Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Survei

Survei dilakukan di Posyandu Melati 2 Dusun Sanggrahan RT 6 RW 2


Desa Sanggrahan Kecamatan Prambanan yang berada di wilayah kerja Puskesmas
Prambanan. Survey dilakukan dengan mengolah data pengukuran antropometri
pada tanggal 8 Agustus 2023. Jumlah responden dilakukan pengukuran
antropometri sejumlah 44 anak. Data survey terdiri terdiri atas karakteristik
responden dan perhitungan status gizi.

1. Karakteristik Responden
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Balita
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)


Laki-laki 25 56,82
Perempuan 19 43,18
Total 44 100
Sumber : Data Sekunder, Agustus 2023

Berdasarkan tabel 4.1 yang menunjukkan distribusi jenis kelamin


responden, dari total 44 responden mayoritas berjenis kelamin laki-laki
dengan jumlah 25 anak (56,82%).
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur Balita

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur


Kelompok Umur (bulan) Jumlah Persentase (%)
0-12 8 18,18
13-24 5 11,36
25-36 4 9,09
37-48 17 38,64
49-60 10 22,73
Total 44 100
Sumber : Data Sekunder, Agustus 2023
Berdasarkan tabel 4.2 yang menunjukkan distribusi kelompok umur,
didapatkan kelompok umur terbanyak adalah 37-48 bulan atau usia dengan
jumlah 17 responden (38,64%). Kelompok umur paling sedikit adalah 25-36
bulan atau batita dengan jumlah 4 responden (9,09%).

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu Balita

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu Balita


Pendidikan Jumlah Persentase (%)
Tidak Sekolah 1 2,27
SD 2 4,54
SMP 1 2,27
SMA 22 50,00
DIII 12 27,2
DIV/S1/S2 6 13,6
Total 44 100
Sumber : Data Primer, Agustus 2023
Berdasarkan tabel 4.3 yang menunjukkan distribusi pendidikan ibu,
balita didapatkan pendidikan terbanyak adalah SMA dengan jumlah 22
responden (50%). Sedangkan ibu balita responden yang tidak sekolah
sejumlah 1 responden (2,27%) dan SMP sejumlah 1 responden (2,27%).
d. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu Balita
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Ibu Balita
Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
Buruh 3 6,82
Wiraswasta 2 4,55
Guru 3 6,82
Ibu Rumah Tangga 19 43,18
PNS 3 6,82
Karyawan Swasta 10 22,73
Perawat 1 2,27
Perangkat Desa 1 2,27
Honorer 1 2,27
PPPK 1 2,27
Total 44 100
Sumber : Data Primer, Agustus 2023
Berdasarkan tabel 4.4 yang menunjukkan distribusi pekerjaan Ibu
balita responden, didapatkan mayoritas ibu balita responden adalah sebagai
Ibu Rumah Tangga sebanyak 19 responden (43,18%) dan pekerjaan paling
sedikit meliputi perawat, perangkat desa, honorer dan PPPK masing-masing 1
responden (2,27%).

2. Penilaian Status Gizi


a. Berdasarkan Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Tabel 4.5. Gambaran Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
BB/U Jumlah Persentase (%)
BB Normal 39 88,6
BB Kurang 1 2,27
BB Sangat Kurang 1 2,27
BB Lebih 1 2,27
Risiko Berat Badan Lebih 2 4,54
Total 44 100
Sumber : Data Sekunder, Agustus 2023
Berdasarkan tabel 4.5 yang menunjukkan BB/U responden, dapat
diketahui bahwa dari 44 responden sebanyak 39 responden dengan status gizi
normal atau sebesar 88,6%. Sebanyak 2 responden dengan risiko berat badan
berlebih atau 4,54%, 1 responden dengan gizi lebih (2,27%), 1 responden
dengan gizi kurang (2,27%) dan 1 responden dengan gizi sangat kurang
(2,27%).

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur


(TB/U)
Tabel 4.6. Gambaran Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
TB/U Jumlah Persentase (%)
Normal 34 77,27
Tinggi 4 9,10
Pendek 6 13,63
Total 44 100
Sumber : Data Sekunder, Agustus 2023
Berdasarkan tabel 4.6 yang menunjukkan gambaran TB/U didapatkan
sebanyak 34 responden dengan tinggi badan normal dengan persentase
77,27%. Sebanyak 6 responden kategori pendek (13,63%) dan 4 responden
dengan kategori tinggi (9,10%) serta tidak ada responden dengan kategori
sangat pendek.

c. Berdasarkan Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)


Tabel 4.7. Gambaran Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
BB/TB Jumlah Persentase (%)
Gizi Baik 39 88,63
Gizi Kurang 1 2,27
Gizi Buruk 1 2,27
Gizi Lebih 3 6,81
Total 44 100
Sumber : Data Sekunder, Agustus 2023
Berdasarkan tabel 4.7 yang menunjukkan gambaran berat badan
menurut tinggi badan didapatkan mayoritas responden dengan gizi baik
sejumlah 39 responden (88,63%), 3 responden dengan gizi lebih (6,81%), 1
responden dengan gizi kurang (2,27%) dan 1 responden dengan gizi buruk
(2,27%).
d. Distribusi Status Gizi Terhadap Jenis Kelamin
Tabel 4.8 Distribusi Status Gizi Terhadap Jenis Kelamin

Status Laki-laki Perempuan


Gizi Baita Jumlah (%) Jumlah (%)
Gizi Buruk 1 4 1 5
Gizi
Kurang 0 0 1 5
Gizi Baik 23 92 16 80
Gizi Lebih 1 4 2 10
Total 25 100 20 100

e. Distribusi Status Gizi Terhadap Kelompok Umur


Tabel 4.9 Distribusi Status Gizi Terhadap Kelompok Umur

Berdasarkan tabel di atas responden dengan status gizi baik terbanyak


yaitu dengan 32 responden ( 72,73%) terjadi pada usia 37-48 bulan (16
responden ). Gizi buruk ada 1 responden ( 2,27 % ) terjadi pada usia 0-12
bulan. Gizi kurang ada 1 responden (2,27%) terjadi pada usia 49-60 bulan.
Gizi lebih dengan 10 responden (33,73) terjadi pada usia 0-12 bulan ( 7
responden ).
f. Distribusi Status Gizi Terhadap Pendidikan Ibu Balita
Tabel 5.0 Distribusi Status Gizi Terhadap Pendidikan Ibu Balita

Berdasarkan tabel di atas status gizi buruk ada 1 responden (2,27%)


terjadi pada tingkat Pendidikan ibu balita DIII. Status gizi kurang ada 1
responden ( 2,27%) terjadi pada ibu balita dengan tingkat Pendidikan SMA.
Status Gizi baik merupakan responden terbanyak yaitu 39 responden
(88,64%) dengan Pendidikan paling banyak SMA sebanyak 20 responden.
Dan status gizi lebih dengan 3 responden ( 6,82% ).

g. Distribusi Status Gizi Terhadap Pekerjaan Ibu Balita


Tabel 5.1 Distribusi Status Gizi Terhadap Pekerjaan Ibu Balita

Berdasarkan tabel diatas status gizi baik sebanyak 39 responden


(88,64%) dengan pekerjaan ibu balita sebagai ibu rumah tangga (17 responden
). Status gizi buruk sebanyak 1 responden ( 2,27%) dengan pekerjaan ibu
balita sebagai karyawan swasta. Status gizi kurang sebanyak 1 responden
(2,27%) dengan pekerjaan ibu balita sebagai ibu rumah tangga.

B. Pembahasan
Status gizi balita di Posyandu Melati 2 Dusun Sanggrahan Desa
Sanggrahan Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten berdasarkan tabel 4.7 di
atas sudah menunjukkan status gizi baik sejumlah 39 responden (88,63%) dari 44
responden keseluruhan. Status gizi kurang dengan 1 responden (2,27%). Status
gizi buruk dengan 1 responden (2,27%). Dan status gizi lebih dengan 3
responden ( 6,81%).
Status gizi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu konsumsi makanan dan
kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi zat gizi dalam makanan, program
pemberian makanan dalam keluarga, kebiasaan makan, pemeliharaan kesehatan,
daya beli keluarga, lingkungan fisik dan sosial (Proverawati,2016). Status gizi
pada anak dipengaruhi oleh faktor langsung yang meliputi kecukupan konsumsi
makanan dan keadaan kesehatan, serta faktor tidak langsung yang meliputi
ketahanan makanan keluarga, asuhan ibu dan anak, pemanfaatan pelayanan
kesehatan dan sanitasi lingkungan, pendidikan, keberadaan dan kontrol keluarga,
dan juga faktor ekonomi (Soetjiningsih, 2014).
Menurut peneliti, tingginya jumlah balita yang berstatus gizi baik
dikarenakan tidak semua makanan bergizi itu mahal, sehingga bisa dirasakan
oleh siapapun terutama ibu yang mengerti tentang makanan yang sehat. Orang
tua yang mengerti tentang makanan sehat, akan selalu berusaha menyehatkan
anaknya meskipun tidak memiliki cukup biaya untuk membeli makanan yang
mahal karena masih banyak makanan bergizi yang harganya terjangkau oleh
keluarga dalam kondisi ekonomi apapun seperti tahu, tempe, telur, dan sayuran
yang bisa ditanam sendiri, sehingga tidak perlu membeli. Orang tua yang rutin
membawa anaknya ke posyandu dapat memantau tumbuh kembang dan status
gizi anaknya melalui penimbangan yang dilakukan setiap bulan. Di posyandu ibu
akan mendapatkan banyak informasi dan penyuluhan jika anaknya mengalami
masalah dalam hal gizi, sehingga orang tua akan melakukan apa saja untuk
membuat anaknya menjadi sehat dan tumbuh dengan baik.
Sedangkan balita yang bergizi lebih karena kurangnya memanfaatkan
posyandu sehingga tidak bisa memantau status gizi anaknya setiap bulan. Hal ini
menyebabkan mereka tidak mendapatkan solusi apabila anaknya mengalami
masalah kesehatan. Balita dengan status gizi lebih dikarenakan konsumsi
makanan mereka yang berlebihan, baik dalam jumlah maupun frekuensinya.
Susu dengan tambahan gula akan membuat anak menjadi gemuk, apalagi jika
dikonsumsi melebihi aturan minum, karena balita cenderung menyukai minuman
yang manis sehingga sering meminta untuk dibuatkan susu berkali- kali dalam
sehari. Demikian juga dengan asupan makanan, pada beberapa anak memiliki
selera makan yang berbeda, anak yang suka makan juga akan cenderung makan
lebih dari 3 kali sehari terutama bila mendapatkan makanan kesukaan mereka
sehingga anak menjadi gemuk dan bergizi lebih.
Anak dengan gizi kurang atau bahkan gizi buruk, dapat disebabkan karena
orang tua kurang pandai dalam memberikan makanan pada anak, kondisi
makanan yang tidak higinis juga dapat membuat anak mudah terserang penyakit
pencernaan sehingga mengganggu status gizinya, dan faktor lain yang dapat
menyebabkan anak gizi kuang adalah kekurangmampuan keluarga menyediakan
makanan yang bergizi. Selain itu, kondisi ekonomi keluarga juga ada kaitannya
dengan kekurangan gizi pada anak. Akibat kondisi ekonomi yang kurang,
sehingga ibu juga harus bekerja membantu ekonomi keluarga, ini membuat ibu
sering meningalkan anaknya dan kurang mendapatkan makanan yang bergizi
karena tidak semua ibu mengerti tentang pemberian makanan bergizi pada
anaknya ketika mereka harus bekerja. Kondisi demikian membuat pengasuh
memberikan makanan atau minuman seadanya untuk anak, hal inilah yang dapat
menyebabkan anak menjadi kekurangan gizi. Ibu yang memiliki anak gizi
kurang, disebabkan kurangnya pengetahuan ibu tentang nutrisi yang baik bagi
anaknya.
Tabel 5.0 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita berpendidikan
Menengah dan tinggi untuk Pendidikan SMA yaitu 22 orang (50 %), DIII
sejumlah 12 orang(27,26%) dan DIV/S1/S2 sejumlah 6 orang (13,66%).
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam
tumbuh kembang anak (Soetjiningsih, 2014). Tingkat pendidikan berhubungan
dengan status gizi karena dengan meningkatnya pendidikan kemungkinan akan
meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat.
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap, dan
perilaku orang tua atau masyarakat tentang status gizi yang baik (Marmi, 2013).
Ibu dengan pendidikan menengah dan tinggi akan cenderung mudah untuk
mendapatkan informasi tentang bagaimana mengatur dan mensiasati makan anak
agar tetap dapat tumbuh sehat. Hal ini juga berhubungan dengan pengetahuan ibu
tentang makanan dengan gizi seimbang untuk balita, sehingga ibu tahu makan
jenis apa, jumlah dan jadwal pemberiannya sehingga anaknya tumbuh sehat
dengan status gizi baik.
Terdapat 1 responden (2,27%) dengan gizi buruk pada ibu balita dengan
Pendidikan DIII. Hal ini terjadi karena ibu balita meskipun sudah memiliki
pendidikan menengah tinggi tetapi belum berpengalaman dalam mengurus anak
mengingat anak tersebut adalah anak pertama dan ibu balita masih harus banyak
belajar. Ibu tersebut juga bekerja sehingga tidak sempat datang secara langsung
ke posyandu, ibu balita hanya setor berat badan dan tinggi badan anak pada kader
posyandu. Ibu balita yang tidak datang secara langsung, tidak akan dapat
berkonsultasi secara langsung dengan ahli gizi, bidan desa maupun dokter yang
ada di posyandu tentang status gizi anaknya.
Terdapat 1 responden dengan gizi kurang dengan ibu balita berpendidikan
menengah. Hal ini disebabkan karena anak tersebut tidak suka makan sayur dan
lauk. Balita tersebut hanya makan nasi dan garam saja. Orang tua sudah
memberikan asupan makanan terbaik untuk anaknya, namun balita tersebut tidak
mau memakannya. Motivasi pada anak sudah diberikan dari bidan desa maupun
dokter yang ada di posyandu tetapi anak tetap makan nasi dan garam saja. Ibu
balita sudah diedukasi untuk membawa anak ke Rumah sakit akan tetapi sampai
saat ini orang tua belum membawa anaknya untuk konsultasi ke rumah sakit.
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita tidak bekerja ( ibu
rumah tangga ) yaitu 19 orang (43,19%). Dalam tumbuh kembang anak, tidak
sedikit peranan ibu dalam ekologi anak. Banyak ibu bekerja mencari nafkah, baik
untuk kepentingan sendiri maupun keluarga. Faktor bekerja saja Nampak
berpengaruh pada peran ibu yang memiliki balita sebagai timbulnya suatu
masalah (Soetjiningsih, 2014).
Menurut peneliti, tingginya jumlah yang berstatus gizi baik dikarenakan
tidak semua makanan bergizi itu mahal, sehingga bisa dirasakan oleh siapapun.
Orang tua yang mengerti tentang makanan sehat, akan selalu berusaha
menyehatkan anaknya meskipun tidak memiliki cukup biaya untuk membeli
makanan yang mahal karena masih banyak makanan bergizi yang harganya
terjangkau oleh keluarga dalam kondisi ekonomi apapun seperti tahu, tempe,
telur, dan sayuran. Peran ibu dalam pengasuhan balita sangat besar dan
menentukan pertumbuhan balita. Ibu yang menentukan jenis makanan, frekuensi
makan, banyaknya makanan yang akan diberikan pada balita. Ibu akan
cenderung memberikan makanan yang mudah didapat dan harga terjangkau oleh
ekonomi keluarga tapi tetap dapat memenuhi kebutuhan nutrisi anaknya karena
pada usia balita, pola makan anak masih tergantung pada pengasuhnya, sehingga
apabila penasuhnya memberikan makanan yang bergizi, dengan jumlah dan
frekuensi sesuai kebutuhan balita, maka balita akan tumbuh sehat, sedangkan bila
sebaliknya maka anak akan tumbuh mengalami gizi lebih atau bahkan gizi
kurang.
Anak dengan status gizi buruk ada 1 orang dengan ibu yang bekerja dan
anak dengan status gizi kurang ada 1 orang dengan ibu tidak bekerja. Ibu bekerja
maupun ibu tidak bekerja dalam suatu keluarga akan berpengaruh terhadap
peningkatan ekonomi. Peningkatkan pendapatan dapat meningkatkan daya beli
masyarakat. Anak dengan status gizi kurang adalah anak dengan ibu yang tidak
bekerja, sehingga pendapatan keluarga hanya mengandalkan dari ayah, ibu yang
kurang pandai memilih makanan sehat dan membiarkan saja anaknya tidak mau
makan, maka anak akan kekurangan gizi. Anak dengan gizi buruk pada ibu
bekerja karena ibu bekerja akan meninggalkan anaknya dengan pengasuhnya,
sehingga ibu hanya mensuplai dana untuk membeli makanan tapi kurang
memperhatikan asupan gizi anaknya. Pengasuh atau nenek cenderung akan
memberikan makanan siap saji yang mudah dijumpai tanpa mempehatikan
kandungan gizi makanan sehingga menyebabkan gizi buruk pada anak.
Meskipun ibu bekerja untuk meningkatkan perekonomian keluarga, tetapi juga
dengan banyaknya kebutuhan hidup , ibu balita menghemat pengeluaran untuk
membeli makanan atau membeli makanan siap saji / fastfood sehingga tidak
memperhatikan kandungan gizi sehingga menyebabkan gizi buruk pada anak.
Anak dengan status gizi lebih adalah 3 orang dari 2 orang ibu bekerja dan 1
orang dari ibu tidak bekerja. Ibu yang bekerja akan meninggalkan anaknya
dengan pengasuh, sehingga ibu hanya mensuplai dana untuk membeli makanan
tapi kurang memperhatikan asupan gizi anaknya, pengasuh atau nenek cenderung
menuruti kemauan anak sehingga makanan apa yang diminta oleh anak akan
diberikan dan hal ini memicu gizi lebih pada anak.

Anda mungkin juga menyukai