Anda di halaman 1dari 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN

“KASUS DISINTEGRASI BANGSA DI INDONESIA”

DOSEN PENGAMPU : Dewi Anggraini, S.IP.,M.Si

NAMA : LARA SOVIA


NIM : 1911311033
KELAS : 3A’19

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
1. Kronologi Kasus
Peristiwa bermula dari surat edaran tentang pelarangan bagi umat islam
melaksanakan sholat idul fitri. Setelah ditelusuri, surat edaran tersebut dikeluarkan
oleh Dewan Gereja Injil Indonesia (GIDI) Tolikara, Papua. Isi surat tersebut tentang
pemberitahuan pada semua umat islam di Tolikara yang ditandatangani oleh pendeta
dan sekretarisnya, bahwa dalam rangka pelaksanaan seminar internasional dan
Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) remaja GIDI tanggal 13 sampai 19 Juli 2015,
maka umat islam dilarang menggunakan hijab dan tidak boleh melaksanakan sholat
idul fitri pada 17 Juli 2015.
Saat surat edaran tersebut dikeluarkan, kepala polisi resor Tolikara telah
mengkonfirmasi dan berkoordinasi dengan presiden GIDI. Akan tetapi, presiden GIDI
menyatakan surat edaran tersebut tidak resmi, karena tidak ditandatangani langsung
olehnya. Karena merasa surat edaran yang dikeluarkan GIDI ini bermasalah, Kapolres
melakukan komunikasi dengan bupati Tolikara, Usman Wanimbo untuk mencabut
dan tidak mengizinkan surat edaran tersebut diberlakukan, sehingga kapolres
mempersilakan umat islam melaksanakan Sholat idul fitri maksimal hingga pukul
08.00 WIT.
Namun, tidak lama saat sholat idul fitri dilakukan, sejumlah massa mendatangi
lokasi sholat dan meminta umat muslim untuk menghentikan aktivitasnya. Kapolres
yang berada di lokasi sempat melakukan negosiasi dengan massa. Akan tetapi, karena
jumlahnya semakin bertambah dan mulai memanas, polisi terpaksa menembakkan
peluru ke atas untuk meredam situasi. Setelah kondisi pecah dan terjadi serangan
terhadap umat muslim. Polisi melakukan tembakan ke sejumlah orang yang saat
terjadi juga melakukan penyerangan terhadap petugas. Saat massa mulai bubar, ada
oknum yang membakar kios hingga merembet ke Mushola. Kios yang terbakar
berjumlah 70 kios, Musholla, dan 2 unit mobil. Dalam insiden ini terdapat 1 korban
tewas dan 11 orang mengalami luka-luka.

2. Kenapa kasus tersebut dapat dapat menyebabkan disintegrasi bangsa?


Jawab :
Kasus ini dapat menyebabkan disintegrasi bangsa karena rendahnya rasa toleransi
antar umat beragama dan adanya pandangan bahwa agama yang mereka anut
merupakan yang paling baik atau yang paling benar, sehingga muncul lah sikap
meremehkan dan tidak menghormati agama lain. Hal ini menyebabkan pertikaian
antara kedua belah pihak dan terjadilah peperangan, sehingga jika kasus ini tidak
ditanggapi dan diselesaikan dengan cepat, maka akan menimbulkan disintegrasi
bangsa, dimana masyarakat Tolikara yang dahulunya bersatu dan saling membaur
satu sama lain. Namun, karena adanya insiden ini menyebabkan persatuan tersebut
terpecah dan bahkan dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.

3. Apa faktor penyebab disintegrasi bangsa pada kasus tersebut


Jawab:
Faktor penyebab disintegrasi bangsa pada kasus insiden Tolikara ini adalah:
a) Rendahnya rasa toleransi dan saling menghormati antar umat beragama
b) Adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak
c) Kurangnya pengetahuan terhadap agama yang di anut dan agama lain
d) Adanya rasa egois yang tinggi dimana mereka menganggap bahwa acara
keagamaan yang akan mereka adakan lebih penting dari acara keagamaan
agama lain
e) Kurangnya rasa menghormati hak orang lain
f) Tidak ada persepsi atau persamaan pandangan di antara anggota masyarakat
mengenai norma yang semula dijadikan pegangan oleh anggota masyarakat

4. Siapa aktor yang terlibat dalam faktor ini?


Jawab:
Pelaku yang terlibat dalam insiden ini adalah HK dan JW sebagai anggota Gereja Injil
Di Indonesia (GIDI) Tolikara, kedua pelaku ini adalah provokator atau yang
menyuruh melakukan penyerangan terhadap massa dalam insiden Tolikara ini. Selain
itu, dicurigai seorang tokoh penting di Papua yang terlibat dalam memicu aksi
kekerasan tersebut.

5. Apa solusi dari insiden Tolikara tersebut?


Jawab:
Tokoh masyarakat yang mewakili umat islam dan umat kristen di Kabupaten
Tolikara, Papua, sepakat untuk menyelesaikan secara adat terkait insiden yang
menyebabkan sejumlah kios dan musholla terbakar pada perayaan idul fitri tanggal 17
Juli 2015.
Kesepakatan itu ditandatangani bersama Ustaz Ali Mukhtar, Ustaz Ali Usman,
Pendeta Nayus Wonda, Pendeta Marthen Jingga, dan Pendeta Imanuel B Genongga
pada 29 Juli 2015. kesepakatan penandatanganan itu juga disaksikan oleh Ketua NU
Provinsi Papua Tonny V M Wanggai, Presiden Gereja Injil di Indonesia Pendeta
Dorman Wandikbo, dan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Papua
Pendeta Lipiyus Biniliuk.
Isi kesepakatan tersebut adalah:
a) Insiden pada hari raya Idul Fitri, Jumat 17 Juli 2015 di Karuba, Kabupaten
Tolikara bukan konflik agama, tetapi adanya miskomunikasi di antara
kami, dan kami menyatakan rasa duka atas jatuhnya korban baik jiwa
maupun materil.
b) Kami saling maaf memaafkan dengan tulus.
c) Kami sepakat penyelesaian yang kami tempuh adalah penyelesaian adat
sehingga proses hukum harus dihentikan.
d) Kami sepakat membangun kembali Musholla.
e) Kami sepakat untuk melaksanakan pemantauan kesepakatan secara berkala
untuk merawat kerukunan dan perdamaian.
f) Kami saling menjaga, menghormati, dan menyerukan kepada seluruh umat
beragama di Indonesia agar tetap menghormati umat GIDI dan umat Islam
untuk bebas menjalankan ibadahnya seperti biasa.
g) Kami menyerukan kepada Pemerintah untuk menjamin kebebasan
menjalankan agama dan keyakinan beserta pendirian rumah ibadah.
Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka kasus insiden Tolikara ini telah selesai
dan antara umat GIDI dengan umat Islam telah berdamai kembali. Namun, untuk dua
orang tersangka yang telah ditahan sebelumnya tetap diproses secara hukum.

Anda mungkin juga menyukai