Anda di halaman 1dari 9

Rangkuman PITSELNAS VI

Workshop Komunikasi Efektif di Era Pandemi Covid 19

A. MANAJEMEN RISIKO KOMUNIKASI


Komunikasi efektif adalah proses penyampaian pikiran atau informasi melalui cara tertentu
sehingga orang mengerti maksud dari penyampai informasi.
Komunikasi dikatakan efektif apabila memenuhi tiga syarat yaitu:
a. Pesan mudah dipahami
b. Pengirim pesan memiliki kredibilitas atau sudah kompeten
c. Mendapatkan umpan balik
Risiko dalam komunikasi meliputi kekerasan baik secara verbal maupun fisik, jiika tidak ditangani
dengan manajemen risiko maka akan menjadi penyebab kegagalan terbesar dalam komunikasi.
Manajemen risiko dilakukan dengan cara mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi,
melakukan pengendalian informasi komunikasi, pemantauan dan pelaporan risiko, dan strategi
untuk mengelola risiko dan potensi risiko
Manajemen risiko dilakukan terhadap semua unit/bagian/program/kegiatan. Manajemen
risiko dilakukan dengan mengidentifikasi risiko di unit kerja melibatkan Manajemen RS, Komite
mutu, komite PKRS, komite K3 RS, Komite PPI dan kepala unit.
1. Risiko Komunikasi Asuhan Pasien
Risiko komunikasi sering terjadi pada asuhan pasien sehingga staff harus mendapatkan
pelatihan komunikasi efektif agar terhindar dari kesalahan penyampaian pesan.
Contoh: regulasi penanganan covid 19 yang berubah-ubah, sehingga sejak awal harus
disampaikan dan dimasukkan pada general consent.
Instalasi rumah sakit yang memiliki risiko komunikasi tertinggi adalah IGD sehingga petugsa
yang berjaga di IGD diharuskan memiliki keterampilan komunikasi efektif, tidak disarankan
menugaskan dokter yang baru lulus atau internship untuk bertugas di IGD .
- Skenario komunikasi: IGD harus memiliki staff klinis terlatih dan harus memiliki tim
ahli komunikasi
2. Risiko Komunikasi Antar Staff
Komunikasi dilakukan dari asessmen awal, diagnosis, integrasi, rencana asuhan harus
memperhatikan sasaran keselamatan pasien, sehingga setiap berkomunikasi harus melakukan
TULBAKON (Tulis, Baca kembali, Konfirmasi). Staf harus mendapat pelatihan komunikasi
efektif antar staf khususnya jika melakukan komunikasi melalui telpon.
Kaidah komunikasi efektif antar PPA
a. Menghargai sasaran komunikasi
b. Melakukan readback terhadap instruksi
c. Singkatan-singkatan dibuat standarisasi
d. Tersedia standar komunikasi saat operan berupa Handover
e. Ketepatan pembuatan laporan
Komunikasi antar PPA dikatakan efektif apabila
- Tepat waktu
- Akurat
- Lengkap
- Tidak ambigu
- Dapat diterima oleh penerima
Komunikasi via pesan wa tidak dianjurkan karena tidak tepat waktu, dianjurkan
menggunakan wa video conference, RS dianjurkan memiliki wifi yang bisa dipakai semua
unit. RS juga harus memiliki regulasi komunikasi verbal atau via telpon antar PPA
Komunikasi harus dilakukan dengan aman, yaitu:
a. Menghindari memesan obat lewat verbal, jika lewat verbal harus dieja
b. Harus ada panduan untuk komunikasi keadaan darurat
Prosedur menyampaikan hal-hal kritikal bisa dilakukan dalam Handover
a. Antar PPA yaitu saat pertukaran shift
b. Antar berbagai unit layanan, jika pasien dipindah ruang
c. Dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau tindakan
Elemen penilaian SKP 2
- Regulasi tentang komunikasi efektif antar PPA
- Bukti pelatihan dari semua PPA
Bentuk penulisan laporan kondisi pasien menggunakan SBAR, ISOBAR, SOAP, jika instruksi
diberikan secara lisan maka harus dilakukan TULBAKON (Tulis, baca kembali dan konfirmasi)
Rumah sakit juga harus memiliki regulasi terkait penetapan hasil bacaan nilai kritis dan
penetapan siapa yang harus melaporkan dan menerima informasi nilai kritis.
Metode dan form Handover harus dievaluasi minimal 3 bulan sekali.
RS mengadakan pelatihan komunikasi efektif terkait:
a. Komunikasi antar dokter dengan pasien
b. SPO tulbakon atau pelaksanaan handover antar PPA cukup 1 kali model pelatihan daring,
bisa rekaman video sehingga nanti bisa disebar
c. Handover dianjurkan beralih ke e-medical record

B. PERAN PKRS DALAM KOMUNIKASI EFEKTIF DI RUMAH SAKIT


a. PKRS bukan hanya KIE, pasang poster, dan pembuatan media promkes, tetapi juga memiliki
peran advokasi, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat.
b. Tugas dan fungsi PKRS:
c. Melaksanakan perencanaan terintegrasi berdasarkan hasil analisis kesehatan di Rumah Sakit dan
asessmen kebutuhan promosi kesehatan
d. Melaksanana advokasi dan sosialisasi kebijakan PKRS
e. Melaksanakan KIE dan pemberdayaan masyarakat
f. Bekerjasama dengan dinas kesehatan, puskesmas dan kelompok masyarakat peduli kesehatan
dan sector lain
g. Menyusun SPO internal PKRS dengan melibatkan multidisiplin/profesi
h. Membuat atau mengembangkan media promkes dengan melibatkan multi profesi yang
berkompeten
i. Memberi rekomendasi kepada direktur terkait dengan penyelenggaraan PKRS
j. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, pemantauan , dan penilaian pelaksanaan promosi
kesehatan yang terintegrasi
k. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia pelaksana PKRS
l. Melaksanakan pengembangan metode dan penelitian yang berkaitan dengan PKRS
m. Mengoordinasikan pelaksanaan pelayanan PKRS yang terintegrasi dengan PPA pada setiap unit
pelayanan RS
n. Mendorong terwujudnya RS sebagai tempat kerja yang sehat dan aman
Pelaksana PKRS
1. Direktur Rumah Sakit
2. Unit kerja fungsional
3. PPA di setiap unit pelayanan RS
Standar PKRS
a. Rumah sakit memiliki regulasi promosi kesehatan
b. Rumah sakit melaksanakan asessmen promosi kesehatan bagi pasien, keluarga, SDM Rumah
Sakit, Pengunjung rumah sakit, dan masyarakat sekitar
c. Rumah sakit melaksanakan monitoring dan evaluasi promosi kesehatan
Kompetensi pengelola PKRS
1. Kemampuan merencanakan PKRS
2. Advokasi
3. Komunikasi, informasi dan edukasi
4. Penggerakan masyarakat
5. Pembuatan dan pengembangan media
Untuk memenuhi standar kompetensi pengelola PKRS, maka dibutuhkan upaya:
a. Pendidikan dan pelatihan
b. Seminar/konferensi
PKRS tidak serupa dengan manajemen pemasaran atau HUMAS RS
- PKRS merupakan bagian penting dalam proses penyembuhan pasien dan upaya peningkatan
pelayanan kesehatan dengan membangun interaksi dan komunikasi yang efektif antara RS
dengan pasien dan keluarga pasien sehingga mempu meningkatkan kepercayaan dan kepuasan
terhadap layanan RS serta mendukung terjadinya proses perubahan perilaku dan lingkungan.
Pelaksanaan PKRS dalam penganggulangan COVID 19
1. Meningkatkan literasi kesehatan tentang COVID-19
2. Melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian COVID 19 untuk mengurangi risiko
penularan
3. Mengembangkan kegiatan promosi kesehatan dalam penanggulangan covid 19

C. ASESSMEN KEBUTUHAN KOMUNIKASI EFEKTIF DI RUMAH SAKIT


Pandemi menunjukkan parahnya komunikasi Rumah Sakit ke masyarakat
Komunikasi di Rumah Sakit
1. Komunikasi dengan masyarakat
2. Komunikasi dengan pasien dan keluarga pasien
Bentuk komunikasi yang sering dilakukan berupa:
- Wawancara : dilakukan saat asessmen
- Informasi: penyampaian hal-hal yang perlu diketahui pasien
- Edukasi: menyampaikan pengetahuan yang bertujuan merubah perilaku
- Instruksi: berupa waktu konsumsi obat, planning tindakan, discharge planning, advis terapi, dll
3. Komunikasi internal RS
- Antar PPA dan non PPA
Komunikasi efektif memerlukan strategi komunikasi yaitu dengan cara mengenali demografi
sasaran komunikasi berupa usia, etnis, agama, tingkat pendidikan, hambatan-hambatan dalam
berkomunikasi, kebutuhan informasi dan kesediaan menerima informasi. Asessmen demografi
harus dilakukan saat di admisi.
Kebutuhan komunikasi efektif di RS dibahas bersama-sama, sehingga dapat dibuat perencanaan
yang terintegrasi berdasarkan hasil analisis masalah kesehatan dan asessmen kebutuhan dari
pasien, keluarga, SDM RS, pengunjung dan masyarakat.

D. KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM HANDLING KOMPLAIN


Komplain yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.
Komplain berawal dari komunikasi yang tidak efektif. Penanganan komplai tidak bisa dibatasi waktu,
namun untuk menanggapi komplain harus dilakukan secepat mungkin. Fakta komplain menunjukkan
sebanyak 96% pelanggan yang kecewa dengan pelayanan memilih diam dan memilih menyatakan
komplain melalui media sosial, sedangkan 91% memilih pindah ke produk/institusi pemberi layanan
lainnya.
Terdapat 5 hal yang diharapkan komplainer yaitu:
1. Solusi dan informasi
2. Ingin diperhatikan serius
3. Pelayanan yang lebih baik
4. Permintaan maaf
5. Kompensasi finansial
Standar komplain: RS menjelaskan info terkait hak dan kewajiban pasien
Komunikasi efektif harus dilakukan saat menangani komplain,dengan cara bicara yang tepat,
lawan bicara mengerti apa yang disampaikan, dan mendapatkan feedback.
Komunikasi bertujuan untuk menimbulkan kesepahaman, dan dalam komunikasi pasti ada
gangguan, komunikasi efektif jika gangguan dapat ditangani.
Gangguan komunikasi antara lain:
1. Fisik yang berupa kondisi sakit, jarak, jumlah, bahasa tubuh
2. Psikis berupa mood, stress, kepercayaan diri, kedewasaan berfikir
3. Semantik berupa jargon, istilah, singkatan, bahasa, dialek
Komponen komunikasi meliputi
a. Verbal
Hal yang harus dilakukan yaitu pesan yang disampaikan harus jelas, simpel dan banyak kalimat
positif, lakukan parafrasing pada inti masalah.
Hal yang tidak boleh dilakukan yaitu memotong pembicaraan, membentak
b. Vocal
Hal yang harus dilakukan atau diperhatikan yaitu nada bicara, artikulasi, intonasi, jeda teratur
Hal yang tidak boleh dilakukan yaitu suara terlalu pelan atau keras, bergumam
c. Visual
Perhatikan gestur tubuh, cara berpakaian, postur tubuh tegak dan fleksibel
Jangan melakukan hal-hal lain seperti bermain pulpen atau hp, mata tidak menatap pasien,
menyandar dan bertopang dagu, tangan disaku dll.
Hal yang perlu ditanamkan adalah pengomplain bertujuan untuk memperbaiki kinerja kita,
sehingga segera lakukan evaluasi dan perbaiki layanan
Tips menangani komplain:
1. Cepat merespon
2. Mendengarkan aktif
3. Perhatikan non-verbal
4. Tunjukkan empati
5. Keep it short and simple
6. Ajukan pertanyaan
7. Klarifikasi dan meringkas
8. Obati kecewa hati dengan mengembalikan harga diri, mengakui kekeliruan dan meminta maaf
9. Berikan umpan balik atau apresiasi
E. PENERAPAN KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PATIENT CENTRED CARE
1. Framework Asuhan Pasien 4.0 intinya adalah PCC dan Asuhan pasien terintegrasi dengan 10
elemen implementasi
2. Ukuran keberhasilan penerapan komunikasi efektif pada PCC terletak pada hasil asuhan
pasien:
a. Dinilai secara individual pada asuhan setiap pasien berdasarkan pencapaian segitiga
sasaran PCC: Pasien, PPA, MPP
b. Dinilai secara agregat per periode waktu, dapat menjadi salah satu ukuran mutu
pelayanan
3. Faktor-faktor yang berperan pada efektifitas komunikasi yaitu:
a. Budaya keselamatan dan kompetensi budayanya terutama para PPA dan MPP
b. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien-keluarga, pendamping MPP, segitiga sasaran
PCC, kolaborasi edukasi pasien
c. PPA sebagai tim kolaborasi intensif dan konsisten, termasuk MPP, DPJP sebagai Clinical
Leader, komunikasi melalui CPPT, Integrated Clinical Pathway, Integrated Discharged
Planning
d. Lain-lain: manajemen unit, motto BPJS (Bila pasien itu saya)
1. Asuhan Pasien 4.0
a. Berbasis pelayanan berfokus pasien/PCC dan asuhan pasien terintegrasi
b. Dilaksanakan oleh PPA sebagai Tim, yang berkolaborasi interprofessional
dengan kompetensi untuk berkolaborasi
c. Dilaksanakan dengan DNA of Care: Safety, Quality, Culture
d. Asuhan pasien didokumentasikan terintegrasi melalui IT dalam SIRSAK dan
SISMADAK
 Perkembangan Konseptual Asuhan Pasien 4.0 : PCC + IT
Konsep Patient Centred Care
1. Konsep inti
- Perspektif pasien
- Perspektif PPA
2. The 8 Picker Principles Of PCC
- Hormati nilai-nilai, pilihan dari kebutuhan yang diutarakan pasine
- Koordinasi dan integrasi asuham
- Informasi, komunikasi, dan edukasi
- Kenyamanan fisik
- Dukungan emosional dan penurunan rasa takut dan kecemasan
- Keterlibatan keluarga dan teman-teman
- Asuhan yang berkelanjutan
- Akses terhadap pelayanan
3. Asuhan pasien terintegrasi
- Integrasi intra-inter PPS
- Integrasi inter unit
- Integrasi PPA-Pasien
Asuhan Pasien Terintegrasi
1. Keterlibatan pasien dan keluarga
Ubah paradigma “melayani” pasien menjadi “berpatner” dengan pasien *BPIS*
PCC: tidak ada keputusan tentang pasien tanpa pasien
 Saat di admisi pasien dan keluarga dijelaskan mengenai rencana asuhan, hasil
yang diharapkan dan perkiraan biaya, dapat terkait dengan discharge planning
2. DPJP sebagai clinical leader
3. PPA sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional
PPA memliki Kompetensi Berkolaborasi
a. Domain 1: nilai/etik praktik interprofesional
b. Domain 2: peran/tanggungjawab
c. Domain 3: komunikasi interprofesional
d. Domain 4: Teamwork
4. CPPT – Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi dan Komunikasi antar PPA
5. Manajer pelayanan pasien
6. Segitiga sasaran PCC
7. Kolaborasi pendidikan pasien
8. Integrated clinical pathway
9. Integrated discharge planning
10. Budaya keselamatan
F. PERAN KOMUNIKASI EFEKTIF BILA TERJADI INSIDEN KESELAMATAN PASIEN DAN TUNTUTAN
Kemampuan komunikasi yang efektif sangat penting di Rumah sakit, karena komunikasi
di bidang kesehatan dan penyakit merupakan sesuatu yang paling vital. Berikut beberapa bentuk
komunikasi rumit di RS:
1. Penyampaian berita buruk
2. Penyampaian tentang pembiayaan
3. Komunikasi dalam negosiasi
4. Komunikasi dengan tenaga medis
5. Komunikasi di masa pandemi
Hal yang perlu dikuasi dalam komunikasi menghadapi tuntutan:
1. Duty (of care by the doctor to the injured patient)
2. Dereliction (of duty: kesalahan medis)
3. Damage (or compensable injury)
4. Direct cause
Pedoman dasar negosiasi: negosiasi harus didukung keterampilan komunikasi dan kreatifitas
berpikir yang memadai.
1. Pahami sengketa dan tuntutan secara utuh
2. Kuasai teknik dasar dan teknik lanjutan
3. Benar, jujur dan tepati janji
4. Empati
5. Tenang dan penguasaan emosi
Komunikasi dasar negosiasi:
1. Runtut, relevan, dan ringkas
2. Kontrol intonasi, diksi dan langkah kata
3. Empati yang terukur
4. Tidak memotong pembicaraan
5. Catat butir-butir persoalan yang disampaikan dan bahas satu demi satu
6. Fokus pada butir-butir persoalan
7. Giring pada tawaran kita yang mudah dan dapat terwujud
8. Bayang-bayangi berbagai kesulitan yang akan dihadapu atas tuntutan yang terlalu tinggi

Anda mungkin juga menyukai