Anda di halaman 1dari 21

PAPER

ALTERNATIF PENYELESAIAN KONFLIK

Judul :
Kajian alternatif penyelesaian konflik perizinan rumah ibadah HKI tahun 2018

Kelompok 3
Anggota Kelompok :

Elgiven (H1A120036), Rd. M. Amirul (H1A120061), Riki Saputra (H1A120063), Bastian Al


Hakim (H1A120034), Muharif Ferdian (H1A120067), Sela hardianti (H1A120030), Sri
Nurhayati (PMM2200105), Yoga Prastyo (PMM2200117), Sahrul Rifky A (PMM2200097)

A. Latar Belakang Konflik


Sejalan dengan konsepsi pluralitas menghasilkan konflik, maka di Kota Jambi
juga pernah terjadi konflik bernuansa agama. Secara historis kronologis berawal dari
kehadiran para tokoh agama Kristen Batak yang datang ke daerah Penyengat Rendah
Kecamatan Telanaipura Kota Jambi pada tahun 1980, dalam konteks bantuan musibah
banjir. Masyarakat yang menerima sembako, semuanya beragama Islam, diminta
untuk menandatangani lembaran kertas penerima sembako. Ironisnya, lembaran
tandatangan penerima sembako ini kemudian disalahgunakan oleh Kelompok Tokoh
Agama Kristen Batak untuk persyaratan pendirian balai pertemuan agama Kristen di
daerah tersebut, sebagai persyaratan maupun bukti dukungan masyarakat setempat.
Balai pertemuan ini lama kelamaan disulap menjadi gereja yang lokasinya hanya
sekitar 300 meter dari bangunan masjid masyarakat setempat. Tentu kehadiran rumah
ibadat Gereja ini direspon penolakan oleh masyarakat setempat yang mayoritas
Muslim yang merasa telah diperdaya dan tidak pernah memberikan persetujuan.
Terjadinya konflik dalam sebuah tatanan masyarakat yang majemuk dan hidup di
wilayah yang heterogen merupakan hal yang biasa dan seringkali terjadi khususnya
dalam sejarah kehidupan bermasyarakat. Hal ini karena secara teoretik, pluralit. Di
antara sekian banyak sumber konflik (suku, ekonomi dan politik), agama diyakini
merupakan penyebab pertentangan sosial yang paling paradoks. Konflik terbesar yang
pernah terjadi terjadi dalam sejarah dunia mencatata bahwa faktor agama merupakan
pemicu utamanya. Sebagai contoh konflik agama yang menyebabkan terjadinya
peperangan hingga berabad-abad yakni konflik antara umat Islam dengan Kristen di
Eropa yang dikenal dengan perang Salib (1096-1271 M). Agama sebagai salah satu
sumber konflik memiliki beberapa sebab, yang menurut Ahmad Suedy pertentangan
terkait pendirian tempat ibadah merupakan penyebab utama terjadinya perselisihan
sosial di ranah agama yang tidak jarang berujung perusakan dan pembakaran di
Indonesia. Hal ini mengemuka karena eksistensi agama di tengah masyarakat
direpresentasikan melalui wajah ganda.
Pada satu sisi, agama muncul dengan wajah positif melalui seperangkat moral dan
nilai yang baik bagi para pemeluknya, akan tetapi di sisi lainnya, agama mengemuka
dengan wajah negatif karena menjadi sumber serangkaian konflik yang terjadi karena
kesalahfahaman pemeluknya dalam memahaminya dan sikap ekslusifnya. Eksistensi
agama yang berwajah ganda ini memunculkan banyak perdebatan di kalangan ahli
dan pemikir. Agama diakui sebagai kebutuhan mendasar bagi manusia, karena tidak
pernah ditemukan dalam sejarah ada masyarakat yang tidak beragama. Dari beberapa
konflik yang tejadi seputar rumah ibadah, sebagian besar disebabkan atas penolakan
mayoritas penganut agama setempat terhadap rumah ibadah agama minoritas yang
dibangun di lokasi tersebut. Selain penolakan, permasalahan rumah ibadah biasanya
disebabkan argumen mengenai rencana pembangunan yang tidak memenuhi syarat
dalam peraturan SKB 2 Menteri yang telah ditetapkan pemerintah dalam Peraturan
Bersama Menteri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006 yang di dalamnya
mengatur mengenai pendirian rumah ibadah.
Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006, rumah ibadah adalah bangunan yang memiliki
ciri-ciri tertentu yang khusus digunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-
masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga. Sebagian
masyarakat mempersoalkan perebutan izin rumah ibadah lewat pendekatan Hak Asasi
Manusia (HAM), yang menganggap penyegelan tersebut telah merenggut hak asasi
pemeluknya untuk beribadah. Sebagian lain bisa menerima langkah penyegelan oleh
Pemkot itu dengan sudut pandang regulasi pendirian rumah ibadah dalam Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Mendagri No. 8 dan 9 Tahun 2006. Lingkungan RT.07
sendiri ditempati 200 KK dan hanya 15 KK yang beragama Kristen. Fakta
menjelaskan bahwa secara resmi warga sudah melakukan laporan keberadaan
bangunan yang dijadikan tempat beribadah di RT.07 sejak 12 Juli 2018.
Akan tetapi penyegelan rumah ibadah tersebut kuranglah etis karena setiap agama
memiliki haknya dalam beribadah dan juga yang menjadikan perizinan rumah ibadah
tersebut bermasalah karena pengurusnya yang kurang teliti maupun piawai dalam
menjalankan tugasnya. Pada awalnya, keberadaan gereja tersebut diprotes oleh orang-
orang Melayu yang kemudian diikuti pula oleh orang-orang Jawa. Sampai saat ini,
kasus pembangunan gereja ini belum ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota Jambi
selaku pihak yang berwenang menangani masalah ini. Meski masih ada masyarakat
yang protes terus melakukan aksi penolakannya, tetapi masih menunggu jawaban dari
pihak berwenang. Masayarkat setempat terus melakukan arahan agar tetap bersabar
dan menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal seperti pengrusakan, kekerasan dan
sebagainya. Aktivitas peribadatan di gereja ini masih terus berjalan tanpa ada
gangguan dan ancaman dari pihak mayoritas Muslim.
Masyarakat pada suatu daerah cenderung bisa menerima kondisi dan kedekatan
mereka secara budaya meski agama mereka berlainan. Faktor budaya ini seharusnya
bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk menyelesaikan konflik yang ada.
Bagaimanapun, konflik antar umat beragama harus bisa diselesaikan tanpa harus
menimbulkan korban di pihak manapun. Masing-masing pihak harus mampu
menahan diri dan melakukan setiap upaya menuju penyelesaian secara damai.
Masing-masing elit agama seharusnya juga bisa lebih sadar, tidak memaksakan ego
serta lebih mengutamakan damai untuk kepentingan semua umat. Pada level tertentu
para elit agama sulit untuk duduk bersama, berbeda dengan masyarakat yang terlibat
secara langsung dalam konflik yang biasanya juga memiliki kedekatan geografis dan
budaya dengan lawan konflik mereka. Kedekatan budaya akan menjadi solusi bagi
penyelesaian berbagai konflik antar umat beragama yang sering terjadi di berbagai
negara.
Ada beberapa penyebab konflik antar umat beragama: 1. Mereka masih belum
memahami ajaran agamanya atau menyimpang dari aturan/ajaran agama masing-
masing. 2. Masyarakat masih mementingkan diri sendiri atau menganggap agamanya
yang paling benar. 3. Masyarakat masih bertindak semaunya tanpa mengikuti kaedah
yang ada. Oleh karena itu konflik agama bisa saja di selesaikan tidak dengan konflik
yang berat, karena pada dasarnya konflik-konflik yang terjadi ini bisa di cari duduk
permasalahannya dimana dan dapat di selesaikan dengan cara yang telah di sepakati
bersama dan tidak menimbulkan berbagai permasalaha yang serius. Konflik agama
dapat muncul hanya karena kesalahpahaman semata dan dapat menjadi masalah yang
sangat fatal apabila tidak di selesaikan dengan cara yang benar dan tepat. Dan juga
konflik agama tersebut tidak akan muncul apabila dari keduabelah pihak dapat
menekan ego masing-masing dan dapat menjujung tinggi perbedaan yang ada. Upaya-
upaya penyelesain: Masyarakat harus mempunyai rasa kehormatan antara agama satu
dengan yang lain, masyarakat harus mempererat tali persahabatan dan berusaha
mengenal lebih jauh antara satu dengan yang lain, mempunyai kesadaran bahwa
setiap agama yang dianut masyarakat membawa misi kedamaian.

Sejarah Terjadinya Konflik


Tiga gereja yang disegel: GMI Kanaan Jambi, GSJA, dan HKI, semuanya berlokasi di
Simpang Rimbo, Jambi, dan tanpa disertai surat segel dari pemerintah kota Jambi.

"Sejak Kamis (27/9) disegel sampai hari ini, Jumat (28/9), kami tidak pernah
menerima surat penyegelan, tiba-tiba mereka datang menutup gereja," kata pendeta
gereja HKI, Paradon Pasaribu.

Selain karena tidak memiliki IMB, Pendeta Paradon mengatakan bahwa alasan
penyegelan gereja itu adalah akibat menyalahi peraturan daerah lain terkait membuat
keributan.
Media nasional melaporkan bahwa penyegelan itu adalah solusi "sementara" yang
ditawarkan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) kota Jambi.
Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Jambi, Liphan Pasaribu,
seperti dilaporkan di media nasional, mengatakan penyegelan adalah solusi
"sementara".

"Sementara ditutup dulu gerejanya. Disegel untuk dicarikan solusinya, pimpinan akan
rapat mencari solusinya seperti di Aurduri dulu," kata Liphan Pasaribu, Kepala
Kesbangpol kota Jambi.

Berdasarkan informasi yang diterima Pendeta Paradon, sekelompok warga dari


Kelurahan Kenali Besar di kota Jambi telah menyurati walikota dan menyatakan
keberatan akan keberadaan gerejanya.

B. Kajian Masalah

Pada hari Sabtu tepat nya tanggal 3 Desember 2022, kami dari kelompok 3 melakukan
turun kelapangan untuk mengetahui masalah yang terjadi di rumah ibadah HKI (Huria
Kristen Indonesia) yang terletak tepatnya di RT 7 Pematang gajah Simpang Rimbo .
Dengan berjumlah 9 orang kami melakukan wawancara kepada pihak pengurus gereja
dengan dalih ingin mengetahui konflik atau masalah apa yang terjadi sebenarnya.

Pertama tama sekali kami meminta izin untuk mewawancarai juga menanyakan nama
narasumber dan posisi narasumber di gereja itu. Nama narasumber adalah bapak
Arifin kegiatan Hutapea, ia mengizinkan juga tidak keberatan untuk kami wawancarai
dan memberikan kesaksian secara terus terang tanpa ada yang di tutup tutupi ataupun
di lebih lebihkan.

Pertama kami menanyakan bagaimana awal terjadinya konflik atau penyegelan yang
di lakukan, "Bermula pada tahun 2018 bulan Desember, Ketika datang nya surat
undangan dari kasbangpol untuk menghadiri rapat, rapat tersebut bertujuan untuk
meminta tanda tangan dari para tetangga yang bertetanggaan. Dari surat edaran
menteri minimal 90 orang untuk melakukan tanda tangan sebagai bukti bahwa setuju
akan mereka untuk mendirikan tempat ibadah. dengan begitu pihak Gereja yang di
wakilkan oleh sekretaris gereja melakukan kegiatan untuk meminta tanda tangan ke
tetangga, terkumpul sudah 90 orang yang melakukan tanda tangan dengan presentase
90% adalah masyarakat yang beragama kristiani, sedangkan 10% nya adalah
masyarakat agama lain.

Setelah itu pemerintah kota Jambi dan masyarakat setempat tiba tiba datang tanpa
sepengetahuan pihak gereja, kedatangan pemerintah kota itu ialah untuk melakukan
penyegelan terhadap bangunan gereja tersebut. Pihak gereja yang tidak tau tujuan
utama pemerintah kota Jambi pun kebingungan akan kehadiran pemerintah kota dan
masyarakat tersebut. Tanpa adanya diskusi pemerintah kota langsung melakukan
penyegelan. Setelah di telusuri lebih dalam ternyata adanya miskomunikasi antara
pihak pemerintah kota Jambi dan pihak gereja. bisa saja ada campur tangan dari pihak
luar untuk memanfaatkan situasi seperti ini, tambah bapak sekertaris gereja.

Sebenarnya masyarakat sekitar sudah setuju dan tidak keberatan akan berdiri nya
rumah ibadah tersebut, secara langsung masyarakat setempat sudah memberikan tanda
tangan persetujuan pembangunan gereja tersebut, mereka juga menjujung tinggi
adanya perbedaan antara umat beragama. jadi masyarakat setempat tidak menentang
adanya pembangunan gereja tersebut.

Kembali lagi ke Permasalahan penyegelan. Pihak gereja memberikan argumen


tentang penyegelan ini kenapa bisa dilakukan oleh pemerintah kota Jambi sedangkan
bangunan gereja tersebut hanyalah bangunan yang non permanen dan belum
permanen, bisa saja pihak pemerintah kota Jambi melakukan penyegelan jika rumah
ibadah gereja tersebut sudah permanen. Sedangkan waktu penyegelan terjadi pihak
gereja belum ada membangun struktur yang permanen dan bangunan nya pun masih
menggunakan kayu seadanya. Secara aturan dan peraturan yang berlaku tidak
mungkin bangunan yang masih darurat menggunakan IMB (Izin Mendirikan
Bangunan).

Selama penyegelan di lakukan pemerintah kota Jambi pihak gereja diberikan 2 opsi,
yang pertama yaitu ialah hijrah (Berpindah tempat) dari tempat sekarang ke tempat
yang lain tapi dalam opsi pertama ini pemerintah kota Jambi tidak memberikan
tempat lain mereka hanya menyuruh hijrah tanpa adanya memberikan lokasi,
Sehingga pihak gereja pun kebingungan dengan opsi yang pertama ini. Sedangkan
opsi yang kedua ialah segel sementara tanpa ada nya kepastian sampai kapan segel ini
di buka.

Sebenarnya ada lokasi lain untuk mereka membangun gereja baru yaitu tempat nya di
Daerah penerangan, namun pihak gereja belum mendapatkan izin tanda tangan
masyarakat setempat sehingga jika ingin membangun tempat ibadah di daerah
penerangan pihak gereja harus memulai dari awal lagi semua perijinan.

Pada akhirnya pihak gereja memilih untuk bertahan di Simpang Rimbo dengan cara
mendirikan tenda yang bertiang kayu sebagai penopang untuk mereka beribadah
sementara waktu. Tetapi masalah tidak berhenti disitu saja setelah dilakukan
Penegakan tenda, mereka mengalami berbagai masalah diantara nya adalah ketika
hujan tenda mengalami kebocoran sehingga mengganggu kekhusyukan ibadah,
masalah kedua ketika kemarau debu bertebaran dimana mana sehingga juga dapat
mengganggu jalannya ibadah.

Ketika kami bertanya apa langkah selanjut nya yang akan di lakukan pihak gereja
akan perizinan ini, sekertaris pun menjawab, kami pihak gereja akan melakukan yang
terbaik untuk ini tapi untuk saat ini dan bulan ini kami akan fokus untuk melakukan
penyambutan ibadah natal dan melakukan ibadah natal terlebih dahulu, mungkin
setelah natal ini akan kita lakukan soal permasalahan izin.

Sementara itu kami juga menanyakan upaya apa yang sudah dilakukan pihak gereja,
mereka menjawab sudah berbagai upaya yang dilakukan untuk mendapatkan izin
pendirian gereja ini, mungkin perlu pengoptimalan lagi untuk usaha yang kami
lakukan bisa di terima. Mereka juga tidak akan berhenti sampai disini saja tanpa
adanya hal yang didapatkan. sehingga terus merasa optimis jika suatu saat nanti
pemberian izin akan di berikan oleh pihak pemerintah kota Jambi sehingga mereka
bisa beribadah dengan khusyuk.

Sebelum kami menanyakan harapan para pihak gereja kami juga menanyakan
bagaimana cara mereka mengatasi perselisihan yang terjadi di awal tadi, kerja
menjawab sebenarnya tidak adanya perselisihan yang terlalu mendalam yang terjadi
sebenarnya adalah kesalahan pahaman di awal sehingga menimbulkan
miskomunikasi. Disini kami pihak kelompok 3 juga merasa lega dan senang ternyata
dari konflik yang terjadi hanya kesalahan pahaman dan miskomunikasi tanpa adanya
akan hal konflik besar terjadi.

Selanjutnya sebelum menutup sesi tanya jawab kami menanyakan apa apa saja
harapan dan keinginan pihak gereja terhadap masalah ini dan juga perizinan tentang
pendirian rumah ibadah gereja ini. Sekertaris menjawab, harapan dan keinginan nya
ya tentu kami bisa diberikan perizinan oleh pemerintah kota Jambi sehingga kami
dapat beribadah dengan khusyuk tanpa ada hal hal seperti dulu terulang lagi, karena
itu dapat menciderai kehidupan kebebasan masyarakat untuk memeluk agama nya
masing masing, seperti yang terdapat pada undangan undangan 1945 pasal 28E ayat 1.
Pemerintah sebenarnya sangat menyadari bahwa Konflik Sosial perlu penanganan
khusus agar dapat mewujudkan tujuan nasional Negara Indonesia. Terdapat beberapa
Kementerian/Lembaga maupun Komisi seperti Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Kemenkumham), adanya Menteri Politik Hukum dan Keamanan
(Polhukam), Badan Kesabangpol Kemendagri, Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) danl lain yang dibentuk khusus maupun memiliki tugas salah
satunya untuk mengurus serta menjamin keamanan dalam negeri terhadap segala
potensi ancaman termasuk didalamnya konflik sosial.
Pemegang kunci perdamaian sesungguhnya terletak pada pemangku kebijakan di
tingkat lokal, baik itu pemerintah daerah maupun aparat keamanan setempat, karena
mereka yang paling dekat dengan masyarakat, yang hidup berdampingan dengan
masyarakat, dan paling pertama yang mendengarkan suara masyarakat. Mengingat
kompleksitas permasalahan sosial yang terjadi, maka pada tahun 2012 Pemerintah
mengeluarkan Peraturan berupa Undang Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang
penanganan Konflik Sosial (PKS). Peraturan ini diharapkan menjadi acuan bagi
pembentukan

Terakhir kami sebagai pihak dari kelompok 3 tak luput pula mengucapkan
Terimakasih kepada pihak gereja yang telah menyambut kami dengan harmonis dan
juga penuh sapa senyum tanpa adanya sedikit rasa yang tidak mengenakan. Disini
kami juga merasa semakin penting nya menjaga tali silaturahmi baik antar suku, ras,
warna kulit, agama dll. karena perbedaan bukan untuk di jadikan suatu kekurangan
tetapi perbedaan menjadikan suatu kekuatan untuk menjadi kelebihan yang tidak kita
dapatkan dari diri kita sendiri. Konflik terintegrasi dengan kehidupan sosial
mengartikan bahwa Konflik itu tidak bisa dihindari. Namun konflik dapat ditangani
dengan baik jika perubahan positif yang dikehendaki. Penanganan konflik yang relatif
baru dan cukup menjanjikan bagi perwujudan transformasi positif di Indonesia
dilakukan dengan jalan mengadopsi prinsip-prinsip hak asasi Manusia dalam
kerangka sosial dan hukum yang ada dalam masyarakat. Organisasi terdiri dari
berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki ketergantungan dalam
proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang terdapat dalam
organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang akhirnya
menimbulkan Konflik.

Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi suatu organisasi, maka
sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya konflik. Konflik dapat saja
terjadi pada sorganisasi jika terdapat kesalahan dalam pengaturan baik yang berasal
dari internal Organisasi seperti pola hubungan antra pegawai, peran pimpinan
organisasi dan koordinasi antar bagian maupun eksternal organisasi seperti kondisi
sosial budaya masyarakat, agama, tingkat pendidikan serta suku dan lain-lain.

Dalam kajian ini penulis akan melihat secara luas bentuk-bentuk konflik dari
perizinan pembangunan rumah ibadat , secara garis besar berbagai konflik yang
terjadi dalamk ini dapat diklarifikasikan kedalam beberapa bentuk konflik berikut:
a. Berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya,konflik dapat dibedakan menjadi konflik destruktuif dan
konflik konstruktif. Dilihat dari hasil pengamatan penulis yang terjun langsung
kelokasi dapat disimpulan bahwa kasus ini bersifat konstruktif, konflik
konstruktif merupakan konflik yang bersifat fungsional. Konflik dengan sifat
ini muncul karena adanya perbedaan pendapat serta pandangan dari
kelompok-kelompok dalam menanggapi suatu permasalahan. Konflik ini akan
menghasilkan suatu konsensus dari berbagai pendapat tersebut dan
menghasilkan suatu perbaikan.
b. Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik
Berdasarkan posisi yang berlaku berkonflik ini terdapat 2(dua) jenis yaitu
konflik vertikal dan konflik diagonal. Dalam kasus ini penulis menyimpulkan
bahka kasus ini masuk ke konflik vertikal. Konfik vertikal karena antarapihak
gereja di dalam suatu struktur yang memiliki hierarki. Sesuai dengan kasus
tersebut terdapat konflik antara pemerintah kota Jambi dengan pihak gereja.
c. Konflik menurut sifat pelaku yang berkonflik
Menurut sifat prilaku yang berkonflik, konflik dibedakan menjadi dua
jenis,yaitu konflik terbuka dan konflik tertetup. Dari pembahasan kasus ini
penulis dapat menyimpulkan bahwa kasus ini masuk ke dalam konfik terbuka.
Konflik terbuka adalah konflik yang diketahui oleh semua pihak. Sesuai
dengan pengertian konflik terbuka, kasus permasalahan perizinan
pembangunan rumah ibadat dibuktikan dengan adanya berita baik di televise
maupun di internet sehingga semua orang bisa mengetahui tentang adanya
konflik perizinan pembangunan rumah ibadat.
d. Konflik menurut konsentrasi aktifitas manusia di dalam masyarakat
Menurut konsentrasi aktivitas manusia di dalam masyarakat,konflik dibedakan
menjadi 3 jenis yaitu konflik sosial,konflik politik dan konflik ekonomi.
Dalam kajian kasus ini penulis menyimpulkan terdapat golongan dari konflik
menurut konsentrasi aktifitas manusia di dalam masyarakat yaitu : konflik
politik
 Konflik politik adalah konflik yang terjadi akibat adanya kepentingan atau
tujuan politis seseorang ataukelompok. Sesuai dengan yang sudah
dijelaskan diatas bahwa konflik politik ini termasuk kedalam konflik
vertikal.
 Konflik ekonomi merupakan konflik akibat adanya perebutan sumber daya
ekonomi dari pihak yang berkonflik.
Kajian terhadap situasi dan peristiwa konflik pada masa lalu beserta
perkembangan dan upaya penanggulangan konflik, termasuk kajian terhadap
keberhasilan dan kegagalan dalam upaya penanggulangan konflik sangat
penting untuk kemudian dilakukan dalam rangka memelihara kedamaian pasca
konflik di suatu daerah. Beberap kajian yang dimaksud digunakan untuk
mendapatkan masukan yang positif agar upaya pemeliharaan yang dilakukan
bukan hanya sekedar menghentikan konflik tetapi juga mampu mengeliminir
potensi konflik, sehingga dikemudian hari dapat terwujud suasana yang damai
dan dapat tercegah kambuhnya konflik di suatu daerah dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di era reformasi sekarang ini, tidak dapat dipungkiri
bahwa konflik sosial seakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Saat ini,
konflik tidak hanya menunjukkan peningkatan insiden terkait sengketa tanah,
namun perselisihan juga semakin marak ketika menyentuh persoalan identitas
antara dua kelompok yang berbeda.

Sulit dipungkiri konflik-konflik sosial itu merupakan buah dari watak


kekuasaan masa lalu yang cenderung militeristik, sentralistik, dan hegemonik.
Watak kekuasaan seperti itu telah menggerus kemerdekaan sebagian
kelompok masyarakat untuk mengaktualisasikan diri dalam ranah sosial,
ekonomi, politik, dan kultural. Akibat dari hal itu mereka tidak dapat
mencapai tingkat kesejahteraan hidup secara baik. Lebih lanjut, rasa frustasi
sosial pun akan sulit dihindarkan. Masing-masing pihak yang terlibat di dalam
konflik sosial akan mengidentifikasikan diri mereka sebagai korban.
Identifikasi ini akan memunculkan sikap untuk saling balas dendam melalui
jalur kekerasan juga jika ada kesempatan terbuka. Untuk itu diperlukan
kepekaan dankesigapan dari pemerintah daerah maupun aparat penegak
hukum setempat. Sikap itu dapat mencegah konflik sosial berada dalam situasi
berlarut-larut penuh ketidakpastian. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh
prinsip demokrasi di Indonesia sekarang ini adalah persoalan perselisihan
paham (disagreement). Hal ini disebabkan konsep demokrasi deliberatif dalam
hal ini adalah jika warga negara atau perwakilannya mengalami perselisihan
paham secara moral, mereka seharusnya melanjutkan bertukar pikiran untuk
mencapai keputsan yang diterima berbagai pihak.

C. Alternatif Penyelesaian Konflik


Dalam sebuah permasalahan atau biasa disebut dengan konflik, tentu saja
memiliki jalan keluar. Tak terkecuali kasus konflik yang berkaitan dengan
pendirian rumah ibadah seperti yang dibahas dalam karya ini. Jalan keluar atau
cara penyelesaian sebuah konflik dapat disebut dengan resolusi. Resolusi konflik
sendiri merupakan proses untuk mencapai keluaran konflik dengan menggunakan
metode resolusi konflik. Metode resolusi konflik adalah proses manajemen
konflik yang digunakan untuk menghasilkan keluaran konflik. Metode resolusi
Konflik sendiri bisa dikelompokkan menjadi pengaturan sendiri oleh pihak-pihak
yang terlibat konflik (self regulation) atau melalui intervensi pihak ketiga (third
party intervention). Resolusi konflik melalui pengaturan sendiri terjadi jika para
pihak yang terlibat konflik berupaya menyelesaikan sendiri konflik mereka.
Intervensi pihak ketiga terdiri atas (1) resolusi melalui pengadilan, (2) proses
administratif, dan (3) resolusi perselisihan alternatif (alternative
despute resolution).
Dalam metode intervensi pihak ketiga, pihak-pihak yang terlibat konflik sering
kali tidak mampu menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung lama dengan
menghabiskan sumber-sumber yang dimiliki dan pengorbanan yang sangat besar.
Akan tetapi, kedua belah pihak yang terlibat konflik tidak mau mengalah untuk
menyelamatkan muka. Menyelamatkan muka sering terjadi jika konflik berkaitan
dengan harga diri atau citra diri. Meneruskan konflik akan membuat konflik jalan
di tempat atau mereda sebentar, kemudian mulai lagi. Kedua belah pihak akan
kehabisan tenaga karena sumber-sumber yang diperlukan untuk terlibat konflik
semakin sedikit. Dalam keadaan seperti ini, intervensi pihak ketiga (third party
intervention) diperlukan. Intervensi pihak ketiga sering kali lebih bermanfaat jika
kedua belah pihak tidak mampu menyelesaikan konflik mereka. Resolusi konflik
melalui pihak ketiga merupakan kontinum dari intervensi pihak ketiga yang
keputusannya tidak mengikat. Keputusan hanya mengikat para pihak yang terlibat
konflik sampai pihak ketiga tidak mempunyai wewenang untuk mengambil
keputusan mengenai konflik. Pihak ketiga bisa berupa lembaga pemerintah,
lembaga arbitrase yang dibentuk berdasarkan undang-undang, lembaga mediasi.
hingga pihak ketiga yang dibentuk berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang
terlibat konflik
Selanjutnya resolusi konflik melalui proses administrasi adalah resolusi
konflik melalui pihak ketiga yang dilakukan oleh lembaga negara yang menurut
undang-undang atau peraturan pemerintah diberi hak untuk menyelesaikan
perselisihan atau konflik dalam bidang tertentu. Resolusi konflik model ini banyak
digunakan dalam bidang bisnis, ketenagakerjaan, lingkungan, dan hak asasi
manusia di Indonesia. Yang terakhir resolusi perselisihan alternatif adalah resolusi
konflik melalui pihak ketiga yang bukan pengadilan dan proses administrasi yang
diselenggarakan oleh lembaga yudikatif dan eksekutif. Resolusi perselisihan
alternatif ini terdiri atas mediasi dan arbitrase.
Berlandaskan pendapat dari Christoper W.Moore dalam buku Mediation
Process: Practical Strategies for Resolving Conflict terdapat beberapa bentuk dan
proses pengelolaan konflik. Beberapa proses pengelolaan konflik yang dapat
diterapkan di kasus ini diantaranya;
a. Negotiation
Seperti pemaparan diatas bahwasanya konflik ini masih kian berlanjut.
Ketika sebuah konflik masih terus berlanjut maka para pihak yang terlibat
dalam konflik perlu untuk melakukan negosiasi kembali guna mencari
jalan keluar dan pemecahan masalah secara formal.
b. Meditation
Berhubung telah mencoba melibatkan pihak ketiga guna penyelesaian
konflik ini namun belum juga teratasi, maka sangat sekali dibutuhkan
bantuan dari pihak ketiga seperti pendamping hukum atau tokoh yang
memiliki nilai khusus dimata pihak-pihak yang terlibat konflik. Tokoh atau
pihak ketiga ini harus bisa mendapatkan pandangan positif dari kedua
belah pihak yang berkonflik seperti mendapat kepercayaan bahwasanya ia
dapat membantu pihak yang berkonflik dalam penyelesaian konflik secara
damai.
c. Judical approach
Jika kedua cara tadi masih belum juga memperoleh jalan keluar, maka
perlu adanya intervansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga berwenang
dalam memberikan kepastian hukum. Agar lebih jelas siapa yang
semestinya dimenangkan dalam konflik ini.
d. Legislative approach
Intervansi melalui musyawarah politik dari lembaga perwakilan rakyat,
bentuk ini kerap kali diterapkan dalam kasus-kasus kebijakan karena
dapat menyelesaikan sebuah konflik dengan cukup baik.

Dalam beberapa proses pengelolaan konflik tadi, pilihan awal yang dapat
dipilih ialah dengan melakukan mediasi. Mediasi di dalam KBBI berarti proses
pengikutsertaan pihak ketigadalam penyelesaian suatu perselisihan
sebagai penasihat. Sedangkan mediasi secara istilah adalah proses di mana pihak
yang bertikai ditengahi oleh pihak ketiga melakukan penyelesaian masalah dan
mempertimbangkan alternatif dan upaya guna mencapai sebuah kesepakatan.
Mediasi dapat diartikan suatu proses penyelesaian dari pihak ketiga yang
dilakukan secara sukarela dan juga netral. Kesukarelaan dan kenetaralan para
pihak yang memediasi bertujuan agar kegiatan dan tujuan utama mediasi bisa
diterima oleh sepuruh fikah terkait kondisi yang membutuhkan mediasi tersebut,
terutama pihak-pihak yang bertikai.
Mediasi dapat dilakukan dalam enam tahap. Tahap pertama, mediator setuju
untuk menengahi kedua belah pihak yang bertikai. Tahap kedua, mediator
selanjutnya menghimpun sudut pandang kedua belah pihak yang bertikai, Tahap
ketiga adalah memusatkan perhatian pada kebutuhan kedua belah pihak yang
bertikai dengan mengajak berdialog atas permasalahan dan kebutuhan mereka,
Tahap keempat adalah menciptakan pilihan terbaik (win-win options), Tahap
kelima adalah mengevaluasi pilihan (evaluate options) untuk memastikan konflik
dari pihak yang bertikai sudah ditemukan penyelesaiannya, Tahap keenam adalah
menciptakan kesepakatan (create an agreement) untuk memberikan solusi dalam
rumusan yang sejelas mungkin, mengontrol dan mengawasi
kesepakatan dalam mediasi.
Ada empat model mediasi menurut Wirawan dalam bukunya yang berjudul
Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian. Pertama,
Settlement mediation, yaitu mediasi yang bertujuan untuk mendorong terjadinya
kompromi dari tuntutan kedua belah pihak yang bertikai. Kedua, Facilitative
mediation, yaitu mediasi yang bertujuan untuk menghindarkan pihak yang
bertikai dari posisi mereka dan menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan
mereka daripada memperjuangkan hak sah mereka secara kaku. Ketiga,
Transformative mediation, yaitu mediasi yang menekankan untuk mencari
penyebab yang melatarbelakangi munculnya permasalahan di antara kedua belah
pihak yang bertikai berdasarkan isu relasi atau hubungan melalui pemberdayaan
dan pengakuan. Keempat, Evaluative mediation, yaitu mediasi yang ditujukan
untuk mencari kesepakatan berdasarkan hak sah kedua belah pihak yang bertikai
dalam wilayah yang diantipasi pengadilan
Sedangkan teknik mediasi secara berurutan adalah membukanya dengan
perkenalan, penuturan cerita, klarifikasi permasalahan dan kebutuhan,
menyelesaikan masalah dan merancang kesepakatan. Penyelesaiaan perkara atau
sengketa melalui perdamaian mengandung berbagai keuntungan substansial dan
psikologis, di antaranya adalah penyelesaiaannya bersifat informal, diselesaikan
oleh beberapa pihak yang bertikai sendiri, jangka waktu penyelesaiaannya
pendek, biaya ringan, tidak perlu pembuktian, kooperatif, bebas emosi dan
dendam, komunikasi dan fokus penyelesaian, win-winsolution dan
penyelesaiaannya bersifat konfidensial.
Jadi dari paparan di atas, mediasi konflik bisa dipahami/diartikan sebagai suatu
proses dari pihak ketiga secara sukarela serta netral, dan juga yang dipercaya
dapat memberikan kesepakatan yang bijak suatu pertentangan atau perbedaan
tujuan dari satu individu dengan individu lain atau dari kelompok dengan
kelompok lain. Proses mediasi dilakukan dengan tujuan menyelesaikan sengketa
antara para pihak berkonflik. Dan dalam konflik ini, KEMENAG dapat dilibatkan
sebagai mediator megingat peranan dan wewenangnya di ranah kasus ini cukup
vital.

ADR (Alternative Dispute Resolution) yang semula merupakan konsep


penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang menekankan produk win-win
solution pada perkembangannya di Amerika Serikat diintegrasikan ke dalam
proses beracara di pengadilan Court Connected Dispute (CDR) atau Court
AnnexedDi esolution (CADR). Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan
konsep penyelesaian konflik atau sengketa di luar pengadilan secara kooperatif
yang diarahkan pada suatu kesepakatan atau solusi terhadap suatu konflik atau
sengketa yang bersifat “menang-menang” (win-win). Yang dimaksudkan solusi
“menang-menang” disini adalah solusi atau kesepakatan yang mampu
mencerminkan kepentingan atau kebutuhan seluruh pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik tersebut (shared interest). Walaupun pada awal perkembangannya,
terutama di Amerika Serikat ADR hanyalah merupakan mekanisme penyelesaian
konflik di luar pengadilan,na ini ADR juga dikembangkan dalam kerangka
beracara di pengadilan atau ADR yang terintegrasi dengan sistem pengadilan
court connected ADR. Walaupun dalam masyarakat tradisional di Indonesia,
ADR telah diterapkan dalam menyelesaikan konflik-konflik tradisionil, namun
agak ironis pengembangan konsep dan teori penyelesaian konflik secara
kooperatif justru banyak berkembang di negara-negara yang masyarakatnya
litigous atau tidak memiliki akar penyelesaian konflik secara kooperatif.

Pada kasus perizinan rumah ibadat HKI tersebut pihak dari gereja telah
diberikan penawaran atas permasalahan izin tersebut, yaitu dengan pemindahan
lokasi gereja atau dengan segel sementara, akan tetapi dikatakan sementara
namun sampai dengan sekarang masih dilakukan penyegelan. Sekertaris gereja
tersebut menyampaikan bahwa dari pihak pemerintah Jambi sendiri melakukan
rapat terkait pemberian izin mendirikan gereja tanpa ada dari dari pihak petua-
petua gereja, hal tersebut seharusnya tidak terjadi dikarenakan apabila melakukan
rapat harus ada dari kedua belah pihak. Pada peraturan yang tertuang pada SKB 2
Menteri disebutkan bahwa pendirian rumah ibadat harus dengan persetujuan dari
masyarkat sebanyak 60 orang, dari pihak gereja sendiri sudah mendapatkan 75
orang yang setuju akan pendirian tersebut yang mana sudah melebihi daripada
yang tertulis pada SKB 2 Menteri. Akan tetapi hal tersebut ternyata tidak
mempengaruhi dalam hal perizinan.
Pada saat wawancara yang kita lakukan, pihak gereja juga menyampaikan
bahwa tanah yang mereka gunakan guna membangun gereja merupakan tahan
hibah dari salah satu masyarakat yang ada. Dan juga untuk permasalahan IMB
memang belum ada karena dari pihak gerja juga belum ada rencana akan
pembangunan gereja HKI tersebut. Jadi untuk permasalahan izin pendirian gereja
harusnya dapat di selesaikan dengan cepat namun dari kedua belah pihak terjadi
miskomunikasi yang terjadi. Seperti yang dijelaskan diatas pihak gereja tersebut
di berikan dua opsi yaitu hijrah (pemindahan) ataupun dengan segel sementara,
apabila dari pihak gereja tersebut mengambil keputusan dengan hijrah, tempat
yang di tawarkan berada di Penerangan, Jambi. Dari pihak gereja sendiri
berfikiran bahwa apabila satu memutuskan untuk hijrah maka semua gereja yang
berada di kawasan tersebut juga harus hijrah, karena dalam kawasan tersebut
terdapat 3 gereja yaitu HKI, GBI dan juga GSJA.

Persoalan pendirian rumah ibadat merupakan persolan yang rumit, bukan


persoalan hukum semata. Kerumitan ini disebabkan adanya faktor non hukum
yang seringkali memperuncing konflik berupa sentimen keagamaan. Setiap
peraturan yang dibuat atau dikeluarkan, akan segera tampak kekurangan dari
peraturan itu, demikian juga dengan PBM. Seiring dengan perjalanan waktu,
muncul kekurangan atau kelemahan, di mana seringkali kelemahan ini menjadi
senjata untuk menyerang pemerintah atau pihak terkait lain. Seburuk apapun
peraturan, apabila dijalankan oleh aparat yang baik, maka akan baik pula
hasilnya, demikian pemeo yang ada dalam dunia hukum. Oleh karena itu, mencari
dan mengkambinghitamkan peraturan dalam persoalan konflik pembangunan
rumah ibadah tidak akan menyelesaikan persoalan. Hal yang perlu dilakukan
adalah dengan meningkatkan toleransi dan dialog intern atau antar umat
beragama, peningkatan kesadaran hukum warga masyarakat, fungsionalisasi
kearifan lokal, dan pemberdayaan FKUB yang di beberapa daerah dapat bekerja
secara efektif.

D. Naskah rancangan perjanjian damai


NASKAH PERJANJIAN DAMAI PERIZINAN RUMAH IBADAH HKI
TAHUN 2018

Yang bertanda tangan di bawah ini sebagai berikut :

Rumah ibadah : Gereja HKI (Huria Kristen Indonesia)


Kepala Gereja : Pdt. Binton Simanjuntak, S.Th.
Alamat : Jl. Lingkar barat 3, Kenali Besar, Kota Baru, Kota Jambi
Dalam hal ini disebut “PIHAK PERTAMA”

Pemerintah kota jambi : Kesbangpol (Kesatuan Bangsa & Politik”


Kepala kesbangpol : Liphan Pasaribu, SH.
Alamat : Jl. Kapten Sujono, Kota Baru, Handil jaya,
Jelutung, Kota Jambi
Dalam hal ini disebut “PIHAK KEDUA”

Bahwa PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikan permasalahan ini


secara damai dan kekeluargaan, dengan menuangkan Perjanjian Perdamaian ini
sebagai berikut:

“Bahwa pihak pertama dan pihak kedua saling menyadari bahwa peristiwa
NASKAH PERJANJIAN DAMAI PERIZINAN RUMAH IBADAH HKI
TAHUN 2018

Yang bertanda tangan di bawah ini sebagai berikut :

Rumah ibadah : Gereja HKI (Huria Kristen Indonesia)


Kepala Gereja : Pdt. Binton Simanjuntak, S.Th.
Alamat : jl. Lingkar barat 3 Unnamed road, Kenali Besar, Kota Baru, Kota
Jambi
Dalam hal ini disebut “PIHAK PERTAMA”

Pemerintah kota jambi : Kesbangpol (Kesatuan Bangsa & Politik”


Kepala kesbangpol : Liphan Pasaribu, SH.
Alamat : jl. Kapten Sujono, Kota Baru, Handil jaya,
Jelutung, Kota Jambi
Dalam hal ini disebut “PIHAK KEDUA”

Bahwa PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikan permasalahan ini


secara damai dan kekeluargaan, dengan menuangkan Perjanjian Perdamaian ini
sebagai berikut:

“Bahwa pihak pertama dan pihak kedua saling menyadari bahwa peristiwa
tersebut tidak dapat dilakukan kesepakatan di antara kedua belah pihak”.
Dengan ini perlu adanya mediasi antara kedua belah pihak dimana yang
menjadi mediator nya adalah Departemen Keagamaan Kota Jambi.
MAKA SEMUA PIHAK dapat mencari solusi yang terbaik.

Demikian Surat Perjanjian Perdamaian ini dibuat dan disepakati oleh


PARA PIHAK secara sadar dan tanpa ada Paksaan dari siapapun.

Jambi, Desember 2022

Pihak Pertama Pihak Kedua

Liphan Pasaribu, SH.


Pdt. Binton Simanjuntak, S.Th.
NASKAH PERJANJIAN DAMAI PERIZINAN RUMAH IBADAH HKI
TAHUN 2018

Yang bertanda tangan di bawah ini sebagai berikut :

Rumah ibadah : Gereja HKI (Huria Kristen Indonesia)


Kepala Gereja : Pdt. Binton Simanjuntak, S.Th.
Alamat : Jl. Lingkar barat 3, Kenali Besar, Kota Baru, Kota Jambi
Dalam hal ini disebut “PIHAK PERTAMA”

Pemerintah kota jambi : Kesbangpol (Kesatuan Bangsa & Politik”


Kepala kesbangpol : Liphan Pasaribu, SH.
Alamat : Jl. Kapten Sujono, Kota Baru, Handil jaya,
Jelutung, Kota Jambi
Dalam hal ini disebut “PIHAK KEDUA”

Bahwa PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikan permasalahan ini


secara damai dan kekeluargaan, dengan menuangkan Perjanjian Perdamaian ini
sebagai berikut:

“Bahwa pihak pertama dan pihak kedua saling menyadari bahwa peristiwa
tersebut telah terjadi yang menyebabkan diberikannya opsi , dan tidak
mengharapkan adanya kejadian tersebut terulang kembali”. Dengan
melakukan pertemuan dan adanya kesepakatan untuk melakukan
perdamaian, Maka PIHAK PERTAMA sepakat untuk melakukan
pemindahan tempat ke daerah Penerangan dengan syarat yaitu keluarnya
surat izin untuk mendirikan gereja HKI pada daerah tersebut.

Demikian Surat Perjanjian Perdamaian ini dibuat dan disepakati oleh


PARA PIHAK secara sadar dan tanpa ada Paksaan dari siapapun.

Jambi, Desember 2022

Pihak Pertama Pihak Kedua

Liphan Pasaribu, SH.


Pdt. Binton Simanjuntak, S.Th.
E. Referensi
Nur Shabrina, 2019. "Penyelesaian Konflik Rumah Ibadah di Bekasi (Studi Pendirian
Gereja ST. Stanislaus Kostka di Kec. Jati Sampurna". Skripsi. Jakarta. UIN
Syarif Hidayatullah

Muspawi, M. Juli-Desember 2014. MANAJEMEN KONFLIK

( UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK DALAM ORGANISASI ). Jurnal


Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora Volume 16, Nomor 2, Hal. 41-
46

Ahmad Nur. (2013). Pesan Dakwah dalam Penyelesaian Konflik


Pembangunan Rumah Ibadah (Kasus Pembangunan Rumah Ibadah antara
Islam dan Kristen Desa Payaman). Jurnal Fikrah, 1(2). 335-364;

Ali-Fauzi, Ihsan, dan kawan-kawan. (2011). Kontroversi Gereja di Jakarta.


Yogyakarta: CRCS Universitas Gajah Mada;

Ardiansyah. (2012). Peran Forum Kerukunan Uat Beragama (FKUB) dalam


Menangani Konflik Pendirian Rumah Ibadah. Toleransi: Media Komunikasi
Umat Beragama, 4(1). 1-25;

Aslati. (2014). Optimalisasi Peran FKUB dalam Menciptakan Toleransi


Beragama di Kota Pekanbaru. Toleransi: Media Komunikasi Umat
Beragama, 6(2). 188-199;

Asroni, Ahmad. (2012). Menyegel “Rumah Tuhan”: Menakar Kadar


Kemaslahatan Peraturan Bersama Menteri

Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9/2006 dan No. 8/2006,” dalam
Mereduksi Konflik Pendirian

Rumah Ibadat di Indonesia. Jurnal Religi, VIII(1). 21-27;


F. Dokumentasi

Keterangan : Kondisi gereja yang disegel dan kondisi tempat ibadah sementara yang
ada pada HKI Simpang Rimbo
Keterangan : Melakukan wawancara dengan tokoh (Arifin Hutapea dan Roni
Manurung) saksi yang terlibat dalam konflik

Nama dan NIM : Elgiven (H1A120036), Riki Saputra (H1A120063), Sela hardianti
(H1A120030), Sri Nurhayati (PMM2200105), Yoga Prastyo
(PMM2200117)
Keterangan : Foto bersama dengan tokoh

Nama dan NIM : Elgiven (H1A120036), Riki Saputra (H1A120063), Sela hardianti
(H1A120030), Sri Nurhayati (PMM2200105), Yoga Prastyo
(PMM2200117), Rd. M. Amirul (H1A120061), Muharif Ferdian
(H1A120067)
Link rekaman suara :

https://drive.google.com/drive/folders/1ZsUedCYCmBcOzx70DUaEqIDT1iYG8nzQ

Anda mungkin juga menyukai