Anda di halaman 1dari 8

1.

Prasasti Dinoyo – Kanjuruhan


Kerajaan Kanjuruhan ada pada abad ke-8 dengan pusat pemerintahannya
yang berada di daerah Malang. Bukti keberadaan Kerajaan ini terbukti adanya
dengan apa yang tertulis menggunakan aksara Jawa dan Bahasa Sanskerta di
penemuan Prasasti Dinoyo (Yusran et al., 2022).

Gambar 1 Prasasti Dinoyo (detik.com).

Prasasti Dinoyo ini bentuknya berupa lempengan batu. Usianya terbilang


lebih muda dibandingkan pada prasasti dari Kerajaan Kalingga atau Mataram
Hindu. Di dalamnya tertulis Condro Sengkolo yang bunyinya Nayana
Vasurasa yang mempunyai arti tahun 682 Saka (760 M). Bebebapa tulisan
yang ada dalam prasasti ini memuat pembahasan yang berkaitan dengan
sejarah Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh raja Bernama Dewa Simha
yang kemudian diganti oleh putranya setelah meninggal yaitu Sang Liswa
dengan nama terkenalnya Gajayana. Raga Gajayana adalah sosok yang
dicintai para baramana dan rakyatnya karena membawa ketentraman di
seluruh negeri (Oktaviana, 2018).
Dinoyo menggantikan nama kanjuruhan yang terlihat dari dalam sejarah
Kerajaaan Singosari abad 13 dan Majapahit abad 15. Nama kanjuruhan ini
masih disebut sebagai daerah Mandala (Wilayah Kerajaan). Tapi, dengan
kehadiran Eyang Aji Singgomenggolo ( prajurit Mataram Islam ada16 juga
diyakini Masyarakat Dinoyo dengan istilah tlatha Dinoyo ) yang melakukan
babad alas Dinoyo pada tahun 1592 M (Oktaviana, 2018).
Prasasti ini sendiri ditemukan dalam 3 bagian diantaranya bagian tengah
berada di desa Dinoyo serta bagian atas dan bawah berada di Merjosari,
Kabupaten Malang (Satari, 2009).
Adapun beberapa embahasan Prasarti Dinoyo yang dikutip dari karya tulis
Sri Soejatmi Satari (2009) dianataranya:
a. Putikeswara
Secara umumnya dimaknai sebagai Lingga Dewa Siwa yang
memancarkan cahayanya di sekitarnya. Juga diartika sebagai Agni, Dewa
Weda saat tidak diadakan upacara besar. Hal tersebut sesuai dengan yang
disebutkan dalam Somayajna dengan dasar pada upacara Agnisthoma
yaitu berupa penghormatan kepada Agni.
b. Silsilah
Dijelaskan bahwa untuk menyebutkan nama ayahnya raja Gajayana yaitu
Dewa Simha sebagai pendiri arca, jaraknya terlampau dekat, sedangkan
untuk menyebut nenek moyang tanpa memberi Namanya, bertentangan
dengan tradisi dalam tulisan. Lagi pula, di belakang nama dari raja
Gajayanan tercantum smrtah (seperti yang diingat orang), yang berarti
Ketika prasasti ditulis, sang raja gajayanan telah wafat terlebih dahulu.
Selain itu, parsasti Dinoyo ini memiliki hubungannya juga dengan Candi
badut yang didirikan pada tahun 760 M sebagai tempat untuk melindungi arca
Agastya (Satari, 2009).
Letak geografis Kelurahan Dinoyo berada tepat di Kecamatan
Lowokwaru, Kota Malang dengan berupa dataran rendah ketinggian 440
mdpl. dengan luas 14,280 KM2 (Oktaviana, 2018).
2. Prasasti kamulan - Kediri
Prasasti Kamulan dicetuskan oleh Maharaja Panjalu Kadiri Sri Kertajaya
pada tepatnya tanggal 31 agustus 1194 M dengan temuan arkeolog yang
memuat isi terdiri dari :
- Tampilan depan 28 baris tulisan
- Tampilan belakang 32 baris tulisan
- Tampilan kiri 32 barisan dan
- Tampilan kanan yang sudah ditemukan dengan hasil tidak bisa dibaca
(hilang) (TRENGGALEK, 2021).
Dan ditemukan di wilayah kabupaten Trenggelek yang pada waktu di
cetuskannya prasasti ini masih termasuk dalam lingkup wilayah Kalangbret,
Tulungagung (TRENGGALEK, 2021).

Gambar 2 Prasasti Kamulan


Isi sejarah yang disebutkan dalam prasasti ini menjelaskan bahwa
Trenggelek dulunya merupakan wilayah basis militer dari Kerajaan Kediri.
Prasasti yang ditemukan tersebut merupakan jenis sima atau perdikan. Piagam
resmi dari raja Kediri sebagai hadiah kepada jasa prajurit yakni memberikan
suatu penghormatan tinggi kepada samya haji katandan sakapat (pejabat yang
bertugas menjaga wilayah 4 penjuru Bersama prajurit) yang membantu Raja
Kertajaya dari melawan serangan besar di arah timur yang menyebabkan raja
waktu itu dibuat mundur dari istananya di Katang-katang yang tempatnya
kemungkinan besar berada di Desa Katang, kabupaten Kediri menuju
Trenggalek (Kediripedia, 2021).
Jadi, prasasti ini merupakan suatu bentuk penghargaan berupa piagam
yang mengacu pada jasa Trenggalek dalam hal basis kemiliteran yang dapat
diandalkan dalam mempertahankan Kerajaan Kediri sekaligus menjadi acuan
dalam penentuan tanggal hari jadi Kabupaten Trenggalek (Kediripedia, 2021).
Sebelumnya, prasasti ini disimpan di dalam museum Tulungagung, namun
tepat pada tanggal 16 Desember 2021 dialihkan kembali ke Pendana
Kabupaten Trenggalek yang dilakukan dengan pertemuan formal antara
Pejabat tinggi kedua daerah tersebut (Kediripedia, 2021).
Penemuan prasasti ini berawal dari tahun 2015 secara tidak sengaja oleh
Hery Priswanto pihak Balai Arkeolog D.I. Yogyakarta yang melakukan
Ekskavasi Bersama tim akademisi (Dosen dan Mahasiswa) (Kediripedia,
2021).
3. Candi Gurah – kediri

Gambar 3 Candi Gurah

Candi Gurah merupakan peninggalan Kerajaan Kediri dengan


ditemukannya lokasi yang terletak di kecamatan Gurah, kabupaten Kediri.
Penemuan candi tersebut di perkirakan pada tahun 1957. Diperkirakan tidak
jauh 2 KM dari candi Tondowongso (Satu, 2022).
Bentuk ukuran dari bangunan candi ini yaitu 9m x 9m. sealin itu, candi
Gurah memiliki keterkaitan erat dengan Candi Tondowongso yaitu dengan
persamaan adanya bangunan arca yang terdiri dari Arca Brahma, Candra,
Surya dan Nandi. Perbedaannya adalah terlihat pada bentuk candi
tondowongso yang masih tidak terlihat jelas (Satu, 2022).
Penjelasan dari arca pada Candi Gurah diantaranya yaitu yang dikutip dari
jurnal Lisa Ekawati (2008):
a. Brahma

Gambar 4 Arca Brahma

Ditemukan di dalam bilik candi perwara paling utara dengan


bentuk utuh berukuran tinggi 72 cm, lebar 50 cm dan tebal 42 cm.
b. Surya
Gambar 5 Arca Surya

Di temukan utuh didalam candi perwara tengah mengimpit Nandi


dengan tinggi 77 cm x lebar 50 cm dan tebal 40 cm.
c. Candra
Gambar 6 Arca Candra

Di temukan didalam candi perwara tengah mengimpit Nandi dalam


keadaan utuh deng ukuran tinggi 80 cm x lear 50 cm dan tebal 40 cm.
d. Nandi

Gambar 7 Arca Nandi

Ditemukan utuh didalam candi perwara tengah juga dengan ukuran


panjang 90 cm x tinggi 50 cm dan lebar 43 cm.
4. Candi Brahu – Majapahit
Gambar 8 Candi Brahu

Candi Brahu berada di Dusun Muteran, Desa Kejagan, Kecamatan


Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Candi ini adalah candi yang diduga menjadi
peninggalan tertua di wilayah Trowulan dengan bukti dasarnya yaitu
penemuan prasasti Alasantan yang tidak tertalu jauh letaknya dari candi
Brahu. Prasasti itu dicetus oleh Raja Mpu Sindok tahun 861 saka/ 939 M.
dijelaskan dalam prasasti yang berisikan nama sebuah bangunan suci yaitu
Waharu/ Warahu yang diduga nama dari Candi Brahu yang dikenal sekarang
(Timur, 2022).
Disebutkan dalam sebuah laporan yang dikeluarkan Belanda di Rapporten
Oudheidkundigen Commissie (ROC) 1907 dan Rapporten Oudheidkundigen
Dienst (ROD) 1915 ada beberapa candi lain disekitar candi Brahu diantaranya
candi Muteran, Candi Gedong, Candi Tengah dan candi Gentong. Namun
sementara ini masih ditemukan Candi Brahu dan Candi Gentong (Timur,
2022).
Candi ini diduga merupakan candi budha dengan dasar bentuk bangunan
berhias denah lingkaran di atap candi seperti bentuk stupa. Untuk rincian
bentuk diantaranya :
- Bangunan berdenah persegi 20, 7 m x 20, 7 m terdiri dari bagian kaki
tanpa hiasan, tubuh 10,5 m x 10 m 9,6 m dengan tampilan dinding yang
disertai bilik bagian dalam atas berbentuk piramida 4 m x 4 m menghadap
barat yang menyebabkan tampilannya lebih menjorok dari sisi lainnya dan
atap berukuran -+ 6 m dengan bagian timur laut menampilkan menara
sudut berdenah lingkaran menyerupai stupa.
- Beberapa bagian tubuh candi berupa susunan bata baru yang dipasang
Pemerintah Belanda (Timur, 2022).
Selain bangunannya, ditemukan juga susunan struktur bata kuno di arah
barat daya candi Brahu (Timur, 2022).
DAFTAR RUJUKAN
Ekawati, L. (2008). ARCA-ARCA DARI CANDI TONDOWONGSO DAN CANDI
GURAH, KEDIRI. 28. https://doi.org/10.30883/jba.v28i2.362
Kediripedia. (2021). Hari Jadi Trenggalek Ditentukan dari Prasasti Perang
Kerajaan Kadiri. Kediripedia.Com. https://kediripedia.com/hari-jadi-
trenggalek-ditentukan-dari-prasasti-perang-kerajaan-kadiri/
Oktaviana, T. P. (2018). PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
MELALUI APLIKASI SAKDINOYO.
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/10284/1/BAB IV.pdf
Satari, S. S. (2009). Upacara Weda di Jawa Timur: Telaah Baru Prasasti Dinoyo.
Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Arkeologi.
https://www.academia.edu/36213546/Upacara_Weda_di_Jawa_Timur_Telaa
h_Baru_Prasasti_Dinoyo
Satu. (2022). Peninggalan Kerajaan Kediri. BALAI BAHASA JATENG.
https://www.balaibahasajateng.web.id/materi-sekolah/1397/peninggalan-
kerajaan-kediri
Timur, B. P. C. B. jawa. (2022). Candi Brahu. Kemendikbud.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjatim/candi-brahu-2/
TRENGGALEK, I. S. (2021). Sejarah Kembalinya Prasasti Kamulan, Pemkab
Trenggalek Gelar Ruwatan. INFO SEPUTAR TRENGALEK.COM.
https://infoseputartrenggalek.com/sejarah-kembalinya-prasasti-kamulan-
pemkab-trenggalek-gelar-ruwatan/
Yusran, Y. A., Sasikirana, D. A., & Ridjal, A. M. (2022). Reimagining the image
reconstruction of Candi Badut in Malang, Indonesia through geometry
fractal. Jurnal Teknik Arsitektur, 7.
https://doi.org/https://doi.org/10.30822/arteks.v7i1.1246

Anda mungkin juga menyukai