Anda di halaman 1dari 5

YAYASAN DAYAH KHAIRUDDARAINI

‫دايةخيرالدارين‬
DAYAH KHAIRUDDARAINI
ALAMAT: Jln. Banda Aceh–Medan Gp,Leun Tanjong kec,Padang Tiji Kab,Pidie Hp.082370109394

MUBAH
1. PENDAHULUAN
Dalam agama Islam, terdapat hukum-hukum sebagai panduan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Hukum
Islam tersebut ada yang wajib, sunnah, makruh, mubah, serta haram. Di antara hukum-hukum tersebut, mubah
memang paling jarang dibahas.
Pada dasarnya, hukum mubah adalah semua yang boleh dilakukan. Namun, karena bukan merupakan perintah
ataupun larangan, tak banyak yang membahas hukum mubah ini.
Untuk itu, berikut ini berbagai hal penjelasan tentang arti mubah, beserta dengan peran mubah dalam hukum
Islam.

2. PEMBAHASAN
Berikut ini saya akan sedikit membahas apa itu pengertian mubah, dalil-dalilnya mubah dan contoh mubah
dalam kehidupan sehari-hari
a. Pengertian mubah
Mubah adalah salah satu hukum dari agama islam, kata mubah berasal dari lafadz fiel madhi’ yaitu
[abaha] yang artinya menjelaskan dan memberitahukan. Dalam istilah hukum, mubah berarti:
Sesuatu yang di beri kemungkinan oleh pembuat hukum untuk memilih antara memperbuat dan
meninggalkan.
Secara bahasa, mubah artinya melepaskan atau mengizinkan. Sedangkan secara istilah, mubah adalah
suatu perbuatan yang memberikan pilihan kepada mukallaf untuk melakukannya atau meninggalkannya.
Menurut ulama, hukum dari mubah adalah perbuatan yang condong dianjurkan, tetapi tidak ada jaminan
pahala. Sementara, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti mudah adalah diizinkan menurut
agama boleh dilakukan, tetapi boleh juga tidak [jaiz]
Ulama Ahlusunah sepakat mengatakan, bahwa ibâ hah atau mubah itu termasuk hukum syar‘i, sedangkan
golongan Mu’tazilah mengatakan bahwa mubâ h itu tidak tergolong dalam hukum syara’ karna bagi mereka
mubah itu mengandung arti :
“tidak ada halangan untuk meninggalkan dan mengerjakan, yang demikian berlaku sebelum datangnya
hukum syara’ dan berlaku seterusnya.
Allah Swt menciptakan hukum mubah bukan tanpa alasan. Hukum mubah adalah diperbolehkan atau
diizinkan itu artinya bersifat netral, yang mana dapat meringankan umat muslim melaksanakan ibadah dan
menjauhi segala larangan-Nya.Mubah menggambarkan hukum dengan pilihan boleh meninggalkan atau
melakukan suatu ibadah. Apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa dan apabila dilakukan tidak juga
mendapatkan pahala
b. Cara mengetahui mubah
Mubah dapat di ketahui melalui 3 cara :
1. Adanya ucapan pembuat hukum tentang tidak berdosa atau tidak ada halangannya melakukan hukum
mubah tersebut
2. Adanya ucapan pembuat hukum yang secara jelas menghalalkan perbuatan itu, seperti firman allah
dalam surat al-ma’idah ayat 96:
‫ُاِح َّل َلُك ْم َص ْيُد اْلَبْح ِر َو َطَعاُم ٗه َم َتاًعا َّلُك ْم َوِللَّسَّيارِة‬

Artinya : “Dihalalkan untukmu buruan laut dan memakannya menjadi kesenangan untukmu dan
menjadi kendaraan.

3. Tidak ada nash dan syara’ yang mengharamkannya

c. Pembagian mubah dalam hukum islam

1. Mubah yang apabila dilakukan atau tidak dilakukan, tidak mengandung mudharat. Contohnya seperti
makan, minum, berpakaian, atau berburu.

2. Mubah yang apabila dilakukan tidak ada mudharatnya, sedangkan perbuatan itu sendiri pada dasarnya
diharamkan. Contohnya seperti makan daging babi dalam keadaan mendesak atau darurat.

3. Mubah yang apabila dilakukan pada dasarnya bersifat mudharat dan tidak boleh menurut syara', tetapi
Allah memaafkan pelakunya sehingga perbuatan tersebut menjadi mubah. Contoh perbuatan ini seperti
mengawini dua orang wanita yang bersaudara sekaligus.

Dari ketiga pembagian tersebut, dapat diketahui bahwa perbuatan mubah sebenarnya yaitu perbuatan
yang pada mulanya diharamkan. Namun, adanya suatu faktor tertentu yang menyebabkan perbuatan itu
dihalalkan dapat membuat perbuatan tersebut menjadi diperbolehkan.

d. Dalil dan contoh mubah


Salah satu dalil contoh dari hukum mubah telah disebutkan dalam Al-Qur'an surat Al-Jumu'ah ayat 10,
Allah SWT berfirman:

‫َفِاَذ ا ُقِضَيِت الَّص ٰل وُة َفاْنَتِش ُرْو ا ِفى اَاْلْر ِض َو اْبَتُغْو ا ِم ْن َفْض ِل ِهّٰللا َو اْذ ُك ُر وا َهّٰللا َك ِثْيًر ا َّلَعَّلُك ْم ُتْفِلُح ْو َن‬
Artinya: "Apabila sholat telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah
Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung." (QS Al-Jumu'ah: 10).
Tak hanya itu, dalil contoh perbuatan mubah juga terdapat dalam surat Al-Ma'idah ayat 2, Allah SWT berfirman:

‫وإذا َح َلْلُتْم َفاْص َطاُدوا‬


Artinya: "... apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu..." (QS Al-Ma'idah: 2).

3 . KESIMPULAN
Kesimpulannya, mubah dalam hukum islam adalah suatu perbuatan yang tidak diberi pujian atau celaan
dan tidak di beri pahala atau dosa apabila mukalaf mengerjakan atau meninggalkannya. Dalam kehidupan
sehari-hari, banyak aktivitas yang dihukumi mubah. Hanya saja, karena sesuatu yang mubah tidak dikenai dosa
ataupun dihadiahi pahala, jarang sekali orang mengetahui tentang hukum mubah ini. Berbeda dengan hukum
wajib, sunnah, atau haram.
Demikianlah penjelasan singkat mengenai mubah dan contohnya mubah. Atas segala kekurangan ataupun
kesilapan dan kesalahan saya mohon maaf sebesar-besarnya.
RUKHSHAH DAN ‘AZIMAH

1. PENDAHULUAN
Pada prinsipnya hukum syara’ yang ditetapkan oleh Allah Swt adalah ditujukan untuk manusia . hukum
syara’ ditetapkan oleh Allah sebagai rahmat bagi hamba-Nya, untuk mengatur segala tatanan kehidupan
hamba-Nya agar berjalan dengan baik. Hukum-hukum yang ditetapkan untuk manusia tanpa ada pengecualian.
Namun hukum-hukum tersebut memiliki batasan-batasan tertentu. Dalam artian setiap perintah dan larangan
yang ditetapkan tetap berada dalam kemampuan manusia untuk menjalankannya.Karena Allah tidak
memberatkan manusia melebihi kemampuannya.
Kajian tentang hukum-hukum yang bersifat umum dan hukum-hukum pengecualian dalam syariat Islam
dikenal dengan istilah ‘azimah dan rukhshah. Adakalanya ‘azimah dan rukhshah dikaji dalam kajian hukum
wad’i, ada kalanya ulama menkajinya menjadi bagian dari hukum taklifi.

2. PEMBAHASAN
Berikut ini saya akan sedikit membahas apa itu pengertian ‘azimah dan rukhshah
a. Pengertian ‘azimah dan rukhshah
Azimah menurut bahasa adalah “keinginan yang kuat”.
Adapun Azimah menurut kalangan para ahli ushul adalah
‫ما شرع من األحكام الكلية ابتداء‬
Artinya: hukum yang ditetapkan Allah pertama kali dalam bentuk hukum-hukum umum.
Hukum-hukum umum yang telah disyariatkan oleh Allah SWT sejak semula yang tidak dikhususkan oleh
kondisi dan oleh mukallaf. Artinya belum ada hukum sebelum disyariatkan , sehingga sejak disyariatkan
seluruh mukallaf wajib diikuti.
Kata-kata “ditetapkan pertama kali” mengandung arti bahwa pada mulanyapembuat hukum bermaksud
untuk menetapkan hukum taklifi kepada hamba. Hukum ini tidak didahului oleh hukum lain. Seandainya
ada hukum lain yang mendahuluinya, hukum yang terdahulu itu tentu dinasakh dengan hukum yang datang
belakangan. Dengan demikian hukum azimah ini berlaku sebagai hukum pemula dan sebagai pengantar
kemashlahatan umum.
Kata-kata “hukum-hukum kulliyah (umum)” disini mengandung arti berlaku untuk semua mukallaf dan
tidak ditentukan untuk sebagian mukallaf atau untuk sebagian waktu tertentu. Umpamanya shalat yang
diwajibkan kepada semua mukallaf dalam semua situasi dan kondisi. Begitu pula kewajiban zakat, puasa,
haji dan kewajiban lainnya.

Pengertian rukhsah menurut bahasa “keringanan atau kemudahan”.


Pengertian rukhsah ini sangat meluas disebutkan oleh para ‘ulama. Imam Al-Ghazali mendefinisikan
rukhsah sebagai “sesuatu yang dibolehkan kepada seseorang mukallaf untuk melakukannya kerana uzur”.
Imam Al-Baidhawi pula mendefinisikan rukhsah sebagai “hukum yang berlaku tidak sesuai dengan dalil
yang ada kerana keuzuran”.

b. Macam-macam rukhshah
Pada dasarnya rukhshah itu adalah keringanan yang diberikan Allah sebagai pembuat hukum kepada
mukalaf dalam suatu keadaan tertentu yang berlaku terhadap mukalaf tersebut. Hukum keringanan ini
menyalahi hukum asalnya. Macam-macam keringanan atau rukhshah dapat dilihat dari beberapa segi:
1. Rukhshah dilihat dari segi bentuk hukum asalnya, terbagi kepadadua, yaitu: rukhshah memperbuat dan
rukhshah meninggalkan
a. Rukhshah memperbuat ialah keringanan untuk melakukansesuatu perbuatan yang menurut
asalnya harus diting-galkan. Dalam bentuk ini asal perbuatan adalah terlarangdan haram
hukumnya. Inilah hukum ‘azimah-nya. Dalamkeadaan darurat atau hajat, perbuatan yang terlarang
itumenjadi boleh hukumnya. Umpamanya boleh melakukanperbuatan haram karena darurat seperti
memakan dagingbabi dalam keadaan terpaksa.
b. Rukhshah meninggalkan ialah keringanan untuk mening-galkan perbuat an yang menurut hukum
‘azîmah-nya adalah wajib atau sunah. Dalam bentuk asalnya,hukumnya adalah wajib atau sunah.
Tetapi dalam keadaan tertentu si mukalaf tidak dapat melakukannya dengan arti bila dilakukannya
akan membahayakan terhadap dirinya.Dalam hal ini dibolehkan dia meninggalkannya.
c. Rukhshah dalam meninggalkan hukum-hukum yang berlaku terhadap umat sebelum Islam yang
dinilai terlalu berat untuk dilakukan umat Nabi Muhammad.
d. Rukhshah dalam bentuk melegalisasikan beberapa bentuk akad yang tidak memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan.Adanya rukhshah ini disebabkan oleh kebutuhan umum.Umpamanya jual beli
‘ariyah, yaitu menukar kurma basah dengan kurma kering dalam ukuran yang berbeda padahal
keduanya satu jenis. Hal ini menyalahi ketentuan umum dalam tukar-menukar barang yang sejenis
dalam ukuran yang berbeda

2. Rukhshah ditinjau dari segi bentuk keringanan yang diberikan. Dalam hal ini keringanan ada 7 bentuk:
a. Keringanan dalam bentuk menggugurkan kewajiban, seperti boleh nya meninggalkan shalat Jumat,
haji, ‘umrah,dan jihad dalam keadaan udzur
b. Keringanan dalam bentuk mengurangi kewajiban; seperti meng qashar shalat empat rakaat menjadi
dua rakaat bagi orang yang berada dalam perjalanan.
c. Keringanan dalam bentuk mengganti kewajiban; seperti mengganti wudhu’ dan mandi dengan
tayamum karena tidak ada air.
d. Keringanan dalam bentuk penangguhan pelaksanaan kewajiban, seperti pelaksanaan shalat Zuhur
dalam waktu ashar pada jama’ ta’khir karena dalam perjalanan
e. Keringanan dalam bentuk mengubah kewajiban; seperti cara-cara pelaksanaan shalat dalam perang
yang berubah dari bentuk biasanya yang disebut shalat khauf.

3. Rukhsah ditinjau dari segi keadaan hukum asal sesudah berlaku padanya rukhshah, apakah masih
berlaku pada waktu itu atau tidak. Dalam hal ini ulama Hanafiyah membagi rukhshah menjadi dua
macam, yaitu: rukhshah tarfih dan rukhshah isqath:
a. Rukhsah tarfih ialah rukhshah yang meringankan dari pelaksanaan hukum ‘azimah tetapi hukum
‘azimah berikut dalilnya tetap berlaku. Hanya pada waktu itu mukalaf dibolehkan meninggalkan
atau mengerjakan-nya sebagai keringanan baginya.
b. Rukhsah isqath atau rukhshah menggugurkan, yaitu rukhshah yang menggugurkan hukum azîmah
terhadap pelakunya saat keadaan rukhshah itu berlangsung. Dalam keadaan rukhshah itu, maka
hukum yang berlaku bagi yang sedang terpaksa adalah hukum rukhshah, bukan hukum azimah
karena pada waktu itu hukum ‘azîmah tidak berlaku lagi atasnya.
3. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tentang ‘azimah dan rukhshah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam adalah
agama yang rahmahtan lil’alamin. Karena Allah sebagai syar’i selalu memberikan kemudahan-kemudahan bagi
hambanya dalam melaksanakan perintahnya dalam setiap kesulitan yang ditemui. Semua ini bermakusd untuk
mewujudkan maqasid al-Syariah.
Adanya rukhshah bagi yang kesulitan melaksanakan hukum dalam bentuk ‘azimah merupakan wujud dari
fleksibelnya hukum Islam, sehingga hukum Islam bukan-lah hukum yang statis tetapi dinamis, sesuai dengan
kondisi dan keadaan seseorang. Sehingga sesuai kaidah bahwa hukum dapat berubah dengan berobahnya
waktu, tempat, keadaan dan niat.

Anda mungkin juga menyukai