Anda di halaman 1dari 8

PENGANTAR STUDI ISLAM

Dosen Pengampu : Ibu Vita Fitria S.Ag, M.Ag

Nama : Subkhan Zaenul Muttaqin


NIM : 22103060043
Sifat : Ujian Akhir Semester
Prodi : Perbandingan Madzhab B
Fakultas : Syariah dan Hukum

UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA


1. FATWA BAHSTUL MASAIL NAHDHATUL ULAMA TENTANG
PEMAKZULAN PRESIDEN DALAM TINJAUAN TATANEGARA ISLAM

2.
3.
Nalar Bayani Nalar Burhani Nalar Irfani

Tidak boleh memakzulkan Apabila telah terbukti dan


pemimpin tanpa sebab, apabila ditetapkan secara hukum Apabila pemimpin menunjuk
masyarakat mencoba pemimpin melanggar maka boleh orang lain untuk menggantinya
memakzulkan maka dimakzulkan dengan cara sebelum dia mengundurkan diri,
kedudukanya sebagai pemimpin direkomendasikan untuk ada beberapa pendapat
tetap sah, tidak termakzulkan, mengundurkan diri

Apabila tidak mau mengundurkan Pertama, Imam al-Mutawallî


Jika pemimpin itu sendiri yang diri dan tidak mau bertaubat maka berkata: pengunduran dirinya
mengundurkan diri maka perlu sah, karena keadaan tersebut
bisa dimakzulkan dengan aturan
dipertimbangkan, apakah dapat membahayakan
konstitusional selama tidak
pemakzulan dirinya berkaitan
menimbulkan mudhorot yang kemaslahatan dunia dan
dengan ketidakmampuanya
lebih besar akhiratnya

Jika berkaitan dengan Proses pemberhentian pemimpin Kedua, Imam al-Mawardi


ketidakmampuanya melaksanakan yang telah terbukti dan ditetapkan berpendapat tidak sah, karena
roda pemerintahan masyarakat secara hukum telah melakukan seseorang yang menggantikannya
sebab factor lansia, sakit, atau hal-hal yang menyebabkan ia tersebut tidak mewakili
selain keduanya, niscaya ia telah dapat diberhentikan sesuai dengan pemimpin secara pribadi akan
termakzulkan tahapan konstitusi yang ada. tetapi mewakili umat

Mayoritas ulama berpendapat Menurut Al-Juwaini, kepala


Pemakzulan tidak boleh dilakukan negara yang diangkat melalui
tanpa alasan konsitusional, tidak
bahwa tidak ada penyebab yang
menjadikan pemimpin dapat pemilihan tidak boleh
boleh dilakukan atas dasar suka
diberhentikan kecuali jika nyata- memberhentikannya kecuali ada
atau tidak suka atau bahkan
nyata melanggar konstitusi suatu peristiwa atau perubahan
dukungan politik hanya dugaan
sesuatu dalam dirinya yang
tanpa embuktian hukum
membolehkannya untuk itu
2. MACAM-MACAM IJTIHAD DAN PENERAPANYA
Subkhan Zaenul Muttaqin ( 22103060043 )
Pradhana Rahmadhani Esaputra ( 22103060044 )
Afwan Zaqi Tamam ( 22103060043 )

A. Definisi Ijtihad

Kata “Ijtihad” berasal dari Bahasa Arab yaitu “Ijtihada-Yajtahidu -Ijtihadan” yang
berari memobilisasi semua keterampilan untuk menanggung beban. Dengan kata
lain, ijtihad dilakukan ketika ada pekerjaan yang sulit dilakukan.

Secara linguistik, pengertian ijtihad adalah mencurahkan pikiran dengan serius atau
bersungguh-sungguh. Sementara menurut istilah, arti ijtihad adalah proses
pembentukan hukum syariah dengan mencurahkan semua pikiran dan energi dengan
serius atau bersungguh-sungguh.

Dalam islam , Ijtihad adalah sumber ketiga hukum setelah Al-Qur’an dan Hadist.
Fungsi utama dari Ijtihad adalah untuk menetapkan hukum yang tidak dibahas dalam
Al-Qur’an dan Hadist. Orang yang melakukan Ijtihad disebut Mujtahid, dimana
orang tersebut adalah ahli dalam Al-Qur’an dan Hadist.

B. Fungsi Ijtihad

 Menetapkan hukum yang sebelumnya tidak diatur secara rinci dalam Al-
Qur’an da Hadist.
 Menyelesaikan persoalan persoalan baru di masyarakat.
 Menyesuaikan hukum dengan perubahan zaman.
 Sebagai sumber hukum islam ketiga setelah Al-Qur’an dan Hadist.

C. Manfaat Ijtihad

 Sebagai acuan dalam menganalisis masalah baru , ketika umat islam


menghadapi masalah baru maka akan diketahui hukumnya.
 Menyesuaikan hukum yang berlaku dalam islam sesuai dengan keadaan, waktu,
dan perkembangan zaman.
 Menentukan dan menetapkan fatwa atas segala permasalahan yang tidak
berhubungan dengan hukum halal-haram.
 Menolong umat islam dalam menghadapi masalah yang belum ada hukumnya
dalam islam.

D. Syarat-Syarat Ijtihad ( Mujtahid )

 Harus memahami tentang ayat dan sunnah terkait dengan hukum.


 Harus memahami berbagai permasalahan yang telah diijma’kan oleh para
ahlinya.
 Harus Pandai Bahasa Arab dan segala ilmunya harus sempurna.
 Harus mengerti tentang nasikh dan Mansukh.
 Harus mengetahui dan memahami tentang ushul fiqh.
 Harus memahami secara mendalam tentang rahasia-rahasia tasyri’.
 Harus memahami secara mendalam tentang seluk-beluk qiyas.

E. Macam-Macam Ijtihad

 Ijma’ adalah suatu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum agama
islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist dalam suatu perkara. Hasil dari
kesepakatan para ulama tersebut berupa fatwa yang dilaksanakan oleh umat
islam.
 Qiyas adalah suatu penetapan hukum terhadap masalah baru yang belum
pernah ada sebelumnya, namun mempunyai kesamaan (manfaat,sebab,bahaya)
dengan masalah lain ditetapkan hukum yang sama.
 Maslahah Mursalah adalah suatu cara penetapan hukum berdasarkan pada
pertimbangan manfaat dan kegunaanya.
 Sududz Dzariah adalah suatu pemutusan hukum atas hal yang mubah makruh
atau haram demi kepentingan umat.
 Istishab adalah suatu pendapatan suatu hukum atau aturan hingga ada alasan
tepat untuk mengubah ketetapan tersebut.
 Urf adalah penetapan bolehnya suatu adat istiadat dan kebebasan suatu
masyarakat selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadist.
 Istihsan adalah suatu tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum
lainya karena adanya daliil syara’ yang mengharuskanya.

F. Hukum Ijtihad

 Wajib ‘Ain, bagi seseorang yang ditanya tentang suatu peristiwa yang hilang
sebelumnya diketahui hukumya. Begitu pula apabila peristiwa tersebut dialami
sendiri oleh seseorang dan ia ingin mengetahui hukumnya.
 Wajib Kifayah, bagi seseorang yang ditanya tentang suatu peristiwa yang
hilang sementara masih ada mujtahid lain selain dirinya.
 Sunnah, Ijtihad terhadap suatu peristiwa yang belum terjadi, baik ditanya
maupun tidak.
 Haram, Ijtihad haram pada perkara yang telah ditunjukan oleh nash atau yang
telah ditetapkan oleh ijma’ sahabat. Oleh karena itu, tidak boleh berijtihad
didalam masalah-masalah itu seperti di dalam masalah akidah dan ibadah yang
telah dinashkan dan disepakati oleh umat.

G. Contoh Ijtihad

 Dilakukan pembukuan oleh seluruh ulama untuk melakukan penentuan pada 1


syawal. Dalam hal ini akan dilakukan berbagai macam perdebatan dari
penentuan 1 syawal dan penentuan dari Ramadhan pertama.
 Pembuatan bayi tabung yang dimana tidak ada pada zaman Rasulullah SAW
yang kemudian menjadi sebuah bentuk solusi bagi orang untuk menyelesaikan
permasalahan kesuburan. Melakukan perujukan terhadap berbagai macam
bentuk hadist untuk menemukan sebuah hukum yang dibuat oleh teknologi
pada bayi tabung.
3. Lingkungan Hidup

Pendekatan Agama

⸎ Pendekatan Tafsir (maudhu’i atau tematik)

Al-Qur’an menegaskan bahwa manusia adalah khalifah (pengelola dan pemakmur)


dan memang sudah fitrahnya manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi yang
diberikan hak untuk mengoptimalkan hasil bumi tetapi potensi baik dari segi sda,
perkebunan, pertambangan, hasil laut, dan lain sebagainya. Kedudukan ini merupakan
sebuah posisi sentral karena dengan begitu manusia diperbolehkan memanfaatkan
hasil-hasil bumi dalam batasan tertentu, misalnya menjadikan gunung sebagai
perumahan, dan pepohonan diolah menjadi meuble, bahan bangunan, mupun kertas.
Tanah juga dapat diolah menjadi perkebunan atau persawahan, begitu pula hasil laut
dapat digunakan sebagai makanan, alat transportasi, maupun perhiasan, artinya
manusia memiliki potensi luar biasa untuk memaksimalkan hasil alam yang
diberikan Allah SWT.
Namun tindakan pemanfaatan alam ini sering kali berubah menjadi sebuah tindakan
pemaksaan terhadap sumber daya alam maupun lingkungan bisa dibilang disalah
artikan menjadi sebuah tindakan eksploitasi hasil bumi secara berlebihan yang
mengakibatkan hilangnya keseimbangan ekosistem, seperti penggunaan tissue, kertas,
serta industry meubel maupun pembukaan lahan untuk perumahan dalam jumlah
yang sangat besar sehingga mengakibatkan berkurangnya populasi pohon dan hutan
di dunia. Industri perikanan yang eksploitatif juga mengakibatkan berkurangnya
populasi ikan hiu, paus, serta ikan besar lainya dalam bentuk yang paling sederhana,
proses pencarian ikan oleh nelayan sering dilakukan dengan cara yang tidak lazim
yaitu dengan cara jalan pintas seperti meracun atau menggunakan bom ikan, yang
seperti itulah yang menjadi penyebab berkurangnya keseimbangan di daratan maupun
di lautan.ketidakseimbangan ini yang pada akhirnya menjadi penyebab timbulnya
berbagai kerusakan di muka bumi ini serta menjadi penyebab terjadinya berbagai
macam bencana alam.

Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk bagi manusia sejak abad 14 yang lalu telah
memperingatkan akan terjadinya kerusakan di bumi ini.

A. Manusia sebagai khalifah di bumi

Manusia dipilih oleh Allah swt. sebagai khalifah di bumi. Secara bahasa kata khalifah
berarti wakil Nabi Muhammad, kepala negara Islam, dan juga penguasa atau
pengelola.Menurut Ibn Faris, setiap kata yang tersusun dari kha, lam, dan fa, memiliki
tiga makna asal yaitu: 1) sesuatu yang datang setelah sesuatu yang lain kemudian ia
menempati tempat pendahulunya itu, 2) lawan dari di depan, atau 3)
perubahan.Sementara menurut Raghib Asfahani, kata ini bermakna menggantikan
seseorang, bisa jadi digantikan karena ia berhalangan hadir, karena ia meninggal,
karena sakit, atau karena memuliakan yang digantikan. Untuk arti terakhir inilah
Allah menjadikan manusia di muka bumi. Kata khalifah jamaknya adalah khalaif,
sementara kata khalifun jamaknya khulafa‟
Dalam Al-Qur’an kata khalifah disebutkan sebanyak Sembilan kali, dua kali dalam
bentuk mufrad dan tujuh kali dalam bentuk jamak. Kata ini digunakan dalam Al-
Qur’an sebagai penjelasan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di bumi.

B. Al-Qur’an sebagai pemanfaatan sumber daya alam

Salah satu hasil bumi atau sumber daya alam yang dapat dikelola oleh manusia adalah
hasil perkebunan. Allah menyebutkan banyak sekali bentuk pohon dan buah yang
dapat diolah manusia untuk kepentingannya, baik untuk kepentingan pribadi seperti
dimakan atau diperah sarinya untuk minuman, maupun untuk kepentingan ekonomis
seperti dijual buahnya maupun hasil olahanya Manusia dapat memaksimalkan potensi
sumber daya laut dan sumber daya daratan untuk berbagai keperluan. Akan tetapi,
pengelolaan sumber daya alam ini harus diperhatikan dengan baik dan cermat
sehingga tidak merusak ekosistem yang berakibat pada kacaunya tatanan
keseimbangan alam.

C. Eksploitasi alam sebagai penyebab kerusakan

Sejarah eksploitasi alam secara besar-besaran pernah terjadi pada kasus revolusi
industri abad ke-19 yang melanda sebagian besar wilayah benua eropa sampai ke
amerika. Revolusi ini melahirkan mesin-mesin industri yang baru serta dibukanya
lahan-lahan pertanian dan juga berkurangnya sebagian besar lahan gambut. Satu abad
berikutnya, efek negatif dari tindakan revolusi industri yang eksploitatif ini mulai
terasa dengan bertambahnya perbendaharaan kata “environmental crisis” atau polusi
yang menyebabkan terjadinya krisis lingkungan hidup.
Endang Sulistyowati menegaskan bahwa tindakan eksploitasi alam ini dapat terjadi
pada empat bentuk sumber daya alam yaitu: Sumber daya hutan, lahan, mineral dan
air. Pengelolaan yang salah terhadap keempat sumber daya tersebut dapat
menimbulkan kerusakan pada tatanan ekosistem. Sebagai contoh adalah pembukaan
kawasan hutan untuk pemukiman yang menyebabkan terjadinya pengurangan fungsi
hutan sebagai reservoir (cadangan air tanah), hal ini akan menyebabkan terjadinya
peningkatan air permukaan yang meningkatkan angka erosi dan efeknya yang lebih
terasa adalah kualitas air sungai menjadi menurun.38 Adanya kesalahan manusia
dalam memanfaatkan sumber daya alam di atas tidak menjadi larangan bagi manusia
untuk mengelola alam secara mutlak.

Anda mungkin juga menyukai