Judul :
Kajian alternatif penyelesaian konflik perizinan rumah ibadah HKI tahun 2018
Kelompok 3
Anggota Kelompok :
"Sejak Kamis (27/9) disegel sampai hari ini, Jumat (28/9), kami tidak pernah
menerima surat penyegelan, tiba-tiba mereka datang menutup gereja," kata pendeta
gereja HKI, Paradon Pasaribu.
Selain karena tidak memiliki IMB, Pendeta Paradon mengatakan bahwa alasan
penyegelan gereja itu adalah akibat menyalahi peraturan daerah lain terkait membuat
keributan.
Media nasional melaporkan bahwa penyegelan itu adalah solusi "sementara" yang
ditawarkan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) kota Jambi.
Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Jambi, Liphan Pasaribu,
seperti dilaporkan di media nasional, mengatakan penyegelan adalah solusi
"sementara".
"Sementara ditutup dulu gerejanya. Disegel untuk dicarikan solusinya, pimpinan akan
rapat mencari solusinya seperti di Aurduri dulu," kata Liphan Pasaribu, Kepala
Kesbangpol kota Jambi.
B. Kajian Masalah
Pada hari Sabtu tepat nya tanggal 3 Desember 2022, kami dari kelompok 3 melakukan
turun kelapangan untuk mengetahui masalah yang terjadi di rumah ibadah HKI (Huria
Kristen Indonesia) yang terletak tepatnya di RT 7 Pematang gajah Simpang Rimbo .
Dengan berjumlah 9 orang kami melakukan wawancara kepada pihak pengurus gereja
dengan dalih ingin mengetahui konflik atau masalah apa yang terjadi sebenarnya.
Pertama tama sekali kami meminta izin untuk mewawancarai juga menanyakan nama
narasumber dan posisi narasumber di gereja itu. Nama narasumber adalah bapak
Arifin kegiatan Hutapea, ia mengizinkan juga tidak keberatan untuk kami wawancarai
dan memberikan kesaksian secara terus terang tanpa ada yang di tutup tutupi ataupun
di lebih lebihkan.
Pertama kami menanyakan bagaimana awal terjadinya konflik atau penyegelan yang
di lakukan, "Bermula pada tahun 2018 bulan Desember, Ketika datang nya surat
undangan dari kasbangpol untuk menghadiri rapat, rapat tersebut bertujuan untuk
meminta tanda tangan dari para tetangga yang bertetanggaan. Dari surat edaran
menteri minimal 90 orang untuk melakukan tanda tangan sebagai bukti bahwa setuju
akan mereka untuk mendirikan tempat ibadah. dengan begitu pihak Gereja yang di
wakilkan oleh sekretaris gereja melakukan kegiatan untuk meminta tanda tangan ke
tetangga, terkumpul sudah 90 orang yang melakukan tanda tangan dengan presentase
90% adalah masyarakat yang beragama kristiani, sedangkan 10% nya adalah
masyarakat agama lain.
Setelah itu pemerintah kota Jambi dan masyarakat setempat tiba tiba datang tanpa
sepengetahuan pihak gereja, kedatangan pemerintah kota itu ialah untuk melakukan
penyegelan terhadap bangunan gereja tersebut. Pihak gereja yang tidak tau tujuan
utama pemerintah kota Jambi pun kebingungan akan kehadiran pemerintah kota dan
masyarakat tersebut. Tanpa adanya diskusi pemerintah kota langsung melakukan
penyegelan. Setelah di telusuri lebih dalam ternyata adanya miskomunikasi antara
pihak pemerintah kota Jambi dan pihak gereja. bisa saja ada campur tangan dari pihak
luar untuk memanfaatkan situasi seperti ini, tambah bapak sekertaris gereja.
Sebenarnya masyarakat sekitar sudah setuju dan tidak keberatan akan berdiri nya
rumah ibadah tersebut, secara langsung masyarakat setempat sudah memberikan tanda
tangan persetujuan pembangunan gereja tersebut, mereka juga menjujung tinggi
adanya perbedaan antara umat beragama. jadi masyarakat setempat tidak menentang
adanya pembangunan gereja tersebut.
Selama penyegelan di lakukan pemerintah kota Jambi pihak gereja diberikan 2 opsi,
yang pertama yaitu ialah hijrah (Berpindah tempat) dari tempat sekarang ke tempat
yang lain tapi dalam opsi pertama ini pemerintah kota Jambi tidak memberikan
tempat lain mereka hanya menyuruh hijrah tanpa adanya memberikan lokasi,
Sehingga pihak gereja pun kebingungan dengan opsi yang pertama ini. Sedangkan
opsi yang kedua ialah segel sementara tanpa ada nya kepastian sampai kapan segel ini
di buka.
Sebenarnya ada lokasi lain untuk mereka membangun gereja baru yaitu tempat nya di
Daerah penerangan, namun pihak gereja belum mendapatkan izin tanda tangan
masyarakat setempat sehingga jika ingin membangun tempat ibadah di daerah
penerangan pihak gereja harus memulai dari awal lagi semua perijinan.
Pada akhirnya pihak gereja memilih untuk bertahan di Simpang Rimbo dengan cara
mendirikan tenda yang bertiang kayu sebagai penopang untuk mereka beribadah
sementara waktu. Tetapi masalah tidak berhenti disitu saja setelah dilakukan
Penegakan tenda, mereka mengalami berbagai masalah diantara nya adalah ketika
hujan tenda mengalami kebocoran sehingga mengganggu kekhusyukan ibadah,
masalah kedua ketika kemarau debu bertebaran dimana mana sehingga juga dapat
mengganggu jalannya ibadah.
Ketika kami bertanya apa langkah selanjut nya yang akan di lakukan pihak gereja
akan perizinan ini, sekertaris pun menjawab, kami pihak gereja akan melakukan yang
terbaik untuk ini tapi untuk saat ini dan bulan ini kami akan fokus untuk melakukan
penyambutan ibadah natal dan melakukan ibadah natal terlebih dahulu, mungkin
setelah natal ini akan kita lakukan soal permasalahan izin.
Sementara itu kami juga menanyakan upaya apa yang sudah dilakukan pihak gereja,
mereka menjawab sudah berbagai upaya yang dilakukan untuk mendapatkan izin
pendirian gereja ini, mungkin perlu pengoptimalan lagi untuk usaha yang kami
lakukan bisa di terima. Mereka juga tidak akan berhenti sampai disini saja tanpa
adanya hal yang didapatkan. sehingga terus merasa optimis jika suatu saat nanti
pemberian izin akan di berikan oleh pihak pemerintah kota Jambi sehingga mereka
bisa beribadah dengan khusyuk.
Sebelum kami menanyakan harapan para pihak gereja kami juga menanyakan
bagaimana cara mereka mengatasi perselisihan yang terjadi di awal tadi, kerja
menjawab sebenarnya tidak adanya perselisihan yang terlalu mendalam yang terjadi
sebenarnya adalah kesalahan pahaman di awal sehingga menimbulkan
miskomunikasi. Disini kami pihak kelompok 3 juga merasa lega dan senang ternyata
dari konflik yang terjadi hanya kesalahan pahaman dan miskomunikasi tanpa adanya
akan hal konflik besar terjadi.
Selanjutnya sebelum menutup sesi tanya jawab kami menanyakan apa apa saja
harapan dan keinginan pihak gereja terhadap masalah ini dan juga perizinan tentang
pendirian rumah ibadah gereja ini. Sekertaris menjawab, harapan dan keinginan nya
ya tentu kami bisa diberikan perizinan oleh pemerintah kota Jambi sehingga kami
dapat beribadah dengan khusyuk tanpa ada hal hal seperti dulu terulang lagi, karena
itu dapat menciderai kehidupan kebebasan masyarakat untuk memeluk agama nya
masing masing, seperti yang terdapat pada undangan undangan 1945 pasal 28E ayat 1.
Pemerintah sebenarnya sangat menyadari bahwa Konflik Sosial perlu penanganan
khusus agar dapat mewujudkan tujuan nasional Negara Indonesia. Terdapat beberapa
Kementerian/Lembaga maupun Komisi seperti Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Kemenkumham), adanya Menteri Politik Hukum dan Keamanan
(Polhukam), Badan Kesabangpol Kemendagri, Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) danl lain yang dibentuk khusus maupun memiliki tugas salah
satunya untuk mengurus serta menjamin keamanan dalam negeri terhadap segala
potensi ancaman termasuk didalamnya konflik sosial.
Pemegang kunci perdamaian sesungguhnya terletak pada pemangku kebijakan di
tingkat lokal, baik itu pemerintah daerah maupun aparat keamanan setempat, karena
mereka yang paling dekat dengan masyarakat, yang hidup berdampingan dengan
masyarakat, dan paling pertama yang mendengarkan suara masyarakat. Mengingat
kompleksitas permasalahan sosial yang terjadi, maka pada tahun 2012 Pemerintah
mengeluarkan Peraturan berupa Undang Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang
penanganan Konflik Sosial (PKS). Peraturan ini diharapkan menjadi acuan bagi
pembentukan
Terakhir kami sebagai pihak dari kelompok 3 tak luput pula mengucapkan
Terimakasih kepada pihak gereja yang telah menyambut kami dengan harmonis dan
juga penuh sapa senyum tanpa adanya sedikit rasa yang tidak mengenakan. Disini
kami juga merasa semakin penting nya menjaga tali silaturahmi baik antar suku, ras,
warna kulit, agama dll. karena perbedaan bukan untuk di jadikan suatu kekurangan
tetapi perbedaan menjadikan suatu kekuatan untuk menjadi kelebihan yang tidak kita
dapatkan dari diri kita sendiri. Konflik terintegrasi dengan kehidupan sosial
mengartikan bahwa Konflik itu tidak bisa dihindari. Namun konflik dapat ditangani
dengan baik jika perubahan positif yang dikehendaki. Penanganan konflik yang relatif
baru dan cukup menjanjikan bagi perwujudan transformasi positif di Indonesia
dilakukan dengan jalan mengadopsi prinsip-prinsip hak asasi Manusia dalam
kerangka sosial dan hukum yang ada dalam masyarakat. Organisasi terdiri dari
berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki ketergantungan dalam
proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang terdapat dalam
organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang akhirnya
menimbulkan Konflik.
Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi suatu organisasi, maka
sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya konflik. Konflik dapat saja
terjadi pada sorganisasi jika terdapat kesalahan dalam pengaturan baik yang berasal
dari internal Organisasi seperti pola hubungan antra pegawai, peran pimpinan
organisasi dan koordinasi antar bagian maupun eksternal organisasi seperti kondisi
sosial budaya masyarakat, agama, tingkat pendidikan serta suku dan lain-lain.
Dalam kajian ini penulis akan melihat secara luas bentuk-bentuk konflik dari
perizinan pembangunan rumah ibadat , secara garis besar berbagai konflik yang
terjadi dalamk ini dapat diklarifikasikan kedalam beberapa bentuk konflik berikut:
a. Berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya,konflik dapat dibedakan menjadi konflik destruktuif dan
konflik konstruktif. Dilihat dari hasil pengamatan penulis yang terjun langsung
kelokasi dapat disimpulan bahwa kasus ini bersifat konstruktif, konflik
konstruktif merupakan konflik yang bersifat fungsional. Konflik dengan sifat
ini muncul karena adanya perbedaan pendapat serta pandangan dari
kelompok-kelompok dalam menanggapi suatu permasalahan. Konflik ini akan
menghasilkan suatu konsensus dari berbagai pendapat tersebut dan
menghasilkan suatu perbaikan.
b. Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik
Berdasarkan posisi yang berlaku berkonflik ini terdapat 2(dua) jenis yaitu
konflik vertikal dan konflik diagonal. Dalam kasus ini penulis menyimpulkan
bahka kasus ini masuk ke konflik vertikal. Konfik vertikal karena antarapihak
gereja di dalam suatu struktur yang memiliki hierarki. Sesuai dengan kasus
tersebut terdapat konflik antara pemerintah kota Jambi dengan pihak gereja.
c. Konflik menurut sifat pelaku yang berkonflik
Menurut sifat prilaku yang berkonflik, konflik dibedakan menjadi dua
jenis,yaitu konflik terbuka dan konflik tertetup. Dari pembahasan kasus ini
penulis dapat menyimpulkan bahwa kasus ini masuk ke dalam konfik terbuka.
Konflik terbuka adalah konflik yang diketahui oleh semua pihak. Sesuai
dengan pengertian konflik terbuka, kasus permasalahan perizinan
pembangunan rumah ibadat dibuktikan dengan adanya berita baik di televise
maupun di internet sehingga semua orang bisa mengetahui tentang adanya
konflik perizinan pembangunan rumah ibadat.
d. Konflik menurut konsentrasi aktifitas manusia di dalam masyarakat
Menurut konsentrasi aktivitas manusia di dalam masyarakat,konflik dibedakan
menjadi 3 jenis yaitu konflik sosial,konflik politik dan konflik ekonomi.
Dalam kajian kasus ini penulis menyimpulkan terdapat golongan dari konflik
menurut konsentrasi aktifitas manusia di dalam masyarakat yaitu : konflik
politik
Konflik politik adalah konflik yang terjadi akibat adanya kepentingan atau
tujuan politis seseorang ataukelompok. Sesuai dengan yang sudah
dijelaskan diatas bahwa konflik politik ini termasuk kedalam konflik
vertikal.
Konflik ekonomi merupakan konflik akibat adanya perebutan sumber daya
ekonomi dari pihak yang berkonflik.
Kajian terhadap situasi dan peristiwa konflik pada masa lalu beserta
perkembangan dan upaya penanggulangan konflik, termasuk kajian terhadap
keberhasilan dan kegagalan dalam upaya penanggulangan konflik sangat
penting untuk kemudian dilakukan dalam rangka memelihara kedamaian pasca
konflik di suatu daerah. Beberap kajian yang dimaksud digunakan untuk
mendapatkan masukan yang positif agar upaya pemeliharaan yang dilakukan
bukan hanya sekedar menghentikan konflik tetapi juga mampu mengeliminir
potensi konflik, sehingga dikemudian hari dapat terwujud suasana yang damai
dan dapat tercegah kambuhnya konflik di suatu daerah dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di era reformasi sekarang ini, tidak dapat dipungkiri
bahwa konflik sosial seakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Saat ini,
konflik tidak hanya menunjukkan peningkatan insiden terkait sengketa tanah,
namun perselisihan juga semakin marak ketika menyentuh persoalan identitas
antara dua kelompok yang berbeda.
Dalam beberapa proses pengelolaan konflik tadi, pilihan awal yang dapat
dipilih ialah dengan melakukan mediasi. Mediasi di dalam KBBI berarti proses
pengikutsertaan pihak ketigadalam penyelesaian suatu perselisihan
sebagai penasihat. Sedangkan mediasi secara istilah adalah proses di mana pihak
yang bertikai ditengahi oleh pihak ketiga melakukan penyelesaian masalah dan
mempertimbangkan alternatif dan upaya guna mencapai sebuah kesepakatan.
Mediasi dapat diartikan suatu proses penyelesaian dari pihak ketiga yang
dilakukan secara sukarela dan juga netral. Kesukarelaan dan kenetaralan para
pihak yang memediasi bertujuan agar kegiatan dan tujuan utama mediasi bisa
diterima oleh sepuruh fikah terkait kondisi yang membutuhkan mediasi tersebut,
terutama pihak-pihak yang bertikai.
Mediasi dapat dilakukan dalam enam tahap. Tahap pertama, mediator setuju
untuk menengahi kedua belah pihak yang bertikai. Tahap kedua, mediator
selanjutnya menghimpun sudut pandang kedua belah pihak yang bertikai, Tahap
ketiga adalah memusatkan perhatian pada kebutuhan kedua belah pihak yang
bertikai dengan mengajak berdialog atas permasalahan dan kebutuhan mereka,
Tahap keempat adalah menciptakan pilihan terbaik (win-win options), Tahap
kelima adalah mengevaluasi pilihan (evaluate options) untuk memastikan konflik
dari pihak yang bertikai sudah ditemukan penyelesaiannya, Tahap keenam adalah
menciptakan kesepakatan (create an agreement) untuk memberikan solusi dalam
rumusan yang sejelas mungkin, mengontrol dan mengawasi
kesepakatan dalam mediasi.
Ada empat model mediasi menurut Wirawan dalam bukunya yang berjudul
Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian. Pertama,
Settlement mediation, yaitu mediasi yang bertujuan untuk mendorong terjadinya
kompromi dari tuntutan kedua belah pihak yang bertikai. Kedua, Facilitative
mediation, yaitu mediasi yang bertujuan untuk menghindarkan pihak yang
bertikai dari posisi mereka dan menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan
mereka daripada memperjuangkan hak sah mereka secara kaku. Ketiga,
Transformative mediation, yaitu mediasi yang menekankan untuk mencari
penyebab yang melatarbelakangi munculnya permasalahan di antara kedua belah
pihak yang bertikai berdasarkan isu relasi atau hubungan melalui pemberdayaan
dan pengakuan. Keempat, Evaluative mediation, yaitu mediasi yang ditujukan
untuk mencari kesepakatan berdasarkan hak sah kedua belah pihak yang bertikai
dalam wilayah yang diantipasi pengadilan
Sedangkan teknik mediasi secara berurutan adalah membukanya dengan
perkenalan, penuturan cerita, klarifikasi permasalahan dan kebutuhan,
menyelesaikan masalah dan merancang kesepakatan. Penyelesaiaan perkara atau
sengketa melalui perdamaian mengandung berbagai keuntungan substansial dan
psikologis, di antaranya adalah penyelesaiaannya bersifat informal, diselesaikan
oleh beberapa pihak yang bertikai sendiri, jangka waktu penyelesaiaannya
pendek, biaya ringan, tidak perlu pembuktian, kooperatif, bebas emosi dan
dendam, komunikasi dan fokus penyelesaian, win-winsolution dan
penyelesaiaannya bersifat konfidensial.
Jadi dari paparan di atas, mediasi konflik bisa dipahami/diartikan sebagai suatu
proses dari pihak ketiga secara sukarela serta netral, dan juga yang dipercaya
dapat memberikan kesepakatan yang bijak suatu pertentangan atau perbedaan
tujuan dari satu individu dengan individu lain atau dari kelompok dengan
kelompok lain. Proses mediasi dilakukan dengan tujuan menyelesaikan sengketa
antara para pihak berkonflik. Dan dalam konflik ini, KEMENAG dapat dilibatkan
sebagai mediator megingat peranan dan wewenangnya di ranah kasus ini cukup
vital.
Pada kasus perizinan rumah ibadat HKI tersebut pihak dari gereja telah
diberikan penawaran atas permasalahan izin tersebut, yaitu dengan pemindahan
lokasi gereja atau dengan segel sementara, akan tetapi dikatakan sementara
namun sampai dengan sekarang masih dilakukan penyegelan. Sekertaris gereja
tersebut menyampaikan bahwa dari pihak pemerintah Jambi sendiri melakukan
rapat terkait pemberian izin mendirikan gereja tanpa ada dari dari pihak petua-
petua gereja, hal tersebut seharusnya tidak terjadi dikarenakan apabila melakukan
rapat harus ada dari kedua belah pihak. Pada peraturan yang tertuang pada SKB 2
Menteri disebutkan bahwa pendirian rumah ibadat harus dengan persetujuan dari
masyarkat sebanyak 60 orang, dari pihak gereja sendiri sudah mendapatkan 75
orang yang setuju akan pendirian tersebut yang mana sudah melebihi daripada
yang tertulis pada SKB 2 Menteri. Akan tetapi hal tersebut ternyata tidak
mempengaruhi dalam hal perizinan.
Pada saat wawancara yang kita lakukan, pihak gereja juga menyampaikan
bahwa tanah yang mereka gunakan guna membangun gereja merupakan tahan
hibah dari salah satu masyarakat yang ada. Dan juga untuk permasalahan IMB
memang belum ada karena dari pihak gerja juga belum ada rencana akan
pembangunan gereja HKI tersebut. Jadi untuk permasalahan izin pendirian gereja
harusnya dapat di selesaikan dengan cepat namun dari kedua belah pihak terjadi
miskomunikasi yang terjadi. Seperti yang dijelaskan diatas pihak gereja tersebut
di berikan dua opsi yaitu hijrah (pemindahan) ataupun dengan segel sementara,
apabila dari pihak gereja tersebut mengambil keputusan dengan hijrah, tempat
yang di tawarkan berada di Penerangan, Jambi. Dari pihak gereja sendiri
berfikiran bahwa apabila satu memutuskan untuk hijrah maka semua gereja yang
berada di kawasan tersebut juga harus hijrah, karena dalam kawasan tersebut
terdapat 3 gereja yaitu HKI, GBI dan juga GSJA.
“Bahwa pihak pertama dan pihak kedua saling menyadari bahwa peristiwa
NASKAH PERJANJIAN DAMAI PERIZINAN RUMAH IBADAH HKI
TAHUN 2018
“Bahwa pihak pertama dan pihak kedua saling menyadari bahwa peristiwa
tersebut tidak dapat dilakukan kesepakatan di antara kedua belah pihak”.
Dengan ini perlu adanya mediasi antara kedua belah pihak dimana yang
menjadi mediator nya adalah Departemen Keagamaan Kota Jambi.
MAKA SEMUA PIHAK dapat mencari solusi yang terbaik.
“Bahwa pihak pertama dan pihak kedua saling menyadari bahwa peristiwa
tersebut telah terjadi yang menyebabkan diberikannya opsi , dan tidak
mengharapkan adanya kejadian tersebut terulang kembali”. Dengan
melakukan pertemuan dan adanya kesepakatan untuk melakukan
perdamaian, Maka PIHAK PERTAMA sepakat untuk melakukan
pemindahan tempat ke daerah Penerangan dengan syarat yaitu keluarnya
surat izin untuk mendirikan gereja HKI pada daerah tersebut.
Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9/2006 dan No. 8/2006,” dalam
Mereduksi Konflik Pendirian
Keterangan : Kondisi gereja yang disegel dan kondisi tempat ibadah sementara yang
ada pada HKI Simpang Rimbo
Keterangan : Melakukan wawancara dengan tokoh (Arifin Hutapea dan Roni
Manurung) saksi yang terlibat dalam konflik
Nama dan NIM : Elgiven (H1A120036), Riki Saputra (H1A120063), Sela hardianti
(H1A120030), Sri Nurhayati (PMM2200105), Yoga Prastyo
(PMM2200117)
Keterangan : Foto bersama dengan tokoh
Nama dan NIM : Elgiven (H1A120036), Riki Saputra (H1A120063), Sela hardianti
(H1A120030), Sri Nurhayati (PMM2200105), Yoga Prastyo
(PMM2200117), Rd. M. Amirul (H1A120061), Muharif Ferdian
(H1A120067)
Link rekaman suara :
https://drive.google.com/drive/folders/1ZsUedCYCmBcOzx70DUaEqIDT1iYG8nzQ