Abstrak
Dalam kehidupan negara, setiap negara memiliki pedoman khusus yang dapat mengatur
dan mengikat secara kompleks bagi kehidupan orang-orang di negara tersebut, termasuk
dalam pengaturan tata kelola yang berkaitan dengan pemerintah. Tulisan ini membahas
dan mengkaji pedoman spesifik yang dimaksud, atau dapat diartikan sebagai konstitusi
negara. Fokus kajian mengenai konstitusi negara adalah konstitusi Republik Indonesia,
yaitu UUD 1945 pasca-Perubahan yang secara implisit dianggap relevan dengan Ṣaḥīfah
al-Madīnah atau Piagam Madinah yang merupakan hasil atau Mu'aqadah al. -Waṭāniyah
dibuat berdasarkan kesepakatan antara Rasulullah SAW dan orang-orang Madinah pada
waktu itu. Karena dianggap memiliki konten konstitusional sebagai konstitusi negara
modern, penulis menggunakan aspek reflektif Ṣaḥīfah al-Madīnah secara normatif dalam
hal konten konstitusi di Republik Indonesia.
Abstract
In the life of the nation, each country has specific guidelines to regulate and bind the
people in the country, including governance arrangements. This paper is intended to
discuss and examine those specific guidelines as the state constitution. The focus of this
study is the constitution of the Republic of Indonesia, namely the post-Amendment 1945
Constitution which is considered implicitly relevant to Ṣaḥīfah al-Madīnah or Medina
Charter as the result of the agreement between Rasulullah SAW and people of Madinah
at that time (Mu'aqadah al-Waṭāniyah). It is considered to have constitutional content as
in constitution of a modern state. The author uses the reflective aspect of Ṣaḥīfah al-
Madīnah normatively in terms of constitutional content in the Republic of Indonesia.
dokumen tersebut (Piagama Madinah) tautkan dengan erat antara agama dan
secara umum diakui secara autentik, negara.16
sekaligus telah menjadi sumber ide yang Menurut penulis, adanya Ṣaḥīfah
mendasari negara Islam.14 al-Madīnah merupakan hikmah besar
Piagam Madinah atau Ṣaḥīfah al- terlebih jika meninjau latar belakang
Madīnah ini merupakan piagam tertulis yang terjadi pra- Ṣaḥīfah al-Madīnah
pertama dalam sejarah umat manusia tersebut. Artinya, hikmah besar ini
yang dapat dibandingkan dengan dikarenakan hasil ketabahan dan
pengertian konstitusi dalam sistem keikhlasan Nabi Muhammad SAW
ketatanegaraan modern. Dalam narasi dalam menyebarkan ajaran agama Islam
historisnya, Piagam Madinah atau yang diawali dari kota Mekkah. Karena
Ṣaḥīfah al-Madīnah ditetapkan sebagai itu juga, penduduk kota Mekkah seiring
piagam politik (Ṣaḥīfah al-Siyāsah) yang berjalannya waktu sukar untuk diajak
digunakan sebagai siasat Rasulullah memeluk agama Islam, karena telah
SAW pasca-hijrah ke Madinah yang menganut paham paganisme, terlebih
dimaksudkan untuk membina kesatuan juga pada pemerintahan yang dikuasai
kehidupan berbagai golongan warga oleh aristokrat Quraisy yang juga
Madinah.15 memusuhi Rasulullah SAW. Selain itu,
Madinah yang disebut juga city situasi sosio-politik yang terjadi di
state dapat dikatakan sebagai negara Madinah yang menggambarkan keri-
hukum. Hal ini karena berpedoman cuhan dan konflik antara suku utama
langsung kepada Piagam Madinah bangsa Arab yaitu suku Aus dan Khazraj
sebagai resultante. Ditambah, di dalam dengan suku-suku Yahudi.
Piagama Madinah terdapat prinsip- Selanjutnya, hikmah lainnya
prinsip negara hukum berdasarkan yaitu adanya perjanjian al-‘Aqabah yang
doktrin ajaran Islam. Hal demikian dilakukan antara Rasulullah SAW
dilakukan Rasulullah SAW dalam dengan suku Khazraj di al-‘Aqabah dan
rangka menciptakan kesejahteraan bagi menyatakan diri masuk Islam serta
masyarakat Madinah yang hal tersebut mengakui kerasulan Nabi Muhammad
merupakan suatu hak dan kewajiban SAW., yaitu sebagaimana yang
bagi seorang Kepala Negara dan dilakukan pada perjanjian al-‘Aqabah I
sekaligus seorang Rasul Allah SWT. tahun 620 H di musim haji. Akan tetapi,
Maka, dengan demikian Rasulullah perpisahan suku Khazraj dengan Nabi
SAW telah menerapkan prinsip ajaran Muhammad setalah perjanjian al-
Islam yaitu hablun min Allah wa hablun ‘Aqabah I merasa lemah dalam
min an-nas. Pengisitilahkan negara menghadapi pertentangan dengan
hukum terhadap Madinah pada masa sesama bangsanya yaitu suku Aus.
Rasulullah SAW itu telah memper- Untuk itu, pada perjanjian al-‘Aqabah II
suku Aus yang telah memiliki perjanjian
dengan Yahudi memutuskan untuk
berpihak kepada Rasulullah SAW
14
Dahlan Thaib, dkk., Teori dan Hukum
16
Konstitusi (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. Muhammad Tahir Azhary, Negara
31. Hukum: Suatu Studi Tentang Prinsip-prinsipnya
15
Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya
dan Hukum Administrasi Negara Dalam pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini,
Perspektif Fikih Siyasah.., hlm. 67. hlm. 158.
suatu bangsa, dan beberapa mencermin- sebagai nabi dan rasul, juga sekaligus
kan suatu dasar negara dan ideo- menjadi „soko guru‟ sistem ketata-
loginya.21 Terlebih, jika meninjau negaraan dan pemerintahan yang benar.
kepada pernyataannya Moh. Mahfud Hal itu terbukti setelah Beliau wafat dan
MD, yang mengartikan konstitusi itu digantikan para sahabatnya yang
sebagai hasil resultante atau produk memimpin dengan jujur dan adil.23
kesepakatan politik sesuai dengan situasi
politik, ekonomi, sosial, dan budaya.22 D. Relevansi Piagam Madinah
Maka, atas dasar tersebut Ṣaḥīfah al- dengan Konstitusi Negara
Madīnah dapat dinyatakan dan/atau Indonesia
disetarakan dengan konstitusi modern. Sebagai salah satu ciri negara
Kendatipun, sebagian ahli yang merdeka dan berdaulat, negara
mengatakan bahwa Ṣaḥīfah al-Madīnah Indonesia memiliki sebuah konstitusi,
secara paripurna tidak dapat dikatakan yang tertuang secara normatif dan
sebagai konstitusi karena hanya dimaktubkan di dalam dokumen resmi
dinyatakan tidak terdapat penjelasan negara yaitu Undang-Undang Dasar
mengenai pembagian kekuasaan antara 1945 (UUD 1945). Konstitusi tersebut
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Akan juga memiliki latar belakang sejarah
tetapi, penulis dan beberapa ahli yang yang panjang. Artinya, konstitusi
yang menyetujui Ṣaḥīfah al-Madīnah tersebut diadakan untuk jangka waktu
adalah konstitusi tetap pada pernyataan. jauh ke depan, namun esensinya tidak
Dalam hal konten materi muatan Ṣaḥīfah dapat dilepaskan dari suasana ketika
al-Madīnah sebagaimana telah konstitusi tersebut dibentuk. Kendatipun,
dijelaskan sebelumnya merupakan konstitusi secara subtansi bersifat
materi muatan yang bersifat prinsipal- konstan, namun perubahan masyarakat
subtantif mengenai sistem kehidupan yang heterogen intens terjadi.
kenegaraan dan kebangsaan. Mengenai Menurut Sri Soemantri peruba-
pembagian kekuasaan pemerintahan han yang dikehendaki adalah perubahan
sebenarnya secara eksplisit tidak diatur konstitusi yang berimbang. Artinya,
didalamnya, karena langsung konstitusi harus bersifat tidak fleksibel
dipraktikkan dalam penyelenggaraan karena konstitusi berisi berbagai
kenegaraan di Madinah dibawah peraturan tentang organisasi negara yang
kekuasaan Rasulullah SAW, dengan bersifat fundamental. Serta, di sisi lain
didasarkan atas Ṣaḥīfah al-Madīnah konstitusi juga harus tidak sukar dalam
sebagai konstitusinya. perubahannya, sehingga kehendak untuk
Berbeda dengan trias politica mengubah konstitusi tidak tersalurkan.24
yang dicetuskan oleh Montesquieu UUD 1945 (konstitusi) Indonesia
karena adanya kesewenangan kekuasaan tersebut juga sebagaimana dalam tesis
absolut. Rasulullah SAW, tidak Sri Soemantri bahwa tidak ada satu
menjadikan kekuasaannya sebagai
pemimpin sewenang-wenang. Karena, 23
Rasulullah SAW selain kapasitasnya Rahmad Asril Pohan, Toleransi
Inklusif: Menapak Jejak Sejarah Kebebasan
Beragama dalam Piagam Madinah…, hlm. 165.
21 24
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Sri Soemantri Martosoewignjo, Hukum
Politik.., hlm. 171. Tata Negara Indonesia: Pemikiran dan
22
Moh. Mahfud MD, Pilitik Hukum di Pandangan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
Indonesia.., hlm. 6. 2015), hlm. 9.
pasal yang ada. Akan tetapi, pada termuat di dalam UUD 1945 juga
seberapa rinci materi muatan itu diatur terdapat prinsip negara hukum, prinsip
dan dijelaskan di dalam konstitusi itu konstitusionalisme, prinsip distribution
sendiri. Sehingga, konstitusi dimaksud of power, prinsip negara kesatuan, dan
dapat dikatakan sebagai konstitusi yang prinsip pemerintahan republik.34 Dengan
konstitusional dalam sistem ketata- demikian, prinsip-prinsip tersebut juga
negaraan.31 sebagai bagian dari visi Indonesia yang
Dengan demikian itu, konstitusi religius, manusiawi, bersatu, demokratis,
(UUD 1945) Indonesia secara teoritis adil, sejahtera, maju, mandiri, baik dan
dikategorikan ke dalam konstitusi bersih dalam penyelenggaraan negara.35
tertulis, karena dicantumkan di dalam
dokumen resmi negara Indonesia yaitu E. Penutup
UUD 1945. Dalam hal lain, konstitusi Dalam implikasi pembahasan ini,
(UUD 1945) Indonesia juga bersifat secara eksplisit penulis paparkan analisa
rigid, karena hanya dapat diubah melalui atas konstitusi Madinah dan Indonesia.
cara khusus dan persidangan istimewa. Sebagai awalannya, penulis akan
Status UUD 1945 sebagai konstitusi menganalisa dari aspek sosiologis kedua
derajat tinggi, karena UUD 1945 secara negara tersebut. Kaitannya dengan hal
legal-formal memiliki kedudukan tersebut, antara Madinah dan Indonesia
tertinggi dari peraturan perundang- memiliki kesamaan dalam hal
undangan lainnya.32 Adapun juga kemasyarakatan yang bersifat heterogen,
konstitusi (UUD 1945) Inonesia yaitu dari berbagai suku, agama, dan
dianggap sebagai konstitusi presidensiil keyakinan. Sehingga, pengaturan ketata-
(presidential executive constitution) dan negaraan antara kedua negara tersebut
konstitusi kesatuan (unitary constitution) diperuntukkan kepada kondisi kemasya-
dengan sistem otonomi daerah. rakat yang heterogen, selain pengaturan
Materi muatan UUD 1945 juga untuk sistem pemerintahan yang berjalan
didasari dengan adanya prinsip-prinsip di dalam kedua negara tersebut.
antara lain prinsip Ketuhanan Yang Atas dasar itu, konstitusi yang
Maha Esa, prinsip kedaulatan rakyat, dirumuskan memiliki kesamaan secara
prinsip permusyawaratan, prinsip subtantif baik terhadap materi muatan
kekeluargaan, dan prinsip keadilan konstitusi maupun prinsip-prinsip yang
sosial.33 Prof. Bagir Manan mendasarinya. Adapun materi muatan
menambahkan bahwa prinsip yang konstitunya seperti: 1). Adanya jaminan
hak-hak asasi manusia, 2). Pengaturan
31
sistem struktural ketatanegaraan yang
Nomensen Sinamo, Hukum Tata bersifat fundamental, dan 3). Pengaturan
Negara Indonesia (Jakarta: Permata Aksara,
2014), hlm. 116. tentang pembagian dan pembatasan
32
Pasal 2 TAP MPR Nomor kekuasaan dalam sistem ketatanegaraan
III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata yang bersifat fundamental. Serta, adanya
Aturan Peraturan Perundang-Undangan juncto prinsip-prinsip seperti prinsip Ketuhanan
Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
33
A. F. Azhari, “Materi Muatan UUD 34
Bagir Manan, Memahami Konstitusi:
1945 sebagai Undang-Undang DasarRevolusi”, Makna dan Aktualisasi…, hlm. 59.
35
dalam Publikasi Ilmiah Universitas Lihat TAP MPR RI Nomor
Muhammadiyah Surakarta, 2008, hlm. 65. Lihat VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa
http://publikasiilmiah.ums.ac.id. Depan.