Anda di halaman 1dari 16

Nama : Salma Hanni Khalilah Nasution

NIM : 12030223610

Kelas : IAT 2F

Fakultas : Ushuluddin UIN SUSKA RIAU

Dosen : Ustadz Agus Salim

JAWABAN UAS USHUL FIQH

1. Tujuan mempelajari Ushul fiqh :


Dengan mempelajari ushul fiqh, akan memungkinkan untuk mengetahui dasar-dasar
para mujtahid masa silam dalam membentuk pendapat fikihnya.

Seseorang akan memperoleh kemampuan untuk memahami ayat-ayat hukum dalam


Al-Qur’an dan Hadis-Hadis hukum dalam Sunnah Rasulullah saw., dan
mengistinbatkan hukum dari dua sumber tersebut.

Seseorang akan mampu secara benar dan lebih baik melakukan studi komparatif
antarpendapat ulama fiqh dari berbagai mazhab, sebagai perbandingan.

Ushul Fiqh memiliki peranan yang sangat penting dalam ilmu Syara' karna hukum
syara' atau hukum syar'i sebagian hanya mengatur permasalahan secara pokok-pokok
nya saja dan tidak secara mendetail hal ini adalah wajar karena hukum syara' itu
berlaku sampai akhir zaman, sedangkan di dalam kehidupan manusia selalu terjadi
perubahan sehingga selalu muncul persoalan-persoalan baru dalam kehidupan
masyarakat.

Persoalan persoalan baru yang tumbuh di dalam masyarakat itu adakalanya sudah di
temukan nash nya yang jelas di dalam Al-Qur'an dan as-sunah tetapi baru dalam
prinsip- prinsip yang umum yang dapat di jadikan dasar bagi pemecahan semua
permasalahan baru dalam masyarakat tersebut, untuk memecahkan permasalahan baru
itu yang belum ada nash nya secara jelas perlu dilakukan istinbat hukum yaitu
mengeluarkan hukum-hukum baru terhadap permasalahan yang muncul dalam
masyarakat dengan melakukan ijtihad berdasarkan dalil-dalil yang ada baik dalam Al-
Qur'an maupun sunnah Nabi saw.

2. Perbedaan Hukum Taklifi, Hukum Takhyiru dan Hukum Wadh’i


Hukum Taklifi adalah Hukum yang mengandung perintah, larangan atau memberi
pilihan kepada seorang mukallaf. Perintah Allah terbagi menjadi dua; Wajib dan
Sunnah. Larangan Allah terbagi menjadi dua; Haram dan Makruh. Pilihan boleh
(Mubah) terbagi menjadi dua; boleh mengerjakan boleh meninggalkan.

1. Wajib.

Menurut bahasa Wajib berarti tetap atau pasti. Adapun menurut istilah Wajib adalah:
“sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulullah untuk dilaksanakan oleh
seorang mukallaf. Wajib terbagi menjadi tiga bagian secara garis besar:

a. Dari sisi pembebanannya: Wajib Ain dan Wajib Kifayah.

b. Dari sisi kandungan perintah: Wajib Mu’ayyan dan Wajib Mukhoyyar.

c. Dari sisi waktu pelaksanaannya: Wajib Mutlak dan Wajib Muaqqat.

2. Sunnah.

Hukum Sunnah merupakan sesuatu yang dianjurkan. Menurut sebagian ulama Ushul,
Sunnah terbagi menjadi tiga bagian:

a. Sunnah Muakkad.

b. Sunnah Ghairu Muakkad.

c. Sunnah Zawaid.

3. Haram.

Haram adalah sesuatu yang dilarang mengerjakannya. Di dalam kajian Ushul Fiqih
diuraikan bahwa sesuatu yang dilarang oleh Allah pasti membawa kerusakan dan
bahaya. Sedangkan sesuatu yang diwajibkan oleh Allah pasti membawa kebaikan dan
kedamaian.

Ulama Ushul membagi haram kedalam dua bagian:

a. Haram Li-Dzatihi.

b. Haram Li-Ghoirihi

4. Makruh.
Makruh secara bahasa berarti “sesuatu yang dibenci”. Adapun secara istilah, makruh
adalah: “Sesatu yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya, bilamana
ditinggalkan maka akan terpuji dan bila dikerjakan tidak berdosa”. Contoh: berkumur
pada bulan ramadlan.

5. Mubah.

Mubah secara bahasa berarti “sesuatu yang diperbolehkan”. Secara istilah mubah
adalah: “sesuatu yang diberi pilihan oleh syariat apakah akan melakukan atau tidak
melakukan, dan tidak ada hubungannya dengan dosa”. Contoh: makan dll.

Hukum Takhyiri

Takhyir adalah Syari’ (Allah dan Rasul) memberikan pilihan kepada mukallaf untuk
memilih melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan. Hukum yang terambil dari
nash dengan gaya redaksi ini hukumnya adalah halal. Artinya seorang mukallaf boleh
melakukan / meninggalkan. Dalam pembahasan ilmu ushul hukum, takhyiri biasa
disebut dengan mubah.

Redaksi Takhyiri antara lain:

1. Menyatakan bahwa suatu perbuatan, halal dilakukan. Contoh dalam Surat al-
Baqarah Ayat 187 yang artinya “Dihalalkan bagimu pada malam hari-hari puasa
bercampur dengan istri-istrimu, mereka adalah pakaianmu dan dan kamu adalah
pakaian mereka...”

2. Pembolehan dengan menafikan dosa dari suatu perbuatan, contoh dalam Surat al-
Baqarah Ayat 173 yang artinya “Tetapi barang siapa yang dalam keadaan terpaksa
sedang ia tidak menginginkannya, dan tidak pula melampaui batas maka tidak ada
dosa baginya (makan), sesungguhnay Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

3. Pembolehan dengan menafikan kesalahan dari melakukan suatu perbuatan, contoh


dalam Surat al-Baqarah Ayat 235 yang artinya “Dan tidak ada kesalahan bagimu
meminang wanita-wanita itu (dalam ’iddah wafat) dengan sindiran atau kamu
menyembunyi-kan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu...”

Hukum Wadh’i

Hukum Wadl’i adalah Ketentuan syariat dalam bentuk menetapkan sesuatu sebagai
sebab, syarat atau sebagai mani’ (penghalang). Dengan demikian hukum wadl’I
terbagi menjadi 3 macam: Sebab, Syarat dan Mani’ (penghalang).

1.Sebab.
Sebab adalah sesuatu yang dijadikan oleh syariat sebagai tanda bagi adanya hukum,
dan tidak adanya sebab sebagai tanda tidak adanya hukum. Jika ada sebab maka ada
hukum dan jika tidak ada sebab maka tidak ada hukum.

Contoh: Tergelincirnya matahari menjadi sebab datangnya waktu dluhur. Anak


menjadi sebab seseorang mendapat warisan orang tuanya. Tindakan perzinaan menjadi
sebab seseorang dihukum cambuk. Gila menjadi sebab hartanya dipegang oleh
walinya. Jual beli menjadi sebab bagi perpindahan kepemilikan barang.

2.Syarat.

Syarat adalah sesuatu yang tergantung kepadanya adanya sesuatu yang lain, dan
berada diluar hakekat sesuatu itu.

Contoh: Wudlu sebagai syarat sahnya sholat. Si A berkata kepada si B: “Jika kamu
membantu saya maka hutangmu lunas.” Membantu di sini adalah sebagai syarat
hutang si B lunas. Menyarahkan ijazah sebagai syarat pendaftaran di kampus UIN
SUSKA.

Syarat dibagi menjadi 2 macam: Syarat Syar’I (Syarat yang ditetap-kan oleh syariat)
dan Syarat Ja’li (Syarat yang ditetapkan oleh mukallaf).

3.Mani’.

Mani’ adalah sesuatu yang ditetapkan oleh syariat sebagai penghalang bagi adanya
hukum atau penghalang bagi berfungsinya suatu sebab.

Contoh: Membunuh istri sebagai mani’ (penghalang) suami tidak mendapat warisan
istri. Haidl sebagai mani’ (penghalang) seorang wanita mukallaf melakukan sholat.
Hutang sebagai mani’ (penghalang) seseorang tidak wajib mengeluarkan zakat.

Mani’ dibagi menjadi 2 macam: Mani’ Hukum Syara’ dan Mani’ Sebab.

3. Hukum yang termasuk kedalam pembagian taklifi : Perintah Allah yang terbagi
menjadi dua; Wajib dan Sunnah. Larangan Allah terbagi menjadi dua; Haram dan
Makruh. Pilihan boleh (Mubah) terbagi menjadi dua; boleh mengerjakan boleh
meninggalkan.

1. Wajib.
Menurut bahasa Wajib berarti tetap atau pasti. Adapun menurut istilah Wajib adalah:
“sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan Rasulullah untuk dilaksanakan oleh
seorang mukallaf. Wajib terbagi menjadi tiga bagian secara garis besar:

a. Dari sisi pembebanannya: Wajib Ain dan Wajib Kifayah.

b. Dari sisi kandungan perintah: Wajib Mu’ayyan dan Wajib Mukhoyyar.

c. Dari sisi waktu pelaksanaannya: Wajib Mutlak dan Wajib Muaqqat.

2. Sunnah.

Hukum Sunnah merupakan sesuatu yang dianjurkan. Menurut sebagian ulama Ushul,
Sunnah terbagi menjadi tiga bagian:

a. Sunnah Muakkad.

b. Sunnah Ghairu Muakkad.

c. Sunnah Zawaid.

3. Haram.

Haram adalah sesuatu yang dilarang mengerjakannya. Di dalam kajian Ushul Fiqih
diuraikan bahwa sesuatu yang dilarang oleh Allah pasti membawa kerusakan dan
bahaya. Sedangkan sesuatu yang diwajibkan oleh Allah pasti membawa kebaikan dan
kedamaian.

Ulama Ushul membagi haram kedalam dua bagian:

a. Haram Li-Dzatihi.

b. Haram Li-Ghoirihi

4. Makruh.

Makruh secara bahasa berarti “sesuatu yang dibenci”. Adapun secara istilah, makruh
adalah: “Sesatu yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya, bilamana
ditinggalkan maka akan terpuji dan bila dikerjakan tidak berdosa”. Contoh: berkumur
pada bulan ramadlan.
5. Mubah.

Mubah secara bahasa berarti “sesuatu yang diperbolehkan”. Secara istilah mubah
adalah: “sesuatu yang diberi pilihan oleh syariat apakah akan melakukan atau tidak
melakukan, dan tidak ada hubungannya dengan dosa”. Contoh: makan dll.

Hukum yang termasuk kedalam pembagian takhyir:

Hukum yang terambil dari nash dengan gaya redaksi ini hukumnya adalah halal.
Artinya seorang mukallaf boleh melakukan / meninggalkan. Dalam pembahasan ilmu
ushul hukum, takhyiri biasa disebut dengan mubah.

Hukum yang termasuk kedalam pembagian wadh’i:

1.Sebab.

Sebab adalah sesuatu yang dijadikan oleh syariat sebagai tanda bagi adanya hukum,
dan tidak adanya sebab sebagai tanda tidak adanya hukum. Jika ada sebab maka ada
hukum dan jika tidak ada sebab maka tidak ada hukum.

Contoh: Tergelincirnya matahari menjadi sebab datangnya waktu dluhur. Anak


menjadi sebab seseorang mendapat warisan orang tuanya. Tindakan perzinaan menjadi
sebab seseorang dihukum cambuk. Gila menjadi sebab hartanya dipegang oleh
walinya. Jual beli menjadi sebab bagi perpindahan kepemilikan barang.

2.Syarat.

Syarat adalah sesuatu yang tergantung kepadanya adanya sesuatu yang lain, dan
berada diluar hakekat sesuatu itu.

Contoh: Wudlu sebagai syarat sahnya sholat. Si A berkata kepada si B: “Jika kamu
membantu saya maka hutangmu lunas.” Membantu di sini adalah sebagai syarat
hutang si B lunas. Menyarahkan ijazah sebagai syarat pendaftaran di kampus UIN
SUSKA.

Syarat dibagi menjadi 2 macam: Syarat Syar’I (Syarat yang ditetap-kan oleh syariat)
dan Syarat Ja’li (Syarat yang ditetapkan oleh mukallaf).

3.Mani’.

Mani’ adalah sesuatu yang ditetapkan oleh syariat sebagai penghalang bagi adanya
hukum atau penghalang bagi berfungsinya suatu sebab.
Contoh: Membunuh istri sebagai mani’ (penghalang) suami tidak mendapat warisan
istri. Haidl sebagai mani’ (penghalang) seorang wanita mukallaf melakukan sholat.
Hutang sebagai mani’ (penghalang) seseorang tidak wajib mengeluarkan zakat.

Mani’ dibagi menjadi 2 macam: Mani’ Hukum Syara’ dan Mani’ Sebab.

4. Sifat-sifat hukum dalam Al-Qur’an


Sifat-sifat hukum yang terdapat di dalam Al-Qur'an.

Umumnya hukum yang terdapat di dalam Al-Qur'an itu bersifat garis besarnya saja,
tidak sampai kepada pembahasan secara rinci yang menjelaskan hal-hal yang kecil.
Karena pada umumnya, penjelasan Al-Qur'an itu ada di dalam as-sunah. Sekalipun
demikian ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Al-Qur'an itu cukup lengkap
sehingga dapat di katakan merupakan pokok-pokok atau gari-garis besar yang lengkap
hal ini dinyatakan dalam firman Allah surah Al-An'am : 38 dan Al-Maidah : 3.

DALIL :
‫ت َعلَْي ُك ْم نِ ْع َميِت‬ ِ ِ ِِ ِ ِ َّ ‫الْي وم يِئ‬.....
ُ ‫ت لَ ُك ْم دينَ ُك ْم َوَأمْتَ ْم‬
ُ ‫اخ َش ْون ۚ الَْي ْو َم َأ ْك َم ْل‬
ْ ‫ين َك َف ُروا م ْن دين ُك ْم فَاَل خَت ْ َش ْو ُه ْم َو‬
َ ‫س الذ‬ َ َ َْ َ
ِ
....ۚ ‫يت لَ ُك ُم اِإْل ْساَل َم دينًا‬ ِ
ُ ‫َو َرض‬
... "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu"

Al-An'am 38
‫اب ِم ْن َش ْي ٍء ۚ مُثَّ ِإىَل ٰ َرهِّبِ ْم‬
ِ َ‫ض واَل طَ اِئٍر يطِري جِب َنَاحْي ِه ِإاَّل ُأمم َْأمثَ الُ ُكم ۚ م ا َفَّرطْنَ ا يِف الْ ِكت‬
َ ْ ٌَ َ ُ َ َ ِ ‫اَأْلر‬
ٍ ِ
ْ ‫َو َم ا م ْن َدابَّة يِف‬
‫حُيْ َش ُرو َن‬
" Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan
sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Rabb mereka dihimpunkan"

Asas-asas hukum dalam Al-Qur’an :


Asas hukum yang tercantum dalam Al-Qur'an adalah
1. Tidak memberatkan. Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah dalam Surah
al-hajj 78 dan Al-Baqarah 286 dan hadist-hadits Rasulullah saw.

Hadits Rasulullah SAW.

" Aku diutus membawa agama yang mudah lagi tampak"


" Tidaklah Rasulullah disuruh memilih diantara 2 perkara kecuali beliau pasti
memilih yang lebih mudahnya apabila di dalam lebih mudahnya itu tidak dosa "
Al-Qur’an :
Surah Al-Hajj : 78
ِ ‫ِ َّ ِ ِإ‬ ِ ‫يِف‬ ِِ ِ ِ
‫يم ۚ ُه َو مَسَّا ُك ُم‬ ْ ‫ِدوا يِف اللَّه َح َّق ج َه اده ۚ ُه َو‬
َ ‫اجتَبَ ا ُك ْم َو َم ا َج َع َل َعلَْي ُك ْم ال دِّي ِن م ْن َح َر ٍج ۚ ملةَ َأبي ُك ْم ْب َراه‬ ُ ‫َو َجاه‬
َّ ‫الص اَل ةَ َوآتُوا‬
َ‫الز َك اة‬ َّ ‫يموا‬ ِ ِ ‫ول ش ِه ًيدا علَي ُكم وتَ ُكونُوا ش ه َداء علَى الن‬ َّ ‫ني ِم ْن َقْب ُل َويِف َٰه َذا لِيَ ُك و َن‬ ِِ
ُ ‫َّاس ۚ فَ َأق‬ َ َ َُ َ ْ َْ َ ُ ‫الر ُس‬ َ ‫الْ ُم ْس لم‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫َو ْاعتَص ُموا باللَّه ُه َو َم ْواَل ُك ْم ۖ فَن ْع َم الْ َم ْوىَل ٰ َون ْع َم النَّصري‬
"Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia
telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai
kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran)
ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi
atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-
baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong."

Surah Al-Baqarah 286


ِ
ْ ‫ت ۗ َربَّنَ ا اَل تَُؤ ا ِخ ْذنَا ِإ ْن نَس ينَا َْأو‬
‫َأخطَْأنَ ا ۚ َربَّنَ ا َواَل‬ ْ َ‫ت َو َعلَْي َه ا َم ا ا ْكتَ َس ب‬ ْ َ‫ف اللَّهُ َن ْف ًس ا ِإاَّل ُو ْس َع َها ۚ هَلَا َم ا َك َس ب‬
ُ ِّ‫اَل يُ َكل‬
ۚ ‫ِر لَنَ ا َو ْارمَحْنَ ا‬ ِ ِ ِ ‫حَت مِل علَين ا ِإص را َكم ا مَح ْلت ه علَى الَّ ِذ‬
ْ ‫ف َعنَّا َوا ْغف‬
ُ ‫ين م ْن َقْبلنَ ا ۚ َربَّنَ ا َواَل حُتَ ِّم ْلنَ ا َم ا اَل طَاقَ ةَ لَنَ ا بِه ۖ َو ْاع‬َ َ ُ َ َ َ ً ْ َْ َ ْ ْ
ِ ِ
َ ‫ص ْرنَا َعلَى الْ َق ْوم الْ َكاف ِر‬
‫ين‬ ُ ْ‫ت َم ْواَل نَا فَان‬ َ ْ‫َأن‬
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Rabb kami, janganlah Engkau
hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada
orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami
apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum
yang kafir"

2. Tidak merubah islam. Juga, Islam tidak memperbanyak beban atau tuntutan
yang wajib. Seperti sholat itu yang wajib 5 waktu.

3. Ketentuan-ketentuan islam datang secara berangsur angsur. Hukum-hukum


yang terdapat di dalam Al-Qur'an diturunkan oleh Allah tidak untuk membasmi
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan secara frontal atau sekaligus tetapi dia dilarang
secara berangsur angsur bila perbuatan itu bertentangan dengan hukum Allah

Sebagai contoh adalah pelarangan khamr, mula mula dikatakan oleh Allah orang²
tidak di perbolehkan sholat ketika dalam keadaan mabuk kemudian dikatakan dalam
khmar itu ada manfaatnya tetapi ada juga mudharat nya akan tetapi mudharat nya lebih
besar ketimbang manfaatnya kemudian barulah Allah sama sekali mengharamkan
keberadaan khamr itu untuk di konsumsi. Terdapat dalam firman Allah Al-maidah 90
‫اجتَنُِب ْوهُ لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُح ْو َن‬ ِ ِ ِ ِ ٓ
ْ َ‫س ِّم ْن َع َم ِل الشَّْي ٰط ِن ف‬
ٌ ‫اب َوااْل َْزاَل ُم ر ْج‬
ُ ‫ص‬َ ْ‫ٰايَيُّ َها الَّذيْ َن اٰ َمُن ْٓو ا امَّنَا اخْلَ ْم ُر َوالْ َمْيس ُر َوااْل َن‬
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan)
itu agar kamu beruntung"

5. Pembagian sunnah : sunnah Nabi saw. ada 2:

a. sunnah qauliyah, berdasarkan perkataan nabi saw.(hadits)


tidak ada pembahagian.
Contoh :
Hadits tentang Belajar dan Mengajarkan al-Qur’an.
ِ ِ
ُ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم قَ َال َخْي ُر ُك ْم َم ْن َت َعلَّ َم الْ ُق ْرآ َن َو َعلَّ َمه‬
َ ِّ ‫َع ْن ُعثْ َما َن َرض َي اللَّهُ َعْنهُ َع ْن النَّيِب‬
Dari Utsman ra, dari Nabi saw., beliau bersabda: “Orang yang paling baik di antara
kalian adalah seorang yang belajar al-Qur`an dan mengajarkannya.”.(HR. Bukhari)

b. sunnah fiqliyah, segala perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah sebagai landasan
ayat-ayat Al-Qur'an.
dibagi oleh ulama hadits:
-sunnah alamiyah
perbuatan yang merupakan urusan tabi'at (dilakukan oleh semua umat)
seperti makan, tidur, minum, berjalan dll.
yang membedakan nabi dengan makhluk lain didasarkan pada aturan.
-perbuatan yang umum
boleh dicontoh
-perbuatan yang khusus
tidak boleh dicontoh (beristri 4 dalam 1 waktu)
-tidak termasuk tabi'at & tidak pula sesuatu yang tidak boleh dilakukan.
Contoh : Hadits “Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

c. sunnah taqririyah, perbuatan sahabat dihadapan nabi, atau perbuatan beliau nabi
Muhammad mengetahui orang lain melakukan nya, tetapi beliau diam saja.
Contoh : Pada suatu hari Rasulullah berkeliling disekitar Madinah, kemudian beliau
melihat sekelompok orang berkumpul & menyantap suatu hidangan, Rasul pun
bertanya "apa yang kalian makan?"
"kami sedang memakan daging dhob ya Rasulullah"
kemudian di suguhkan kepada Rasulullah. namun tidak dimakan, tidak pula dilarang.
daging dhob adalah hewan yang hidup dipasang pasir dan makanannya rerumputan.
sekarang sudah tidak ada(punah)

Hadis tentang daging dab (sejenis biawak). Pada suatu hari Nabi Muhammad Saw.
disuguhi makanan, di antaranya daging dzab. Beliau tidak memakannya, sehingga
Khalid ibn Walid bertanya, “Apakah daging itu haram ya Rasulullah?”. Beliau
menjawab: “Tidak, akan tetapi daging itu tidak terdapat di negeri kaumku, karena itu
aku tidak memakannya.” Khalid berkata, “Lalu aku pun menarik dan memakannya.
Sementara Rasulullah Saw. melihat ke arahku.”. (Muttafaqun ‘alaih)

d. sunnah tarbiyah, segala perbuatan atau amal yang tidak dikerjakan oleh Rasulullah
SAW padahal tidak ada halangan bagi beliau untuk mengerjakan nya.
Contoh : Adzan pada sholat Eid (sholat hari raya)

pernah terjadi sebelum sholat Eid diadakan adzan disetiap sudut. maka hal ini
dikatakan bid'ah, sebab tidak ada dasar & Rasulullah SAW tidak pernah melakukan
hal tsb.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ٍ ٍ ِ
َ ‫اُألمو ِر فَِإ َّن ُك َّل حُمْ َدثَة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َعة‬
ٌ‫ضالَلَة‬ ُ ‫َوحُمْ َدثَات‬
"Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena
sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah
sesat“ [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].

e. sunnah hammiah, suatu pekerjaan yang dicita-citakan atau diinginkan oleh nabi
Muhammad Saw akan mengerjakannya tetapi belum sempat dikerjakan beliau karena
sudah wafat terlebih dahulu. dalam hal ini terdapat sabda beliau:
‘'Apabila datang tahun depan Insya Allah kami akan berpuasa pada tanggal 9
(Muharram). Berkata Abdullah bin Abbas “ Belum sempat tahun depan tersebut
datang, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.” ( Muslim :
1134/2666).

Sunnah Hammiah suatu pekerjaan yang dicita-citakan atau diinginkan oleh nabi
Muhammad Saw akan mengerjakannya tetapi belum sempat dikerjakan beliau karena
sudah wafat terlebih dahulu.
Contoh : Puasa Asyura 9 muharram ‘'Apabila datang tahun depan Insya Allah
kami akan berpuasa pada tanggal 9 (Muharram). Berkata Abdullah bin Abbas “
Belum sempat tahun depan tersebut datang, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah wafat.” ( Muslim : 1134/2666).

6. Mungkin, karena bisa jadi ada beberapa hal yang mesti diijtihadkankan oleh para
ulama’ menyangkut persoalan masa kini, yang tentunya harus memperhatikan aspek
dan rukun- rukun nya. Kemungkinan ijma’ dimasa sekarang :

Pada masa sekarang, telah banyak berdiri negara Islam yang berdaulat atau suatu
negara yang bukan negara Islam, tetapi penduduknya mayoritas beragama Islam atau
bisa juga minoritas memeluk Islam. tetapi ada peraturan dan undang-undang khusus
berlaku bagi umat Islam misal: di India mayoritas penduduk nya beragama Hindu
hanya sebagian kecil beragama Islam, tetapi diberlakukan UU perkawinan khusus bagi
umat Islam. UU perkawinan tersebut ditetapkan oleh pemerintah dan parlemen India
setelah bermusyawarah dengan para ulama Mujtahid kaum muslimin yang ada di
india. jika kesepakatan para ulama Mujtahid India itu dapat dikatakan sebagai hasil
ijma' maka ada kemungkinan terjadi ijma' pada masa setelah Khalifah Utsman bin
Affan sampai sekarang sekali pun ijma' itu hanya dapat dikatakan sebagai ijma' lokal.

7. Yang dimaksud dengan Qiyas :

Qiyas secara bahasa menyamakan, membandingkan, atau mengukur.


Secara istilah qiyas ialah membandingkan sesuatu yang belum ada dasar nya dalam
Al-Qur'an dan Sunnah dengan sesuatu yang telah mempunyai dasar hukum dengan
cara mencari persamaan diantara keduanya.

Dasar Hukum Qiyas

Sebagian besar para ulama Ushul fiqh dan ulama fiqih dan para pengikut Mazhab yang
4 sepakat bahwa qiyas dapat dijadikan salah satu dalil atau dasar rukyah dalam
menetapkan hukum Islam. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang kadar
penggunaan qiyas atau macam-macam qiyas yang dibolehkan dalam mengistinbatkan
hukum. ada yang membatasi dan ada pula yang tidak membatasi. Para ulama yang
tidak membolehkan qiyas sebagai dasar hukum diantara nya ialah salah satu cabang
Mazhab zahiri dan sebagian Mazhab Syi'ah.

Hadits Rasulullah saw.


Setelah Rasulullah saw. melantik mu'az bin jabal sebagai gubernur di Yaman beliau
bertanya kepada mu'az Sebagamana ketika Rasulullah mengutus (Muadz bin Jabal) ke
Negeri Yaman.

‫ اقض ى مبا‬: ‫ ف ان مل جتد ىف كت اب اهلل ؟ ق ال‬: ‫ ق ال‬.‫ مبا ىف كت اب اهلل‬: ‫ مبا تقض ى ؟ ق ال‬: ‫ق ال رس ول اهلل ملع اد‬
‫ احلمد هلل الذي وفق‬: ‫ قال‬.‫ اجتهد برايي‬: ‫ فان مل جتد فيما قضى به رسول اهلل ؟ قال‬: ‫ قال‬.‫قضى به رسول اهلل‬
‫رسول رسوله‬

Artinya:

“Beliau bertanya, “Dengan apa engkau memutuskan suatu hukum ketika dihadapkan
suatu masalah kepadamu ?”. Muadz berkata, “Aku putuskan dengan kitab Allah, al-
Quran, bila tidak kutemukan maka dengan sunnah Rasululah, bila tidak kutemukan
maka aku berijtihad dengan pendapatku, dan aku tidak akan condong”. Maka
Rasulullah saw menepuk dadanya dan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah
memberikan pertolongan kepada utusan Rasulullah atas apa yang ia relakan”.(HR
Tirmizi)

Perbuatan sahabat

Para sahabat nabi saw banyak melakukan qiyas dalam menetapkan hukum suatu
peristiwa yang tidak ada Nash nya, misal: pengangkatan Khalifah abu bakar
diantaranya melalui pertimbangan membandingkan yaitu abu bakar dibandingkan
dengan sahabat-sahabat yang lain pada waktu itu dengan 2 pertimbangan:

a) abu bakar lah yang ditunjuk oleh nabi mewakili beliau sebagai imam sholat diwaktu
beliau sedang sakit
b) dengan sikap nabi ini maka para sahabat yang lain mengartikan bahwa nabi lebih
ridho jika abu bakar menggantikan beliau sebagai kepala pemerintahan

Akal,

Tujuan Allah SWT menetapkan hukum syara' bagi kemaslahatan manusia

Setiap peristiwa ada yg diterangkan dasarnya dalam hukum Nash, dan ada pula yang
tidak diterangkan. peristiwa yang tidak ada dijelaskan dalam Nash yang dapat
dijadikan sebagai dasarnya yaitu ilat yang sesuai benar dengan ilat hukum dengan
peristiwa Nash sebagai dasarnya.

Menetapkan hukum dari peristiwa yang tidak ada nashnya karena adanya persamaan
ilat dengan peristiwa yang telah ada Nash nya, yang diduga keras akan memberikan
kemaslahatan kepada manusia. oleh sebab itu, tepatlah kiranya hukum dari peristiwa
itu ditetapkan dengan cara qiyas. (khamr / minuman memabukkan)
Memelihara akal hukumnya wajib, kewajiban agama bagi orang yang sempurna
akalnya.

۟ ٰ َّ ‫ين ءَ َامنُ و ۟ا اَل َت ْقَربُ و ۟ا‬ ِ َّ ٰٓ


ٰ ‫ا َم ا َت ُقولُ و َن َواَل ُجنُبً ا ِإاَّل َع ابِ ِرى َس بِ ٍيل َحىَّت‬U‫ٱلص لَ ٰوةَ َوَأنتُ ْم ُس َكَر ٰى َحىَّت ٰ َت ْعلَ ُم و‬ َ ‫يََأيُّ َه ا ٱلذ‬
۟ ٰ ِ ‫ِئ‬ ۟ ِ
ً‫جَتِدوا َم ٓاء‬ُ ‫ِّس ٓاءَ َفلَ ْم‬
َ ‫َأح ٌد ِّمن ُكم ِّم َن ٱلْغَٓا ط َْأو لَ َم ْس تُ ُم ٱلن‬ َ ‫َت ْغتَس لُوا ۚ َوِإن ُكنتُم َّم ْر‬
َ َ‫ض ٰ ٓى َْأو َعلَ ٰى َس َف ٍر َْأو َج ٓاء‬
‫ِإ‬ ِ ِ ِ۟ ِ ‫َفَتي َّممو ۟ا‬
ً ‫صع ًيدا طَيِّبًا فَ ْٱم َس ُحوا ب ُو ُجوه ُك ْم َوَأيْدي ُك ْم ۗ َّن ٱللَّهَ َكا َن َع ُف ًّوا َغ ُف‬
‫ورا‬ َ ُ َ

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari
tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun."
(QS An-Nisaa ayat 43).

‫ُك ُّل ُم ْس ِك ٍر مَخٌْر َو ُك ُّل مَخْ ٍر َحَرام‬

“Setiap yang memabukan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.” (HR.
Muslim no. 2003)

Rukun Qiyas
a) Ashal / Maqis 'Alaih
ashal berarti pokok yaitu sesuatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya
berdasarkan Nash sedangkan maqis 'alaih yaitu yang menjadi ukuran, musabbahbih /
tempat menyamakan, makhmul 'laih / tempat membandingkan.

b) Furu' berarti cabang yaitu suatu peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya karena
tidak ada Nash yang dapat dijadikan dasarnya. furu' disebut juga dengan maqis/ yang
diukur, musabbah/ yang diserupakan, makhmul/ yang dibandingkan.

c) Illat adalah suatu sifat ada pada ashal, dan ada pada furu'. ex: khamr / ganja (yang
memabukkan)

Contoh Qiyas :
- Memakan daging anjing hukumnya haram karena hukum memakan daging anjing
diserupakan dengan hukum memakan daging babi dalam Surat Al-Maidah ayat 3.
- Dalam surah Al-maidah ayat 90 terdapat larangan keras minum khamar. Khamar
minuman keras yang dibuat dari anggur. Dalam hal ini, kita perlu meneliti illat
hukumnya (sebab adanya larangan keras minuman itu) ialah karena bisa memabukkan,
dan dapat merusak saraf otak/akal. Sudah tentu unsur memabukkan itu diterdapat di
semua minuman keras. Karena itu, dengan qiyas, semua jenis minuman keras
diharamkan.
- Berdasarkan hadits Nabi, orang yang membunuh orang yang mewariskan hartanya
itu gugur hak warisnya. Illat hukumnya (sebabnya), bahwa pembunuhannya di
maksudkan untuk mempercepat hak warisnya. Tetapi justru hak warisnya gugur,
sebagai hukuman atas kejahatannya. Demikian pula pembunuh orang orang yang
memberi wasiat, gugur hak wasiatnya, diqiyaskan dengan pembunuh orang yang
mewariskan hartanya, karena ada permaan illatnya.
- Berdasarkan Surah Al-Juma'ah ayat 9, jual beli dilarang pada waktu sudah
dikumandangkan adzan pada hari jumat, karena jual beli itu bisa mengelahkan
sholatnya. Hanya saja larangan ini tidak sampai ketingkatan haram, tetapi makruh.
Demikian pula semua kegiatan bisnis dan nonbisnis diqiyaskan hukumnya dengan jual
beli, karena sama-sama bisa melengahkan sholat.

Yang dimaksud Maslahat mursalah

Maslahat mursalah adalah suatu kemaslahatan yang tidak disinggung-singgung oleh


syara' dan tidak pula terdapat dalil-dalil yang menyuruh untuk mendapatkan atau
meninggalkan nya sedang jika dikerjakan akan mendatangkan kebaikan yang besar
atau kemaslahatan. Maslahat mursalah disebut juga maslahat mutlak karena tidak ada
dalil yang mengakui tentang sah atau batalnya oleh karena itu pembentukan hukum
dengan cara maslahat mursalah semata-mata untuk mewujudkan kemaslahatan
manusia atau dengan kata lain untuk mendapatkan manfaat atau menolak
kemudharatan dan kerusakan bagi manusia.

Kemaslahatan manusia itu mempunyai tingkatan-tingkatan. Tingkatan itu ialah:


a) dhorori, tingkat yang harus ada.
tingkat ini terdiri dari 5 tingkat pula tingkat pertama lebih utama dari tingkat kedua,
tingkat kedua lebih utama lebih tingkat kedua. tingkat-tingkat itu ialah:
a) memelihara agama hifdzuddin
b) memelihara jiwa hifdzun nafsu
c) memelihara akal hifdzun 'akli
d) memelihara keturunan hifdzun nasab : nasl
e) memelihara harta hifdzun mal

Contoh Maslahal Mursalah:


Membangun mesjid, pembangunan sekolah dan madrasah, pondok pesantren,
pembangunan jalan, jembatan, sarana irigasi, lembaga dakwah dan zakat dll yang
untuk kepentingan ummat.

Yang dimaksud dengan Urf :


Urf dalam etimologi : berarti sesuatu yang dipandang baik dan diterima oleh akal
sehat. Urf merupakan istilah Islam yang dimaknai sebagai adat kebiasaan. ‘Urf 
terbagi menjadi Ucapan atau Perbuatan dilihat dari segi objeknya, menjadi Umum atau
Khusus dari segi cakupannya, menjadi Sah atau Rusak dari segi keabsahan menurut
syariat. Para ulama ushul fiqih bersepakat bahwa Adat (‘urf) yang sah ialah yang tidak
bertentangan dengan syari'at.

Contoh Urf :
Mengenakan pakaian adat.
Melaksanakan syukuran atau upah-upah.

Pemberian seserahan, dan mahar. Pada masa pertunangan pihak laki-laki memberikan
hadiah kepada pihak wanita walaupun hadiah tersebut tidak dianggap sebagai mas
kawin, hal ini tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Hadist, karena memberikan
suatu hadiah boleh-boleh saja.  

Jual beli makanan yang diukur dengan takaran, semakin majunya zaman diganti
dengan timbangan. Semisal budaya seperti ini tidak apa-apa tidak berlawanan dengan
Al-Quran denga Hadist. Karena perubahan benda dari takaran ke timbangan tidak
menimbulkan kerugian pada jual beli makanan, namun justru mempermudah jual beli
makanan.

Mengadakan pertunangan sebelum melakukan akad nikah, di pandang baik dan


menjadi kebiasaan dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan aturan Allah

Ta’ziyah. Bila seseorang meninggal maka akan diperingati oleh keluarga dengan
mengundang orang-orang sekitar atau orang desanya untuk bertahlil, medoakan yang
meninggal. Ini tidak bertentangan hukum Allah, malah berdasarkan hadist Nabi
Muhammad Saw.

Gotong royong, merupakan adat istiadat yang berada di indonesia, tidak melanggar
hukum Allah. Karena didalamnya menimbulkan kebaikan-kebaikan untuk peduli
kebersihan

Anda mungkin juga menyukai