Nama:
FAKULTAS DAKWAH
Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat dan Salam semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul “Periodesasi Sejarah Islam” ini kami susun untuk memenuhi tugas
mata kuliah “PENDIDIKAN KEWARGA NEGARAAN ”
Penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan yang
telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan makalah ini
hingga selesai. Rasa terimakasih juga kami haturkan kepada:
1. Bapak Dr.Imam Turmudi M, M. selaku dosen pengampu mata kuliah PKN
2. Rekan-rekan yang telah membantu support atas penyelesaian makalah ini
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun
penyajiannya. Untuk itu kami mohon saran dan kritik dari semuanya.
Penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan
menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
C. Tujuan dan Manfaat........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep dan urgensi identitas nasional............................................................................
B. Sumber historis,sosiologis, politik tentang identitas nasional Indonesia........................
C. Dinamika dan tantangan identitas nasional Indonesia....................................................
D. Mendeskripsikan esensi dan urgensi identitas nasional Indonesia.................................
E. Proses Berbangsa dan Bernegara Sebagai Identitas Nasional.........................................
F.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................................
B. Daftar pustaka................................................................................................................
BAB I
PEMDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Identitas nasional merupakan ciri khas yang dimiliki satu bangsa yang tentunya berbeda
antara satu bangsa, dengan bangsa yang lain. Indonesia adalah salah satu Negara yang
memiliki bermacam identitas nasional yang mengkhaskan dan tentunya berbeda dengan
Negara-negara lainnya. Mayoritas dari masyarakat mengasosiakan identitas nasional mereka
dengan negara dimana mereka dilahirkan. Beragamnnya suku bangsa serta bahasa di
Indonesia, merupakan suatu tantangan besar bagi bangsa ini untuk tetap dapat
mempertahankan identitasnnya. Untuk itu, sebagai generasi muda Indonesia seharusnnya
sudah mengetahui apa itu identitas nasional bangsa kita. Namun pada kenyataannya masih
banyak generasi muda indonesia yang belum tahu tentang apa itu identitas nasional dan apa
saja wujud dari identitas nasional bangsa Indonesia itu sendiri. Seringkali kita marah ketika
aset identitas nasional kita direbut atau ditiru oleh Negara lain, tapi dalam pengaplikasiannya
kita sebagai warga negara Indonesia hanya bersikap pasif dan enggan untuk
menggembangkannya. Identitas Nasional merupakan pengertian dari jati diri suatu Bangsa
dan Negara, Selain itu pembentukan Identitas Nasional sendiri telah menjadi ketentuan yang
telah di sepakati bersama. Menjunjung tinggi dan mempertahankan apa yang telah ada dan
berusaha memperbaiki segala kesalahan dan kekeliruan di dalam diri suatu Bangsa dan
Negara sudah tidak perlu di tanyakan lagi, Terutama di dalam bidang Hukum.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelasakan Konsep dan Urgensi Identitas Nasional Indonesia
2. Jelaskan Sumber Historis, Sosiologis,Politik Identitas Nasional Indonesia
3. Jelaskan Dinamika dan Tantangan Identitas Nasional Indonesia
4. Deskripsikan Esensi dan Urgensi Identitas Nasional Indonesia
5. Jelaskan Proses Berbangsa dan Bernegara Sebagai Identitas Nasional
6. Faktor Pembentuk Indentitas Nasional
C. TUJUAN DAN MANFAAT
Mengetahui Konsep dan Urgensi Identitas Nasional Indonesia
Mengetahui Sumber Historis, Sosiologis,Politik Identitas Nasional Indonesia
Mengetahui Dinamika dan Tantangan Identitas Nasional Indonesia
Mengetahui Esensi dan Urgensi Identitas Nasional Indonesia
Mengetahui Proses Berbangsa dan Bernegara Sebagai Identitas Nasional
Mengetahyui Faktor Pembentuk Indentitas Nasional
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu cara untuk memahami identitas suatu bangsa adalah dengan cara
membandingkan bangsa satu dengan bangsa yang lain dengan cara mencari sisi-sisi umum
yang ada pada bangsa itu. Pendekatan demikian dapat menghindarkan dari sikap
kabalisme, yaitu penekanan yang terlampau berlebihan pada keunikan serta ekslusivitas
yang esoterik, karena tidak ada satu bangsapun di dunia ini yang mutlak berbeda dengan
bangsa lain. (Darmaputra, 1988: 1).
1
Dr. Drs. Ismail, M. Si., Dra Sri Hertati, M.Si. Pendidikan kewarganegaraan(Konsep Dasar Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara di Indonesia), (Pasuruan: Qiara Media, 2020), hlm. 25.
Sebagai penanda keberadaan atau eksistensinya. Bangsa yang tidak mempunyai jati
diri tidak akan eksis dalam kehidupan Bangsa dan Negara.
Sebagai pencerminan kondisi bangsa yang menampilkan kematangan jiwa, daya
juang, dan kekuatan bangsa ini. Hal ini tercermin dalam kondisi bangsa pada
umumnya dan kondisi ketahanan bangsa pada khususnya
Sebagai pembeda dengan bangsa lain di dunia.
Kelahiran identitas nasional suatu bangsa memiliki sifat, karakteristik, dan keunikannya
sendiri, yang sebagian besar ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung lahirnya identitas
nasional. Faktor-faktor yang mendukung lahirnya identitas nasional Indonesia meliputi:
1. Faktor primer, meliputi etnis, wilayah, bahasa, agama dan sejenisnya. Bagi
masyarakat Indonesia, yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, bahasa, agama
daerah, dan bahasa daerah, mereka adalah satu, meskipun mereka berbeda dari
karakteristik masing-masing. Kesatuan ini tidak menghilangkan keanekaragaman dan
ini disebut kesatuan dalam keanekaragaman.
2. Faktor pendorong, meliputi perkembangan komunikasi dan teknologi, kelahiran
kekuatan modern dan perkembangan lainnya dalam kehidupan negara. Dalam konteks
ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan bangsa dan negara
juga merupakan identitas nasional yang dinamis bagi suatu bangsa. Pembentukan
identitas nasional yang dinamis sangat ditentukan oleh keterampilan dan prestasi
rakyat Indonesia dalam pembangunan negara dan negara mereka. Dalam konteks ini,
persatuan dan kesatuan nasional diperlukan, serta langkah-langkah yang sama untuk
memajukan bangsa dan negara Indonesia.
3. Faktor penarik, termasuk kodifikasi bahasa dalam tata bahasa resmi, pertumbuhan
birokrasi dan penguatan sistem pendidikan nasional. Bagi masyarakat Indonesia,
bahasa unsur telah menjadi bahasa persatuan dan kesatuan nasional, sehingga bahasa
Indonesia telah menjadi bahasa resmi negara dan bangsa Indonesia. Biroraksi dan
pendidikan nasional juga telah dikembangkan dengan cara ini, meskipun mereka
masih dikembangkan.
4. Faktor reaktif termasuk penindasan, dominasi, dan pencarian identitas alternatif oleh
ingatan kolektif orang. Bangsa Indonesia, yang dikendalikan selama hampir tiga
setengah abad, sangat dominan dalam mewujudkan faktor keempat melalui ingatan
kolektif rakyat Indonesia. Penderitaan, kesengsaraan hidup dan hasrat bersama dalam
perjuangan untuk kemerdekaan adalah faktor yang sangat strategis dalam membentuk
memori kolektif orang. Semangat perjuangan, pengorbanan dan kebenaran dapat
menjadi identitas untuk memperkuat persatuan dan integritas bangsa dan negara
Indonesia.
Rakyat Indonesia mulai sadar akan jati dirisebagai manusia yang tidak wajar
karena dalam kondisi terjajah. Pada saat itumuncullah kesadaran untuk bangkit
membentuk sebuah bangsa. Kesadaran inimuncul karena pengaruh dari hasil pendidikan
yang diterima sebagai dampak daripolitik etis (Etiche Politiek). Dengan kata lain, unsur
pendidikan sangatlah pentingbagi pembentukan kebudayaan dan kesadaran akan kebangsaan
sebagai identitasnasional.Pembentukan identitas nasional melalui pengembangan
kebudayaanIndonesia telah dilakukan jauh sebelum kemerdekaan. Menurut Nunus
Supardi(2007) kongres kebudayaan di Indonesia pernah dilakukan sejak 1918
yangdiperkirakan sebagai pengaruh dari Kongres Budi Utomo 1908 yang dipeloporioleh dr.
Radjiman Widyodiningrat. Kongres ini telah memberikan semangat bagibangsa untuk
sadar dan bangkit sebagai bangsa untuk menemukan jati diri.Kongres Kebudayaan
I diselenggarakan di Solo tanggal 5-7 Juli 1918 yangterbatas pada
pengembangan budaya Jawa. Namun dampaknya telah meluas sampai pada
kebudayaan Sunda, Madura, dan Bali. Kongres bahasa Sunda diselenggarakan di
Bandung tahun 1924. Kongres bahasa Indonesia Idiselenggarakan tahun 1938 di
Solo. Peristiwa-peristiwa yang terkait dengan kebudayaan dan kebahasaan melalui
kongres telah memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan jati diri dan/atau identitas
nasional. Setelah proklamasi kemerdekaan, Kongres Kebudayaan diadakan
diMagelang pada 20-24 Agustus 1948 dan terakhir di Bukittinggi Sumatera Baratpada 20-22
Oktober 2003.
Menurut Tilaar (2007) kongres kebudayaan telahmampu melahirkan kepedulian
terhadap unsur-unsur budaya lain. Secara historis,pengalaman kongres telah banyak
memberikan inspirasi yang mengkristal akan kesadaran berbangsa yang diwujudkan
dengan semakin banyak berdirinya organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik.
Pada tahun 1920-1930-anpertumbuhan partai politik di nusantara bagaikan
tumbuhnya jamur di musimhujan. Berdirinya sejumlah organisasi kemasyarakatan
bergerak dalam berbagaibidang, seperti bidang perdagangan, keagamaan hingga
organisasi politik.Tumbuh dan berkembangnya sejumlah organisasi kemasyarakatan
mengarah padakesadaran berbangsa. Puncaknya para pemuda yang berasal dari
organisasikedaerahan berkumpul dalam Kongres Pemuda ke2 di Jakarta
danmengumandangkan Sumpah Pemuda. Pada saat itulah dinyatakan
identitasnasional yang lebih tegas bahwa “Bangsa Indonesia mengaku bertanah air yangsatu,
tanah air Indonesia, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia”.
Konsep jati diri atau identitas diri sebagai refleksi dari seorang ahli
berikutini :Soemarno Soedarsono (2002) telah megungkapkan tentang jati diri
atauidentitas diri dalam konteks individual. BagAda suatu ungkapan yang
menyatakanbahwa baiknya sebuah negara ditentukan oleh baiknya keluarga, dan
baiknyakeluarga sangat ditentukan oleh baiknya individu. Merujuk pada
ungkapantersebut maka dapat ditarik simpulan bahwa identitas individu dapat
menjadirepresentasi dan penentu identitas nasional. Oleh karena itu, secara
sosiologiskeberadaan identitas etnis termasuk identitas diri individu sangat penting
karenadapat menjadi penentu bagi identitas nasional.Secara politis, beberapa bentuk
identitas nasional Indonesia yang dapatmenjadi penciri atau pembangun jati diri
bangsa Indonesia meliputi: benderanegara Sang Merah Putih, bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional atau bahasanegara, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu
kebangsaan Indonesia Raya.Bentuk-bentuk identitas nasional ini telah diatur dalam
peraturan perundanganbaik dalam UUD maupun dalam peraturan yang lebih
khusus. Bentuk-bentukidentitas nasional Indonesia pernah dikemukakan pula oleh
Winarno (2013)sebagai berikut:
(1) Bahasa nasional atau bahasa persatuan adalah BahasaIndonesia;
(2) Bendera negara adalah Sang Merah Putih;
(3) Lagu kebangsaanadalah Indonesia Raya;
(4) Lambang negara adalah Garuda Pancasila;
(5)Semboyan negara adalah Bhinneka Tunggal Ika;
(6) Dasar falsafah negara adalahPancasila;
(7) Konstitusi (Hukum Dasar) Negara adalah UUD NRI 1945;
(8)Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(9) Konsepsi Wawasan Nusantara;dan
Benar perkataan Soekarno bahwa tantangan yang lebih besar ialah menghadapi
bangsanyasendiri daripada melawan penjajahan. Tantangan tersebut berasal dari masyarakat
Indonesiasendiri. Dan pada era globalisasi, nilai-nilai integritas dan identitas nasional
Indonesiamengalami tantangan yang berat baik dari pengaruh eksternal maupun internal,
sektor-sektorintegrasi baik dalam bidang sosial budaya, ekonomi, politik dan keamanan
seringkalimengalami pasang surut seiring dengan dinamika nasional dan global. Nilai-nilai
identitasnasional dalam dekade belakang-an juga menghadapi erosi dan degradasi yang
begitu serius.
Perhatikan sejumlah kasus dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari seperti yang pernah
kita lihat sebagai berikut:
1. Lunturnya nilai-nilai luhur dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara (contoh:
rendahnya semangat gotong royong, kepatuhan hukum, kepatuhan membayar pajak,
kesantunan, kepedulian, dan lainlain)
2. Nilai –nilai Pancasila belum menjadi acuan sikap dan perilaku sehari-hari (perilaku jalan
pintas, tindakan serba instan, menyontek, plagiat, tidak disiplin, tidak jujur, malas,
kebiasaan merokok di tempat umum, buang sampah sembarangan, dan lain-lain)
3. Rasa nasionalisme dan patriotisme yang luntur dan memudar (lebih menghargai dan
mencintai bangsa asing, lebih mengagungkan prestasi bangsa lain dan tidak bangga
dengan prestasi bangsa sendiri, lebih bangga menggunakan produk asing daripada produk
bangsa sendiri, dan lain-lain)
4. Lebih bangga menggunakan bendera asing dari pada bendera merah putih, lebih bangga
menggunakan bahasa asing daripada menggunakan bahasa Indonesia.
5. Menyukai simbol-simbol asing daripada lambang/simbol bangsa sendiri, dan lebih
mengapresiasi dan senang menyanyikan lagu-lagu asing daripada mengapresiasi lagu
nasional dan lagu daerah sendiri.
Tantangan dan masalah yang dihadapi terkait dengan Pancasila telah banyak
mendapat tanggapan dan analisis sejumlah pakar. Seperti Azyumardi Azra (Tilaar, 2007),
menyatakan bahwa saat ini Pancasila sulit dan dimarginalkan di dalam semua kehidupan
masyarakat Indonesia karena: (1) Pancasila dijadikan sebagai kendaraan politik; (2) adanya
liberalisme politik; dan (3) lahirnya desentralisasi atau otonomi daerah. Menurut Tilaar
(2007), Pancasila telah terlanjur tercemar dalam era Orde Baru yang telah menjadikan
Pancasila sebagai kendaraan politik untuk mempertahankan kekuasaan yang ada. Liberalisme
politik terjadi pada saat awal reformasi yakni pada pasca pemerintahan Orde Baru. Pada saat
itu, ada kebijakan pemerintahan Presiden Habibie yang menghapuskan ketentuan tentang
Pancasila sebagai satu-satunya asas untuk organisasi kemasyarakatan termasuk organisasi
partai politik. Sedangkan, lahirnya peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi
daerah seperti lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang diperbaharui menjadi
Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah telah berdampak positif dan
negatif. Dampak negatifnya antara lain munculnya nilai-nilai primordialisme kedaerahan
sehingga tidak jarang munculnya rasa kedaerahan yang sempit.
Karena kedudukannya yang amat penting itu, identitas nasional harus dimiliki oleh setiap
bangsa. Karena tanpa identitas nasional suatu bangsa akan terombang-ambing. Disadari
bahwa rendahnya pemahaman dan menurunnya kesadaran warga negara dalam bersikap dan
berperilaku menggunakan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
khususnya pada era reformasi bagaikan berada dalam tahap disintegrasi karena tidak ada
nilai-nilai yang menjadi pegangan bersama. Oleh karena itu perlu adanya pendukungdalam
meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan pegangan dalam
bermasyarakat. Memahami dan mengerti nilai-nilai pancasila sejak dini dalam kehidupan
sekolah sangat membantu dalam meningkatkan kesadaran dalam mewujudkan nilai-nilai
pancasila. Kita perlu memahami secara penuh bahwa pancasila sebagai pedoman hidup
bangsa sehingga kita dapat merasa berkewajiban dalam melaksanakannya. Tantangan terkait
memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme perlu mendapat perhatian. Bangsa indonesia
perlu mengupayakan strategi untuk mengalihkan kecintaan terhadap bangsa asing agar dapat
berubah menjadi bangsa sendiri. Hal tersebut perlu adanya upaya dari generasi baru untuk
mendorong bangsa indonesia untuk membuat prestasi yang tidak dapat dibuatoleh bangsa
lain. Mendorong masyarakat kita untuk bangga menggunakan produk bangsa sendiri.
D. Mendeskripsikan esensi dan urgensi identitas nasional Indonesia
Negara Indonesia berhasil membebaskan diri dari kekuasaan asing dan kemudian
mendeklarasikan kemerdekaannya. Para pendiri negara segera mengirim atau berkhotbah ke
negaranegara dan bangsa-bangsa lain sehingga mereka tahu bahwa di Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) telah mendirikan negara yang berdaulat, bersatu, berdaulat
dengan komitmen kuat untuk negara yang adil dan makmur. Sejak saat ini, negara-negara lain
terlebih dahulu mengakui identitas nasional Indonesia. NKRI memiliki area yang
membentang dari Sabang hingga Merauke, dari Pulau Miangas ke Pulau Rote. NKRI
memiliki populasi majemuk dengan lebih dari 700 kelompok etnis dan lebih dari 200 bahasa
daerah, tetapi memiliki identitas nasional dalam bahasa Indonesia. NKRI memiliki
pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia (yang
pertama, Sukarno-Hatta) dan setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaan, negara Mesir
adalah yang pertama mengakui keberadaan Republik Indonesia
Pada dasarnyajawabannya hampir sama dengan pentingnya identitas bagi diri individu
manusia.
Pertama, agar bangsa Indonesia dikenal oleh bangsa lain. Apabila kita sudah dikenal oleh
bangsa lain maka kita dapat melanjutkan perjuangan untuk mampu eksis sebagai bangsa
sesuai dengan fitrahnya.
Ketiga, identitas nasional penting bagi kewibawaan negara dan bangsa Indonesia.
Dengan saling mengenal identitas, maka akan tumbuh rasa saling hormat, saling
pengertian (mutual understanding), tidak ada stratifikasi dalam kedudukan antarnegara-
bangsa. Dalam berhubungan antarnegara tercipta hubungan yang sederajat/sejajar, karena
masingmasing mengakui bahwa setiap negara berdaulat tidak boleh melampaui kedaulatan
negara lain.
E. Proses Berbangsa dan Bernegara Sebagai Identitas Nasional
Bangsa adalah sekelompok besar manusia yang memiliki persamaan nasib dalam
proses sejarahnya, sehingga memiliki persamaan watak dan karakter yang kuat untuk
tinggal bersama disuatu wilayah tertentu untuk membentuk suatu kesatuan nasional.
Negara merupakan suatu wilayah dimana terdapat sekelompok manusia yang melakukan
kegiatan pemerintahan.
• Otto Bauer
Bangsa adalah suatu peresatuan perangai yang timbul dari persamaan nasib
• Rawink
Bangsa adalah sekumpulan manusia yang bersatu pada satu wilayah dan mempunyai
keterikatan dengan wilayah tersebut. Dengan batas teritori tertentu dan terletak dalam
geografis tertentu.
• Hans Khon
• Ernest Renan
Bangsa terbentuk karena adanya keinginan untuk hidup bersama (sejarah & cita-cita)
• Benedictus de Spinoza
Negara adalah susunan masyarakat yang integral (kesatuan) antara semua golongan dan
bagian dari seluruh anggota masyarakat (persatuan masyarakat organis)
• Prof.Mr. Kranenburg
Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia
yang disebut bangsa.
• Prof.Mr. Soenarko
Negara adalah organisasi masyarakat di wilayah tertentu dengan kekuasaan yang berlaku
sepenuhnya sebagai kedaulatan.
C. Sifat-sifat Negara
1. Memaksa
2. Monopoli
3. Mencakup semua
Teori Ketuhanan
Segala sesuatu terjadi karena kehendak dan ciptaan Tuhan
Teori Perjanjian
Manusia menghadapi kondisi alam dan menimbulkan manusia akan musnaj bila tidak
mengubah hidupnya. Akhirnya mereka bersatu untuk mengatasi tantangan dan
menggunakan persatuan dalam gerak tunggal untuk kebutuhan bersama.
Dalam proses berbangsa dan bernegara itu juga diperlukan penciptaan identitas
bersama. Identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia dapat di lihat pada:
Terdapat dua faktor penting dalam pembentukan identitas nasional yaitu faktor
primodial dan faktor kondisional. Faktor primodial atau faktor objektif adalah faktor bawaan
yang bersifat alamiah yang melekat pada bangsa tersebut seperti geografi, ekologi dan
demografi. Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah
kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi anta rwilayah
dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis,
sosial dan kultural bangsa Indonesia. Sedangkan faktor kondisional atau faktor subyektif
adalah keadaan yang mempengaruhi terbentuknya identitas nasional. Faktor subyektif
meliputi faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
Faktor historis ini mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia,
beserta identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor yang terlibat di dalamnya. Hasil dari
interaksi dari berbagai faktor tersebut. Selain itu terdapat factor lain yaitu faktor sakral dapat
berupa kesamaan agama yang dipeluk masyarakat atau ideologi doktriner yang diakui oleh
masyarakat yang bersangkutan. Agama dan ideologi merupakan faktor sakral yang dapat
membentuk bangsa negara. Faktor sakral ikut menyumbang terbentuknya satu nasionalitas
baru.
Negara Indonesia diikat oleh kesamaan deologi Pancasila. Tokoh kepemimpinan dari
para tokoh yang disegani dan dihormati oleh masyarakat dapat pula menjadi faktor yang
menyatukan bangsa negara. Pemimpin di beberapa negara dianggap sebagai penyambung
lidah rakyat, pemersatu rakyat dan simbol pemersatu bangsa yang bersangkutan. Contohnya
Soekarno di Indonesia, Nelson Mandela di Afrika Selatan, Mahatma Gandhi di India, dan
Tito di Yugoslavia. Prinsip kesediaan warga bangsa bersatu dalam perbedaan (unity in
deversity) juga menjadi faktor pembentuk identitas nasional. Yang disebut bersatu dalam
perbedaan adalah kesediaan warga bangsa untuk setia pada lembaga yang disebut negara dan
pemerintahnya tanpa menghilangkan keterikatannya pada suku bangsa, adat, ras, agamanya.
Sesungguhnya warga bangsa memiliki kesetiaan ganda (multiloyalities). Warga setia pada
identitas primordialnya dan warga juga memiliki kesetiaan pada pemerintah dan negara,
namun mereka menunjukkan kesetiaan yang lebih besar pada kebersamaan yang terwujud
dalam bangsa negara di bawah satu pemerintah yang sah.
Mereka sepakat untuk hidup bersama di bawah satu bangsa meskipun berbeda latar
belakang. Oleh karena itu, setiap warga negara perlu memiliki kesadaran akan arti pentingnya
penghargaan terhadap suatu identitas bersama yang tujuannya adalah menegakkan Bhinneka
Tunggal Ika atau kesatuan dalam perbedaan (unity in deversity) suatu solidaritas yang
didasarkan pada kesantunan (civility).
Faktor yang tak kalah penting yaitu sejarah. Persepsi yang sama diantara warga
masyarakat tentang sejarah mereka dapat menyatukan diri dalam satu bangsa. Persepsi yang
sama tentang pengalaman masa lalu, seperti sama-sama menderita karena penjajahan, tidak
hanya melahirkan solidaritas tetapi juga melahirkan tekad dan tujuan yang sama antar
anggota masyarakat itu. Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi
pekerjaan profesi sesuai dengan aneka kebutuhan masyarakat.
Semakin tinggi mutu dan variasi kebutuhan masyarakat, semakin saling tergantung
diantara jenis pekerjaan. Setiap orang akan saling bergantung dalam memenuhi kebutuhan
hidup. Semakin kuat saling ketergantungan anggota masyarakat karena perkembangan
ekonomi, akan semakin besar solidaritas dan persatuan dalam masyarakat. Solidaritas yang
terjadi karena perkembangan ekonomi oleh Emile Durkheim disebut Solidaritas Organis.
Faktor ini berlaku di masyarkat industri maju seperti Amerika Utara dan Eropa Barat.
Faktor – faktor obyektif itu penting, namun unsur yang terpenting ialah kemauan
bersama yang hidup nyata. Kemauan inilah yang kita namakan Nasionalisme. Yakni suatu
paham yang memberi ilham kepada golongannya dalam masyarakat. Kerja dan perilaku
lembaga politik dapat mempersatukan orang sebagai satu bangsa.
Faktor persamaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan politik, adat-istiadat dan tradisi,
atau persamaan agama. Akan tetapi teranglah bahwa tiada satupun di antara faktor – faktor
ini bersifat hakiki untuk menentukan ada - tidaknya atau untuk merumuskan bahwa mereka
harus seketurunan untuk merupakan suatu bangsa. Faktor – faktor obyektif itu penting,
namun unsur yang terpenting ialah kemauan bersama yang hidup nyata. Kemauan inilah yang
kita namakan Nasionalisme.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Etimologis identitas nasional berasal dari dua kata “Identitas” dan “Nasional”. Kata
“Identitas” berasal dari kata identity yang berarti ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang
melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Sedangkan
“Nasional” menunjuk pada sifat khas kelompok yang memiliki ciri-ciri kesamaan, baik fisik
seperti, budaya, agama, bahasa, maupun non-fisik seperti, keinginan, cita-cita, dan tujuan.
Jadi, “Identitas Nasional” adalah suatu ciri atau karakteristik unik yang dimiliki oleh suatu
bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut denSecaragan bangsa lain.
Salah satu cara untuk memahami identitas suatu bangsa adalah dengan cara
membandingkan bangsa satu dengan bangsa yang lain dengan cara mencari sisi-sisi umum
yang ada pada bangsa itu. Pendekatan demikian dapat menghindarkan dari sikap kabalisme,
yaitu penekanan yang terlampau berlebihan pada keunikan serta ekslusivitas yang esoterik,
karena tidak ada satu bangsapun di dunia ini yang mutlak berbeda dengan bangsa lain.
3. Benar perkataan Soekarno bahwa tantangan yang lebih besar ialah menghadapi
bangsanyasendiri daripada melawan penjajahan. Tantangan tersebut berasal dari masyarakat
Indonesiasendiri. Dan pada era globalisasi, nilai-nilai integritas dan identitas nasional
Indonesiamengalami tantangan yang berat baik dari pengaruh eksternal maupun internal,
sektor-sektorintegrasi baik dalam bidang sosial budaya, ekonomi, politik dan keamanan
seringkalimengalami pasang surut seiring dengan dinamika nasional dan global. Nilai-nilai
identitasnasional dalam dekade belakang-an juga menghadapi erosi dan degradasi yang
begitu serius.
Perhatikan sejumlah kasus dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari seperti yang pernah
kita lihat sebagai berikut:
Lunturnya nilai-nilai luhur dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara (contoh:
rendahnya semangat gotong royong, kepatuhan hukum, kepatuhan membayar pajak,
kesantunan, kepedulian, dan lainlain)
Nilai –nilai Pancasila belum menjadi acuan sikap dan perilaku sehari-hari (perilaku jalan
pintas, tindakan serba instan, menyontek, plagiat, tidak disiplin, tidak jujur, malas,
kebiasaan merokok di tempat umum, buang sampah sembarangan, dan lain-lain)
Rasa nasionalisme dan patriotisme yang luntur dan memudar (lebih menghargai dan
mencintai bangsa asing, lebih mengagungkan prestasi bangsa lain dan tidak bangga
dengan prestasi bangsa sendiri, lebih bangga menggunakan produk asing daripada produk
bangsa sendiri, dan lain-lain)
Lebih bangga menggunakan bendera asing dari pada bendera merah putih, lebih bangga
menggunakan bahasa asing daripada menggunakan bahasa Indonesia.
Menyukai simbol-simbol asing daripada lambang/simbol bangsa sendiri, dan lebih
mengapresiasi dan senang menyanyikan lagu-lagu asing daripada mengapresiasi lagu
nasional dan lagu daerah sendiri.
Pertama, agar bangsa Indonesia dikenal oleh bangsa lain. Apabila kita sudah dikenal oleh
bangsa lain maka kita dapat melanjutkan perjuangan untuk mampu eksis sebagai bangsa
sesuai dengan fitrahnya.
Ketiga, identitas nasional penting bagi kewibawaan negara dan bangsa Indonesia.
Dengan saling mengenal identitas, maka akan tumbuh rasa saling hormat, saling
pengertian (mutual understanding), tidak ada stratifikasi dalam kedudukan antarnegara-
bangsa. Dalam berhubungan antarnegara tercipta hubungan yang sederajat/sejajar, karena
masingmasing mengakui bahwa setiap negara berdaulat tidak boleh melampaui kedaulatan
negara lain.
6. Terdapat dua faktor penting dalam pembentukan identitas nasional yaitu faktor
primodial dan faktor kondisional. Faktor primodial atau faktor objektif adalah faktor bawaan
yang bersifat alamiah yang melekat pada bangsa tersebut seperti geografi, ekologi dan
demografi. Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah
kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi anta rwilayah
dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis,
sosial dan kultural bangsa Indonesia. Sedangkan faktor kondisional atau faktor subyektif
adalah keadaan yang mempengaruhi terbentuknya identitas nasional. Faktor subyektif
meliputi faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
Faktor historis ini mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia,
beserta identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor yang terlibat di dalamnya. Hasil dari
interaksi dari berbagai faktor tersebut. Selain itu terdapat factor lain yaitu faktor sakral dapat
berupa kesamaan agama yang dipeluk masyarakat atau ideologi doktriner yang diakui oleh
masyarakat yang bersangkutan. Agama dan ideologi merupakan faktor sakral yang dapat
membentuk bangsa negara. Faktor sakral ikut menyumbang terbentuknya satu nasionalitas
baru.
Negara Indonesia diikat oleh kesamaan deologi Pancasila. Tokoh kepemimpinan dari
para tokoh yang disegani dan dihormati oleh masyarakat dapat pula menjadi faktor yang
menyatukan bangsa negara. Pemimpin di beberapa negara dianggap sebagai penyambung
lidah rakyat, pemersatu rakyat dan simbol pemersatu bangsa yang bersangkutan. Contohnya
Soekarno di Indonesia, Nelson Mandela di Afrika Selatan, Mahatma Gandhi di India, dan
Tito di Yugoslavia. Prinsip kesediaan warga bangsa bersatu dalam perbedaan (unity in
deversity) juga menjadi faktor pembentuk identitas nasional. Yang disebut bersatu dalam
perbedaan adalah kesediaan warga bangsa untuk setia pada lembaga yang disebut negara dan
pemerintahnya tanpa menghilangkan keterikatannya pada suku bangsa, adat, ras, agamanya.
Sesungguhnya warga bangsa memiliki kesetiaan ganda (multiloyalities). Warga setia pada
identitas primordialnya dan warga juga memiliki kesetiaan pada pemerintah dan negara,
namun mereka menunjukkan kesetiaan yang lebih besar pada kebersamaan yang terwujud
dalam bangsa negara di bawah satu pemerintah yang sah.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Drs. Ismail, M. Si., Dra Sri Hertati, M.Si. Pendidikan kewarganegaraan(Konsep Dasar Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara di Indonesia), (Pasuruan: Qiara Media, 2020), hlm. 25.
Dr. Drs. Ismail, M. Si., Dra Sri Hertati, M.Si. Pendidikan kewarganegaraan(Konsep Dasar Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara di Indonesia), (Pasuruan: Qiara Media, 2020), hlm 32
Dr. Drs. Ismail, M. Si., Dra Sri Hertati, M.Si. Pendidikan kewarganegaraan(Konsep Dasar Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara di Indonesia), (Pasuruan: Qiara Media, 2020), hlm 37
Dr. Drs. Ismail, M. Si., Dra Sri Hertati, M.Si. Pendidikan kewarganegaraan(Konsep Dasar Kehidupan Berbangsa
dan Bernegara di Indonesia), (Pasuruan: Qiara Media, 2020), hlm 40