Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KERJA BAHASA INDONESIA

PROYEK ILMIAH

Anggota Kelompok :

Anastasia Johanna (01071170061) Dyta Ghezhanny (01071170179)


Anissa Tanadi (01071170189) Ernestha Clarissa (01071170106)
Bella Wu (01071170159) Ivory Seiko (01071170162)
Christin Carolin (01071170198)

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN


KARAWACI
2019
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Belakangan ini, kegiatan eksperimen sosial sedang marak-maraknya dilakukan oleh
banyak pihak. Seperti yang dapat dilihat dari kanal ​youtube ​ataupun pada bidang sosial media
lainnya, banyak artis ataupun orang biasa lainnya yang melakukan hal ini. Mungkin bagi
beberapa orang, kegiatan ini hanya sebuah keisengan untuk kesenangan pribadi, namun ada juga
yang melakukannya untuk melihat bagaimana manusia berperilaku secara psikologis maupun
untuk melihat pandangan dari setiap orang. Melalui eksperimen sosial, kita mampu melihat
bagaimana seorang individu memahami ataupun merespon individu lain secara spontan dan
tanpa mereka mengetahui maksud dan tujuan dari kegiatan yang sedang dilakukan itu apa.
Menurut wikipedia, eksperimen sosial adalah suatu proyek penelitian yang dilakukan
dengan subjek interaksi antar manusia di dunia nyata. Melalui eksperimen sosial, kita mampu
mengevaluasi diri ataupun membuat suatu perubahan terhadap suatu hal yang bisa saja lebih
memiliki dampak positif dibandingkan dengan sebelumnya. Tindakan eksperimen sosial ini juga
memilih orang secara acak dan orang tersebut tidak mengetahui maksud dan tujuan dari kegiatan
eksperimen sosial ini apa. Mereka yang benar-benar buta akan kegiatan ini dan diharapkan
mampu memberikan reaksi serta pendapat mereka secara jujur dari setiap individu tanpa adanya
tekanan dari pihak manapun karena setiap individu tentu memiliki pola pikir mereka
masing-masing dan mereka berhak untuk menyatakan pemikiran yang mereka miliki di dalam
kepala mereka.
Stereotipe merupakan sesuatu keyakinan yang tetap ataupun sesuatu yang bersifat terlalu
umum terhadap kelompok atau kelas tertentu. Banyak stereotipe-stereotipe yang berkembang
secara luas pada masyarakat. Dari stereotipe yang beredar di masyarakat inilah yang mampu
mengubah pandangan dan pemikiran seseorang terhadap sesuatu dan membuat mereka yakin
akan hal tersebut. Bahkan ada juga stereotipe yang secara tidak sadar telah ditanamkan seorang
orang tua terhadap anaknya sedari anaknya masih kecil. Mau dilihat bagaimanapun, semua hal
memiliki sisi negatif dan sisi positifnya. Secara kasarnya, melalui stereotipe, banyak orang yang
mengabaikan perbedaan antar individu. Orang-orang ini hanya melihat dunia secara sempit
hanya melalui mata mereka sendiri, sedangkan di dunia ini kita tidak tinggal sendirian karena
adanya keberadaan orang lain itu pula, peran mereka di dalam kehidupan kita juga tidak dapat
dilupakan begitu saja. Meskipun demikian, melalui stereotipe inilah kita mampu menanggapi
situasi dengan cepat karena situasi yang sedang dialami pernah menjadi bagian dari pengalaman
pribadi sebelumnya.
Hidup di dunia yang mulai semakin serba praktis dan cepat membuat banyak orang
menjadi lebih individualis. Pada dasarnya sendiri, manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat
hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Jika hanya akibat perubahan zaman yang semakin
canggih ini manusia dapat berubah, maka perubahan zaman yang meskipun dibilang dapat
memiliki banyak benefit bagi kelangsungan hidup manusia, hal ini akan semakin memperburuk
masa depan pribadi manusia dari segi psikis. Manusia akan tetap menjadi orang yang egois
dimana yang hanya mementingkan kepentingan pribadinya sendiri, tidak ingin belajar
mendengarkan orang lain, memaksakan pribadi, bahkan hingga menganggap apapun yang
mereka pikirkan itu adalah kebenaran yang tidak dapat dibantah. Sikap-sikap seperti itulah yang
dapat merusak hubungan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya sehingga mereka
tidak mampu lagi bersosialisasi dengan baik. Melalui kegiatan eksperimen sosial ini, kami
berharap dengan adanya perbedaan pola pikir dalam masyarakat terhadap suatu stereotipe yang
ada, dapat membuat individu lain lebih bersifat terbuka, mau memahami dan mendengarkan apa
yang menjadi pemikiran orang lain, serta lebih menghargai pemikiran orang lain tanpa
memaksakan pemikiran yang ia miliki dan menjadikan itu sebagai beban bagi orang lain. Tak
hanya itu, suatu perubahan terhadap hal kecil inilah kita diharapkan mampu belajar untuk lebih
peduli terhadap sosial dan lingkungan sekitar kita agar manusia dapat hidup sebagai makhluk
sosial yang baik dan memiliki hubungan interpersonal yang lebih baik lagi.

b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendapat mahasiswa FK UPH yang berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan
terhadap stereotipe gender yang ada?
2. Apakah suatu stereotipe gender yang telah ada dalam masyarakat mempengaruhi pemikiran
dari mahasiswa FK UPH yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda?
3. Apakah seorang individu akan bersikap acuh tak acuh dan tidak ingin menyuarakan pemikiran
yang dimilikinya akibat memiliki pola pikir yang berbeda dengan orang lain?
II. METODE KERJA
a. Tahap Persiapan
Untuk persiapan, kami membuat 25 pertanyaan tentang berbagai stereotip terhadap
perempuan maupun laki-laki. 25 pertanyaan ini kami ubah menjadi bentuk soal dan dimasukkan
ke dalam google forms dan kami membagi link dari google forms ini kepada 7 perempuan dan 3
laki-laki. Setelah menganalisa jawaban dari 10 orang yang mengikuti eksperimen ini, kami
menyaring 25 pertanyaan menjadi 7 pertanyaan yang menurut kami paling menarik dan banyak
opini berbeda. Kemudian, dari 10 orang itu kami memilih 6 perwakilan secara acak untuk
berpartisipasi dalam diskusi tentang opini mereka masing-masing berdasarkan apa yang telah
mereka jawab di google form yang telah kita bagikan. Diskusi ini akan kami rekam untuk
menjadi hasil dari eksperimen sosial kami.
b. Tahap Eksekusi
Untuk tahap eksekusi, kami mengumpulkan 6 perwakilan, 3 perempuan dan 3 laki-laki di
sebuah ruangan dan meminta mereka untuk duduk berhadapan. 3 perempuan di satu sisi dan 3
laki-laki di sisi yang lain. Kemudian, kami mempersilahkan masing-masing perwakilan untuk
memperkenalkan diri lalu lanjut dengan 7 pertanyaan yang telah kita saring sebelumnya. Setelah
sebuah pertanyaan dibacakan, kami memberi kesempatan untuk semua perwakilan untuk
mengangkat tangan bila setuju/tidak setuju dengan pertanyaan yang diberikan dan menjelaskan
kenapa. Perwakilan yang lain dipersilahkan untuk memberi tanggapan kepada opini yang
diberikan oleh orang yang sebelumnya. Perekaman ini dilaksanakan pada tanggal 22 April 2019
di perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan.
III. PEMBAHASAN
Pendapat 3 mahasiswi dan 3 mahasiswa FK UPH mengenai stereotipe gender yang ada
dalam masyarakat dapat terlihat dalam tanggapan mereka terhadap pertanyaan yang diberikan.
Ketika eksperimen sosial berlangsung, terlihat bahwa 6 dari 6 peserta menyuarakan pendapatnya.
Angka partisipasi 100% membuktikan bahwa peserta memiliki kepedulian mengenai topik
pembahasan.
Dari 7 pertanyaan yang diberikan, tema atau intisarinya dapat dibagi menjadi 3, yaitu 1.
Apakah perempuan harus dikhususkan dan diberikan kemudahan daripada seorang laki-laki?, 2.
Apakah laki-laki wajib mengikuti peran gendernya yang sudah dibebankan sejak kecil, seperti
tidak menggunakan make-up, selalu mengambil langkah awal, dan mengemban beban keluarga?,
3. Apakah laki-laki dan perempuan harus dibesarkan dengan cara yang berbeda dan dapatkah
mereka hidup tanpa pasangan?
Tiap peserta setuju bahwa perempuan tidak harus dikhususkan atau diprioritaskan, namun
hal yang baik untuk dilakukan adalah demikian. Salah satu argumentasi yang muncul dari kubu
perempuan adalah perempuan memiliki potensi untuk melahirkan, sehingga pantas untuk
didahulukan daripada laki-laki dalam situasi evakuasi kecelakaan. Perspektif menarik lainnya
yang timbul dari pertanyaan ini adalah dari pihak laki-laki yang mengatakan bahwa hal-hal
seperti “ladies parking” justru menempatkan perempuan dalam suatu posisi yang dirugikan,
sebab boleh jadi seorang perempuan lebih mahir memarkirkan kendaraan daripada seorang
laki-laki.
Mengenai peran seorang laki-laki, peserta wanita mengatakan bahwa mereka tidak
mengharapkan hal-hal tersebut dari pria. Seorang laki-laki seharusnya bebas untuk melakukan
apa yang ia ingin lakukan dengan penampilannya dalam rangka menambah kepercayaan diri dan
bahkan mengekspresikan diri. Dan mengenai perihal menanggung beban keluarga di masa
depan, menurut pihak wanita, hal ini bukanlah sesuatu yang hanya menjadi tanggung jawab
laki-laki, tetapi perempuan juga harus bisa menjadi penopang dalam keluarganya. Peserta pria
mengatakan bahwa pada dasarnya mereka mengerti bahwa menanggung beban lebih berat
daripada seorang perempuan bukanlah suatu keharusan, namun mereka merasa bahwa mereka
tetap harus siap menjadi tulang punggung keluarga.
Tema terakhir yang diangkat dalam eksperimen sosial ini adalah kebutuhan pria dan
wanita dari dan terhadap masing-masing gender. Suatu argumentasi menarik timbul dari peserta
wanita adalah bahwa apabila seorang perempuan tidak ingin menikah maka ia tidak harus
menikah seperti yang dikatakan oleh kultur dan budaya masyarakat. 6 dari 6 peserta setuju
bahwa mereka bisa hidup tanpa pasangan namun lebih memilih untuk berpasangan. Juga
disepakati oleh tiap peserta bahwa membesarkan anak harus disesuaikan dengan gendernya agar
anak mampu menghormati dan menghargai perbedaan yang ada. Menurut mahasiswa dan
mahasiswi yang mengikuti proses eksekusi, stereotipe gender sebaiknya dihindari agar
mengurangi ketidaksetaraan perempuan dan laki-laki dari segi pekerjaan, sosial, dan pendidikan.
IV. PENUTUP
Dari hasil yang kami dapatkan, kami dapat menyimpulkan bahwa proyek ini berlangsung
secara kondusif dan membawa arti yang signifikan dalam kehidupan kami sebagai mahasiswa,
maupun sebagai individu masyarakat. Menilik dari hasil proyek ini, kami mempelajari banyak
hal secara tidak terduga dan belajar untuk menggunakan perspektif orang lain dalam memilih
sebuah pernyataan.
Secara tidak langsung, pembuatan video ini turut menjadi salah satu bukti bahwa
mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran UPH berpikiran terbuka dan ingin mendengarkan
argumentasi orang lain tanpa mengacuhkannya. Kami melihat bagaimana para narasumber
berani berpendapat dan menyuarakan perspektifnya, tetapi disisi lain juga mendengarkan dengan
seksama apa yang menjadi buah pemikiran orang lain. Di sini, kami merasa berhasil dalam
menyediakan wadah diskusi yang saat ini semakin jarang ditemukan.
Dari proyek ini, kami juga belajar bahwa di Indonesia, stereotipe merupakan salah satu
hukum tidak tertulis yang terkadang membatasi masyarakat dalam berpikir dan bertindak. Tetapi,
melalui proyek ini pula kami yakin bahwa di zaman milenial ini, stereotipe tidak lagi menjadi
alasan insan untuk tidak berkarya. Sudah semakin banyak orang yang menepis dinding stereotipe
dan hidup menurut pilihannya dan sudut pandangnya sendiri. Perbedaan pendapat adalah hal
yang sangat biasa dan dimaklumi, selama tidak menyentuh moralitas. Kami meyakini,
kedepannya Indonesia akan menjadi sebuah negara demokrasi yang tidak lagi menjunjung tinggi
stereotipe yang tidak selalu benar, dan mulai lebih mementingkan perspektif setiap orang dalam
setiap keadaannya.
Akhir kata, kami bersyukur proyek ini dapat terlaksana dengan baik. Kami juga sangat
berharap melalui proyek ini, teman-teman atau bahkan masyarakat luas dapat menangkap
maksud dan tujuan dalam memandang stereotipe. Stereotipe gender bukan lagi dinding pembatas
untuk kita semua. Alangkah indahnya Indonesia jika masyarakatnya bersuara, mengeluarkan
pendapat, mendengarkan, menghargai dan mensyukurinya. Bukankah perbedaan yang justru
mempersatukan kita?
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, P. B., & Storo, J. N. (1994). Girls are… Boys are… : Myths, stereotypes & gender
differences. Office of Educational Research and Improvement. MA : Campbell-Kibler.

Support Group and Resource Center. "Journal Review : Stereotip Gender Dan Kemampuan
Spatial." Support Group and Resource Center on Sexuality Studies. March 07, 2016.
https://sgrcui.wordpress.com/2016/03/07/journal-review-stereotip-gender-dan-kemampuan-spati
al/.

Middle Ground : Season 1 -YouTube


https://www.youtube.com/playlist?list=PLBVNJo7nhINRqe3O0-hRKYESCFTOPTKrB
DRAFT #1 : Bagaimana jika perempuan dan laki-laki membicarakan steriotip?

Hipotesa
Di era modern ini, banyak sekali steriotip-steriotip yang melabeli suatu gender, baik perempuan
ataupun laki-laki. Berbagai macam pandangan tentang cara memperlakukan keduanya, apakah
sama atau harus berbeda? Perempuan dikenal sebagai insan yang akan tumbuh besar menjadi
seorang ibu rumah tangga yang harus mengurus rumah, sedangkan laki-laki akan banting tulang
untuk menafkahi keluarganya. Tetapi, apakah semua akan beranggapan sama, atau malah
sebaliknya?

Tujuan
Tujuan dilakukannya eksperimen sosial ini adalah untuk meneliti lebih dalam mengenai
kesetaraan gender dan steriotip melalui hal-hal kecil. Dengan eksperimen sosial ini, bukan saja
akan menambah wawasan, tetapi juga akan lebih memahami pemikiran dari sekitar kita. Melalui
rangkaian kegiatan ini, penonton video juga selanjutnya dapat berpikir secara terbuka dan mulai
menyadari betapa banyaknya steriotip dengan segi pandang yang berbeda-beda.

Metode
Kami mengangkat tema steriotip gender dan telah menyiapkan 25 pertanyaan tertutup (yes no
questions) yang berkaitan dengan hal tersebut pada sebuah google form. Form ini akan kami
sebarkan ke beberapa orang yang bersedia mengisi survei tersebut. Setelah mengumpulkan data
dan jawabannya, kami akan memilih 7 pertanyaan dengan jawaban yang paling rata atau layak
untuk dibahas lebih lanjut. Kami juga akan memilih 3 perwakilan masing-masing gender yang
dapat menyuarakan pendapat mereka berdasarkan pilihan yang telah diputuskan. Puncaknya, kita
akan menghadapkan kedua gender di dua sisi yang berbeda. Ketika sebuat pertanyaan
dilontarkan, individu yang setuju boleh berkumpul di tengah dan memberikan alasan mereka,
bisa juga menanggapi satu sama lain. Kemudian setelah waktu habis, kami akan mempersilahkan
untuk individu yang tidak setuju untuk memberikan pendapat dari sudut pandang mereka.
Setelahya, akan diberi waktu untuk membahas perbedaan tersebut dan hal ini akan dilanjutkan
sampai ketujuh pertanyaan tersebut dibahas.

Target
Mahasiswa-mahasiswi FK UPH dengan berbagai latar belakang dan lingkungan sosial. Untuk
pembahasan, akan dipilih 6 perwakilan yang mewakili suara terbanyak.

Hasil yang diharapkan


Melalui eksperimen sosial ini, kami berharap tidak ada lagi stereotipe yang dapat membatasi
gender di Indonesia. Kami juga berharap agar peserta dan penonton kelak akan menyadari bahwa
kita tengah hidup di dunia yang terkotak-kotak dan tidak ada salahnya untuk memiliki sudut
pandang yang berbeda satu sama lain.

Anda mungkin juga menyukai