Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

MODUL TRAUMA
Vulnus Laseratum

Sofia Zaematul Arifah


20100340086

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
I. DESKRIPSI KASUS

A. Keluhan Utama

Pasien perempuan usia sekitar 45 tahun datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah datang
dalam keadaan lemas dan kesakitan karena luka pada bibir, kaki dan tangannya.

B. Identitas Pasien dan Pemeriksaan Vital Sign

Nama : an. R

Umur : 45 tahun

Tekanan darah : 125/ 81 mmHg

Nadi : 110 x/menit

C. Riwayat Penyakit

Pasien jatuh dari kendaraan roda dua karena kecelakaan lalu lintas dengan sesama
kendaraan roda dua. Pasien datang dalam keadaan sadar penuh. Pasien tidak mengalami
pingsan atau muntah setelah kejadian.

D. Pemeriksaan Objektif

Terdapat ulkus pada labium superior dengan diameter kurang lebih 4 cm, berbentuk
sayatan, soliter dengan dasar jaringan kotor berwarna hitam. Tidak ada kelainan pada gigi
pasien bagian anterior.

Diagnosa: Vulnus Laceratum


E. Perawatan di IGD PKU Muhammadiyah :

1. Pembersihan luka dan darah dengan menggunakan larutan NaCl

2. Anestesi lokal dengan lidocain di sekitar bagian luka

3. Menekan daerah luka dengan menggunakan Kassa steril dan Povidon iodin

4. Dilakukan penjahitan (interupted)sebanyak 7 jahitan

5. Aplikasikan Sofra-tulle (dressing antibiotik)

6. Setelah itu di tutup dengan kassa steril

7. Instruksi kepada pasien untuk kontrol 1 minggu untuk lepas jahitan dan luka tidak
boleh terkena air terlebih dahulu

8. Meresepkan antibiotik dan analgesik

II. PERTANYAAN KRITIS

a) Anatomi bibir ?

b) Klasifikasi luka?

c) Penatalaksanaan luka?

d) Macam penjahitan?

e) Proses penyembuhan luka?

f) Faktor yang mempengaruhi luka?

g) Komplikasi penyembuhan luka?

III. LANDASAN TEORI DAN REFLEKSI

1. Anatomi bibir
Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang mengelilingi
bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris dan dilapisi oleh
kulit pada bagian eksternal dan membran mukosa pada bagian internal.
Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas dan bibir
bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada bagian superior
sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada
bagian inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke
bagian komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula pada bagian inferior.
Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis, jaringan subkutan,
serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun dari bagian superfisial
sampai ke bagian paling dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang tersusun atas
epitel pipih yang tidak terkeratinasi. Epitel-epitel pada bagian ini melapisi banyak
pembuluh kapiler sehingga memberikan warna yang khas pada bagian tersebut. Selain
itu, gambaran histologi juga menunjukkan terdapatnya banyak kelenjar liur minor.
Folikel rambut dan kelejar sebasea juga terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun
struktur tersebut tidak ditemukan pada bagian vermilion.
Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah berlekatan dengan
gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah lipatan yang berada di bagian tengah
dari membran mukosa yang disebut frenulum labial. Saat melakukan proses mengunyah,
kontraksi dari otot-otot businator di pipi dan otot-otot orbukularis oris di bibir akan
membantu untuk memosisikan agar makanan berada di antara gigi bagian atas dan gigi
bagian bawah. Otot-otot tersebut juga memiliki fungsi untuk membantu proses berbicara.

2. Klasifikasi Luka

 Berdasarkan penyebab, antara lain:


1. Vulnus Laceratum (Laserasi)

Sering disingkat dengan VL merupakan luka yang mengakibatkan robek pada


kulit dengan identifikasinya memiliki dimensi panjang, lebar dan cukup dalam.
Biasanya disebabkan karena terjatuh atau terkena benda yang menyebabkan
robekan pada kulit.

3. Vulnus Excoriasi (Luka Lecet )


Sering disingkat VE adalah luka yang diakibatkan terjadi gesekan dengan benda
keras sehingga biasanya menyebabkan cidera pada epidermis.
4. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)

Sering disingkat dengan VP yaitu luka aklibat tusukan benda tajam yang
mengakibatkan luka sempit dan dalam.

5. Vulnus Contussum (luka Kontusiopin)


Vulnus ini biasa disingkat dengan VC adalah luka akibat pecahnya pembuluh
darah di bawah kuli, tidak terjadi robekan ataupun perdarahan.Disebabkan
biasanya karena benturan keras sehingga menimbulkan warna merah kehitaman
atau kebiruan pada kulit.
6. Vulnus Insium (luka Sayat)
Sering disingkat dengan VI yaitu luka kecil dan tipis dan tipis yang biasanya
disengaja dalam proses pengobatan.
7. Vulnus Schlopetorum
Sering disingkat dengan VS yaitu pada lukayang disebabkan karena luka
tembakan atau terkena peluru.
8. Vulnus Morsum (luka gigitan)
Sering disingkat VM yaitu luka yang disebabkan karena gigitan gigi baik dari
manusia ataupun hewan.
9. Vulnus Amputatum
Luka yang diakibatkan terputusnya salah satu bagian tubuh yang biasa dikenal
dengan istilah amputasi.
10. Vulnus Combustion (Luka Bakar)
Jenis luka bakar yang diakibatkan rusaknya jaringan lulit akibat panas, radiasi,
elektrik ataupun kimia.
 Berdasarkan Kedalaman Dan Luasnya Luka

 Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema). Luka jenis ini adalah


luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

 Stadium II : Luka "Partial Thickness". Luka jenis ini adalah hilangnya lapisan
kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka
superficial dan adanya tanda klinis seperti halnya abrasi, blister atau lubang yang
dangkal.

 Stadium III: Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah hilangnya kulit
keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat
meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Luka ini
timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak
jaringan di sekitarnya.

 Stadium IV: Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah luka yang telah
mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi / kerusakan
yang luas.

 Berdasarkan derajat kontaminasi:

1. Clean Wounds (Luka Bersih)


 Luka sayat elektif
 Steril, potensial terinfeksi
 Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius, traktus alimentarius,
traktur genitourinarius
2. Clean- contamined wound (Luka bersih tercemar)
 Luka sayat elektif
 Potensi terinfeksi: spillage minimal, flora normal
 Kontak dengan orofaring, traktus respiratorius, traktus alimentarius, traktur
genitourinarius
 Proses penyembuhan lebih lama
 Contoh: apendektomi, operasi vaginal, dsb.
3. Contamined Wounds ( Luka tercemar)
 luka terbuka yang masih segar biasanya luka akibat kecelakaan dan operasi
dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna.
 Potensi terinfeksi: spillage dari traktus alimentarius, kandung empedu, traktus
genitourinarius, urin
 Luka trauma baru: laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi
4. Dirty/ Infected Wounds (Luka kotor)
 terdapatnya mikroorganisme pada luka sehingga kemungkinan terjadinya infeksi
pada luka jenis ini akan semakin besar dengan adanya mikroorganisme tersebut
biasanya diakibatkan pembedahan yang sangat terkontaminasi
 Perforasi visera, abses, trauma lama

3. Penatalaksanaan Kasus Luka


Vulnus laseratum meupakan luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul
yang kuat sehingga melampaui elastistas kulit atau otot.Jenis luka yang satu ini derajat
nyerinya biasanya lebih tinggi dibanding luka robek, mengingat luka jenis ini biasanya
terletak di ujung-ujung syaraf nyeri di kulit. Pada vulnus laseratum robekan jaringan
sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah tulang.Vulnus laseratum dapat
disebabkan oleh beberapa hal di antaranya : alat yang tumpul, jatuh ke benda tajam dan
keras selain itu juga kecelakaan lalu lintas.
Penatalaksaan untuk kasus vulnus laseratum :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
a. Lokasi. Melihat dimana letak luka dan penting sebagai petunjuk kemungkinan adanya
cedera pada struktur yang lebih dalam.
b. Eksplorasi. Memeriksa apakah ada benda asing yang mungkin tertinggal pada luka serta
menentukan adanya jaringan yang telah mati dan juga apakah ada cidera pada dtruktur
yang lebih dalam.

3. Pembersihan Luka

Yang harus dilakukan adalah membersihkan luka terlebih dahulu menggunakan larutan
NaCl sampai luka terlihat bersih dan tidak ada benda asing yang tertinggal, Irigasi
sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing
(debridement) sehingga akan mempercepat penyembuhan, dan menghindari terjadinya
infeksi. Irigasi dilakukan dengan menggunakan cairan garam fisiologis atau air
bersih.Lakukan secara sistematis dari lapisan superfisial ke lapisan yang lebih dalam.

4. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati. Tepi yang compang-
camping sebaiknya dibuang.
5. Berikan antiseptik.
6. Bila perlu tindakan ini dilakukan dengan pemberian anestesi lokal.
7. Penjahitan Luka

Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh
dijahit primer.

8. Penutupan Luka

Prinsip dalam menutup luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada
luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. Fungsi kulit adalah sebagai
sarana pengatur penguapan cairan tubuh dan sebagai barier terhadap invasi bakteri
patogen. Pada luka fungsi ini menurun oleh karena proses inflamasi atau bahkan hilang
sama sekali (misalnya pada kehilangan kulit akibat luka bakar) sehingga untuk membantu
mengembalikan fungsi ini, perlu dilakukan penutupan luka. Penutupan luka yang terbaik
adalah dengan kulit (skin graft, flap).Bila tidak memungkinkan maka sebagai alternatif
digunakan kassa (sampai luka menutup atau dilakukan penutupan dengan kulit).

9. Pembalutan

Fungsi balutan antara lain:


 Sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi. Mengupayakan lingkungan yang baik
bagi luka dalam proses penyembuban: menciptakan kelembaban, sebagai kompres,
menyerap eksudat/produk lisis jaringan (adsorben).
 Sebagai fiksasi, mengurangi pergerakan tepi-tepi luka sampai pertautan terjadi.
 Efek penekanan (pressure): mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan
hematom.
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian
kondisi luka. Luka sayat, bersih, ukuran kecil yang dapat mengalami proses penyembuhan
per primam tidak memerlukan penutup/pembalut. Sebaliknya pada luka luas dengan
kehilangan kulit atau disertai eksudasi dan produk lisis jaringan memerlukan penggantian
balutan sampai 5-6 kali sehari.

10. Pemberian Antibiotik dan ATS/Toksoid

Prinsipnya adalah pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.Luka-luka yang merupakan me-
dia yang baik bagi berkembang biaknya bakteri-bakteri anaerob (misalnya luka tusuk, luka
menggaung, terkontaminasi bahan-bahan yang merupakan media yang baik dalam
berkembangnya kuman-kuman anaerob seperti karat, kotoran kuda) memerlukan
pemberian ATS/toksoid.

11. Pengangkatan Jahitan

Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi.Sebagaimana diketahui fungsi
jahitan adalah mempertautkan tepi-tepi luka.Bila pertautan tepi-tepi luka sudah cukup
kuat, di mana terjadi perlekatan tepi-tepi luka dengan adanya serat-serat fibrin (jaring-
jaring fibrin, fibrin mesh) yang secara klinis tampak luka sudah menutup, maka fungsi
jahitan sudah tidak diperlukan lagi. Hal ini tergantung pada beberapa faktor:
 Vaskularisasi. Umumnya daerah yang memiliki vaskularisasi baik (misalnya muka) proses
penyembuhan berlangsung cepat, sementara daerah/jaringan yang memiliki vaskularisasi
kurang baik (misalnya tungkai, tendon) proses penyembuhan membutuhkan waktu lebih
lama.
 Pergerakan. Daerah-daerah yang relatif sering bergerak (misalnya sendi) proses
penyembuhan terjadi lebih lama. Oleh karenanya proses penyembuhan luka pada sendi/
persendian diupayakan dengan :
a. Mengistirahatkan sendi bersangkutan (mengurangi pergerakan) dengan pemasangan bidai
atau perban elastic.
b. Mempertahankan jahitan lebih lama (dibandingkan tempat-tempat lain, misalnya sampai
2-3 minggu)
 Ketegangan tepi-tepi luka. Pada daerah-daerah yang loose maka jahitan bisa lebih cepat
diangkat, namun pada daerah yang tight (tegang) lebih lama.
 Teknik penjahitan. Yang dimaksud dengan teknik penjahitan dalam hal ini adalah jahitan
yang dilakukan pada lapisan-lapisan jaringan (misalnya jahitan otot, jahitan fasia, jahitan
subkutis, dan jahitan intradermal menggunakan benang yang tidak diserap) sebelum
menjahit kulit.

4. Macam-macam Jahitan

1) Jahitan Simpul Tunggal (Simple Interrupted)

Teknik : Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara setengah sampai 1 cm ditepi
luka dan sekaligus mengambil jaringan subkutannya sekalian dengan menusukkan
jarum secara tegak lurus pada atau searah garis luka .Jarak antar jahitan sebaiknya 5-7
mm dan batas jahitan dari tepi luka sebaiknya 1-2 mm. Semakin dekat jarak antara tiap
jahitan, semakin baik bekas luka setelah penyembuhan.

2) Jahitan Matras Horizontal (Horizontal Matress Suture)


Teknik : Penjahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul
dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Hasil jahitan
ini memberikan hasil jahitan yang kuat.

3) Jahitan Matras Vertikal (Vertical Mattress Suture)

Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian dilanjutkan dengan
menjahit tepi-tepi luka.Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena di
dekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.

4) Jahitan Matras Modifikas(Interrupted semi-mattress suture)

Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada
daerah subkutannya.
5) Jahitan Kontinu

Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul
terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini jarang dipakai untuk
menjahit kulit.

1. Jahitan Jelujur Sederhana (Continous Over and Over)

Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan
hasil kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang
longgar.

2. Jahitan Jelujur Feston (Interlocking Suture)

Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering
dipakai pada jahitan peritoneum.Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.

5. Proses Penyembuhan Luka


Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal,
tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen (seperti: umur, nutrisi, imunologi,
pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik).
Setiap proses penyembuhan luka akan terjadi melalui 3 tahapan yang dinamis, saling
terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka.
Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan penyembuhan luka terdiri
dari:

1. Fase inflamasi..
Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat
perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah
menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati
dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase
ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi
hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga
mengeluarkan substansi “vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah
kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang yang akan
menutup pembuluh darah.
Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi
vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex
action, dan adanya substansi vasodilator: histamin, serotonin dan sitokins. Histamin
kecuali menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah
luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut
asidosis.
Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau
kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai
pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya: eritema, hangat
pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
2. Fase proliferasi
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan.Fungsi kolagen yang lebih spesifik
adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan
dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag,
pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki
kawasan luka.

Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru
tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas
dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia. Respons yang dilakukan fibroblas
terhadap proses fibroplasia adalah:
a. Proliferasi
b. Migrasi
c. Deposit jaringan matriks
d. Kontraksi luka
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan
“keratinocyte growth factor” (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel
epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk
barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas,
pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur
keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut
menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang
mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih
menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah
terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor
yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
3. Fase maturasi/deferensiasi
memoles jaringan penyembuhan yang telah terbentuk menjadi lebih matang dan
fungsional.
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. . Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan
bermutu.Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan
dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari
kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan
parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa
kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi.
Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim
kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi
akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang
lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan
terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang
berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan
ajringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal.
Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau
hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu,
lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat
dibandingkan dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes
melitus).

6. Faktor yang mempengaruhi luka

1. Usia

Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesisdari
faktor pembekuan darah.

2. Nutrisi

Penyembuhan memerlukan nutrisi yang baik. Pasien memerlukan diitkaya protein,


karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe dan Zn. Pasien yang
kurang nutrisi memerlukan waktu yang lebih lama. Pasien yang gemuk meningkatkan
resiko infeksi luka danpenyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak
adekuat.

3. Infeksi

Infeksi luka menghambat penyembuhan karena adanya bakteri sumber penyebab


infeksi.

4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi

Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka.Adanyasejumlah besar


lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluhdarah).Pada
orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemaklebih sulit
menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh.Aliran darah dapatterganggu
pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darahperifer,
hipertensi atau diabetes millitus.Oksigenasi jaringan menurun pada orang
yangmenderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.Kurangnya
volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnyaketersediaan
oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

5. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah.Seringkali darah pada luka secara


bertahapdiabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan
yang besarhal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambatproses penyembuhan luka.

6. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknyasuatu


abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin,jaringan sel
mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yangkental yang
disebut dengan nanah/pus

7. Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah padabagian
tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah.Hal ini dapat terjadi akibat daribalutan
pada luka terlalu ketat.Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanyaobstruksi
pada pembuluh darah itu sendiri.

8. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,nutrisi


tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunanprotein-
kalori tubuh.

9. Obat

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti
neoplasmikmempengaruhi penyembuhan luka.Penggunaan antibiotik yang lama dapat
membuatseseorang rentan terhadap infeksi luka. Steroid akan menurunkan mekanisme
peradangan normal tubuh terhadap cedera. Antikoagulan mengakibatkan
perdarahan.Antibiotik efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebabkontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup,
tidakakan efektif akibat koagulasi intravaskular.
7. Komplikasi Penyembuhan Luka

1.Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah
pembedahan.Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.

2.Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan adanya pelepasan jahitan, darah sulit membeku pada
garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Waspadai terjadinya perdarahan tersembunyi yang akan mengakibatkan hipovolemia.
Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat
selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika
perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan luka dan perawatan balutan luka
steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan juga
mungkin diperlukan

3. Dehiscence dan Eviscerasi


Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence
adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.Eviscerasi adalah keluarnya
pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi,
,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi,
mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi
4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka.Ketika dehiscence
dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar,
kompres dengan normal saline.Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan
pada daerah luka.
IV. KESIMPULAN

Dari seluruh penjelasan yang telah dilampirkan di atas Vulnus laceratum pada
pasien di atas diakibatkan karena terkena benda tajam, dan telah dilakukan
pembersihan serta penjahitan pada bekas luka tersebut sesuai dengan anatomi bibir
yang baik, untuk prognosis penyembuhan luka kasus ini cukup baik karena besar luka
tidak terlalu luas, kondisi umum dan sistemik pasien baik, serta telah dilakukan
penanganan luka dengan baik. Selain itu juga telah diberikan obat antibiotic dan
analgesic serta dilakukan control untuk pengambilan jahitan 1 minggu.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekt Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius


FKUI. Jakarta
Radosław Ziemba. First Aid In Cases Of Wounds, Fractures, As Well As ThermalAnd
Chemical Burns. Military Centre Of Pharmacy And Medical Technique In
Celestynów, Poland. Military Pharmacy And Medicine • 2012 • 2 • 15 – 24
Rostini, A. Intang, Darwis. Pengaruh Penggunaan Larutan Nacl 0,9% Terhadap
Lama Hari Rawat Pada Pasien Vulnus Laceratum Di Rumah Sakit
UmumDaerah H. Andi Sulthan Daeng Radja Kabupaten Bulukumba. Stikes
Nani Hasanuddin Makassar. E-Journal Volume 2 Nomor 4 Tahun 2013
Sjamsuhadajat, R& Jong, Win de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitestream/123456789/31496/Chapter%2011.pdf
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA)dan Tim
Perawatan Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais.2004,Perawatan Luka,
Makalah Mandiri, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai