splanchnic (Dong,
2012).

Di beberapa negara Passive Legs Raising merupakan gold standard


untuk menilai responsivitas cairan di ruangan gawat darurat, ruang operasi,
atau ruang intensif (Xi, 2016). Menurut guidelines management sepsis (2017)
penilaian responsivitas cairan menggunakan Passive Legs Raising lebih di
rekomendasikan karena Passive Legs Raising bisa dilakukan oleh perawat
dimana tidak ada tindakan invasif yang diberikan. Perawat hanya perlu

2
mengobservasi nilai SVV dan PPV klien melalui monitor hemodinamik yang
terpasang pada klien setelah dilakukan Passive Legs Raising (Levy, 2014).

Selama dilakukan Passive Legs Raising sejumlah darah yang berada di


reservoir vena tungkai berpindah ke bagian atas, meningkatkan preload
jantung melalui peningkatan tekanan rata-rata sirkulasi sehingga
meningkatkan tekanan aliran balik vena kiri (Rutlen DL (1981), dalam
Komariah (2015). Perubahan pada saat pengisian jantung (preload)
menyebabkan perubahan pada cardiac Index (CI), stroke volume (SV) dan
pulse pressure (PP) yang menjadi parameter dinamis dalam pengukuran
responsivitas cairan (Monnet, 2016).

Dari penelitian terkait oleh Misniati (2015), dengan judul Efektivitas


Passive Leg Raising sebagai Parameter Responsive Cairan pada pasien
hipovolemia. Dimana peneliti mengambil studi pendahuluan untuk menilai
responsif cairan pada pasien hipovolemia yang disebabkan Diare atau GE dan
Vomitus diruangan yang dilakukan dengan metode observasi. Observasi ini
dilakukan pada bulan juli 2015 dengan menggunakan 6 sample pasien
dengan diare sedang dan berat. Hasil dari observasi tersebut, di dapat 4
pasien respon terhadap PLR dan 2 pasien lainnya tidak respon. Untuk ke-4
pasien yang respon menunjukkan adanya kenaikan tekanan darah setelah
PLR dan penurunan heartrate. Setelah diberikan cairan berdasarkan hasil
PLR tersebut, 10 menit kemudian terlihat adanya kenaikan tekanan darah dan
penurunan heart rate artinya pasien tersebut memang masih kurang
volumenya. Sedangkan 2 pasien yang tidak respon terhadap PLR terlihat
setelah PLR tekanan darah tetap rendah dan heart rate semakin meningkat,
ini menunjukkan bahwa pasien tersebut volume cairannya sudah cukup dan
hanya membutuhkan obat-obatan seperti inotropik dan norepineprin, yang
berfungsi untuk meningkatkan tekadan darah.

Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya, hampir 45


juta orang di dunia mengalami kematian karena Hipotensi yang diakibatkan

3
karena perdarahan akut. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat dua kali
lipat dalam 15 tahun kedepan sebanyak 36%, dan kematian tersebut terjadi di
Negara berkembang. di Indonesia Angka kejadian akibat Hipotensi pada
sebanyak 16,7%, lima provinsi dengan insiden tertinggi adalah Aceh (10,2%),
Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Kalimantan (8,1%), dan Banten (8,0%)
(RISKESDAS, 2013).

Berdasarkan sebuah study acak, yang merupakan bagian dari


Indonesian hypertention epidemiologic survey, prevalensi hipotensi pada
pasien berusia di atas 40 tahun adalah sebesar 12,65 % dari total populasi
(Kemenkes RI, 2019).

Tingginya tingkat penderita hipotensi maka perlu dilakukan pencegahan


dengan cepat dan tepat, penanganan dapat dilakukan secara farmakologis
dan non farmakologi. Perubahan fisiologis yang terjadi pada pasien dengan
Hipotensi antara lain pemenuhan kebutuhan dasar yaitu gangguan
pernafasan, gangguan irama jantung, gangguan hidrasi, gangguan aktifitas,
kemampuan berkomunikasi, gangguan eliminasi (Hudak & Gallo, 2018).
Karena tidak memiliki efek samping, PLR harus dianggap sebagai pengganti
usaha preload resusitasi cairan, sedangkan kelemahan utama dari preload ini
jika bersifat negatif maka cairan tetap diberikan secara irreversible pada
pasien. Preload cairan berulang juga dapat menyebabkan Defisit cairan.
Namun jika deteksi respon preload dengan uji PLR positif maka cairan tetap
diberikan secara reversible pada pasien. Memang keputusan untuk mengelola
cairan harus selalu dilakukan terpisah berdasarkan 1. Ketidakstabilan
hemodinamik atau tanda – tanda Hipotensi atau Syok Hipovolemik karena
Bledding / perdarahan aktif ( atau keduanya) 2.respon preload (tes PLR
positif), dan 3.resiko fluida terbatas sehingga menyebabkan Defisit beban
cairan (Marik PE dkk, The use of bioreactane and carotid Doppler to determine
volume responsiveness and blood flow redistribution following passive leg
raising bin hemodynamically unstable patients. Chest. 2013).

4
Masalah yang terjadi saat ini di UGD RSUD AM PARIKESIT
Tenggarong adalah pasien hipotensi yang datang tidak memiliki riwayat
hipotensi dalam kurun waktu yang cukup lama berkisar sehingga usaha tidak
terkontrol sehingga menyebabkan menurunnya usaha preload cairan,
sedangkan keterlambatan penanganan resusitasi mengakibatkan komplikasi
seperti gagal jantung, gagal ginjal, serta syok yang dapat mengganggu
kehidupan sehari-hari. Hal ini sebenarnya dapat dicegah dengan manajemen
hipotensi yang baik. Berdasarkan data di RSUD AM Parikesit
Tenggarong,pasien yang masuk dengan diagnosa hipotensi pada tahun 2022
sebanyak 7 pasien, dan untuk data di UGD RSUD AM Parikesit Tenggarong
pada tahun 2022 sebanyak 3 Pasien.

Berdasarkan dari data dan uraian diatas terkait dengan PLR (Passive Leg
Raised) yang dapat digunakan sebagai terapi nonfarmakologi terhadap penderita
hipotensi maka saya tertarik untuk melakukan tindakan PLR dalam melihat
efektivitas passive leg rised (PLR) untuk mengetahui responsivitas status cairan
pada pasien yang mengalami hipotensi di UGD AM PARIKESIT TENGGARONG.

B. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Penulisan Karya Ilmiah ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap


kasus kelolaan yaitu efektivitas passive leg rised (PLR) untuk mengetahui
responsivitas status cairan pada pasien yang mengalami hipotensi di UGD AM
PARIKESIT TENGGARONG.

2. Tujuan Khusus

Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada kasus pasien yang mengalami


hipotensi di UGD AM PARIKESIT TENGGARONG.

5
6

BAB II
LANDASAN TEORI

A. KONSEP HIPOTENSI
1. Definisi Hipotensi
Hipotensi atau tekanan darah rendah, terjadi jika terdapat
ketidakseimbangan antara kapasitas vaskuler darah dan volume darah
atau jika jantung terlalu lemah untuk menghasilkan tekanan darah yang
dapat mendorong darah. (Sherwood, 2001).
Hipotensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah rendah
dari 90/60 mmHg sehingga menyebabkan keluhan. Namun jika tidak
terjadi keluhan dapat dikatagorikan kondisi yang normal. Sedangkan
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan
sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat
ventrikel beristirahat dan mengisi ruangannya. Tekanan darah biasanya
digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik
(Oxford, 2013).
Hipotensi adalah tekanan darah yang rendah sehingga tidak
mencukupi untuk perfusi dan oksigenasi jaringan adekuat. Hipotensi
dapat primer atau sekunder (misal: penurunan curah jantung, syok
hipovolemik, penyakit Addison) atau postural (ortostatik). => Kelenjar
adrenal (insufisiensi adrenal), Syok. (Chris Brooker, 2015)
Pada tekanan darah yang terlampau rendah akan menyebabkan
masalah yang dapat mengancam jiwa karena akan terjadi penurunan
aliran darah yang mengangkut nutrisi dan oksigen pada organ vital
seperti jantung dan otak. (Lintang, 2000).

2. Etiologi
Terjadinya tekanan darah rendah di pengaruhi beberapa hal, yang
apabil hal tersebut mengalami gangguan penurunan maka tekanan darah
akan turun.
a. Stroke volume, yakni kekuatan otot jantung untuk menguncup
mengeluarkan darah dari rongga otot jantung ke seluruh tubuh.
b. Heart rate yaitu berapa kali jantung berdenyut dalam satu menitnya.
Semakin tinggi heart rate, semakin tinggi pula tekanan darah.
c. Tegangan perifer atau tegangan kekakuan pembuluh darah. Makin
kaku pembuluh darah, makin tinggi tekanan darah. Demikian juga
sebaliknya makin lembek pembuluh darah maka tekanan darah akan
semakin rendah.
d. Diare, hebat membuat kondisi seseorang kekurangan cairan sehingga
tidak bertenaga. Kondisi ini membuat otot jantung lemah dalam
memompakan darah dari jantung keseluruh tubuh. Akibatnya tekanan
menjadi menurun.
e. Berdiri teralu lama terlebih dalam kondisi yang belum sarapan pagi
atau malam harinya yang kurang tidur dapat menyebabkan tekanan
darah rendah.
f. Pendarahan, Terjadi karena seseorang mengalami pendarahan akibat
luka terbuka atau luka yg terlalu dalam. Penyebab lainnya adalah
kondisi lemah jantung, serangan jantung dan alergi obat.
(Arumi,2016)
g. Dehidrasi, yang sering disebabkan oleh muntah, diare, demam dan
panas stroke. Dehidrasi ringan dapat menyebabkan Anda merasa
pusing atau bahkan pingsan. Jika berkepanjangan, hal ini dapat
menyebabkan shock dan kondisi serius lainnya. (Potter & Perry,
2019)
Terdapat beberapa manifestasi dari beberapa Hipotensi :
a. Hipotensi
Jantung berdebar kencang dan tidak teratur, pusing, lemas, mual,
pinsan, pandangan buram dan kehilangan keseimbangan.
b. Hipotensi Interadialisis, asympomatik hingga syok
Perasaan tidak nyaman pada perut, mual, muntah, menguap, otot
terasa kram, gelisah, pusing kecemasan.

7
c. Hipotensi Ortostatik, Pusing hingga pinsan.
3. Klasifikasi
a. Hipotensi Postural
Hipotensi postural merupakan jenis hipotensi yang mendadak
karena perubahan posisi tubuh, biasanya pada saat sedang berdiri dari
posisi duduk atau dari posisi berbaring. Tekanan darah turun karena
jantung tidak dapat memompa cukup darah sehingga terjadi kekurangan
oksigen di otak, menyebabkan timbulnya gejala rasa pusing bahkan
pinsan. Menurut (Chris Brooker, 2015) Hipotensi postural adalah
penurunan tekanan darah tiba-tiba saat mengubah posisi dengan cepat
dari berbaring atau duduk menjadi berdiri. Kondisi ini paling umum terjadi
pada lansia. Kondisi ini dapat disebabkan oleh mekanisme fisiologis yang
terlambat, yang normalnya mengompensasi perubahan postur tubuh.
Hipotensi postural juga dapat terjadi jika pasien sedang menjalani
pengobatan menggunakan obat antihipertensi, terutama jika diberikan
dosis yang paling tepat. Perawat juga harus menganjurkan pasien untuk
menghindari perubahan posisi tiba-tiba. Jika pasien berbaring atau duduk
selama beberapa waktu, tenaga pelayanan kesehatan harus
mengantisipasi potensi penurunan tekanan darah tiba-tiba saat pasien
berdiri, dan memastikan bahwa pasien berdiri perlahan dan aman.
Gejala lain dari gangguan otonom yang sering menyertai hipotensi,
diantaranya: Keluar keringat dingin, perubahan besar pupil, gangguan
gastrointestinal (pencernaan), disfungsi kandung kemih dan poliuria
nokturnal (sering kencing waktu malam). (Van der Cammen, 2016).
b. Hipotensi Postprandial
Hipotensi postprandial merupakan jenis hipotensi yang mendadak
setelah mengkonsumsi makanan. Setelah makan, darah mengalir cepat
kesaluran pencernaan, dan untuk mengkompensasi penurunan mendadak
dalam pembuluh, laju detak jantung meningkat dan beberapa pembuluh
darah menyempit. Seseorang yang mengalami hipotensi postprandial

8
harus makan makanan dalam porsi yang sedikit supayatidak memicu
terjadinya penurunan tekanan darahsecara mendadak.
c. Hipotensi karena saraf (Neurally Mediated Hypotension)
Dalam kondisi normal, jika anda berdiri atau berjalan selama jangka
waktu tertentu, gaya gravitasi menarik darah ke ujung-ujung bagian bawah
tubuh anda, yang menyebabkan tekanan darah turun. Pada sebagian
orang suplai darah tidak dapat terpenuhi karena adanya masalah
komunikasi pada sistem syaraf yang menyampaikan perintah dari otak
kepada jantung, sehingga jantung tidak segera meningkatkan laju
detaknya dan terjadilah ketidak-seimbangan sirkulasi darah dan
menyebabkan pusing bahkan pingsan.
d. Hipotensi Akut
Hipotensi yang munculnya tiba-tiba dengan faktor pencetus.

Hipotensi jenis ini merupakan hipotensi yang berbahaya di bandingkan

jenis lainnya, karena di sebabkan oleh menurunnya tekanan darah

seseorang secara tiba-tiba. (Olvista, 2016)

4. Patofisiologi (Perjalanan Penyakit)

Pada perubahan posisi tubuh misalnya dari tidur ke berdiri maka

tekanan darah bagian atas tubuh akan menurun karena pengaruh gravitasi.

Pada orang dewasa normal, tekanan darah arteri rata-rata pada kaki adalah

180-200 mmHg. Tekanan darah arteri setinggi kepala adalah 60-75 mmHg

dan tekanan venanya 0. Pada dasarnya, darah akan mengumpul pada

pembuluh kapasitas vena ekstremitas inferior : 650 hingga 750 ml

darah akan terlokalisir pada satu tempat. Pengisian atrium kanan jantung

akan berkurang, dengan sendirinya curah jantung juga berkurang sehingga

pada posisi berdiri akan terjadi penurunan sementara tekanan darah sistolik

9
hinga 25 mmHg, sedang tekanan diastolik tidak berubah atau meningkat

ringan hingga 10 mmHg.

Penurunan curah jantung akibat pengumpulan darah pada angota tub

uh bagian bawah akan cenderung mengurangi darah ke otak. Tekanan arteri

kepala akan turun mencapai 20 - 30 mmHg. Penurunan tekanan ini akan

diikuti kenaikan tekanan parsial CO2 (pCO2) dan penurunan tekanan parsial

O2 (pCO2) serta pH jaringan otak. Secara reflektoris, hal ini akan

merangsang baroreseptor yang terdapat di dalam dinding dan hampir

setiap arteri besar di daerah dada dan leher; namun dalam jumlah banyak

didapatkan dalam dinding arteri karotis interna, sedikit di atas bifurcatio

carotis,daerah yang dikenal sebagai sinus karotikus dan dinding arkus aorta.

Respon yang ditumbulkan

baroreseptor berupa peningkatan tahanan pembuluh darah perifer,

peningkatan tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen,peningkatan

frekuensi respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung serta sekresi zat-

zat vasoaktif. Sekresi zat vasoaktif berupa katekolamin, pengaktifan system

Renin-Angiotensin Aldosteron, pelepasan ADH dan neurohipofisis.

Kegagalan fungsi reflex autonomy inilah yang menjadipenyebabtimbulnya

hipotensi ortostatik, selain oleh faktor penurunan curah jantung akibat

berbagai sebab dan kontraksi volume intravaskular baik yang relatif maupun

absolut.

10
PATHWAY HIPOTENSI

Hipotensi

• Kardiak Output MK :(Penurunan Curah jantung)

• Volume darah • Sistemik Vaskuler Mekanisme kompensasi


Mekanisme
resisten pelepasan Katekolamin
compensasi renin
aldosteron ADH

preload, stroke
Systemic &
volume &Heart Rate,
Pulmonary edema
TD

• kebutuhan oksigen
Diaforesis Dispnea
otot jantung

MK :Defisit MK : Pola nafas Cardiak Output


volume cairan tidak efektif
Tek Darah
(hipovolemia)

MK : Perfusi jaringan
tidak efektif
Perfusi Jaringan

Kegagalan organ
Berkurangnya Suplai Metabolisme tubuh
darah ke Otak menjadi anaerob

• pCO2 dan pO2


Kematian jaringan
Menghasilkan 2
MK : Perubahan status ATP + asam Laktat
mental (gelisah, cemas)
Disfungsional Organ

Asam laktat merangsang


mediator nyeri

MK : Nyeri

11
Sumber : Guyton AC. Textbook of medical physiology. 2015 8th edition: page 221–2332021
5. Komplikasi Hipotensi
a. Pingsan : hipotensi yang menyebabkan tidak cukupnya darah yang
mengalir ke otak, sel-sel otak tidak menerima cukup oksigen dan
nutrisi-nutrisi. Sehingga mengakibatkan pening bahkan pingsan.
b. Stroke : hipotensi yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dan
oksigen yang menuju otak sehingga mengakibatkan kerusakan otak.
Sehingga menimbulkan kematian pada jaringan otak karena arteri otak
tersumbat (infark serebral) atau arteri pecah (perdarahan).
c. Anemia : hipotensi pada tekanan darah 90/80 menyebabkan produksi
sel darah merah yang minimal atau produksi sel darah merah yang
rendah sehingga mengakibatkan anemia.
d. Serangan jantung : hipotensi yang mengakibatkan kurangnya tekanan
darah yang tidak cukup untuk menyerahkan darah kearter-arteri
koroner (arteri yang menyuplai darah keotot jantung) sehingga
menyebabkan nyeri dada yang akan mengakibatkan serangan jantung.
e. Gangguan ginjal : ketika darah yang tidak cukup dialirkan ke ginjal-
ginjal, ginjal-ginjal akan gagal untuk mengeliminasi pembuangan-
pembuangan dari tubuh yaitu urea, dan creatin, dan peningkatan pada
tingkat-tingkat hasil eliminasi didarah terjadi (contohnya : kenaikan dari
blood urea nitrogen atau BUN, dan serum keratin.
f. Shock : tekanan darah yang rendah memacu jantung untuk memompa
darah lebih banyak, kondisi tersebut yang mengancam nyawa dimana
tekanan darah yang gigih menyebabkan organ-organ seperti
ginjal.hati.jantung,dan otak untuk gagal secara cepat .
6. Perawatan
Perawatan untuk penderita hipotensi tergantung penyebabnya.
Hipotensi kronik jarang terdeteksi dari gejala. Hipotensi yang tak
bergejala pada orang-orang sehat biasanya tak memerlukan
perawatan. Dalam mengatasi hipotensi berdasarkan penyebabnya
yaitu dengan mengurangi atau menghilangkan gejalanya. Cara lain
untuk mengatasi hipotensi, yaitu:

12
a. Menambahkan elektrolit. Penambahan elektrolit untuk diet dapat
meringankan gejala dari hipotensi ringan.
b. Minum kopi. Dosis kafein di pagi hari dapat memberikan efek
karena kafein dapat memacu jantung untuk bekerja lebih cepat.
c. Pemberian posisi trendelenburg. Pada kasus hipotensi rendah, di
mana pasien masih merespon dengan meletakkan posisi kaki lebih
tinggi dari pada punggung (posisi trendelenburg) posisi itu akan
meningkatkan aliran balik vena, sehingga membuat banyak darah
memenuhi organ-organ yang membutuhkan seperti bangian dada
dan kepala.
d. Klien yang sedang mengalami hipotensi, diharuskan banyak
beristirahat, dan membatasi aktivitas fisiknya selama keadaan ini.
e. Klien dengan hipotensi harus membiasakan diri untuk mempuyai
pola makan yang teratur dan mempunyai makanan pelengkap
seperti susu untuk meningkatkan stamina. Karena pada umumnya
penderita hipotensi cukup lemah dan mudah lelah.
f. Jika diperlukan misalnya pada klien dengan anemia, maka klien
harus mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi
ataupun suplemen zat besi untuk meningkatkan sel-sel darah
merah darah yang menambah volume darah sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah penderita.
g. Penderita hipotensi dianjurkan untuk rajin berolahraga ringan,
misalnya joging, untuk melatih kerja jantung secara teratur, dan
melancarkan aliran darah keseluruh tubuh.
7. Pencegahan
Yang dapat dilakukan umtuk mengatasi tekanan darah rendah
adalah sebagai berikut : (Sekar Arumi,2016)
a. Makanlah yang bergizi tinggi ( empat sehat lima sempurna )
b. Sarapan pagi sebelum melakukan aktivitas
c. Hindari tidak tidur hingga larut malam
d. Konsumsi garam cukup

13
e. Minum air putih dalam jumlah yang cukup banyak antara 8 hingga
10 gelas per hari, sesekali minum kopi agar memacu peningkatan
degup jantung sehingga tekanan darah akan meningkat
f. Konsumsi vitamin
g. Konsumsi makanan yang seimbang protein dan lemaknya
h. Berolah raga teratur seperti berjalan pagi selama 30 menit, minimall
3x seminggu dapat membantu mengurangi timbulnya gejala.
B. Konsep Passive Leg Raised

1. Pengertian Passive Legs Raising

Passive Legs Raising adalah suatu teknik reversible yang

meningkatkan volume darah di jantung dengan cara meninggikan

ekstremitas bawah setinggi 45 derajat (Marik, 2014). Saat dilakukan

Passive Legs Raising akan terjadi pengisian volume darah sebanyak

±450 mL yang berasal dari sirkulasi daerah tungkai dan splanchnic ke

sirkulasi sentral (Monnet, 2014).

2. Tujuan Passive Legs Raising

Tujuan dilakukannya Passive Legs Raising adalah untuk meningkatkan

preload dan stroke volume dengan cara meningkatkan aliran darah

balik vena dari tungkai kaki menuju kompartemen intratorakal (Dong,

2012).

3. Konsep Fisiologis Passive Legs Raising


Cara kerja PLR yang mengangkat kaki secara pasif dari bidang
horizontal, ditinjau dari hukum gravitasi akan mentransfer darah dari
anggota tubuh bagian bawah menuju pusat sirkulasi khususnya ke
ruang jantung.
Hal tersebut menjadikan PLR dianggap sebagai “self-volume

14
challenge” yang bersifat sementara dan reversibel. Disamping itu, harus

ditekankan juga bahwa pengaruh PLR pada curah jantung hanya terjadi

pada saat itu, tidak berkelanjutan saat kaki ditinggikan dalam waktu

yang lama.

Penelitian yang dilakukan pada klien kritis yang terjadi akibat

kegagalan sirkulasi, diketahui bahwa peningkatan aliran darah pada

aorta desenden yang disebabkan PLR pada klien “preload-dependent”

yang terjadi beberapa detik dan maksimal hampir 1 menit setelah

memulai manuver PLR (Monnet, 2014). Efek hemodinamik dari PLR

harus dinilai selama jangka waktu 30 – 90 detik setelah dilakukan PLR..

Perubahan posisi tubuh selama PLR penting untuk

dipertimbangkan. Jika tubuh penderita diposisikan semi berbaring

sebelum manuver, kemudian berganti posisi dimana tubuh penderita

diposisikan telentang (mendatar) dan kaki diangkat, maka diharapkan

PLR akan menginduksi volume darah yang lebih besar lagi dibanding

bila posisi awal tubuh dalam keadaan berbaring karena darah yang

mengalir tidak hanya berasal dari vena di kaki tapi juga kompartemen

splanknik (Shujaat, 2013).

4. Mekanisme Passive Legs Raising

Metode dalam Passive Legs Raising dinilai sangat penting

karena secara prinsip mempengaruhi efek hemodinamik dan

akurasinya. PLR dapat memobilisasi rata-rata 300 ml darah (Komariah,

2015). Apabila PLR dimulai dalam posisi setengah berbaring maka

15
dapat memobilisasi tambahan 150 ml yang berasal dari kompartemen

abdomen (Buhre W 2020). Jabot dkk meneliti pengaruh hemodinamik

dari manuver PLR yang dimulai dari posisi semi berbaring dibandingkan

posisi telentang, didapatkan cardiac index (CI) meningkat lebih tinggi

jika dimulai dalam posisi semi berbaring. Pengaruh ini disebabkan

pengumpulan darah dari kompartemen splancnic (Jabot J 2019 dalam

Komariah (2015).

Menurut Monnet (2015) dalam pelaksanaan PLR, terdapat lima

aturan yang harus diikuti, yaitu :

a. PLR harus dimulai dari posisi semi recumbent (semi berbaring) dan

bukan posisi telentang. Dengan cara ini diharapkan dapat memobilisasi

darah vena dari kompartemen splanknik yang besar sehingga

meningkatkan preload. Hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan

sensitivitas tes.

b. Pengaruh dari PLR harus dinilai langsung dengan mengukur curah

jantung dan bukan dengan mengukur tekanan darah biasa. Keandala

juga menjadi rendah bila dinilai dengan menggunakan tekanan nadi

dibandingkan dengan curah jantung, walaupun tekanan nadi

berkorelasi positif dengan isi sekuncup, namun itu juga tergantung pada

komplians arteri dan tekanan gelombang nadi.

c. Teknik yang digunakan untuk mengukur curah jantung selama PLR

harus mampu mendeteksi jangka pendek dan perubahan sementara

sejak efek PLR mungkin menghilang setelah 1 menit. Teknik

16
pemantauan curah jantung saat “real time” seperti analisis kontur nadi,

TTE atau Doppler TEE dapat digunakan.

d. Curah jantung harus diukur tidak hanya sebelum dan selama PLR

tetapi juga setelah PLR ketika klien telah dipindahkan kembali ke posisi

semi berbaring, untuk memeriksa bahwa curah jantung sudah kembali

ke baseline. Memang, pada klien yang tidak stabil, perubahan curah

jantung selama PLR tergantung kondisi penyakit dan bukan dari

perubahan preload.

e. Nyeri, batuk, ketidaknyamanan, dan kondisi lain yang bisa

membangkitkan rangsangan adrenergik akan menimbulkan kesalahan

dalam interpretasi perubahan curah jantung, sehingga perlu dilakukan

pencegahan untuk menghindari kesalahan. PLR harus dilakukan

dengan menyesuaikan tempat tidur dan tidak dengan menaikkan kaki

klien secara manual. Sebelum melakukan PLR, klien harus diberikan

informed consent. Apabila selama dilakukan PLR terdapat peningkatan

denyut jantung yang signifikan dimana seharusnya tidak terjadi maka

perlu dicurigai adanya stimulasi sistem saraf simpatis. Penelitian

sebelumnya telah mengemukakan bahwa kontraindikasi dilakukannya

PLR adalah pada kasus hipertensi intra abdomen.

17
Gambar 1.1 Mekanisme Passive Legs Raising

(Sumber: Monnet and Teboul, 2015).

5. Parameter Hemodinamik dalam Passive Legs Raising

Parameter hemodinamik statis yang biasa digunakan tidak reliabel

untuk mengukur cardiac preload, sehingga pengukuran volume

expansion (VE) menggunakan metode invasif direkomendasikan secara

luar untuk mengukur cardiac preload yang mungkin akan memburuk

pada kondisi edema paru (Wong, 2015). Kelebihan dari Passive Legs

Raising adalah tes ini bisa digunakan pada kondisi dimana pengukuran

stroke volume variation tidak dapat digunakan misalnya pada klien

dengan nafas spontan, arritmia, tidal volume yang rendah, dan

compliance paru yang rendah (Monnet, et al, 2015).

Perubahan pada stroke volume disebut sebagai stroke volume

variation (SVV) dan pulse pressure variation (PPV). SVV dan PPV

18
merupakan parameter hemodinamik dinamis yang akurat untuk

digunakan dalam menilai responsivitas cairan (Cerpanath, 2013).

Dalam beberapa dekade terakhir, SVV dan PPV menjadi predictor yang

reliabel digunakan dalam mengevaluasi Passive Legs Raising. SVV

bisa dihitung dengan beberapa metode diantaranya dengan

ekokardiografi, penggunaan hemodinamik monitor, atau teknik

termodilusi dengan swantz Ganz Catheter (Monnet, 2016). Nilai diatas

12% menandakan berespons terhadap cairan (responder) dan dapat

diberikan terapi cairan lanjutan

6. Standar Operasional Prosedur PLR

Hingga saat ini belum ada standar baku Tindakan Passive Legs Raising

dalam mengukur responsivitas cairan. Sehingga prosedur yang

dilakukan didasarkan atas penelitian terdahulu. Si (2018) menyebutkan

bahwa prosedur PLR dalam menilai responsivitas cairan dengan cara :

a. Memposisikan klien posisi semi recumbent dengan

tubuh bagian atas ditinggikan sebesar 30-45 derajat.

b. Tubuh bagian atas dikembalikan ke posisi horizontal,

dilanjutkan dengan meninggikan tungkai sebesar 30-

45 derajat.

c. Pengukuran hemodinamik kurang dari 1 menit

pertama pergantian posisi.

d. Mengembalikan klien ke posisi semula (semi

recumbent) selama kurang dari 1 menit.

19
C.Konsep Asuhan Keperawatan Hipotensi
A. Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien
Identitas klien Meliputi : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, tanggal masuk
rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah,
palpitasi, pusing, leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah
lelah.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Keluhan lain yang
menyerta biasanya : sakit kepala , pusing, penglihatan buram,
mual,detak jantung tak teratur, nyeri dada.
d. Riwayat kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit hipotensi , penyakit jantung, penyakit
ginjal, stroke. Penting untuk mengkaji mengenai riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipotensi , penyakit
metabolik, penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran kemih,
dan penyakit menurun seperti diabetes militus, asma, dan lain-lain
f. Aktivitas / istirahat
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea

20
g. Sirkulasi
Gejala :
1) Riwayat hipotensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/
katup dan penyakit serebrovaskuler
2) Episode palpitasi
Tanda :
1) Peningkatan tekanan darah
2) Nadi denyutan jelas dari karotis,ugularis,radialis, takikardia
3) Murmur stenosis vulvular
4) Distensi vena jugularis
5) Kulit pucat,sianosis ,suhu dingin (vasokontriksi perifer)
6) Pengisian kapiler mungkin lambat / tertunda
h. Integritas ego
1) Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan
pekerjaan)
2) Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, menghela nafas,
peningkatan pola bicara.
i. Eliminasi
Gejala :gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu.
j. Makanan / cairan
1) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak serta kolesterol
2) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini
(meningkat/turun)
k. Riwayat penggunaan diuretic
1) Tanda :
2) Berat badan normal atau obesitas
3) Adanya edema

21
l. Neurosensori
Gejala :
1) Keluhan pening / pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital
(terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah
beberapa jam)
2) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan Kabur, epistakis)
Tanda :
1) Status mental, perubahan keterjagaanm orientasi, pola/ isi
bicara, efek, proses pikir
2) Penurunan kekuatan genggaman tangan
m. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : angina ( penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung), sakit
kepala
n. Pernapasan
Gejala :
1) Dispnea yang berkaitan dari aktivitas/ kerja, takipnea, ortopnea.
2) Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum
o. Riwayat merokok
Tanda :
1) Distress pernapasan / penggunaan otot aksesori pernapasan
2) Bunyi napas tambahan (crakles/mengi)
3) Sianosis
p. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi/ cara berjalan, hipotensi postural.
q. Pembelajaran / penyuluhan
1) Faktor risiko keluarga: hipotensi,aterosklerosis, penyakit jantung,
diabetes mellitus.
2) Faktor lain seperti penggunaan pil KB atau hormone lain,
penggunaan alcohol/obat.
3) Rencana pemulangan Bantuan dengan pemantau diri tekanan
darah/ perubahan dalam terapi obat

22
r. Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum Keadaan baik dan buruknya pasien tanda-
tanda yang perlu dicatat adalah kesadaran pasien (compos mentis,
somnolen, apatis, spoor dan koma yang bergantung pada keadaan
pasien, ringan, sedang dan berat dan pada kasus fraktur biasanya
akut) tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan lokal baik
fungsi maupun bentuk.
Adapun secara sistemik terdapat pengkajian B1-B6 yang
merupakan pemeriksaan fisik pada setiap bagian orga yang meliputi:
1) B1 (Breathing)
Merupakan pengkajian organ pernafasan.
2) B2 (Blood)
Merupakan pengkajian organ yang berkaitan dengan sirkulasi
darah, yakni jantung dan pembuluh darah.
3) B3 (Brain)
Pengkajian yang meliputi keadaan dan fungsi persepsi sensori.
4) B4 (Bladder)
Merupakan pengkajian sistem urologi.
5) B5 (Bowel)
Merupakan pengkajian sistem digestive atau pencernaan
6) B6 (Bone)
Merupakan pengkajian sistem muskuloskeletal dan integumen.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

23
Pada pasien hipotensi diagnosa keperawatan yang muncul
adalah :
a. Nyeri akut
b. Penurunan curah jantung
c. Intoleransi aktivitas
d. Defisit volume cairan(hipovolemia)
e. Pola nafas tidak efektif

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Sedangkan tindakan
keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh
perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan
pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi
dan kolaborasi (PPNI, 2018).

4. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk membantu klien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi menuju status kesehatan yang
baik/optimal. Pelaksanaan tindakan merupakan realisasi dari
rencana/intevensi keperawatan yang mencakup perawatan langsung
atau tidak langsung (Safitri, 2019).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir
yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam
rencana keperawatan. Evaluasi ini akan mengarahkan asuhan

24
keperawatan, apakah asuhan keperawatan yang dilakukan ke pasien
berhasil mengatasi masalah pasien ataukan asuhan yang sudah dibuat
akan terus berkesinambungan terus mengikuti siklus proses
keperawatan sampai benar-benar masalah pasien teratasi. Evaluasi
keperawatan terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah melakukan
tindakan keperawatan. evaluasi formatif berorientasi pada aktivitas
proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan yang disebut
sebagai evaluasi proses. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang
dilakukan setelah perawat melakukan serangkaian tindakan
keperawatan. evaluasi ini berfungsi menilai dan memonitor kualitas
asuhan keperawatan yang diberikan. Pada evaluasi ini berorientasi pada
masalah keperawatan yang sudah ditegakkan, menjelaskan
keberhasilan /ketidakberhasilan, rekapitulasi, dan atau kesimpulan status
kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan.
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP
(Ernawati, 2019).

25
26

BAB III
LAPORAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Ny. J
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Menikah
Usia : 58 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl Gunung Gandek tenggarong
Nomor RM : 05340416
Diagnosa Masuk : Hematemesis + Syok Hipovolemik
Tanggal MRS : 7 April 2023
Jam MRS : 08.10
Tanggal Pengkajian : 7 April 2023

1. Riwayat Kesehatan (Penyakit)

a. Keluhan utama

Muntah 3x berwarna coklat kehitaman, sesak nafas.


b. Riwayat penyakit sekarang

Keluarga mengatakan pasien muntah 3x berwarna coklat kehitaman

dari malam sampai hari ini, badannya lemes,nafasnya sesak kemudian

keluarga membawa pasien ke UGD RS Aji Muhammad Parikesit

Tenggarong.

c. Riwayat penyakit dahulu

Pasien dan keluarga mengatakan pasien tidak memiliki riwayat sakit

apapun, baik itu hipertensi dan kencing manis. Anak pasien

mengatakan pasien baru kali ini masuk rumah sakit dengan keluhan

seperti ini, biasanya hanya sakit biasa seperti batuk, pilek, demam.

Bahkan mengeluh sakit perut juga tidak ada.

d. Riwayat Kesehatan keluarga

Keluarga pasien mengatakan tidak pernah ada anggota keluarga yang

mengalami seperti yang pasien alami saat ini.

2. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum pasien

Pasien datang ke UGD dengan kondisi sesak dan badan lemas..

Adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan pernapasan cuping

hidung. Pasien dalam kesadaran compos mentis E3 V5 M6 dengan

tanda tanda vital :

Tekanan darah : 90/50 mmhg


Nadi : 122 kali/menit
Pernapasan : 27 kali/menit
Suhu : 36 C

27
Saturasi oksigen : 96 %
Pada pengkajian B1 sampai dengan B6 didapatkan data sebagaii berikut:
1. .Pengkajian (B1) Breathing, didapatkan bentuk dada normal, pernafasan
menggunakan otot bantu nafas thorakal abdominal, tidak ada bunyi suara
tambahan, pernafasan cuping hidung, terpasang oksigen NRM 12 LPM.
2. Pengkajian (B2) Blood tidak ditemukan adanya bendungan vena jugularis,
nadi tidak teratur, crt <3 detik, bunyi jantung tidak terdapat bunyi jantung
tambahan.
3. Pengkajian (B3) Brain (persyarafan/neurologik), didapatkan kesadaran
Compos mentis (14) , GCS E3M6V5, pupil isokor 3 mm.
4. Pengkajian B4 (Bladder) (Perkemihan-urine), BAK terpasang dower
chateter dengan jumlah urine 60 cc , warna urin kuning pekat, vesika
urinaria kosong.
5. Pengkajian B5 (Bowel) (Pencernaan-eliminasi/gastrointesinal) didapatkan
mukosa bibir kering, lidah kotor, palpasi tidak ditemukan distensi
abdomen, ada mual dan muntah 3x, tidak tampak asites pada abdomen,
bising usus 10x/menit, terpasang NGT dan didapat produksi NGT 120 cc
berwarna coklat kehitaman.
6. Pengkajian B6 (Bone & Skin (Tulang – otot – Integumen)
Tidak terdapat edema pada kaki dengan kekuatan otot 4 4
4 4
. Tidak adanya nyeri tekan, tugor kulit lembab, akral teraba dingin, pada saat
pemeriksaan tidak ditemukan riwayat alergi
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 7/04/2023 didapatkan data :
-Hemoglobin 5,4 gr/ml
-leukosit 12.900 /mm3 SGOT 48 U/L

-Hematokrit 39 vol% SGPT 27 U/L


-Thrombosit 101.000 /mm3 Ureum 43 mg/dl
-Na+ : 136 mmol/L
Creatinin 0.9 mg/dl
-K+ : 4,2 mmol/L
-cl- 109 mmol/L HbSAg negatif

28
Glukosa Sewaktu 134 mg/dl
Albumin 2,6 g/dl
TIBC 273 g/dL
SI 20 g/dL
Hasil pemeriksaan EKG: Sinus tachicardi

Therapy obat obatan yang diberikan :


- loading cairan NaCL 0,9 % 500 cc dalam 30 menit
- injeksi omeprazole 1 vial (iv)
- injeksi ondancentron 1 amp (iv)
Therapy Lanjutan :
- infus 1. NaCL 0,9 % : 20 TPM
- infus 2. Gelafusin : 10 TPM
-Sp. Omeprazole 8 mg (iv)
-Ondancentron 3 x 4 mg (iv)
-Vit K 3 x 10 mg (iv)
-Kalnex 3 x 500 mg (iv)
-UDCA 3x1 tabs (po)

29
B.ANALISA DATA
Analisa Data Etiologi Masalah Keperawatan
NO
1 Data Subjektif:
Pasien muntah sudah 3x Kekurangan intake Hipovolemia
dari tadi malam sampai cairan
hari ini sebelum dibawa ke
rs, badan lemes.

Data objektif:
TD: 90/50 MMhg
Hr : 122 x/mnt
Mukosa kering
Produksi urine 60 cc
Warna urine kuning pekat
Akral dingin

Terpasang NGT dan


didapat produksi NGT 120
cc berwarna coklat
kehitaman

2 Data Subjektif:
Sesak nafas Penurunan energi Pola Nafas tidak Efektif

Data Objektif:
Pernafasan 27x/menit
Menggunakan otot bantu
nafas thorakal abdominal

Pernafasan cuping hidung

Oksigen simple mask 12


Lpm

30
Spo2 96%

Data Subjektif:
3 Badan lemes, sesak nafas Perubahan Penurunan curah Jantung

Data Objektif: afterload jantung

TD: 90/50 MMhg

Hr : 122 x/mnt
Akral dingin

Hasil ECG Sinun


Tachicardi

C.Diagnosa prioritas masalah Keperawatan


1. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan energi
2. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
3. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan afterload
jantung

31
D.Rencana tindakan Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
(SDKI)

3 Penurunan Penuruan Curah Perawatan Jantung(I.02075)


Curah Jantung Jantung : D. Tindakan :
0008
berhubungan
Observasi
dengan Setelah dilakukan 1.1 Identifikasi tanda/gejala
tindakan primer penurunan curah
perubahan
keperawatan jantung (meliputi dyspnea,
afterload selama 6 jam kelelahan, edema,
maka diharapkan ortopnea, paroxysmal
jantung nocturnal dyspnea,
curah jantung peningkatan CVP)
meningkat 1.2 Identifikasi tanda/gejala
dengan kriteria sekunder penurunan curah
hasil (: jantung (meliputi
peningkatan berat badan,
-Tekanan darah hepatomegali, distensi
vena jugularis, palpitasi,
(5) meningkat ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
-kekuatan nadi 1.3 Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
perifer (5)
ortostatik, jika perlu)
meningkat 1.4 Monitor intake dan output
cairan
-Pengisian kapiler 1.5 Monitor saturasi oksigen
1.6 Monitor keluhan nyeri dada
(5) membaik (mis. intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presivitasi
-thakikardi yang mengurangi nyeri)
1.7 Monitor EKG 12 sadapan
(5)menurun 1.8 Monitor aritmia (kelainan
irama dan frekuensi)
1.9 Monitor nilai laboratorium
d.Tekanan darah, jantung (mis. elektrolit,
dari ensim jantung, BNP,
NTpro-BNP)
skala (1) menjadi 1.10 Periksa tekanan dan
frekuensi nadi sebelum
(5)
pemberian obat
Teraupetik

32
Keterangan : Berikan
1.11 terapi
relaksasi untuk
1.Menurun
mengurangi stress, jika
2.Cukup Menurun perlu
1.12 Berikan dukungan
3.Sedang emosional dan spiritual
4.Cukup 1.13 Berikan oksigen
untuk mempertahankan
Meningkat saturasi oksigen >94%
5.Meningkat 1.14 Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
1.15 Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
Kolaborasi
1.16. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu

2 Hipovolemia Status Cairan Manajemen Hipovolemia I.


03116
berhubngan
(L.03028) Tindakan :
dengan
Observasi:
kekurangan Setelah dilakukan 1.1 Periksa tanda dan
intake cairan tindakan gejala hipovolemia
(mis.frekuensi nadi
keperawatan meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
Selama 6 jam menurun, tekanan nadi
diharapkan status menyempit, turgor kulit
menurun, membran
cairan membaik, mukosa kering, volum
dengan kriteria urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)
hasil: 1.2 Monitor intake dan
- Kekuatan output cairan
Terapeutik:
Nadi dari skala 1.3 Berikan posisi tindakan
3 menjasi 5 PLR (Passive Leg
Raised) untuk respon
- Tekanan cepat status cairan
darah dari 1.4 Pertahankan posisi
trendelenburg untuk
skala 3 meningkatkan aliran balik
menjadi 5 vena
Edukasi
- Hemoglobin 1.5 Anjurkan menghindari
dari skala 2 perubahan posisi
mendadak

33
menjadi 4 Kolaborasi
1.6 Kolaborasi pemberian
- Dipneu dari
cairan IV isotonis (mis.
skala 3 NaCl, RL)
1.7 Kolaborasi pemberian
menjadi 5
cairan IV hipotonis (mis.
keterangan : glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
1.8 Kolaborasi pemberian
1 Meningkat cairan koloid (mis.
albumin, Plasmanate)
2. Cukup 1.9 Kolaborasi pemberian
Meningkat produk darah

3. Sedang Manajemen Syok


4.Cukupmenurun Hipovolemik I. 02050

5. Menurun Definisi :
Mengidentifikasi dan
mengelola ketidakmampuan
tubuh menyediakan oksigen
dan nutrien untuk mencukupi
kebutuhan jaringan akibat
kehilangan cairan/darah
berlebih.

Tindakan :
Observasi
1.10 Monitor status
kardiopulmonal
(frekuensi dan
kekuatan nadi,
frekuensi napas,
TD, MAP)
1.11 Monitor status
oksigenasi (oksimetri
nadi, AGD)
1.12 Monitor status cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
1.13 Periksa tingkat
kesadaran dan respon
pupil
Terapeutik
1.14 Pertahankan jalan
napas paten
1.15 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
1.16 Berikan posisi tindakan
PLR (Passive Leg

34
Raised) untuk respon
cepat status cairan
1.17 Pertahankan posisi
trendelenburg untuk
meningkatkan aliran balik
vena
1.18 Pasang jalur IV
berukuran besar (mis.
nomor 14 atau 16)
1.19 Pasang kateter urin
untuk menilai produksi
urine
1.20 Pasang selang
nasogastrik untuk
dekompresi lambung
1.21 Ambil sampel darah
untuk pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit
Kolaborasi
1.22 Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid 1-2
L pada dewasa
1.23 Kolaborasi pemberian
transfuse darah, jika perlu
1 Pola Nafas Pola Nafas Manajemen Jalan Nafas
(I.01011)
Tidak Efektif
(L.01004) Tindakan :
berhubungan Observasi
1.1 Monitor pola napas (
dengan Setelah dilakukan
frekuensi, kedalaman,
penurunan tindakan usaha)
1.2 Monitor bunyi nafas
energi keperawatan tambahan ( mis.
Gurgling, mengi,
Selama 6 jam wheezing, ronkhi kering)
diharapkan Terapeutik
1.3 pertahankan kepatenan
inspirasi jalan nafas
dan/ekspirasi dari 1.4 posisikan semi – fowler
atau fowler
ventilasi adekuat 1.5 Lakukan fisiopterapi
dengan kriteria dada, jika perlu
1.6 Berikan oksigen, jika
hasil: perlu
Tidak Edukasi
1.7 Anjurkan asupan
menggunakan cairan/hari, jika tidak ada
otot bantu kontraindikasi
Kolaborasi
pernafasan dan 1.8 Kolaborasi pemberian

35
pola nafas normal bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
(irama, frekuensi
jika perlu
dan kedalaman) Pemantauan Respirasi
(I.01014)
dari skala 2
Observasi
menjadi skala 5 1.9 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya
keterangan :
nafas
1.10 Monitor pola nafas (
1 Meningkat seperti bradidpnea,
2. Cukup takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
Meningkat stoke,biot.
3. Sedang 1.11 Monitor kemampuan
batuk efektif
4.Cukupmenurun 1.12 Monitor adanya sputum
5. Menurun 1.13 Monitor adanya
sumbatan jalan nafas
1.14 Auskultasi bunyi nafas
1.15 Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1.16 Atur intreval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
1.17 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1.18 elaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
1.19 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

36
D . IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO TANGGAL/ IMPLEMENTASI EVALUASI PROSES EVA


DIAGNOSA JAM
1 DX I 7/4/23 Manajemen Jalan Nafas S:
(I.01011)
08:17 Tindakan : Sesak nafas
1.1. Monitor pola napas
( frekuensi,
kedalaman, Monitor O:
usaha) Pernafasan 27x/menit
1.2. Monitor bunyi
nafas tambahan ( mis. Menggunakan otot bantu nafas
Gurgling, mengi, thorakal abdominal
wheezing, ronkhi
kering)
1.3. pertahankan Pernafasan cuping hidung
kepatenan jalan nafas
1.4. posisikan semi – Oksigen NRM 12 Lpm
fowler atau fowler
1.5. Berikan oksigen, A: Pola Nafas Tidak Efektif
jika perlu
Edukasi
1.6. Anjurkan asupan P:
cairan/hari, jika tidak
ada kontraindikasi Manajemen Jalan Nafas
Pemantauan Respirasi (I.01011)
(I.01014) Tindakan :
Observasi 1.1. Monitor pola napas (
1.7. Monitor frekuensi, frekuensi, kedalaman,
irama, kedalaman, dan Monitor usaha)
upaya nafas 1.2. Monitor bunyi nafas
1.8. Monitor pola nafas tambahan ( mis. Gurgling,
( seperti bradidpnea, mengi, wheezing, ronkhi
takipnea, kering)
hiperventilasi, 1.3. pertahankan kepatenan
kussmaul. jalan nafas
1.9. Auskultasi bunyi 1.4. posisikan semi – fowler
nafas atau fowler
1.10. Monitor saturasi 1.5. Berikan oksigen, jika
oksigen perlu
1.11. Atur intreval 1.6. Edukasi
pemantauan respirasi 1.7. Anjurkan asupan
sesuai kondisi pasien cairan/hari, jika tidak ada
1.12. Dokumentasikan kontraindikasi
hasil pemantauan Pemantauan Respirasi (I.01014)
Observasi
1.8. Monitor frekuensi, irama,

37
kedalaman, dan upaya nafas
1.9. Monitor pola nafas (
seperti bradidpnea,
takipnea, hiperventilasi,
kussmaul.
1.10. Auskultasi bunyi nafas
1.11. Monitor saturasi oksigen
1.12. Atur intreval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
1.13. Dokumentasikan hasil
pemantauan

2 DX 2 7/4/2023 2.1. Periksa tanda dan S: Keluarga mengatakan pasien


gejala hipovolemia
08.20 (mis.frekuensi nadi muntah darah kehitaman
meningkat, nadi teraba bercampur coklat sudah 3x
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
O:
menyempit, turgor kulit
menurun, membran TD: 90/50 MMhg
mukosa kering, volum
urin menurun, Hr : 122 x/mnt
hematokrit meningkat, Mukosa kering
haus, lemah)
Produksi BAK 60 cc/ 4 jam
2.2. Hitung kebutuhan
cairan Warna urine
2.3. Berikan posisi
modified Terpasang NGT dan didapat
Trendelenburgdengan
tindakan PLR produksi NGT 120 cc berwarna
2.4. Anjurkan coklat kehitaman
memperbanyak
asupan cairan oral
2.5. Monitor status A: Hipovolemia
kardiopulmonal P:
(frekuensi dan
kekuatan nadi,
frekuensi napas, 2.1. Periksa tanda dan gejala
TD, MAP) hipovolemia (mis.frekuensi
2.6. Kolaborasi pemberian nadi meningkat, nadi teraba
cairan IV isotonis (mis. lemah, tekanan darah
NaCl, RL) menurun, tekanan nadi
2.7. Kolaborasi menyempit, turgor kulit
pemberian produk menurun, membran mukosa
darah kering, volum urin menurun,
hematokrit meningkat, haus,
lemah)

38
2.2. Berikan posisi modified
Trendelenburgdengan
tindakan PLR
2.3. Monitor status
kardiopulmonal (frekuensi
dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, TD, MAP)
2.4. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis. NaCl,
RL)
2.5. Kolaborasi pemberian
produk darah

3 DX. 3 7/4/2023 Perawatan S:


08:30 Jantung(I.02075)
Belum dapat di evaluasi
Tindakan :
3.1 Monitor tekanan
O:
darah (termasuk
tekanan darah TD: 90/50 MMhg
ortostatik, jika perlu)
3.2 Monitor saturasi Hr : 122 x/mnt
oksigen
3.3 Berikan oksigen untuk Akral teraba dingin
mempertahankan
saturasi oksigen >94% A:
3.4 Identifikasi
tanda/gejala sekunder Penurunan Curah Jantung
penurunan curah
jantung (meliputi
peningkatan berat P:
badan, hepatomegali,
distensi vena jugularis, 3.1. Monitor tekanan
palpitasi, ronkhi basah, darah (termasuk tekanan
oliguria, batuk, kulit darah ortostatik, jika
pucat). perlu)
3.5 Kolaborasi pemberian 3.2. Monitor saturasi
vasopresure oksigen
3.3. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%
3.4. Identifikasi
tanda/gejala sekunder
penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan
berat badan,
hepatomegali, distensi
vena jugularis, palpitasi,

39
ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat).
3.5. Kolaborasi pemberian
vasopresure

E . EVALUASI KEPERAWATAN

Tanggal / Pemberi Catatan Terintegrasi SOAP


Jam Asuhan

7/4/23 Perawat S:

13:00 Keluarga mengatakan pasien tidak ada muntah


kehitaman lagi, sesak nafas masih, sekarang perutnya
berasa tidak nyaman dan sakit.

O:
TD: 100/60 MMhg
Hr : 110 x/mnt
Mukosa kering
Produksi BAK 70 cc

Pernafasan 26x/menit
Menggunakan otot bantu nafas cukup menurun

Pernafasan cuping hidung cukup menurun

Oksigen NRM 10 Lpm

Kekuatan nadi, tekanan darah cukup meningkat

Dipsneu sedang

Tachicardi cukup menurun

A:

1. Pola Nafas Tidak Efektif

2. Hipovolemia

40
3. Penurunan Curah Jantung

P:

1.2. Monitor pola nafas ( frekuensi, irama,


kedalaman, dan upaya nafas)
1.8. Monitor pola nafas ( seperti bradidpnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stoke,biot
1.9. Auskultasi bunyi nafas
1.10 Monitor saturasi oksigen
1.11. Atur intreval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
1.12. Dokumentasikan hasil pemantauan

2.1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.frekuensi nadi


meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, volum urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)
2.2. Berikan posisi modified Trendelenburgdengan tindakan
PLR
2.5. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
2.6. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
2.7. Kolaborasi pemberian produk darah

3.1. Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah


ortostatik, jika perlu)
3.2. Monitor saturasi oksigen
3.6. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
3.7. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
curah jantung (meliputi peningkatan berat badan,
hepatomegali, distensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi
basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
3.8. Kolaborasi pemberian vasopresure

41
42

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai analisa terhadap kasus kelolaan
pada klien yang mengalami Hipotensi tindakan Passive Leg Raised (PLR)
untuk mengetahui resposivitas status cairan pasien di UGD RSUD AM
Parikesit Tenggarong
A. Analisa Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait dan Konsep
Kasus Terkait

Kasus kelolaan utama dalam karya ilmiah ini adalah pasien yang
mengalami hipotensi.

Secara teori ada 6 diagnosa pada pasien hipotensi yaitu:

1. Nyeri akut
2. Resiko cidera
3. Penurunan curah jantung
4. Intoleransi aktivitas
5. Defisit volume cairan(Hipovolemia)
6. Pola Nafas Tidak Efektif

Namun saat pengelolaan asuhan keperawatan pasien yang mengalami


hipotensi didapatkan 3 diagnosa aktual yaitu Pola nafas tidak efektif,
hipovolemia, penurunan curah jantung.

B. Analisa Intervensi dengan Konsep Penelitian Terkait


Dalam proses pelaksaanan asuhan keperawatan di bab III yang
dilakukan pada pasien Ny. J, dimana sekilas pengkajian pasien datang
dengan keasaan lemas, muntah coklat kehitaman sudah 3x saat itu, dan
didapatkan data hemodinamik pasien dengan TD : 90/50 mmHg, HR:
122x/m, RR:27x/m, Spo2: 96% dengan kondisi pasien saat itu di
baringkan di bed dengan posisi semi recumbent ,akral dingin. Saat itu juga
pasien dibaringkan dengan posisi kepala datar dan kaki dinaikkan 45
derajat sembari menggunakan saturasi oksigen untuk melihat HR pasien
kurang dari 1 menit, HR pasien mengalami penurunan HR dari 122x/menit
menjadi 110x/menit dan Tekanan Darah mengalami peningkatan dari
90/50 mmHg menjadi 90/60 mmHg ini membuktikan kalau tindakan PLR
tersesbut respon terhadap pasien tersebut dan memang memerlukan
penambahan cairan, dibuktikan lagi dengan penambahan cairan Nacl
0,9% 500 cc kurang dari 30 menit, saat di ukut Tekanan Darahnya
menjadi 110/60 mmHg. Sehingga sangat terlihat dari tindakan PLR sangat
efektiv melihat resposivitas status cairan pasien yang mengalami hipotensi
tersebut.
Dari penelitian terkait oleh Misniati (2015), dengan judul Efektivitas
Passive Leg Raising sebagai Parameter Responsive Cairan pada pasien
hipovolemia terdapat kesamaan dengan penelitian inovasi passive leg
rised untuk mengetahui resposivitas status cairan pasien yang mengalami
hipotensi di RS Am.Parikesit Tenggarong Seberang.

C. Alternatif Pemecahan yang dapat dilakukan

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap implementasi keperawatan


dalam menangani masalah tekanan darah pada penderita hipotensi yang
kaitannya dengan teori dan konsep terkait, maka didapatkan alternative
pemecahan masalah dengan menggunakan intervensi semi fowler untuk
memberikan kenyamanan setelah intervensi tersebut karena memberikan
peningkatan tekanan darah dengan singkat walau tidak signifikan,
sehingga pasien merasa kurang nyaman.

43
44

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan yang dilakukan kepada klien yang
dilaksanakan pada tanggal 7 April 2023 berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa
inovasi Passive Leg Raised sangat efektif untuk melihat resposivitas cairan
terhadap pasien yang mengalami hipotensi.
Responsivitas status cairan tersebut dapat di lihat dengan
dibukitikannya hasil pada tindakan PLR yang responsive terhadap Ny. J
dan hasil pada penelitian terkait oleh Misniati (2015), dengan judul
Efektivitas Passive Leg Raising sebagai Parameter Responsive Cairan
pada pasien hipovolemia.

B. Saran
1. Bagi Pasien dan Keluarga Diharapkan pemberian intervensi
Passive Leg Raised dapat digunakan sebagai upaya untuk melihat
respon kebutuhan cairan pada penderita hipotensi dan dapat di
kerjakan mandiri.
2. Bagi Perawat sebelum dilakukannya intervensi inovasi Passive Leg
Raised diharapkan perawat dapat melakukan komunikasi terapeutik
dahulu khususnya perawat sangat perlu melakukan bina hubungan
saling percaya agar tercipta kerjasama yag baik antar perawat dan
pasien.
3. Bagi Rumah Sakit diharapkan intervensi inovasi Passive Leg
Raised dapat diterapkan sebagai acuan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang sedang menjalani perawatan di
rumah sakit khususnya bagi pasien yang mengalami hipotensi
sehingga tindakan yang di harapkan dapat cepat tanggap dan tepat
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

BPS Provinsi Kalimantan Timur. Kalimantan Timur Dalam Angka 2016-2019


https://www.kaltim.bps.go.id/

Boulain T, Achard JM, Teboul JL, Richard C, Perrotin D, Ginies G. Changes in BP


induced by passive leg raising predict response to fluid loading in critically ill patients.
Chest 2002; 121: 1245–1252.

Cherpanath TG, Geerts BF, Lagrand WK, Schultz MJ, Groeneveld AB. Basic concepts of
fluid responsiveness. Neth Heart J 2013; 21: 530–536.

Dinas Kesehatan Provinsi KalimantanTimur. (2018). Profil Kesehatan Klimantan


Timur 2018. Dinas Kesehatan.

Guyton AC. Textbook of medical physiology. 2019; 12th edition: page 241–253

Haryono, R., & Utami, M. P. S. (2020). Keperawatan Medikal Bedah 2 (2nd ed.).
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Idris AH, Staples ED, O’Brien DJ, Melker RJ, Rush WJ, Del Duca KD, Falk JL:
End-tidal carbon dioxide during extremely low cardiac output. Ann Emerg Med
1994, 23:568-572.

Kementerian Kesehatan, & Indonesia, R. (2019). Hipotensi Penyakit Paling


Banyak Diidap Masyarakat. https://doi.org/351.077 Ind

Michard F, Teboul JL. Predicting fluid responsiveness in ICU patients: a critical analysis
of the evidence. Chest 2002; 121: 2000–2008.

Monnet X, Osman D, Ridel C, Lamia B, Richard C, Teboul JL. Predicting volume


responsiveness by using the end-expiratory occlusion in mechanically ventilated
intensive

Monnet X, Rienzo M, Osman D, Anguel N, Richard C, Pinsky MR, Teboul JL. Passive
leg raising predicts fluid responsiveness in the critically ill. Crit Care Med 2006; 34:
1402–1407.
Monge Garcia MI, Gil Cano A, Diaz Monrove JC. Arterial pressure changes during the
Valsalva maneuver to predict fluid responsiveness in spontaneously breathing patients.
Intensive Care Med 2009; 35: 77–84.
Potter, P.A. dan Perry, A.G. (2010). Fundamental Of Nursing. Buku 3 Edisi 7,
Penerjemah : Fitriani, DN. Tampubolon, O. Diba, F. Jakarta : Salemba Medika.

45
Promosi Kesehatan: Penyebab Terjadinya Hipotensi (H. Aulia (ed.)). CV. Pena
Persada. Nuraini, B. (2015). Risk Factors of Hypertension. J Majority, 4(5), 10–19

Putri, D. M. P., & Amalia, R. N. (2019). Terapi komplementer konsep dan aplikasi
dalam keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia

Trisnawan, Adi. (2019). Mengenal Hipotensi. Jakarta : Mutiara Aksara

46
47
Lampiran 2

48

Anda mungkin juga menyukai