Anda di halaman 1dari 38

MODUL

AJAR

KONSTRUKSI JALAN & JEMBATAN

JURUSAN DESAIN
PERMODELAN DAN
INFORMASI BANGUNAN
(KELAS XI)
EDWIN SILVESTER RIA
MODUL AJAR
BAB I

KLASIFIKASI JALAN

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air,
serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Jalan dikelompokkan menurut pelayanan, sistem jaringan, fungsi, status, kelas, dan spesifikasi
penyediaan prasarana.

1. Klasifikasi Jalan menurut pelayanannya, meliputi :

a. Jalan sosial/ekonomi (Jalan Umum); yaitu jalan raya yang diperuntukkan melayani aktifitas
sosial dan perekonomian masyarakat.

b. Jalan politik/militer (Jalan Khusus /jalan strategi); yaitu jalan yang diperuntukkan melayani
aktifitas politik dan militer. Pada ruas jalan ini aktifitas-aktifitas lainnya tidak diperkenankan
dan sangat tertutup.

2. Klasifikasi Menurut Sistem Jaringan Jalan

a. Jalan primer Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang
dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan
semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan

b. Jalan sekunder Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

3. Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi Jalan

a. Jalan Arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna.
b. Jalan Kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
masuk dibatasi.

c. Jalan Lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

d. Jalan Lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

4. Klasifikasi Jalan Menurut Statusnya (Wewenang)

a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.

c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak
termasuk jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan
ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal,
antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

d. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan
antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di
dalam kota.

e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau


antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

5. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kelas Jalan

Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan klasifikasi
menurut fungsi jalan (Pasal 11 PP No.43/1993), sebagai berikut:
a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.550 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000
milimeter, ukuran tinggi tidak melebihi 4200 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan adalah 10 ton;

b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan, yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.550 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, ukuran tinggi tidak melebihi 4200 milimeter,
dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;

c. Jalan kelas III , yaitu jalan arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.200 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, ukuran tinggi tidak melebihi 3500 milimeter
dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton; dan kondisi tertentu muatan sumbu terberat
boleh dibawah 8 ton.

d. Jalan khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar melebihi 2.550 milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 milimeter,
ukuran tinggi melebihi 4200 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar
dari 10 ton.

Tabel 1.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan

Sumber: Pedoman Desain Geometrik Jalan No. HK. 0101-Be/5021 Tahun 2021
6. Klasifikasi Jalan Berdasarkan Medan Jalan

Tabel 1.2 Klasifikasi Medan Jalan

No Jenis Medan Notasi Kemringan Medan (%)

1 Datar D <10
2 Bukit B 25
3 Gunung G >25
Catatan: *) nilai kemiringan medan rata-rata per 50m dalam satu kilometer
Sumber: Pedoman Desain Geometrik Jalan No. HK. 0101-Be/5021 Tahun 2021
BAGIAN-BAGIAN JALAN

1. Rumaja
Rumaja merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan
kedalaman tertentu, meliputi bagian badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengaman, serta Rubeja jika dibutuhkan. Rumaja dilengkapi ruang bebas dengan
ukuran tinggi, dan kedalaman sebagai berikut.
a. Lebar ruang bebas diukur di antara dua garis vertikal pada batas terluar ambang
pengaman atas batas terluar Rumaja.
b. Tinggi ruang bebas minimal 5,1 m di atas permukaan jalur lalu lintas.
c. Kedalaman ruang bebas minimal 1,5 m di bawah permukaan jalur lalu lintas
terendah.

2. Rumija,
Rumija merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan
kedalaman tertentu, meliputi Rumaja dan sejalur tanah tertentu di luar Rumaja, yang
diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu
lintas di masa akan datang, serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalanRumija
paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut:
a. JBH (Jalan Bebas Hambatan) 30m
b. JRY (Jalan Raya) 25m
c. JSD (Jalan Sedang) 15m; dan
d. JKC (Jalan kecil) 11m.

3. Ruwasja
Ruwasja merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi
tertentu, meliputi ruang tertentu di luar Rumija. Ruwasja diperuntukkan bagi
pandangan bebas pengemudi dan pengaman konstruksi jalan, serta pengamanan
fungsi jalan. Ruwasja pada dasarnya adalah ruang lahan milik masyarakat umum yang
mendapat pengawasan dari pembina jalan. Dalam hal Rumija tidak cukup luas, maka
lebar Ruwasja ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit:
a. jalan arteri primer 15m.
b. jalan kolektor primer 10m.
c. jalan lokal primer 7m.
d. jalan lingkungan primer 5m.
e. jalan arteri sekunder 15m.
f. jalan kolektor sekunder 5m.
g. jalan lingkungan sekunder 2m, dan
h. jembatan 100m ke arah hilir dan hulu.

BANGUNAN PELENGKAP JALAN:

1) Bangunan pelengkap Jalan yang berfungsi sebagai jalur lalu lintas


a. jembatan;
b. lintas atas;
c. lintas bawah;
d. Jalan layang; dan
e. terowongan.
2) Bangunan Pelengkap Jalan Sebagai Pendukung Konstruksi Jalan
a. saluran tepi jalan.
b. gorong-gorong; dan
c. dinding penahan tanah.
3) Bangunan Pelengkap Jalan Sebagai Fasilitas Lalu Lintas
a. jembatan penyeberangan pejalan kaki;
b. terowongan penyeberangan pejalan kaki;
c. pulau jalan;
d. trotoar;
e. tempat parkir dibadan jalan; dan
f. teluk bus yang dilengkapi halte.
Gambar 1.2 Bagian-bagian Jalan dan Pelengkapnya
Bagian-bagian Perkerasan Jalan
1. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk
melayani dan menopang beban lalu lintas.Material agregat yang dipakai dalam
perkerasan jalan adalah batu pecah, batu belah, batu kali. Sedangkan bahan pengikat
yang digunakan antara lain aspal dan semen.
2. Struktur Perkerasan Jalan Perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan
yang tersusun dari bawah ke atas,sebagai berikut :
 Lapisan tanah dasar (sub grade)
 Lapisan pondasi bawah (subbase course)
 Lapisan pondasi atas (base course)
 Lapisan permukaan / penutup (surface course)
Jenis / tipe perkerasan dibagi atas :
 Flexible pavement (perkerasan lentur).
 Rigid pavement (perkerasan kaku).
 Composite pavement (gabungan rigid dan flexible pavement)
+
SPESIFIKASI BAHAN UNTUK KONTRUKSI PERKERASAN LENTUR (FLEXIBLE PAVEMENT)

1. Lapis Pondasi Agregat Kelas B

LPB adalah lapis pondasi agregat yang berada di atas tanah dasar/ subgrade. Tanah dasar di
bawah LPB bisa berupa tanah asli maupun tanah timbunan dan galian. Lapis pondasi agregat
kelas B ini merupakan campuran dari berbagai fraksi agregat. Komposisi campuran agregat
kelas B tergantung dari Job Mix Formula yang telah dibuat. Pembuatan JMF dimulai dengan
berbagai pengujian material agregat antara lain pengujian berat jenis, CBR, uji kekerasan batu
(abrasi), dan lain sebagainya. Contoh komposisi agregat kelas B hasil JMF adalah sebagai
berikut:

Fraksi 1 (37,5 – 50 mm) = 15%

Fraksi 2 (0 – 37,5 mm) = 53%

Fraksi 3 (pasir) = 32%.

Pelaksanaan agregat kelas B dilakukan setelah subgrade siap. Langkah-langkah pekerjaan


agregat kelas B dilakukan sebagai berikut:

 Pekerjaan persiapan subgrade dengan melakukan pengukuran menggunakan alat ukur


seperti TS, theodolit maupun waterpass.

 Proses pemecahan batu menjadi fraksi yang diinginkan menggunakan stone crusher.

 Blending material mulai dari fraksi 1, 2, dan 3 sesuai komposisi JMF. Blending bisa
menggunakan alat blending plant. Jika tidak tersedia, blending bisa menggunakan
excavator maupun wheel loader.

 Proses pengangkuran menuju lokasi penghamparan menggunakan Dump Truck.

 Penghamparan agregat menggunakan motor grader dengan ketebalan hampar


agregat maksimum 20 cm.

 Proses pemadatan menggunakan vibro roller. Pada saat pemadatan perlu dijaga kadar
air. Oleh karena itu perlu dilakukan penyiraman menggunakan truck water tank.

 Pengujian ketebalan LPB atau tes spit.

 Pengujian kepadatan agregat menggunakan metode sand cone. Tingkat kepadatan


sampai 100%.

 Pengujian CBR lapangan dan CBR laboratorium dengan nilai CBR minimal 60%.
2. Lapis Pondasi Agregat Kelas A

Lapis pondasi agregat kelas A (LPA) adalah campuran agregat dengan berbagai fraksi dan
material yang digunakan untuk pondasi perkerasan aspal maupun perkerasan beton. LPA
berada di atas LPB. Perbedaan antara LPA dan LPB ada pada komposisi campuran dan kriteria
pondasi. Contoh komposisi agregat kelas pada JMF antara lain:

Fraksi 1 (20 – 37,5 mm) = 38%

Fraksi 2 (10 – 20 mm) = 19%

Fraksi 3 (0 – 10 mm) = 25%

Fraksi 4 (pasir) = 18%.

Pelaksanaan lapis pondasi agregat kelas A hampir sama dengan LPB, seperti berikut:

 Dilakukan setelah lapis pondasi agregat kelas B sudah selesai dikerjakan.

 Proses pemecahan batu menjadi fraksi yang diinginkan menggunakan stone crusher.

 Blending material pada fraksi 1, 2, 3, dan 4 sesuai komposisi JMF menggunakan alat
blending plant atau menggunakan excavator maupun wheel loader.

 Pengankutan menuju lokasi penghamparan menggunakan dump truck.

 Penghamparan agregat menggunakan motor grader dengan tebal hampar agregat


maksimum 20 cm.

 Proses pemadatan menggunakan vibro roller. Pada saat pemadatan perlu menjaga
kadar air, oleh karena itu perlu dilakukan penyiraman menggunakan truck water tank.

 Pengujian ketebalan LPA atau tes spit.

 Pengujian kepadatan agregat menggunakan metode sand cone dengan tingkat


kepadatan sampai 100%.

 Pengujian CBR lapangan dan CBR laboratorium dengan nilai CBR minimal 90%.

3. Lapis Pondasi Agregat Kelas S

Lapis pondasi agregat kelas S adalah perkerasan berbutir yang digunakan sebagai bahu jalan.
Bahu jalan terletak di tepi kanan dan kiri badan jalan. Biasanya lebar agregat kelas S 1,5 – 2
m dan tebal 15 cm. Campuran yang digunakan untuk membuat LPS tergantung dari JMF yang
telah dibuat. Contoh komposisi lapis pondasi agregat kelas S adalah sebagai berikut:

Fraksi 1 (10 – 25 mm) = 30%

Fraksi 2 (Pasir) = 70%.

Pelaksanaan lapis pondasi agregat kelas S biasa dilakukan setelah perkerasan aspal AC-WC.
Berikut adalah metode pelaksanaan LPS yang biasa dilakukan:

 Material agregat S di atas LPB pada bahu jalan.

 Proses pemecahan batu menjadi fraksi yang diinginkan menggunakan stone crusher.

 Blending material mulai dari fraksi 1 dan 2 sesuai komposisi JMF. Blending bisa
menggunakan alat blending plant. Jika tidak tersedia blending bisa menggunakan
excavator maupun wheel loader.

 Proses pengangkutan stockpile menuj lokasi penghamparan menggunakan dump


truck.

 Penghamparan agregat menggunakan motor grader disesuaikan dengan kemiringan


bahu jalan.

 Proses pemadatan menggunakan alat berat vibro roller. Pada saat pemadatan perlu
menjaga kadar air. Oleh karena itu perlu dilakukan penyiraman menggunakan truck
water tank.

 Pengujian ketebalan LPS atau tes spit.

 Pengujian kepadatan agregat menggunakan metode sand cone. Tingkat kepadatan


sampai 100%.

 Pengujian CBR lapangan dan CBR laboratorium dengan nilai CBR minimal 50%.

Proses pelaksanaan pondasi agregat harus benar-benar dilakukan sesuai dengan prosedur
karena sangat berpengaruh terhadap kualitas badan jalan.
KLASIFIKASI JEMBATAN

Menurut Supriyadi (1997) jembatan adalah suatu bangunan yang menghubungkan suatu jalan
menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi
permukaanya.

Menurut Ir. H. J. Struyk dalam bukunya “Jembatan“, jembatan merupakan suatu konstruksi
yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah.
Rintangan ini biasanya jalan lain (jalan air atau lalu lintas biasa).
Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua
bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur
sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang
dan lain-lain.

Menurut Siswanto (1999), jembatan dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-macam


jenis/tipe menurut fungsi, keberadaan, material yang dipakai, jenis lantai kendaraan dan lain-
lain seperti berikut :

1. Klasifikasi Jembatan Menurut Keberadaannya (Tetap/dapat digerakkan)


a. Jembatan tetap seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut, dapat terbuat dari:
 Jembatan Kayu,
 Jembatan Baja,
 Jembatan Beton Bertulang Balok T,
 Jembatan Pelat Beton,
 Jembatan Beton Prategang,
 Jembatan Batu,
 Jembatan Komposit
b. Jembatan yang dapat digerakkan (umumnya dari baja) seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.2 berikut, dibagi menjadi :
 Jembatan yang dapat berputar diatas poros mendatar, seperti :
 Jembatan Angkat
 Jembatan Baskul
 Jembat Lipat Strauss
 Jembatan yang dapat berputar diatas poros mendatar dan yang dapat
berpindah sejajar mendatar
 Jembatan yang dapat berputar diatas poros tegak atau jembatan putar,
 Jembatan yang dapat bergeser kearah tegak lurus atau mendatar :
 Jembatan Angkat
 Jembatan Beroda
 Jembatan Goyah
a. Jembatan Beton Bertulang Balok T
c. Jembatan Kayu b. Jembatan Baja

e. Jembatan Pelat Beton d. Jembatan Beton Prategang f. Jembatan Batu


Beton

g. Jembatan Komposit

Gambar 2.1. Jembatan Tetap


c. Jembatan Angkat b. Jembatan Baskul a. Jembatan Lipat Straus

e. Jembatan Roda d. Jembatan Goyah

Gambar 2.2. Jembatan yang dapat digerakkan


2. Klasifikasi jembatan menurut fungsinya
a. Jembatan Jalan Raya
b. Jembatan jalan Rel
c. Jembatan untuk Talang Air/Aquaduk
d. Jembatan untuk Menyebrangkan pipa-pipa (air, minyak, gas)

b. Jembatan Jalan Raya a. Jembatan Rel

d. Jembatan Talang Air c. Jembatan untuk Menyebrangkan Pipa

Gambar 2.3. Jembatan Menurut Fungsinya

3. Klasifikasi Jembatan Menurut Material Yang Dipakai


a. Jembatan Kayu
b. Jembatan Baja
c. Jembatan Beton Bertulang (Konvesional dan Prategang)
d. Jembatan Bambu
e. Jembatan Pasangan batu
f. Jembatan Komposit
a. Jembatan Kayu b. Jembatan Baja c. Jembatan bambu

d. Jembatan Pas. Batu e. Jembatan Komposit f. Jembatan Beton Prategang

Gambar 2.4. Jembatan Menurut Material yang dipakai


KOMPONEN JEMBATAN

Menurut Supriyadi (1997) bagian pokok jembatan dapat dibagi dalam 2 (dua) bagian utama
yaitu bagian struktur atas dan struktur bawah.

1. Struktur Atas
Struktur atas jembatan adalah bagian-bagian jembatan yang memindahkan beban-beban
lantai jembatan ke perletakan arah horisontal. Lantai jembatan adalah bagian dari suatu
jembatan yang langsung menerima beban lalu lintas kendaraan, pejalan kaki dan beban
yang membebaninya secara langsung.
a) Gelagar Induk
Komponen ini terletak pada jembatan yang letaknya memanjang arah jembatan
atau tegak lurus arah aliran sungai. Komponen ini merupakan suatu bagian struktur
yang menahan beban langsung dari pelat lantai.

Gambar 2.5.

Gelagar Induk

b) Gelagar Melintang atau Diafragma


Komponen ini terletak pada jembatan yang letaknya melintang arah jembatan yang
mengikat balok-balok gelagar induk. Komponen ini juga mengikat beberapa balok
gelagar induk agar menjadi suatu kesatuan supaya tidak terjadi pergeseran antar
gelagar induk.

Gambar 2.5. Gelagar Melintang (Diafragma)


c) Lantai Jembatan
Berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan yang menahan langsung beban lalu
lintas yang melewati jembatan. Komponen ini menahan suatu beban yang langsung
dan ditransferkan secara merata keseluruh lantai kendaraan.

Gambar 2.6. Lantai Jembatan

d) Perletakan atau Andas


Terletak menumpu pada abutment dan pilar yang berfungsi menyalurkan semua
beban langsung jembatan ke abutment dan diteruskan ke bagian fondasi.

Gambar 2.7. Perletakan/Andas


e) Plat Injak
Plat injak berfungsi menghubungkan jalan dan jembatan sehingga tidak terjadi
perbedaan tinggi keduanya, juga menutup bagian sambungan agar tidak terjadi
keausan antara jalan dan jembatan pada pelat lantai jembatan.

Gambar 2.8. Plat Injak

2. Struktur Bawah

Struktur bawah suatu jembatan adalah merupakan suatu pengelompokan bagian-bagian


jembatan yang menyangga jenis-jenis beban yang sama dan memberikan jenis reaksi yang
sama, atau juga dapat disebut struktur yang langsung berdiri di atas dasar tanah.

a) Fondasi
Fondasi merupakan perantara dalam penerimaan beban yang bekerja pada
bengunan ke tanah dasar dibawahnya. Maka bentuk bangunan fondasi sangat
tergantung dari tanah dasar dibawahnya atau tergantung dari jenis tanah bawah
dasar fondasi, yang menentukan besarnya kuat dukung tanah dan penurunan
yang terjadi. Berikut beberapa jenis fondasi yang sering digunakan yaitu :
 Fondasi dangkal, digunakan bila lapisan tanah dibawah fondasi yang telah
diperhitungkan dan diperkirakan mampu memikul beban bangunan diatasnya.
Fondasi dangkal mempunyai kedalaman berkisar 0-12 m, tetapi dalam
pemilihan jenis fondasi pun berbeda-beda, tergantung dari struktur tanah yang
cocok untuk fondasi yang telah direncanakan, dan biasanya menggunakan jenis
fondasi telapak atau sumuran (caisson) serta
 Fondasi Dalam, yang mempunyai kedalaman berkisar >12 m dan biasanya
berupa tiang pracetak, tiang kayu, tiang beton yang dicor ditempat dengan
pipa cassing baja yang ditekan dan dipuntir kedalam tanah atau dengan
pengeboran tanah. Pada umumnya digunakan jenis fondasi tiang pancang.

PONDASI TIANG
PANCANG/BOR
PILE

b) Abutment
Abutment terletak pada ujung jembatan, berfungsi sebagai penahan tanah dan
menahan bagian ujung dari balok gelagar induk. Umumnya abutment dilengkapi
dengan konstruksi sayap yang berfungsi untuk menahan tanah dalam arah tegak
lurus as jembatan dari tekanan lateral (menahan tanah ke samping).
ABUTMEN
JENIS JENIS DRAINASI JALAN DAN JEMBATAN

Terdapat berbagai jenis drainase yang diklasifikasikan atas berbagai aspek dan sudut
pandang. Klasifikasi tersebut dapat didasarkan pada sejarah pembentukan, peletakan saluran,
fungsi, konstruksi, pola jaringan, dan bentuk saluran.

 Berdasarkan Sejarah Pembentukannya


1. Drainase Alami
Drainase alami (natural drainage) merupakan drainase yang terbentuk secara
alami tanpa adanya bangunan-bangunan pendukung seperti bangunan pelimpah,
pasangan batu/beton, gorong-gorong, dan sebagainya. Drainase alami dapat
terbentuk karena gerakan air akibat gravitasi bumi. Gerakan air tersebut akan
menggerus permukaan tanah sehingga terbentuklah jalur aliran air yang berfungsi
secara permanen.

Sumber : https://www.pinhome.id/kamus-istilah-properti/drainase/

2. Drainase Buatan
Drainase buatan (artificial drainage) merupakan drainase yang sengaja dibangun
oleh manusia untuk tujuan tertentu. Oleh karena itu, drainase tersebut
membutuhkan beberapa bangunan khusus antara lain selokan pasangan beton
maupun batu, pipa, gorong-gorong, dan sebagainya.
Sumber : https://www.pinhome.id/kamus-istilah-properti/drainase/

 Berdasarkan Peletakan Saluran


1. Drainase Permukaan
Drainase permukaan (surface drainage) merupakan drainase yang terletak di atas
permukaan tanah. Drainase ini digunakan untuk mengalirkan air limpasan dan
genangan di permukaan.

Sumber : https://www.pinhome.id/kamus-istilah-properti/drainase/

2. Drainase Bawah Tanah


Drainase bawah tanah (subsurface drainage) merupakan drainase yang berfungsi
untuk mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan
tanah. Sistem drainase dengan media pipa bawah tanah ini dibangun untuk
tujuan-tujuan tertentu, yaitu :
o Tuntutan estetika
Lingkungan akan menjadi lebih rapi karena tidak ada pipa saluran yang terlihat
dari luar.
o Tuntutan fungsi permukaan tanah
Digunakan pada permukaan tanah yang tidak diperbolehkan adanya saluran.
Contoh : Lapangan sepak bola dan lapangan terbang.

Sumber : https://www.pinhome.id/kamus-istilah-properti/drainase/

 Berdasarkan Fungsi Drainase


1. Single Purpose
Drainase single purpose merupakan drainase yang dibuat khusus untuk
mengalirkan satu jenis air pembuangan saja. Contohnya, di suatu wilayah
dibangun saluran drainase untuk air hujan, maka saluran tersebut tidak boleh
dicampur dengan air pembuangan lainnya.
2. Multi Purpose
Drainase multi purpose merupakan drainase yang berfungsi untuk mengalirkan
beberapa jenis air pembuangan, baik dialirkan dalam bentuk air campuran
maupun dialirkan secara bergantian. Contohnya, drainase di sebuah perumahan
digunakan untuk menyalurkan limbah rumah tangga sekaligus air hujan.
 Berdasarkan Konstruksi
1. Saluran Terbuka
Drainase yang memiliki bagian atas terbuka ini berfungsi untuk mengalirkan air
yang tidak mengandung limbah berbahaya seperti air hujan. Drainase saluran
terbuka sangat cocok jika diterapkan pada daerah yang memiliki luasan cukup.

Sumber : https://prospeku.com/artikel/drainase-adalah---3737

2. Saluran Tertutup
Drainase yang memiliki bagian atas tertutup ini umumnya dibangun untuk
mengalirkan air limbah yang dapat mengganggu kesehatan/lingkungan. Drainase
ini kerap ditemukan di wilayah perkotaan/permukiman.

Sumber : https://prospeku.com/artikel/drainase-adalah---3737
 Berdasarkan Pola Jaringan
1. Bentuk Siku
Drainase bentuk siku biasanya dibangun di wilayah dengan kondisi permukaan
lebih tinggi daripada sungai. Umumnya, sungai yang menjadi saluran
pembuangan akhir terletak di tengah kota.

Sumber : https://neededthing.blogspot.com/2018/05/pola-jaringan-drainase.html

2. Bentuk Paralel
Drainase bentuk paralel memiliki saluran utama yang berada sejajar dengan
saluran cabang. Adanya saluran cabang (sekunder) yang berjumlah cukup banyak
dan pendek, saluran-saluran tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan apabila
terjadi pengembangan kota.

Sumber : https://neededthing.blogspot.com/2018/05/pola-jaringan-drainase.html
3. Bentuk Grid Iron
Drainase bentuk grid iron biasanya digunakan di daerah yang memiliki sungai di
pinggiran kota.

Sumber : https://neededthing.blogspot.com/2018/05/pola-jaringan-drainase.html

4. Bentuk Alamiah
Drainase bentuk alamiah pada dasarnya sama seperti bentuk siku, namun beban
sungai pada pola alamiah cenderung lebih besar.

Sumber : https://neededthing.blogspot.com/2018/05/pola-jaringan-drainase.html

5. Bentuk Radial
Drainase bentuk radial biasanya terletak di daerah perbukitan, sehingga
bentuknya memancar ke segala arah.
Sumber : https://neededthing.blogspot.com/2018/05/pola-jaringan-drainase.html

6. Bentuk Jaring-Jaring
Drainase bentuk jaring-jaring merupakan drainase yang arahnya mengikuti jalan
raya. Umumnya, drainase ini diaplikasikan pada daerah dengan topografi
mendatar.

Sumber : https://neededthing.blogspot.com/2018/05/pola-jaringan-drainase.html
 Berdasarkan Bentuk Saluran
1. Trapesium

Sumber : http://lorenskambuaya.blogspot.com/2014/05/bentuk-dan-dimensi-
saluran-terbuka_18.html
2. Persegi Panjang

Sumber : http://lorenskambuaya.blogspot.com/2014/05/bentuk-dan-dimensi-
saluran-terbuka_18.html
3. Setengah Lingkaran

Sumber : http://lorenskambuaya.blogspot.com/2014/05/bentuk-dan-dimensi-
saluran-terbuka_18.html

4. Bentuk Lingkaran
Biasanya, penampang berbentuk lingkaran digunakan untuk gorong-gorong di
mana saluran terletak di dalam tanah, atau berupa Pipa yang digunakan
sebagai drainase pada jembatan.
Sumber : https://dpu.kulonprogokab.go.id/detil/644/mengenal-jenis-jenis-
drainase. Diakses tgl 25/07/2023 pukul 13.51 WITA

Anda mungkin juga menyukai