Anda di halaman 1dari 27

SAHABAT CPNS

HOSPITALISASI
Ardian Jafar, S.Kep., Ns
hospitalisasi
• Faktor yang menimbulkan stress saat hospitalisasi
1. Lingkungan rumah sakit
2. Berpisah dengan keluarga
3. Kurang informasi (kenapa di rawat)
4. Hilang kebebasan dan kemandirian
5. Pengalaman hospitalisasi sebelumnya
6. Perilaku / intekasi dengan petugas RS
Hospitalisasi
• Masalah adaptasi dan rehabilitasi
• Rehabilitasi mental, spiritual dan hospitalisasi
• Support kepatuhan dan memfasilitas kebutuhan spiritual pada
kondisi kehilangan
Respon pasien ketika hospitalisasi
1. Cemas, sedih, marah
2. Keterbatasan koping terhadap stres dan sakit yang dirasakan
dipengaruhi oleh : pengalaman hospitalisasi, perkembangan
support system keluarga dan berat ringannya sakit
Masalah Psikososial
- Cemas, khawatir berlebihan, takut
- Mudah tersinggung dan mudah merasa kecewa
- Sulit konsentrasi
- Bersifat ragu-ragu/merasa rendah diri
- Pemarah dan agresif
- Reaksi fisik seperti : jantung berdebar, otot tegang,
- Sakit kepala
- Pikiran kadang menyimpang
- Reaksi emosional berlebihan
- Perilaku kadang tidak sesuai
- Menarik diri
Penyebab kecemasan hospitalisasi
1. Perpisahan dengan keluarga
2. Berada di lingkungan asing
3. Ketakutan akan prosedur
Prinsip Asuhan Keperawatan terhadap
Proses Hospitalisasi
1. Mencegah atau memperkecil perpisahan
2. Memperkecil kehilangan kendali/kontrol
3. Memperkecil cidera
4. Pengkajian dan manajemen nyeri
5. Kegiatan-kegiatan untuk mengurangi stress
6. Memperbesar keuntungan hospitaliasi
7. Dukungan anggota keluarga
8. Meberikan informasi sehingga dampak hospitalisasi dapat diminimalkan
Perubahan pada anak selama hospitalisasi

1. Perubahan konsep diri


2. Regresi
3. Depensi (bergantung)
4. Depersonalisasi (berubah kepribadian)
5. Anxietas
6. Kehilangan dan perpisahan
Terapi Bermain
(Berdasarkan Isi)
1 Bermain afektif sosial (Social affective play)
• Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dengan orang lain. Misalnya, bayi akan
mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang
menyenangkan dengan orang tuanya dan/atau orang lain. Contoh:
bermain “cilukba”, berbicara sambil tersenyum/ tertawa, atau
sekedar memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya.
Terapi Bermain
(Berdasarkan Isi)
2 Bermain bersenang-senang (Sense of pleasure play)
• Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa
senang pada anak dan biasanya mengasyikan. Misalnya: dengan
menggunakan pasir, anak akan membuat gunung-gunungan atau
benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya dangan pasir. Ciri
khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakin asyik
bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan yang
dilakukannya sehingga susah dihentikan.
Terapi Bermain
(Berdasarkan Isi)
3 Bermain keterampilan (skill play)
• Sesuai dengan sebutannya, permainan ini meningkatkan
keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan motorik halus.
Misalnya: memindahkan benda dari satu tempat ke tempat lain,
dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan tersebut
diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan.
Terapi Bermain
(Berdasarkan Isi)
4 Games atau permainan
• Games dan permainan adalah jenis permainan yang menggunakan
alat tertentu dengan menggunakan perhitungan atau skor.
Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau dengan
temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang
sifatnya tradisional maupun modern. Misalnya: ular tangga,
congklak, puzzle.
Terapi Bermain
(Berdasarkan Isi)
5 Unoccupied behavior
• Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar mandir, tersenyum,
tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau
apa saja yang ada di sekitarnya. Jadi, sebenarnya anak tidak
memainkan alat permainan tertentu, dan situasi atau objek yang
ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan.
Terapi Bermain
(Berdasarkan Isi)
6 Dramatic play
• Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan
peran sabagai orang lain melalui permainanya. Anak berceloteh
sambil berpakainan meniru orang dewasa, misalnya ibu guru,
ibunya, ayahnya, kakaknya dan sebagainya yang ingin ia tahu.
Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan di
antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini
penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu.
Terapi Bermain
(Berdasarkan Karakteristik Sosial)
1 Onlooker play
• Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang
sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam
permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses
pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.
Terapi Bermain
(Berdasarkan Karakteristik Sosial)
2 Solitary play
• Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok
permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang
dimilikinya dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat
permainan yang digunakan temannya. Tidak ada kerja sama
ataupun komunikasi dengan teman sepermainanya.
Terapi Bermain
(Berdasarkan Karakteristik Sosial)
3 Parallel play
• Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang
sama tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak
satu sama lain sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak
ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan
oleh anak toddler.
Terapi Bermain
(Berdasarkan Karakteristik Sosial)
4 Associative play
• Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak
dengan anak lain tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin
atau yang memimpin permainan dan tujuan permainan tidak jelas.
Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka, bermain hujan-
hujanan, dan bermain masak-masakan.
Terapi Bermain
(Berdasarkan Karakteristik Sosial)
5 Cooperative play
• Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada
permainan jenis ini juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang
memimpin permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya
untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan
sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main harus
dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan
bersama yaitu memenangkan permainan dengan memasukan bola
ke gawang lawan mainnya
Perawatan Komprehensif:
Inti pendekatan pelayanan keperawatan
• Perawatan yg mencakup bio- psiko-sosial-spiritual (Dossey &
Guzzetta, 1995)
• Bertujuan menyediakan perawatan yang terintegrasi dari
peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan/kuratif, dan
rehabilitasi dg
memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.
Aspek Keperawatan Komperhensif
Perawatan Holistik
• Perawatan holistik yaitu yang melibatkansuatu jejaring sumberdaya
dan pelayanan dukungan secara holistik, komprehensif dan luas
untuk pasien dan keluarganya
• Perawatan Komprehensif : asuhan medis dan asuhan keperawatan,
pelayanan pendukung nutrisi adekuat, psychologi, sosial dan
dukungan aktifitas hidup sehari-hari, sehingga semua asfek yang
dibutuhkan pasien terpenuhi.
Tujuan Asuhan Keperawatan
Diberikan secara Holistik
1. Klien
a. Mengatasi diagnosis fisik
b. Mengatasi diagnosis masalah psikososial, (tindakan mandiri,
kolaboratif)
2. Keluarga
a. Suport Sistem Klien memberdayakan keluarga klien pada klien
yang memiliki keluarga
b. Memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatan jiwa yang dirasakan dalam
merawat klien.
PENDEKATAN PSIKOSPIRITUAL
Memahamkan pasien dan keluarga tentang:
1. Sakit adalah anugerah
2. Sembuh makin sholeh
3. Hidup tambah berkah
4. Meninggal khusnul khotimah
BERSIH AMALAN – BERSIH NIAT – BERSIH TAUHID
Support kepatuhan dan memfasilitas
kebutuhan spiritual pada kondisi
kehilangan
• Perawat juga dapat memfasilitasi pasien untuk melakukan doa atau membacakan kitab.
Doa adalah metode utama dimana pasien dapat berhubungan dengan kondisi spiritualnya.
• Doa memiliki efek positif pada psikologis dan kesejahteraan fisik. Identifikasi kebaikan
pasien, menghormati, berbicara dan mendengarkan, dan berdoa adalah aspek-aspek
penting dari perawatan spiritual mereka.
• Berdoa bersama atau berdoa untuk pasien, menghabiskan waktu bersama pasien dan
meyakinkan pasien, mendengarkan pasien secara verbal tentang ketakutan dan
kecemasan mereka,
• Menunjukkan rasa hormat terhadap martabat dan keyakinan spiritual agama mereka,
menunjukkan kebaikan dan peduli,
• Mengatur kunjungan pemimpin spiritual/agama dan menawarkan harapan adalah hal-hal
yang penting dan sederhana yang dapat dilakukan untuk pasien.
Support kepatuhan dan memfasilitas
kebutuhan spiritual pada kondisi
kehilangan
• Perawat juga dapat melakukan kolaborasi dengan pemuka agama
dan keluarga untuk melakukan pembimbingan kepada pasien dan
memnuhi kebutuhan spiritual pasien.
• Keluarga memiliki peran penting dalam mendukung dan
meningkatkan kondisi kesehatan pasien. Perawat dapat
berkolaborasi pemimpin agama untuk memberikan perawatan
spiritual bagi pasien dan keluarga mereka.
• Kolaborasi yang efektif diperlukan (terutama mengingat
perubahan saat ini dalam sistem perawatan kesehatan) untuk
menyediakan perawatan spiritual yang memadai.
Support kepatuhan dan memfasilitas
kebutuhan spiritual pada kondisi
kehilangan
• Keperawatan spritual tidak hanya terbatas pada ritual peribadatan saja.
• Intervensi sederhana seperti komunikasi terbuka, membantu pasien untuk berdoa dan
berkolaborasi dengan keluarga dan pemimpin agama dapat diimplementasikan dalam
perawatan kepada pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritual mereka khususnya pasien
yang dilakukan perawatan intensif.
• Dengan demikian, perawat dapat dengan mudah untuk melakukan intervensi
keperawatan spiritual sehingga pasien tidak mengalami distres spiritual, memiliki motivasi
dan keyakinan untu sembuh atau meningkatkan kondisi kesehatannya.
• Perawatan spiritual juga dapat membuat pasien menerima kondisinya, merasa nyaman,
dan dapat menjadi fasilitas untuk mengantarkan pasien pada kematian yang damai.

Anda mungkin juga menyukai