Anda di halaman 1dari 23

Cover x

Kata pengantar x
Daftar isi x
Bab I Pendahuluan x
 Latar belakang x
 Rumusan masalah.. x
 Ruang lingkup
 Tujuan dan kegunaan x
 Kerangka teoritis
Bab II Pembahasan x
 Penyebab x
 Pemecahan
Bab III Penutup x
 Kesimpulan x
 Saran x
Daftar pustaka x
“ASPEK SOSIAL BUDAYA YANG BERPENGARUH TERHADAP PELAYANAN
KEBIDANAN”

PSKB 1 REGULER A1
DOSEN PEMBIMBING : Drs.Apriadi Kholil, M, Si

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. DEVIA OKTAVIANI
2. CICIT ARISKA
3. KIRANA SARI
4. NEFIA OLFIONICA
5. NI LUH PUTU WIDHI WARDANI
6. MARLINA
7. RASDA DIANA
8. RANI KIRANA
9. SERLI AGUSTIN
10. SHINTA PURNAMA SARI

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2015/2016

ASPEK –ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM PELAYANAN KEBIDANAN


1.1. Aspek Sosial Budaya Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Bayi
Kesehatan anak sekarang ini sangan memprihatinkan. Banyak sekali kasus anak-anak yang
terkena penyakit tertentu karena tidak tercukupi kebutuhan gizinya. Seperti banyak anak-anak
di pelosok desa yang orangtuanya hanya sekedar memberi kebutuhan gizi sekedarnya saja
pada anak mereka. Terutama mitos mengenai kesehatan anak, orang zaman dahulu
mempercayai bahwa jika melakukan sesuatu yang telah lama dilakukan oleh pendahulunya
maka mereka juga akan melakukan itu pada anak-anak mereka. Padahal ini malah akan
menjadi penghambat kesehatan anak. Sehingga...>>>
anak mudah sekali terserang penyakit.
Aspek budaya (mitos) yang berkembang di masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan
anak :
1. Jika rambut anak anda basah maka anak anda akan masuk angin. Seorang Pakar Kesehatan
Jims Scars mengatakan dari riset yang pernah dilakukannya di Inggris dimana setengah
kelompok anak dibiarkan berada dalam ruangan hangat sedangkan sisanya berada di lorong
dengan kondisi basah kuyup. Setelah beberapa jam, kelompok yang berada di lorong tadi
tidak mengalami flu. " Kedinginan belum tentu mempengaruhi sistem kekebalan tubuh secara
langsung".
2. Anak perlu makan ketika kedinginan dan meminum banyak air ketika demam
Hal yang seharusnya dilakukan adalah menjaga keseimbangan komposisi cairan tubuh . Jika
seseorang banyak cairan maka akan mudah terserang penyakit begitupun sebaliknya.
Meskipun demikian anak tidak perlu mengkonsumsi minuman elektrolit bila tidak mengalami
dehidrasi ataupun diare.
3. Anak akan kehilangan 75% panas melalui kepala
Mitos ini berkembang karena keharusan bahwa kepala bayi yang baru lahir ditutupi ketika
cuaca dingin ataupun panas. Hal tersebut dibenarkan karena kepala bayi memiliki presentasi
lebih besar daripada bagian tubuh yang lainnya. Tetapi saat beranjak dewasa , keluarnya
panas melalui kepala hanya10%, sisanya keluar melalui kaki, lengan , dan tangan.

4. Makanan yang keluar dari mulut ibu yang terbaik bagi bayi
Suku Sasak di Lombok, para ibu nifas biasa memberikan nasi pakpak (nasi yang telah
dikunyah oleh ibunya terlebih dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat .
Mereka percaya bahwa apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi.
5. Asupan lain ketika ASI belum keluar
Masyarakat Kerinci di Sumatera Barat , pada usia 1 bulan bayi sudah diberi bubur tepung,
bubur nasi, pisang , dan lain-lain. Dan ada juga kebiasaan memberikan roti,nasi yang sudah
dilumatkan ataupun madu, dan teh manis kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar.
6. Kolostrum dianggap sebagai susu yang sudah rusak
Masyarakat tradisional menganggap kolostrum sebagai susu yang sudah rusak dan tak baik
diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang
menganggap kolostrum dapat menyebabkan diare, muntah, dan masuk angin pada bayi.
Aspek sosial (mitos) yang berkembang di masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan anak :
1. Dukun sebagai penyembuh
Masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang-kejang
disebabkan karena kemasukan roh halus, dan dipercaya hanya dukun yang dapat
menyembuhkannya.
2. Timbulnya penyakit sebagai pertanda
Demam atau diare yang terjadi pada bayi dianggap pertanda bahwa bayi tersebut akan
bertambah kepandaiannya, seperti sudah bisa untuk berjalan.
3. Kesehatan anak juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial. Dimana hingga kini
masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan masih menjalankan kepercayaan tersebut.
Hal tersebut disebabkan karena kebiasaan yang telah turun temurun terjadi . Tetapi ada
baiknya jika masyarakat juga mempertimbangkan dengan pemahaman menurut para medis
karena para medis lebih memahami tentang mana yang baik dalam tumbuh kembang
kesehatan anak.

1.2. Aspek Sosial Budaya Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Ibu


Kesehatan Ibu dan anak (KIA) di Indonesia selalu menjadi masalah pelik yang tak kunjung
membaik keadaannya. Situasi kesehatan Ibu dan bayi baru lahir belum di Indonesia sama
sekali belum dikatakan menggembirakan.
Aspek budaya yang berhubungan dengan kesehatan Ibu hamil :
I.3.1. Jawa Tengah :
Bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang
makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
I.3.2. Jawa Barat :
Ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi
yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
I.3.3. Masyarakat Betawi :
Berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan
ASI menjadi asin.
I.3.4. Daerah Subang :
Ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir
bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya
kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah.Tentunya hal ini sangat
mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-
buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh
beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo,1993).
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada
masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses
pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk
memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap
dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan
oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya
mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan
ramuan-ramuan seperti daun-daunan ke dalam vagina dengan maksud untuk membersihkan
darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk
memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
Aspek sosial yang di kalangan masyarakat terhadap kesehatan Ibu
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena
beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu
dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai
40 hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang
ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional
tertentu rnasih dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan
penolong persalinan sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.
Penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia
(kejang-kejang yangberlebihan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat
dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini
sering terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada
faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga.
Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan
dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan
suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi. Kepanikan dan
ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat tindakan yang
seharusnya dilakukan dengan cepat.
Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan,adanya suatu keyakinan dan
sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak
dapat dihindarkan.
1.4. Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan Kesehatan
I.4.1. Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya
penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan
adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara
kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang
mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.
Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang
menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang
untuk mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Data
terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu
mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan
kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap
'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil
dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung
dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi
juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri
dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian
integral kesehatan.

I.4.3.Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat


Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor–
faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya.
Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami
dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu
pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau
dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan
dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik
secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis),
atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak
terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan resultante dari berbagai
masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, social budaya,
perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang
disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor
yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan ecological
balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif,
dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling
besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat.
Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor
seperti kelas social,perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama
(yang ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat
menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian profesional yang
beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan
kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari
berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek.
WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani,
maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna
jasmaninya. Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin
biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah
laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah
kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan
oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak
dapat menjalankan peran normalnya secara wajar.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern,
mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti sakit
adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di badannya seperti
panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan, tidur terganggu, dan badan
lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja.
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam
masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan
sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi
berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di
beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah
sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal
terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa
gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain
akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah.
Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian
memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh
tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh. Persepsi masyarakat mengenai
penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun.
Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman
berbisa, binatang, dan sebagainya.
Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara
menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan
pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.

I.4.2. Budaya Masyarakat Daerah Pada Masa Kehamilan


1. Upacara Mengandung Empat Bulan
Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan
belum disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil.
Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai pemberitahuan kepada
tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul hamil.
Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan
menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya
roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat
Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a selamat, biasanya doa nurbuat dan
doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
2. Upacara Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung
7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan
akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang
sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat
puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung
sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara
ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat
Lukman dan surat Maryam.
Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang
utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil
tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian
dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan
dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai
mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat
berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang
telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan
agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti
keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah
perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan
dunia-akhirat.
Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak
kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-
anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan
menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin.
Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air
sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang
empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara
adat tingkeban.
3. Upacara Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembilan bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam
upacara ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir dengan
selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bubur lolos, sebagai simbul
dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu melahirkan, lolos. Bubur lolos ini
biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau makanan lainnya.
4. Upacara Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari
sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan
yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting.
Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan
seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh indung
beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau,
cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hamil itu harus
berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-
anak yang memegang cambuk. Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian
oleh indung beurang dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan
upacara ini sudah jarang dilaksanakan.

I.3.3. Peranan Seorang Bidan


Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap fisik maupun
mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Di Indonesia ini jumlah bidan memang
tidak sedikit, tetapi untuk di pelosok daerah masih banyak masyarakat yang belum paham
akan arti dari bidan. Bidan yang siap mengabdi di kawasan pedesaan, artinya ia juga harus
siap dengan konsekuensi yang akan terjadi. Tak mudah mengubah pola pikir ataupun
kebiasaan masyarakat. Apalagi, masalah proses persalinan. Kehadiran tenaga medis dengan
spesialisasi melayani persalinan kaum perempuan, bagi warga Mercu dan Muktitama,
termasuk hal baru. Selama ini, apabila ada yang akan melahirkan mereka pada umumnya
mengandalkan dukun.
Bahkan, terdapat tradisi tujuh bulanan. Ibu hamil dengan usia kandungan tujuh bulan, telah
diharuskan menentukan siapa dukun yang akan membantu persalinan. “Ini tantangan cukup
berat. Kita takut nantinya, terjadi risiko yang tidak diinginkan pasca melahirkan. Misalnya
infeksi atau penularan penyakit selama persalinan berlangsung. Seperti pemotongan tali
pusat, ada yang masih pakai gunting biasa. Padahal, gunting itu sebelumnya harus
disterilkan,”terang wanita yang menempati rumah dinas di Puskesmas Pembantu (Pustu) itu.
Ujung-ujungnya, ketika persalinan bermasalah dan dukun sudah angkat tangan, baru di bawa
ke bidan. Pernah suatu kali, kata Yanti, seorang ibu sehari semalam mengejan kesakitan.
Sudah ditolong oleh dukun, tapi sang bayi tak kunjung keluar. Akhirnya dijemputlah bidan.
“Waktu saya datang, bayinya lahir dengan selamat. Saya pikir masyarakat mulai percaya
bidan, tapi ternyata rupanya ndak juga,”katanya lalu tersenyum.
Sejak bertugas di kampung yang berpenduduk lebih dari 1.200 jiwa itu, hingga sekarang,
Yanti mengaku baru dua kali menangani proses persalinan. Selebihnya, membantu pasien
rujukan dari dukun. Walau begitu, ia maklum dengan cara berfikir warga di sana. “Secara
perlahan, mungkin nantinya mereka akan mengerti juga, betapa pentingnya tenaga kesehatan
dalam hal persalinan,”tuturnya tegar.
Informasi yang berhasil dirangkum Padang Ekspres, sedikitnya terdapat tiga dukun beranak
yang masih aktif. Yanti memprediksikan, antara bidan dan dukun, kisarannya 8:2. Dari
sepuluh orang, delapan orang lebih memilih ke dukun dan hanya dua orang yang lebih
percaya pada bidan.
Di tanya apakah kecendrungan ini ada hubungannya dengan tarif persalinan yang dibanderol
oleh bidan? Sontak, Yanti menggeleng. Bahkan, katanya biaya yang ditawarkan dukun ada
yang sedikit lebih tinggi dari bidan. Di samping itu, di tempat bidan berlaku Jamkesmas atau
Jamkesda. Tapi, hal ini bukanlah jaminan yang bisa menggaet hati para ibu-ibu.
Kendala yang dihadapi bides itu, tak hanya seputar masalah pendekatan kepada ibu-ibu
hamil. Sebagai daerah pedalaman, istri Irmansyah Putra itu, harus akrab dengan segala
keterbatasan infrastruktur. Antara lain, tentang jaringan listrik yang belum masuk di kampung
itu. Begitupula masalah air bersih. Krisis air paling terasa bila hujan tak kunjung turun.
I.3.4. Upaya Pemerintah Dalam Pembangunan Kesehatan
Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goals (MDGs) yaitu Angka Kematian Ibu
(AKI) sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup (KH) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
menjadi 23 per 1.000 KH pada tahun 2015, perlu upaya percepatan yang lebih besar dan kerja
keras karena kondisi saat ini, AKI 307 per 100.000 KH dan AKB 34 per 1.000 KH. Hal itu
sambutan Menkes yang dibacakan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan dr. Ratna
Rosita Hendardji, MPH dalam acara Kampanye Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) dan Penggunaan Buku KIA, bekerja sama dengan Solidaritas
Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), di Jakarta (3/2/2010).
“Surga ada di bawah telapak kaki ibu”, pepatah ini menunjukkan betapa pentingnya posisi
ibu di masyarakat, namun kenyataannya perhatian terhadap keselamatan ibu saat melahirkan
masih perlu ditingkatkan, demikian pula bayi yang dilahirkan harus sehat dan tumbuh
kembang dengan baik, ujar Menkes.
Menurut Menkes, Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya percepatan
penurunan AKI dan AKB antara lain mulai tahun 2010 meluncurkan Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) ke Puskesmas di Kabupaten/ Kota yang difokuskan pada kegiatan
preventif dan promotif dalam program Kesehatan Ibu dan Anak.
Untuk tahun ini, sebanyak 300 Puskesmas di wilayah Jawa, Bali, Kalimantan, Sumatera,
Sulawesi, Maluku dan Papua memperoleh dana operasional sebesar Rp 10 juta per bulan.
Mulai tahun 2011, seluruh Puskesmas yang berjumlah 8.500 akan mendapatkan BOK.
Kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, tekanan darah yang tinggi saat hamil (eklampsia),
infeksi, persalinan macet dan komplikasi keguguran. Sedangkan penyebab langsung kematian
bayi adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan kekurangan oksigen (asfiksia). Penyebab
tidak langsung kematian ibu dan bayi baru lahir adalah karena kondisi masyarakat seperti
pendidikan, sosial ekonomi dan budaya.
Kondisi geografi serta keadaan sarana pelayanan yang kurang siap ikut memperberat
permasalahan ini. Beberapa hal tersebut mengakibatkan kondisi 3 terlambat (terlambat
mengambil keputusan, terlambat sampai di tempat pelayanan dan terlambat mendapatkan
pertolongan yang adekuat) dan 4 terlalu (terlalu tua, terlalu muda, terlalu banyak, terlalu rapat
jarak kelahiran), tambah Menkes.
Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat keluarga dapat dihindari apabila ibu dan
keluarga mengetahui tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta tindakan yang perlu
dilakukan untuk mengatasinya di tingkat keluarga, ujar Menkes.
Menkes menambahkan, salah satu upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan
indikator proksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam penurunan Angka Kematian Ibu
dan Angka Kematian Bayi adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K). Program dengan menggunakan “stiker” ini, dapat meningkatkan peran
aktif suami (suami Siaga), keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang
aman. Program ini juga meningkatkan persiapan menghadapi komplikasi pada saat
kehamilan, termasuk perencanaan pemakaian alat/ obat kontrasepsi pasca persalinan.
Selain itu, program P4K juga mendorong ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan, bersalin,
pemeriksaan nifas dan bayi yang dilahirkan oleh tenaga kesehatan terampil termasuk skrining
status imunisasi tetanus lengkap pada setiap ibu hamil. Kaum ibu juga didorong untuk
melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dilanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
“P4K berperan dalam pencapaian salah satu target program 100 hari Kementerian Kesehatan
yaitu terdatanya ibu hamil di 60.000 desa di seluruh Indonesia. Saat sudah terdata 3.122.000
ibu hamil di 67.712 desa,” papar Menkes.
Perencanaan persalinan dapat dilakukan manakala ibu, suami dan keluarga memiliki
pengetahuan mengenai tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas; asuhan perawatan ibu
dan bayi; pemberian ASI; jadwal imunisasi; serta informasi lainnya. Semua informasi
tersebut ada di dalam Buku KIA yang diberikan kepada ibu hamil setelah didata melalui P4K.
Buku KIA juga berfungsi sebagai alat pemantauan perkembangan kesehatan ibu hamil serta
pemantauan pertumbuhan bayi sampai usia 5 tahun. Buku ini dapat diperoleh di Puskesmas,
jelas Menkes.
Pada kesempatan tersebut Menkes mengajak semua ibu hamil, suami dan keluarga
melaksanakan P4K. Kepada organisasi profesi dan rumah sakit menyediakan dan
menggunakan Buku KIA di sarana kesehatan lebih ditingkatkan.
Menurut Menkes, upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan akan lebih optimal
apabila semua khususnya Pemerintah Daerah berperan aktif, mendukung dan melaksanakan
semua program percepatan penurunan AKI dan AKB. Selain itu juga perlu dukungan pihak
swasta baik dalam pembiayaan program kesehatan melalui CSR-nya maupun partisipasi
dalam penyelenggaran pelayanan kesehatan swasta.
Menkes berharap kampanye ini bermanfaat bagi kesehatan masyarakat Indonesia dan dapat
diikuti oleh pihak-pihak lain sehingga “Ibu Selamat, Bayi Sehat, Suami Siaga” menjadi
slogan bersama.
Menkes juga menyambut gembira atas keterlibatan SIKIB dalam kampanye P4K sebagai
upaya memajukan kesehatan ibu dan anak. Menkes juga menyampaikan apresiasi atas peran
PKK yang telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaan program
kesehatan terutama KIA di lapangan.
1.4. PENGERTIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN MASYARAKAT DESA

1.4.1. Pengertian
1. Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) adalah rangkaian kegiatan masyarakat
yang dilakukan berdasarkan gotong-royong, swadaya masyarakat dalam rangka menolong
mereka sendiri untuk mengenal dan memecahkan masalah atau kebutuhan yang dirasakan
masyarakat, baik dalam bidang kesehatan maupun bidang dalam bidang yang berkaitan
dengan kesehatan, agar mampu memelihara kehidupannya yang sehat dalam rangka
meningkatkan mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat.
2. PKMD adalah kegiatan pelayanan kesehatan yang pelaksanaannya didasarkan melalui
sistem pelayanan puskesmas, dimana dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan kesehatan
oleh lembaga ini diikutsertakan anggota-anggota masyarakat di Pedusunan melalui segala
pengarahan untuk menimbulkan kesadaran secara aktif di dalam ikut membantu memecahkan
dan mengembangkan usaha-usaha kesehatan di Desanya. (Dirjen Binkesmas Depkes RI,
1976)
3. PKMD adalah kegiatan atau pelayanan kesehatan berdasarkan sistem pendekatan
edukatif masalah kesehatan melalui Puskesmas dimana setiap individu atau kelompok
masyarakat dibantu agar dapat melakukan tindakan-tindakan yang tepat dalam mengatasi
kesehatan mereka sendiri. Disamping itu kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan juga
dapat mendorong timbulnya kreativitas dan inisiatif setiap individu atau kelompok
masyarakat untuk ikut secara aktif dalam program-program kesehatan di daerahnya dan
menentukan prioritas program sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat yang
bersangkutan. (Kanwil Depkes Jawa Timur)
4. Pokok-pokok pemikiran yang fundamental yang melandasi definisi PKMD tersebut
diatas ditekankan melalui pendekatan-pendekatan sebagai berikut :
a. Untuk keberhasilan PKMD di suatu daerah herus memanfaatkan pendekatan operasional
terpadu (comprehensive operational approach) yang meliputi pendekatan secara sistem
(system approach), pendekatan lintas sektoral dan antar program (inter program and inter
sektoral approach), pendekatan multi displiner (multi displionary approach), pendekatan
edukatif (educational approach), dsb.
b. Dalam pembinaan terhadap peran serta masyarakat melalui pendekatan edukatif,
hendaknya faktor ikut sertanya masyarakat ditempatkan baik sebagai komplemen maupun
suplemen terdepan dalam penunjang sistem kesehatan nasional ini.
c. Sebagai kegiatan yang dikelola sendiri oleh masyarakat, PKMD secara bertahap dan terus
menerus harus mampu didorong untuk membuka kemungkinan-kemungkinan menumbuhkan
potensi swadayanya melalui pemerataan akan peranserta setiap individu di desa secara lebih
luas dan lebih nyata
d. Puskesmas sebagai pengarah (provider) setempat perlu meningkatkan kegiatan diluar
gedung (ourt door activities) untuk mengarahkan “intervensinya “ di dalam memacu secara
edukatif terhadap kelestarian kegiatan PKMD oelh masyarakat dibawah bimbingan LSD.
e. Kegiatan masyarakat tersebut diharapkan muncul atas kesadaran dan prakarsa masyarakat
sendiri dengan bimbingan dan pembinaan dari pemerintah secara lintas program dan lintas
sektoral. Kegiatan tersebut tak lain merupakan bagian integral dari pembangunan nasional
umumnya dan pembangunan desa khususnya. Puskesmas sebagai pusat pengembangan
kesehatan di tingkat kecamatan mengambil prakarsa untuk bersama-sama dengan sektor-
sektor yang bersangkutan menggerakkan peran serta masyarakat (PSM) dalam bentuk
kegiatan PKMD.
1.5. Tujuan Pembangunan Masyarakat Desa Dalam Bidang Kesehatan
1.5.1. Tujuan umum
Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat menolong diri sendiri dibidang kesehatan
dalam rangka meningkatkan mutu hidup
1.5.2. Tujuan khusus
a. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan potensi yang dimilikinya untuk menolong diri
mereka sendiri dalam meningkatkan mutu hidup mereka
b. Mengembangkan kemampuan dan prakarsa masyarakat untuk berperan secara aktif dan
berswadaya dalam meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri
c. Menghasilkan lebih banyak tenaga-tenaga masyarakat setempat yang mampu, terampil
serta mau berperan aktif dalam pembangunan desa
d. Meningkatnya kesehatan masyarakat dalam arti memenuhi beberapa indikator :
§ Angka kesakitan menurun
§ Angka kematian menurun, terutama angka kematian bayi dan anak
§ Angka kelahiran menurun
§ Menurunnya angka kekurangan gizi pada anak balita
1.6. Nilai-Nilai Filosofi Dalam Pembangunan
Pembangunan nasional pada dasarnya memiliki arti penting dan strategis dalam kehidupan
bangsa Indonesia. Disebabkan karena pembangunan hukum nasional merupakan upaya untuk
mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana yang disyaratkan pada pembukaan UUD 1945,
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pembangunan hukum yang dilandasi oleh nilai dasar atau nilai ideologis, nilai historis, nilai
yuridis serta nilai filosofinya akan memberikan dampak positif bagi masyarakat untuk dapat
menikmati rasa keadilan, kepastian manfaat hukum yang pada akhirnya akan bermuara pada
pembentukan sikap dan kesadaran masyarakat terhadap hukum. Pentingnya hukum dibangun
agar hukum dapat menjadi sarana pembangunan dan pembaharuan masyarakat yang kita
harapkan. Hukum juga dapat berperan sebagai objek pembangunan dalam rangka
mewujudkan hukum yang ideal sesuai dengan nilai-nilai hidup di masyarakat.
Dalam hal mengintegrasikan dimensi kependudukan dalam perencanaan pembangunan (baik
nasional maupun daerah) maka manfaat paling mendasar yang diperoleh adalah besarnya
harapan bahwa penduduk yang ada didaerah tersebut menjadi pelaku pembangunan dan
penikmat hasil pembangunan. Itu berarti pembangunan berwawasan kependudukan lebih
berdampak besar pada peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan dibanding
dengan orientasi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth).
Pembangunan berwawasan kependudukan ada suatu jaminan akan berlangsung proses
pembangunan itu sendiri. Pembangunan berwawasan kependudukan menekankan pada
pembangunan lokal, perencanaan berasal dari bawah (bottom up planning), disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, dan yang lebih penting adalah melibatkan
seluruh lapisan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.
Pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar
seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut.
Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan
kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.Dan juga keadaan dan kondisi kependudukan
yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan kualitas penduduk yang memadai akan
merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar
jika diikuti dengan tingkat kualitas yang rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai
beban bagi pembangunan.Apa yang dapat dipelajari dari krisis ekonomi yang berlangsung
saat ini adalah bahwa Indonesia telah mengambil strategi pembangunan ekonomi yang tidak
sesuai dengan potensi serta kondisi yang dimiliki.
Pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar
seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut.
Sebaliknya, pembangunan tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan
kesejahteraan penduduk dalam arti yang luas.Dan juga keadaan dan kondisi kependudukan
yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Pentingnya filsafat hukum dalam pembangunan hukum nasional dikarenakan hanya denga
filsafat hukum sebagai salah satu variabel pelaksanaan pembangunan hukum nasional, yang
akan menjawab berbagai kebutuhan masyarakat dan sekaligus dapat merespons
perkembangan seiring dengan dinamika pembangunan nasional. Pembangunan berwawasan
kependudukan ada suatu jaminan akan berlangsung proses pembangunan itu sendiri.
Pembangunan berwawasan kependudukan menekankan pada pembangunan lokal,
perencanaan berasal dari bawah (bottom up planning), disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi masyarakat lokal, dan yang lebih penting adalah melibatkan seluruh lapisan
masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.
1.7. Faktor Pendorong dan Penghambat Pembangunan Kesehatan
Pengertian Pembangunan nasional adalah rangkaian kegiatan masyarakat yang dilakukan
berdasarkan gotong-royong, swadaya masyarakat dalam rangka menolong mereka sendiri
untuk mengenal dan memecahkan masalah atau kebutuhan yang dirasakan masyarakat, baik
dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang yang berkaitan dengan kesehatan, agar
mampu memelihara kehidupannya yang sehat dalam rangka meningkatkan mutu hidup dan
kesejahteraan masyarakat.
Faktor Pendorong dan Penghambat Pembangunan Nasional :
1. Disparitas Status Kesehatan
Disparitas adalah perbedaan jarak ; adanya upah yang diterima oleh para pekerja pabrik itu.
Menghalangi pemiliknya untuk mendapatkan hak kesehatan yang layak. , masyarakat, media
massa, politikus bahkan insan kesehatan masih memandang hak kesehatan hanya pada hak
untuk memperoleh pelayanan kuratif di rumah sakit dan puskesmas . Meskipun secara
nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat namun disparitas antar tingkat sosial
ekonomi dan antar wilayah masih cukup tinggi. Selama ini kesehatan dianggap sebagai
barang yang mahal, kesehatan di Indonesia hanya untuk kalangan berpunya ‘orang miskin
dilarang sakit’ . Tragis, mengingat kekayaan Indonesia yang begitu tetapi tidak ada
pertanggung jawaban tentang keberadaan SDA tersebut.
2. Beban Ganda Penyakit
Bagi masyarakat Indonesia khususnya, penyakit memiliki beban ganda,yang pertama adalah
rasa sakit yang diderita dan yang kedua masalah uang yang cukup banyak. Untuk mengatasi
masalah penyakit yang dideritanya. Hal ini memberikan dampak negative pada pasien yang
bersangkutan, karena keterbatasan dana, mereka mendapatkan keterbatasan pelayanan
kesehatan.
3. Kinerja Pelayanan yang Rendah
Kinerja kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas
kesehatan penduduk. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan yang ditandai dengan masih di
bawah standarnya kualitas pelayanan sebagian rumah sakit daerah serta keterbatasan tenaga
kesehatan juga menjadi tantangan yang harus segera di atas. Hingga saat ini jumlah dan
distribusi dokter, bidan serta perawat belum merata dimana disparitas rasio dokter umum per
100.000 penduduk antar wilayah masih tinggi. Indonesia mengalami kekurangan pada hampir
semua tenaga kesehatan yang diperlukan
4. Perilaku Masyarakat yang Kurang Mendukung Hidup Bersih
Dewasa ini sikap masyarakat Indonesia juga sama buruknya dengan sistem yang mengatur
kesehatan. Sungai di Jakarta kini mengalami perubahan fungsi, fungsi sungai bukan lagi
menjadi tata perairan kota tapi tempat sampah umum. Belum lagi ada masyarakat yang MCK
di sungai, begitu pula di sebagian wilayah pedesaan Indonesia kesadaraan akan pentingnya
kesehatan belum kita temukan di masyarakat kita.
5. Rendahnya Kondisi Kesehatan Lingkungan
Rendahnya pembangunan ekonomi yang belum merata adalah biang keladi pokok masalah
ini . Hal tersebut menimbulkan kesenjangan soasial baik papan, sandang dan pangan.
Pertanyaan mengapa kesehatan lebih banyak dialamai oleh orang tak berpunya ? Mungkin
jawabannya adalah karena lingkungan tempat tinggal yang buruk.
Kesehatan Indonesia berada pada kondisi yang saat buruk, pembangunan kesehatan di
Indonesia, dapat dilihat dari berbagai penghambat serta langkah pendorong untuk
mengatasinya . Minimnya pelayan kesehatan, dan rendahnya pelayanan kesehatan adalah
salah satu penghambat pembangunan kesehatan . Adat kebiasaan masyarakat, serta keadaan
ekonomi dan pendidikan turut ikut andil dalam hal ini.

PERILAKU SOSIAL BUDAYA YANG BERPENGARUH PADA ASUHAN KEBIDANAN


KOMUNITAS
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya dimana beragam suku dan berbagai
budaya ada, itulah sebabnya semboyan Negara kita adalah “Bhinneka Tunggal Ika”.
Berbedanya kebudayaan ini menyebabkan banyaknya mitos mengenai masa kehamilan,
persalinan dan nifas. Mitos-mitos yang lahir di masyarakat ini kebenarannya kadang tidak
masuk akal dan bahkan dapat berbahaya bagi ibu dan bayi. Hal ini dikarenakan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang kehamilan, masa persalinan dan nifas.
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencegah
terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan serta untuk menjaga pertumbuhan dan
kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (Antenatal Care) adalah penting
untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Faktanya, masih banyak ibu-ibu
yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, almiah, dan kodrati. Masih banyak ibu-
ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak
terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru
diketahui saat persalinan karena kasusnya sudah terlambat sehingga mengakibatkan
kematian. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi,
kurangnya pengetahuan dan pentingnya perawatan kehamilan, serta permasalahan-
permasalahan pada kehamilan. Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada
kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan
dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan sementara kegiatan mereka sehari-hari
tidak berkurang, sehingga akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Jadi,
tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah
pedesaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja perilaku sosial budaya yang berpengaruh pada pelayanan kebidanan
komunitas pada ibu hamil dan ibu bersalin?
2. Bagaimana peran bidan dalam kondisi tersebut?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perilaku sosial budaya yang berpengaruh pada pelayanan kebidanan
komunitas pada ibu hamil dan ibu bersalin.
2. Untuk memahami peran bidan bila ditemukan kondisi-kondisi tersebut.
3. Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Asuhan Kebidanan V (Kebidanan Komunitas)
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Citra budaya yang bersifat memaksa
tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan
menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang
paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang
lain.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Aspek social budaya ini
mencakup pada setiap trimester kehamilan dan persalinan yang mana pada zaman dahulu
banyak mitos dan budaya dalam menanggapi hal ini.
Perilaku kesehatan merupakan salah satu factor perantara pada derajat kesehatan. Perilaku
yang dimaksud adalah meliputi semua perilaku seseorang atau masyarakat yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, angka kesakitan dan angka kematian. Perilaku
sakit (ilness behavior) adalah cara seseorang bereaksi terhadap gejala penyakit yang biasanya
dipengaruhi oleh pengetahuan, fasilitas, kesempatan, kebiasaan, kepercayaan, norma, nilai,
dan segala aturan (social law) dalam masyarakat atau yang biasa disebut dengan budaya.
Beberapa perilaku dan aspek social budaya yang mempengaruhi pelayanan kebidanan di
komunitas diantaranya :
1. Health Believe
Tradisi-tradisi yang diberlakukan secara turun-temurun dalam pemberian makanan bayi.
Contohnya di daerah Nusa Tenggara Barat ada tradisi pemberian nasi papah atau di Jawa
dengan tradisi nasi pisang.

2. Life Style
Gaya hidup yang berpengaruh terhadap kesehatan. Contohnya gaya hidup kawin cerai di
lombok atau gaya hidup perokok (yang juga termasuk bagian dari aspek sosial budaya).

3. Health Seeking Behavior


Salah satu bentuk perilaku sosial budaya yang mempercayai apabila seseorang sakit tidak
perlu pelayanan kesehatan, akan tetapi cukup dengan membeli obat di warung atau
mendatangi dukun.

B. Perilaku dan Sosial Budaya yang Berpengaruh pada Pelayanan Kebidanan Komunitas
pada Ibu Hamil dan Ibu Bersalin

1. Hamil
a. Beberapa contoh perilaku sosial budaya masyarakat yang berkaitan dengan kehamilan,
antara lain:
1) Upacara-upacara yang dilakukan untuk mengupayakan keselamatan bagi janin dalam
prosesnya menjadi bayi hingga saat kelahirannya adalah upacara mitoni, procotan dan
brokohan.
2) Mengidam, dikotomi panas dingin.
3) Larangan masuk hutan, karena wanita hamil menurut kepercayaan baunya harum
sehingga mahluk-mahluk halus dapat mengganggunya.
4) Pantangan keluar waktu maghrib dikhawatirkan kalau diganggu mahluk halus atau roh
jahat.
5) Pantangan menjalin rambut karena bisa menyebabkan lilitan tali pusat.
6) Tidak boleh duduk di depan pintu, dikhawatirkan akan susah melahirkan.
7) Tidak boleh makan pisang dempet, dikhawatirkan anak yang akan dilahirkan kembar
dempet atau siam.
8) Jangan membelah puntung atau kayu api yang ujungnya sudah terbakar, karena anak
yang dilahirkan bisa sumbing atau anggota badannya ada yang buntung.
9) Jangan meletakan sisir di atas kepala, ditakutkan akan susah saat melahirkan.
10) Dilarang menganyam bakul karena dapat berakibat jari-jari tangannya akan berdempet
menjadi satu.
11) Jangan membuat kulit ketupat pada masa hamil karena orang tua percaya bahwa daun
kelapa untuk kulit ketupat harus dianyam tertutup rapat oleh wanita hamil, sehingga
dikhawatirkan bayi yang lahir nanti kesindiran, tertutup jalan lahirnya.
12) Tidak boleh membelah/memotong binatang, agar bayi yang lahir nanti tidak sumbing
atau cacat fisik lainnya.
13) Tidak boleh menutup pinggir perahu (galak haruk), memaku perahu, memaku rumah,
membelah kayu api yang sudah terbakar ujungnya, memukul kepala ikan.
14) Pantangan nazar karena bisa menyebabkan air liur menetes terus.
15) Manggunakan jimat saat bepergian.

b. Peran bidan di komunitas terhadap perilaku selama hamil, antara lain yaitu:
1) KIE tentang menjaga kehamilan yaitu dengan ANC teratur, konsumsi makanan bergizi,
batasi aktivitas fisik, tidak perlu pantang makan.
2) KIE tentang segala sesuatu sudah diatur Tuhan Yang Maha Esa, mitos yang tidak benar
ditinggalkan.
3) Pendekatan kepada tokoh masyarakat untuk mengubah tradisi yang negatif atau
berpengaruh buruk terhadap kehamilan.
4) Bekerjasama dengan dukun setempat.
5) KIE tentang tempat persalinan, proses persalinan, perawatan selama dan pasca persalinan.
6) KIE tentang hygiene personal dan hygiene persalinan.

Pengertian pantangan-pantangan ini dimasudkan agar sang bayi kelak lahir dengan lancar dan
dalam keadaan sehat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan terdiri dari 3 macam
faktor; antara lain :
a. Faktor fisik
Faktor fisik seorang ibu hamil dipengaruhi oleh status kesehatan dan status gizi ibu tersebut.
Status kesehatan ini dapat diketahui dengan memeriksakan diri dan kehamilannya ke
pelayanan kesehatan terdekat, puskesmas, rumah bersalin, atau poliklinik kebidanan.
b. Faktor psikologis
Faktor ini dapat mempengaruhi kehamilan seperti stress yang terjadi pada ibu hamil dalam
kesehatan ibu dan janinnya dan akan berpengaruh terhadap perkembangan atau gangguan
emosi pada janin yang telah lahir nanti. Tidak hanya stress yang dapat mempengaruhi
kehamilan akan tetapi dukungan dari keluarga pun dapat menjadi pemicu menentukan
kesehatan ibu. Jika seluruh keluarga mengharapkan kehamilan bahkan mendukungnya dalam
berbagai hal, maka ibu hamil tersebut akan merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap
dalam menjalani kehamilan, persalinan, dan masa nifasnya.
c. Faktor sosial budaya dan ekonomi
Faktor ini mempengaruhi kehamilan dari segi gaya hidup, adat istiadat, fasilitas kesehatan
dan ekonomi. Gaya hidup yang sehat dapat dilakukan seperti menghindari asap rokok karena
dapat berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Perilaku makan juga harus
diperhatikan, terutama yang berhubungan dengan adat istiadat seperti makanan yang
dipantang adat padahal baik untuk gizi ibu hamil, maka sebaiknya tetap dikonsumsi. Ibu
hamil juga harus menjaga kebersihan dirinya. Ekonomi juga merupakan faktor yang
mempengaruhi proses kehamilan yang sehat terhadap ibu dan janin. Dengan adanya ekonomi
yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin, merencanakan persalinan di
tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik, maka proses kehamilan dan
persalinan dapat berjalan dengan baik.
2. Persalinan
Didaerah pedesaan masih banyak ibu hamil yang mempercayai dukun beranak untuk
menolong persalinan yang biasanya dilakukan dirumah. Data survey kesehatan Rumah
Tangga tahun 1992 menunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak.
Bebrapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek
praktek persalinan oleh dukun yang membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar, dkk
menunjukkan beberapa tindakan dan praktek yang membawa resiko infeksi seperti “ngolesi”
(membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), “kodok”
( memasukkan tangan ke vagina dan uterus untuk mengeluarkan placenta) atau “nyanda”
( setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan kedepan selama
berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai pendorong persalinan pada dasarnya disebabkan karena
beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat , biaya murah, mengerti dan dapat
memabantu upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta membawa ibu dan bayi
sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan
kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak dukun beranak yang dilatih namun praktek-
praktek tradisional tertentu masih dilakukan. Interaksi antara kondisi kesehatan ibu hamil
dengan kemampuan penolong persalinan sangat menentukan persalinan yaitu kematian atau
bertahan hidup.
a. Berikut ini beberapa contoh perilaku sosial budaya selama persalinan yang ada di
masyarakat, antara lain:
1) Bayi laki-laki adalah penerus keluarga yang akan menjaga nama baik.
2) Bayi perempuan adalah pelanjut atau penghasil keturunan.
3) Memasukkan minyak ke dalam vagina supaya persalinan lancar.
4) Melahirkan di tempat terpencil hanya dengan dukun.
5) Minum minyak kelapa memudahkan persalinan.
6) Minum air rendaman akar rumput fatimah dapat memperlancar persalinan.
7) Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan.
8) Makan duren, tape dan nanas bisa membahayakan persalinan.
9) Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan.

Sebenarnya, kelancaran persalinan sangat tergantung pada faktor mental dan fisik si ibu.
Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi.
Sedangkan faktor mental berhubungan dengan kondisi psikologis ibu, terutama kesiapannya
dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga
harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama
persalinan. Faktor lain yang juga harus diperhatikan, seperti riwayat kesehatan ibu, gizi ibu
selama hamil dan lingkungan sekitar apakah mensupport atau tidak karena ada kaitannya
dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada bayinya.
Bahkan, berdasarkan penelitian, ibu yang cemas saat hamil bisa melahirkan anak hiperaktif,
sulit konsentrasi dalam belajar, kemampuan komunikasi yang kurang dan tidak bisa kerja
sama.
b. Peran bidan di komunitas terhadap perilaku selama persalinan
1) Memberikan pendidikan pada penolong persalinan mengenai tempat persalinan, proses
persalinan, perawatan selama dan pascapersalinan.
2) Memberikan pendidikan mengenai konsep kebersihan baik dari segi tempat dan peralatan.
3) Bekerja sama dengan penolong persalinan (dukun) dan tenaga kesehatan setempat.

Contoh Kasus Perilaku Dan Sosial Budaya Yang Berpengaruh Pada Pelayanan Kebidanan
Komunitas Yang Positif
Selamatan 7 Bulanan (pada ibu hamil)
Di desa Payaman Kabupaten Nganjuk, ada ibu yang sedang hamil 7 bulan. Pada Hari
Minggu tanggal 30 maret mengadakan selamatan 7 bulanan yang dalam adat jawa disebut “
TINGKEPAN”. Kata orang jawa tingkepan ini bertujuan untuk meminta keselamatan ibu dan
bayi agar mendapatkan kehamilan yang sehat dengan kegiatan mandi kembang dengan 7
sumber mata air dan bunga 7 rupa beserta uang.
Dalam proses siraman itu, ibu dan suami memakai kain jarik. Kemudian keduanya duduk
bersebelahan dan yang menyiram dimulai dari kedua orang tua, tokoh agama, tokoh
masyarakat, dan seluruh keluarga yang ingin menyiram. Setelah acara siraman selesai, ibu
ganti baju dan calon bapak memecah buah kelapa. Setelah itu apabila buah kelapa langsung
pecah, orang jawa beranggapan bahwa calon bayi berjenis kelamin laki-laki, tapi apabila
kelapa tidak langsung pecah, maka orang jawa beranggapan calon bayi berjenis kelamin
perempuan.
Setelah memecahkan kelapa, kelapa yang digunakan untuk memandikan juga dipecah dan
ditumpahkan beserta uang yang ada di air tadi. Dan masyarakat pun berebut mengambil uang
dan kelapa yang mitosnya dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Setelah itu, kedua
orang tua jualan rujak dan yang membeli masyakat. Jika masyarakat bilang rujak tersebut
enak, mitosnya anaknya perempuan dan cantik di liat. Dan jika rujaknya kurang enak maka
mitosnya anaknya laki-laki. Setelah itu, orang tua membagikan nasi yang ada ayam, telur,
sayur/mie, tahu, tempe dan ikan bandeng. Setelah acara tersebut, pada malam hari juga
diadakan syukuran kembali dan biasanya juga dibacakan surat Yusuf. Jika anaknya laki-laki
agar ganteng seperti Nabi Yusuf, dan jika surat Mariam, maka anaknya cantik seperti
Mariam. Acara ini juga dibagikan nasi,ikan/ayam, sayur/mie, telur, tahu, tempe, ikan bandeng
dan juga rujak.
Dalam acara selamatan 7 bulanan ini dapat kita ambil positifnya, yaitu bisa berbagi rizki
lebih pada orang lain. Ibu bisa makan-makanan bergizi, seperti telur, ayam, ikan bandeng dan
juga dibacakan do’a oleh banyak orang agar kehamilannya lancar dan tidak ada halangan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Perilaku kesehatan merupakan salah satu factor perantara pada derajat kesehatan yang
meliputi semua perilaku seseorang atau masyarakat yang dapat mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat, angka kesakitan dan angka kematian.
Ada beberapa perilaku sosial budaya masyarakat yang berkaitan dengan kehamilan dan
persalinan, baik yang tidak memiliki pengaruh maupun yang berpengaruh bagi ibu yang
sedang hamil ataupun bersalin. Peran seorang bidan atau tenaga kesehatan disini sangatlah
penting untuk bisa meluruskan mana kebiasaan yang sebaiknya perlu diubah dan mana yang
masih bisa diperbolehkan untuk dilakukan.

B. Saran
1. Bagi ibu hamil dan bersalin, sebaiknya berkonsultasi ke bidan atau tenaga kesehatan
sebelum melakukan adat/budaya masyarakat yang dirasa tidak sesuai atau agak
membahayakan bagi kondisinya.
2. Budaya yang ada harus dilihat apakah baik atau tidak untuk kesehatan ibu hamil dan
bersalin. Jika kita lihat dari akal berdasarkan ilmu yang kita dapat budaya tersebut
tidak baik, maka tidak boleh diikuti lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Retna Ambarwati, Eny. 2011. ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Social Dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Erdila, Mita. 2013. Budaya Kehamilan dan Persalinan.


(http://mitaerdila.wordpress.com/2013/01/06/budaya-kehamilan-dan-persalinan/)

Ola. V, Meninda. 2013. SOSIAL BUDAYA PADA KEHAMILAN.


(http://nindakittgz.blogspot.com/2013/01/aspek-sosial-budaya-pada-kehamilan.html)

Zahro. 2012. Perilaku Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pelayanan Kebidanan.


(http://mynameiszahro.blogspot.com/2012/06/perilaku-dan-social-budaya-yang.html)

Anda mungkin juga menyukai