Anda di halaman 1dari 1

Banyak yang berkata bahwa tatanan dunia telah banyak bergeser saat ini.

Aku sering
mendengarkan hal ini dari para seniorku yang memiliki hobi nongkrong dan berkisah
perkara apa saja di pelataran Monumen Kubus. Ada beberapa teori yang sering
dikemukakan oleh para seniorku, semacam, anak muda masa kini lebih suka
menghabiskan waktu untuk berselancar di media sosial, tidak suka bergaul, cenderung
memiliki orientasi pada keuntungan sampai lupa untuk mencari makna kehidupan. Aku
tidak dapat mengatakan bahwa teori ini benar atau salah karena aku tidak melakukan
survei dan praktis aku tidak memiliki data konkret. Dari pengamatanku, memang saat
ini banyak konten bertebaran di media sosial yang seperti tidak ada manfaatnya.
Jika ditarik lebih lanjut, maka dapat ditemukan bahwa konten-konten ini bisa
beredar luas alias viral karena memiliki daya tarik yang disepakati oleh banyak
kalangan masyarakat. Dapat diartikan bahwa banyak kalangan masyarakat Indonesia
yang tertarik pada konten-konten tidak bermanfaat. Kemudian muncul pertanyaan,
apakah fenomena ini merupakan cerminan dari pergeseran tatanan kehidupan atau
sebetulnya fenomena ini telah terjadi sejak dahulu tetapi baru terangkat sekarang
karena perkembangan media sosial. Untuk membahas hal ini, perlu dikaji ulang
mengenai variabel-variabel yang dapat menunjukkan pergeseran tatanan kehidupan.
Sebagai contoh, jika salah satu aspek yang dinilai menjadi variabel pergeseran
tatanan kehidupan adalah tingkat kepedulian warga negara terhadap isu yang ada di
Indonesia, perlu ditelaah, berapa persentase kepedulian warga negara terhadap isu
yang ada di Indonesia sebelum medsos berkembang pesat dan berapa persentase
variabel tersebut setelah medsos berkembang. Bisa jadi yang kita hadapi saat ini
bukanlah pergeseran tatanan kehidupan melainkan stagnasi tatanan kehidupan dengan
bias perkembangan pesat media sosial.

Anda mungkin juga menyukai