Anda di halaman 1dari 11

AMAL-AMAL YANG DAPAT MEMASUKKAN KE SURGA DENGAN SELAMAT

‫اس‬ُ ‫ اِ ْن َجفَ َل ال َّن‬، َ‫سلَّ َم ْال َم ِد ْينَة‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫صلَّى‬
َ ‫هللا‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ لَ َّما قَد َِم َر‬:َ‫س ََل ٍم قَال‬ َ ‫ع ََ ْن‬
َ ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن‬
‫ فَلَ َّما‬، ‫ظ َر ِإلَ ْي ِه‬ ِ َّ‫ فَ ِجئْتُ فِي الن‬، ‫سلَّ َم‬
ُ ‫اس ِِل َ ْن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫صلَّى‬
َ ‫هللا‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ قَد َِم َر‬: ‫ َوقِ ْي َل‬، ‫ِإلَ ْي ِه‬
‫ فَ َكانَ أَ َّو َل‬، ‫ب‬ ٍ ‫ْس ِب َو ْج ٍه َكذَّا‬ َ ‫ع َر ْفتُ أَ َّن َو ْج َههُ لَي‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫صلَّى‬
َ ‫هللا‬ َ ِ‫س ْو ِل هللا‬ ُ ‫ا ْستَبَ ْنتُ َوجْ هَ َر‬
، ‫ام‬ َ ‫صلُ ْوا ْاِل َ ْر َح‬ ِ ‫ َو‬، ‫ام‬ َّ ‫ط ِع ُم ْوا‬
َ ‫الط َع‬ ْ َ‫ َوأ‬، ‫س ََل َم‬ َّ ‫ش ْوا ال‬ُ ‫ أَ ْف‬، ‫اس‬ ُ َّ‫ يَا أَيُّ َها الن‬:َ‫يءٍ تَ َكلَّ َم بِ ِه أَ ْن قَال‬ْ ‫ش‬
َ
‫س ََل ٍم‬َ ِ‫ تَ ْد ُخلُ ْوا ْال َجنَّةَ ب‬، ‫اس نِيَا ٌم‬ ُ َّ‫صلُّ ْوا بِاللَّ ْي ِل َوالن‬
َ ‫ َو‬.

Dari ‘Abdullah bin Salâm, ia berkata: “Ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke
Madinah, orang-orang segera pergi menuju beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (karena ingin
melihatnya). Ada yang mengatakan: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang, lalu aku
mendatanginya ditengah kerumunan banyak orang untuk melihatnya. Ketika aku melihat wajah
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , aku mengetahui bahwa wajahnya bukanlah wajah
pembohong. Dan yang pertama kali beliau ucapkan adalah, ‘Wahai sekalian manusia, sebarkanlah
salam, berikan makan, sambunglah silaturrahim, shalatlah di waktu malam ketika orang-orang
tertidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan sejahtera.”

TAKHRIJ HADITS

Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2485); ad-Dârimi (I/340); Ibnu Mâjah (no. 1334 dan
3251); al-Hâkim (III/13), Ahmad (V/451); Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (VIII/388, no. 25777
dan 26133) dan (XIII/30, no. 36858); ad-Dhiyâ’ dalam al-Mukhtârah (IX/431, no. 400); Abd bin
Humaid dalam al-Muntakhab (no. 495), dan lain-lain.

at-Tirmidzi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini hasan shahih.”; al-Hâkim berkata, “Shahih sesuai
dengan syarat syaikhain (al-Bukhâri dan Muslim).” Dan adz-Dzahabi menyepakatinya. Diriwayatkan
juga oleh al-Hâkim (IV/160) dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

Imam Nawawi rahimahullah menyetujuinya dalam Riyâdhus Shâlihîn (no. 849). Demikian juga al-
Hâfizh Ibnu Hajar menyetujui pernyataan imam at-Tirmidzi dan al-Hâkim dalam kitabnya Fat-hul Bâri
Syarah Shahîh al-Bukhâri (XI/19). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahâdiits ash-
Shahîhah (no. 569).

MUFRADAT HADITS

ُ َّ‫ اِ ْن َجفَ َل الن‬: Mereka pergi segera menuju kepadanya.


‫اس‬

‫ أَ ْفش ُْوا الس َََّل َم‬: Kata perintah dari al-ifsyâ’, berarti menyebarkan dan menjadikannya umum atau merata.
َ ‫صلُ ْوا ْاِل َ ْر َح‬
‫ام‬ ِ : Kata perintah dari al-washl, yaitu menyambung dengan terus menerus berbuat baik
kepada mereka dengan perkataan, perbuatan, dan lemah lembut. al-Arhâm yaitu semua kerabat dari
segi nasab maupun pernikahan (ipar, menantu, mertua).

‫ نِيَا ٌم‬: Jamak dari nâ-im (orang yang tidur).

َ ِ‫ تَ ْد ُخلُ ْوا ْال َجنَّةَ ب‬: Kalian masuk Surga dengan sejahtera yaitu tanpa didahului adzab sebelumnya.[1]
‫س ََل ٍم‬

SYARAH HADITS

1. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,( ‫“ )أَ ْفش ُْوا الس َََّل َم‬Sebarkanlah salam.”

Sebarkanlah salam di antara kalian ! Jika engkau melewati saudaramu, ucapkanlah salam kepadanya
! Dan jika dia yang memulai salam kepadamu, maka jawablah salamnya, Allâh Azza wa Jalla
berfirman :

‫سنَ ِم ْن َها أَ ْو ُردُّو َها‬


َ ‫َو ِإذَا ُح ِييت ُ ْم ِبت َِحيَّ ٍة فَ َحيُّوا ِبأ َ ْح‬

Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu
dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya…” [an-
Nisâ’/4:86]

Menyebarkan salam itu akan menumbuhkan rasa cinta diantara manusia. Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :

‫يءٍ ِإذَا فَعَ ْلت ُ ُم ْوهُ تَ َحابَ ْبت ُ ْم ؟‬ َ ‫ أَ َو ََل أَد ُُّل ُك ْم‬، ‫ َو ََل تُؤْ ِمنُ ْوا َحتَّى تَ َحاب ُّْوا‬، ‫ََل تَ ْد ُخلُ ْونَ ْال َجنَّةَ َحتَّى تُؤْ ِمنُ ْوا‬
َ ‫ع َلى‬
ْ ‫ش‬
‫ش ْوا الس َََّل َم بَ ْينَ ُك ْم‬ ُ ‫أَ ْف‬

Tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak beriman sampai kalian saling
mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling
mencintai ? Sebarkanlah salam di antara kalian.[2]

Karena meninggalkan salam itu menimbulkan rasa cinta, maka sebaliknya meninggalkan salam akan
menyebabkan kesedihan. Ini sesuatu yang lumrah pada diri manusia. Jika ada orang yang lewat dan
mengucapkan salam kepadamu maka engkau akan merasa senang dan cinta. Namun, jika yang lewat
itu tanpa mengucapkan salam, maka engkau akan merasa ragu terhadapnya. Fakta ini menunjukkan
bahwa salam memiliki urgensi yang tinggi. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Ada seorang yang
bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ‘Wahai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , Islam yang bagaimanakah yang paling baik ?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :

َ ‫ع َر ْفتَ َو‬
ْ ‫ع َلى َم ْن َل ْم تَ ْع ِر‬
‫ف‬ َ ‫ َوتَ ْق َرأُ الس َََّل َم‬، ‫ام‬
َ ‫ع َلى َم ْن‬ َ َ‫الطع‬ ْ ُ ‫ت‬.
َّ ‫ط ِع ُم‬
Engkau memberi makan dan engkau mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal maupun
yang tidak kenal.”[3]

Salam juga merupakan hak seorang muslim atas muslim lainnya, sebagaimana dijelaskan oleh
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Makna Menyebarkan Salam

Menyebarkan salam maksudnya selalu mengucapkannya setiap kali bertemu atau berjumpa
meskipun sudah mengucapkan salam saat perjumpaan sebelumnya. Seorang Muslim yang tidak mau
mengucapkan salam setiap kali bertemu dianggap bakhil. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
:

َِ ‫سَلَم‬
َّ ‫بِال‬ ِ َّ‫اء َوأَ ْب َخ ُل الن‬
‫اس َم ْن بَ ِخ َل‬ ِ ‫ع‬َ ‫ي ال ُّد‬ ِ َّ‫أَ ْع َج ُز الن‬.
َ ‫اس َم ْن‬
ْ ِ‫ع ِجزَ ف‬

Selemah-lemah manusia adalah orang yang lemah (malas) berdo’a kepada Allâh, dan sebakhil-bakhil
manusia adalah orang yang bakhil mengucapkan salam.[4]

Zaman sekarang ini ummat Islam sudah mulai jarang mengucapkan salam. Sebagian mereka
beranggapan bahwa tadi sudah berjumpa dan sudah mengucapkan salam, maka apabila berjumpa
lagi dalam waktu 20 menit atau 30 menit tidak perlu lagi mengucapkan salam. Padahal, teladan
(contoh) dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya tidak demikian. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabat g apabila berjumpa, mereka saling mengucapkan
salam, meskipun sudah mengucapkannya pada pertemuan sebelumnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ً ‫ع َل ْي ِه أَ ْي‬
‫ضا‬ َ ُ‫ار أَ ْو َح َج ٌر ث ُ َّم َل ِقيَهُ فَ ْلي‬
َ ‫س ِل ْم‬ ٌ ‫ش َج َرة ٌ أَ ْو ِج َد‬ ْ ‫ فَإِ ْن َحا َل‬، ‫ع َل ْي ِه‬
َ ‫ت بَ ْينَ ُه َما‬ َ ُ‫ي أَ َح ُد َك ْم أَخَاهُ فَ ْلي‬
َ ‫س ِل ْم‬ َ ‫ِإذَا َل ِق‬

Apabila salah seorang dari kalian berjumpa dengan saudaranya sesama Muslim, hendaklah ia
mengucapkan salam kepadanya ! Kemudian apabila keduanya terhalang pohon atau tembok atau
batu lantas berjumpa lagi, maka hendaklah ia mengucapkan salam lagi.[5]

Hadits ini dengan sangat gamblang menganjurkan salam kendati pun ia sudah mengucapkannya
pada pertemuan sebelumnya. Hadits ini tidak membatasi hanya sekali salam, justru hadits ini
menganjurkan agar setiap Muslim mengucapkan salam berkali-kali, karena ini merupakan kebaikan.
Itulah yang dimaksud dengan ifsyâ-us salâm (menyebarkan salam).

Praktek menyebarkan salam seperti ini juga telah dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para shahabatnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anas bin Malik Radhiyallahu anhu mengatakan :
ٍ ‫ع َلى َب ْع‬
‫ض‬ ُ ‫س َّل َم َب ْع‬
َ ‫ضنَا‬ َ ‫ش َج َرة ُ فَإِذَا ا ْلتَقَ ْينَا‬
َّ ‫س َّل َم فَتُف َِر ُق َب ْينَنَا ال‬
َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ ُ ‫ص َّلى‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫ُكنَّا ِإذَا ُكنَّا َم َع َر‬
َ ِ‫س ْو ِل هللا‬

Kami (para shahabat) apabila berjalan bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu kami
terhalang oleh pohon lantas kami bertemu lagi, maka sebagian dari kami mengucapkan salam
kepada sebagian lainnya.[6]

Hadits lain yang menjadi penguat hadits di atas adalah hadits yang sudah mayhur tentang seorang
shahabat yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya. Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata,
“Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasuki masjid kemudian
masuklah seorang laki-laki lantas mengerjakan shalat. Seusai shalat, ia mengucapkan salam kepada
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau pun menjawab salamnya, lalu bersabda, ‘Ulangi
shalatmu! Karena sesungguhnya engkau belum shalat.’ Kemudian ia pun mengulangi shalatnya
seperti sebelumnya. Seusai shalat, ia pun kembali mendatangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan mengucapkan salam kepada beliau… (hal ini dilakukannya hingga tiga kali).”[7]

Apabila umat Islam ini memahami dan menyadari betapa pentingnya ifsyâ-us salâm (menyebarkan
salam), insya Allâh akan terwujud rasa saling menyayangi dan mencintai sesama kaum Muslimin.

Salam merupakan cara untuk memulihkan hubungan yang tidak baik sesama Muslim. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ُ‫ِي َليَ ْب َدأ‬


ْ ‫ َو َخ ْي ُرهُ َما َّالذ‬، ‫ض َهذَا‬
ُ ‫ض َهذَا َويُ ْع ِر‬ ِ َ‫ يَ ْلتَ ِقي‬.‫ث َليَا ٍل‬
ُ ‫ان فَيُ ْع ِر‬ ِ َ‫َلَ يَ ِح ُّل ِل ُم ْس ِل ٍم أَ ْن يَ ْه ُج َر أَخَاهُ فَ ْوقَ ثََل‬
َ ‫س‬
‫َل ِم‬ َّ ‫بِال‬

Tidak halal seorang Muslim tidak bertegur sapa dengan saudaranya selama tiga malam, keduanya
bertemu lalu yang ini berpaling dan yang itu pun berpaling. Akan tetapi orang yang terbaik dari
keduanya adalah yang terlebih dahulu mengucapkan salam.[8]

Di atas sudah diterangkan bahwa mengucapkan salam yang diperintahkan tidak hanya terbatas satu
kali, akan tetapi berkali-kali setiap kali bertemu.

Misalnya:
1. Pertama, Seorang karyawan Muslim bertemu dengan karyawan lainnya yang Muslim, maka
hendaklah ia mengucapkan salam, ketika masuk maupun keluar kantor.
2. Kedua, seorang ustadz bertemu dengan ustadz lainnya dalam satu sekolah atau dalam
lembaga-lembaga dakwah, hendaklah selalu mengucapkan salam, meskipun beberapa kali
bertemu.
3. Ketiga, seorang ustadz atau guru hendaklah mengucapkan salam ketika masuk ke kelas, dan
ketika keluar pun hendaklah ia mengucapkan salam.
4. Keempat, seseorang sampai dalam satu majlis hendaklah mengucapkan salam, dan ketika
telah usai atau ia meninggalkannya hendaklah ia pun mengucapkan salam.[9]

5. Kelima, seseorang yang masuk ke masjid atau mushalla atau surau hendaklah mengucapkan
salam meskipun di dalamnya ada orang yang sedang shalat, atau ada yang sedang
membaca al-Qur-an, atau ada yang sedang berdzikir. Sebab, para shahabat juga
mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal ketika itu beliau
sedang shalat. Lantas, beliau pun menjawabnya dengan isyarat. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak berkata-kata karena dalam shalat dilarang berkata-kata selain dzikir, tasbîh, dan
membaca ayat al-Qur’ân.[10]

Tentang penyebutan isyarat dalam hadits tersebut, hal itu dilakukan dalam shalat. Adapun di
luar shalat, isyarat tersebut tidak diperbolehkan karena menyerupai perbuatan Yahudi,
kecuali, apabila diiringi dengan salam.

6. Keenam, seorang anak, ibu, atau bapak yang hendak masuk rumah hendaklah mengucapkan
salam, demikian pula ketika keluar rumah.

7. Ketujuh, seorang pedagang hendaklah mengucapkan salam kepada pedagang Muslim


lainnya, atau seorang pembeli hendaklah mengucapkan salam kepada pedagang-pedagang
Muslim lainnya yang ada di pasar. Hal ini sebagaimana riwayat dari shahabat Ibnu ‘Umar
Radhiyallahu anhuma.

Dari Thufail bin Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu anhuma, suatu ketika ia mendatangi ‘Abdullah
bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, kemudian ia berjalan bersamanya ke pasar. Thufail berkata,
“Setiap kali ia bertemu dengan tukang loak (pedagang barang bekas), pedagang, orang
miskin, atau siapa saja, ia selalu mengucapkan salam.” Thufail melanjutkan, “Suatu hari aku
datang lagi ke rumah Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, lalu ia ingin ikut menemaniku ke
pasar. Aku pun bertanya, ’Apa yang engkau kerjakan di pasar sedangkan engkau tidak
berjual beli, tidak menanyakan harga barang-barang, dan tidak pula mau duduk-duduk di
pasar.’ Aku melanjutkan, ‘Sebaiknya kita duduk-duduk saja disini sambil bercakap-cakap.’
Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma langsung menjawab, ‘Wahai Abu Bathn[11], sesungguhnya
kita pergi ke pasar semata-mata hanya ingin mengucapkan salam saja, yaitu kita ucapkan
salam kepada kaum Muslimin mana saja yang kita jumpai.’”[12]
Ucapan salam adalah kalimat yang disenangi oleh Allâh Azza wa Jalla , Rasul-Nya, dan orang-orang
yang beriman. Apabila kalimat salam diucapkan oleh kaum Muslimin setiap saat, setiap waktu, setiap
hari, maka insya Allâh ummat Islam ini akan selamat dari penyakit-penyakit hati dan ummat Islam
akan mempunyai ‘izzah (harga diri) di hadapan ummat-ummat yang lain. Oleh karena itu, kita harus
berupaya menyebarkan salam dan menghidupkan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini agar
kita selamat dan mempunyai ‘izzah di hadapan orang-orang kafir.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫سَلَ َم بَ ْينَ ُك ْم‬ ُ ‫أَ ْف‬


َّ ‫ش ْوا ال‬
Sebarkanlah salam, niscaya kalian akan selamat[13]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

‫ي تَ ْعلُ ْوا‬
ْ ‫سَلَ َم َك‬ ُ ‫أَ ْف‬
َّ ‫ش ْوا ال‬
Sebarkanlah salam agar kalian menjadi tinggi (mempunyai ‘izzah)[14]

2. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , (‫ام‬ َّ ‫ط ِع ُم ْوا ال‬


َ َ‫طع‬ ْ َ‫)وأ‬
َ “Berikanlah makan.”
Yaitu berikanlah makan kepada orang-orang yang membutuhkan, kepada tamu dan tetangga. Ini
merupakan akhlak mulia yang bisa menghantarkan pelakunya masuk surga. Orang yang memberikan
makan kepada orang lain akan memiliki keistimewaan dan kedudukan di masyarakat. Orang yang
memberikan maka akan mendapat rizki yang berlimpah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Rabbnya Azza wa Jalla disebutkan :

‫ص َدقَةٌ ِم ْن َما ٍل‬ َ َ‫… َما نَق‬


ْ ‫ص‬
َ ‫ت‬
Sedekah tidak mengurangi harta…[15]

َ ‫أَ ْن ِف ْق أُ ْن ِف ْق‬
َ‫ع َليْك‬
Berinfaqlah ! Niscaya Aku akan berinfaq kepadamu.”[16]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkata kepada Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu anhma,

‫ع َلي ِْك‬
َ ‫هللا‬
ُ ‫ي‬ ْ ‫ َو ََل ت ُ ْو ِع‬، ‫ع َلي ِْك‬
َ ‫ي فَي ُْو ِع‬ َ ‫هللا‬
ُ ‫ي‬ ِ ‫ي فَي‬
َ ‫ُحْص‬ ْ ‫ْص‬ ْ ‫ أَ ْو أَ ْن ِف ِق‬، ‫ي‬
ِ ‫ َوَلَ تُح‬، ‫ي‬ َ ‫ أَ ِو ا ْن‬، ‫ي‬
ْ ‫ض ِح‬ ْ ‫ ِا ْنف َِح‬.
Infakkan, atau sedekahkan, atau nafkahkanlah, dan janganlah kamu menghitung-hitungnya sehingga
Allâh akan menghitung-hitung pemberian-Nya kepadamu. Dan Janganlah kamu menakar-nakarnya
sehingga Allâh menakar-nakar pemberian-Nya kepadamu.[17]

Orang yang memberi makan atau berinfak pasti akan diganti oleh Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa
Jalla berfirman :

ُ‫يءٍ فَ ُه َو يُ ْخ ِلفُه‬ َ ‫َو َما أَ ْنفَ ْقت ُ ْم ِم ْن‬


ْ ‫ش‬

…Dan apa saja yang kamu infakkan, Allâh akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang
terbaik. [Saba’/34: 39]

Adapun jika engkau menahan rizki yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepadamu, maka Allâh Azza wa
Jalla juga akan menahan rizki-Nya kepadamu. Memberi makan memiliki keistimewaan yang agung,
khususnya orang-orang yang memberi makan kepada para tamu dan orang yang membutuhkan.
Mereka memiliki keutamaan yang besar, terlebih lagi orang yang tinggal di tempat umum (lalu
mereka suka memberi makan). Namun yang perlu diingat, memberi makan dan berinfak serta
ibadah-ibadah lainnya wajib dilakukan dengan ikhlas karena Allâh . Allâh Azza wa Jalla berfirman :

‫َّللا ََل نُ ِري ُد ِم ْن ُك ْم َجزَ ا ًء َو ََل‬ ْ ُ‫﴾ ِإنَّ َما ن‬٨﴿ ‫يرا‬
ِ َّ ‫ط ِع ُم ُك ْم ِل َو ْج ِه‬ ً ‫ع َل ٰى ُحبِ ِه ِم ْس ِكينًا َويَتِي ًما َوأَ ِس‬
َ ‫ام‬
َ ‫الط َع‬ ْ ‫َوي‬
َّ َ‫ُط ِع ُمون‬
‫ورا‬ً ‫ش ُك‬ ُ

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang
ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan
keridhaan Allâh , kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
[al-Insân/76:8-9]

َ ‫صلُ ْوا ْاِل َ ْر َح‬


3. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (‫ام‬ ِ ‫)و‬
َ “Sambunglah tali silaturrahim.”
al-Arhâm adalah jamak dari rahim. Maksudnya kerabat yang memiliki hubungan kekeluargaan dari
ibu atau bapak, seperti paman, bibi, kakek, nenek, sepupu, dan lainnya. Mereka adalah al-arhâm.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :

‫ام‬ َ َ‫َّللا ا َّلذِي ت‬


َ ‫سا َءلُونَ بِ ِه َو ْاِل َ ْر َح‬ َ َّ ‫َواتَّقُوا‬
…Bertakwalah kepada Allâh yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah)
hubungan kekeluargaan… [an-Nisâ’/4:1]

Maksudnya bertakwalah kepada Allâh Azza wa Jalla dan bertakwalah dalam urusan kekeluargaan
agar engkau tidak memutusnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

ُ‫ت ذَا ا ْلقُ ْربَ ٰى َحقَّه‬


ِ ‫َوآ‬
Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat… [al-Isrâ’/17:26]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

‫ار ذِي‬ ِ ‫ين َوا ْل َج‬ َ ‫سانًا َوبِذِي ا ْلقُ ْربَ ٰى َوا ْليَتَا َم ٰى َوا ْل َم‬
ِ ‫سا ِك‬ َ ْ‫ش ْيئًا َ َوبِا ْل َوا ِل َدي ِْن ِإح‬
َ ‫َّللا َو ََل ت ُ ْش ِر ُكوا بِ ِه‬
َ َّ ‫َوا ْعبُدُوا‬
ْ
‫القُ ْربَ ٰى‬

“Dan beribadahlah kepada Allâh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa
pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat…” [an-Nisâ’/4:36]

Banyak ayat yang memerintahkan untuk menyambung tali silaturrahim dan ancaman bagi yang
memutus tali silaturrahim. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

‫ص َّم ُه ْم‬ ُ َّ ‫﴾ أُو ٰ َلئِكَ َّالذِينَ َلعَنَ ُه ُم‬٢٢﴿ ‫ض َوتُقَ ِطعُوا أَ ْر َحا َم ُك ْم‬
َ َ ‫َّللا فَأ‬ ِ ‫س ْيت ُ ْم ِإ ْن ت ََو َّل ْيت ُ ْم أَ ْن ت ُ ْف ِسدُوا فِي ْاِل َ ْر‬ َ ‫فَ َه ْل‬
َ ‫ع‬
‫ارهُ ْم‬ َ ‫ص‬ َ
َ ‫َوأ ْع َم ٰى أ ْب‬َ
“Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan
hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allâh ; lalu dibuat tuli
(pendengarannya) dan dibutakan penglihatannya.” [Muhammad/47: 22-23]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :

‫َّار‬
ِ ‫سو ُء الد‬ َّ ‫ض َ أُو ٰ َلئِكَ َل ُه ُم‬
ُ ‫الل ْعنَةُ َو َل ُه ْم‬ َ ‫َّللا ِب ِه أَ ْن يُو‬
ِ ‫ص َل َويُ ْف ِسدُونَ فِي ْاِل َ ْر‬ ُ َّ ‫طعُونَ َما أَ َم َر‬
َ ‫َو َي ْق‬

“…Dan memutuskan apa yang diperintahkan Allâh agar disambungkan dan berbuat kerusakan di
bumi; mereka itu memperoleh kutukan dan tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” [ar-
Ra’d/13:25]
Silaturrahim itu memiliki keistimewaan yang agung, merupakan sebab masuk Surga. Dan memutus
silaturrahim menyebabkan laknat dan terjauhkan dari rahmat Allâh Azza wa Jalla .

4. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (‫نِيَا ٌم‬ ُ َّ‫ص ُّل ْوا بِال َّل ْي ِل َوالن‬
‫اس‬ َ ‫“ ) َو‬Shalatlah di waktu malam, di
saat manusia sedang tidur.”

Ini mencakup shalat-shalat wajib, seperti shalat ‘Isya dan shalat Shubuh, juga mencakup shalat
malam, karena malam adalah waktunya orang-orang tidur. Jika seseorang bangun dan shalat maka
ini menunjukkan keimanannya karena dia lebih memilih shalat dari pada tidur dan istirahat. Allâh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

‫اج ِع‬
ِ ‫ض‬َ ‫ع ِن ا ْل َم‬
َ ‫تَتَ َجافَ ٰى ُجنُوبُ ُه ْم‬

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya…” [as-Sajdah/32:16]

Seorang Muslim yang beriman kepada Allâh dan hari Akhir, dia berusaha untuk mengerjakan shalat
wajib yang lima waktu berjamaah di Masjid. Dia juga berusaha untuk bangun di tengah malam untuk
melakukan shalat Tahajjud di saat manusia sedang tidur. Di tengah malam dan di akhir malam dia
gunakan untuk bermunajat kepada Allâh Azza wa Jalla , shalat malam, berdo’a dan minta ampun
kepada Allâh Azza wa Jalla atas semua dosa-dosanya.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu melakukan Tahajjud sampai kakinya bengkak, ketika
beliau ditanya bukankah engkau sudah diampuni dosa-dosamu yang lalu dan akan datang. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidaklah pantas aku menjadi hamba-hamba Allâh Azza wa
Jalla yang bersyukur ?” Shalat malam adalah kebiasaan orang-orang shalih, menghapuskan dosa-
dosa dan merupakan kemuliaan bagi seorang Muslim. Mudah-mudahan Allâh Azza wa Jalla
memberikan kekuatan kepada kita untuk dapat merutinkan shalat malam meskipun sedikit.

Barangsiapa mengerjakan keempat amalan ini, yakni menyebarkan salam, memberi makan,
menyambung tali silaturrahim, dan shalat malam ketika manusia tertidur, akan masuk surga dengan
sejahtera, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla berfirman :

َ ِ‫ا ْد ُخلُوهَا ب‬
َ‫س ََل ٍم ِآمنِين‬

Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dan aman. [al-Hijr/15:46]

Allâh Azza wa Jalla juga berfirman :


‫س ََل ٍم َ ٰذَلِكَ َي ْو ُم ا ْل ُخلُو ِد‬
َ ‫ا ْد ُخلُوهَا ِب‬

Masuklah ke (dalam surga) dengan aman dan damai, itulah hari yang abadi. [Qâf/50: 34]

Itu adalah balasan mereka, pahala atau ganjaran yang sesuai dengan jenis amalan yang dikerjakan.
Masuk surga merupakan cita-cita tujuan terbesar seorang Mukmin. Masuk surga itu mudah bagi
siapa yang Allâh mudahkan. Semua yang ada dalam surga berupa kebaikan, kenikmatan, kelezatan
dan kebahagiaan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allâh Azza wa Jalla . Amal-amal untuk masuk
surga semuanya mudah dan tidak sulit. Ada seseorang berkata kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam , ‘Wahai Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tunjukkan kepadaku amalan yang bisa
memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Engkau telah bertanya sesuatu yang besar, tapi itu mudah bagi siapa yang Allâh
mudahkan, yaitu beribadahlah kepada Allâh dan jangan menyekutukannya dengan suatu apa
pun…”[18]

Ini adalah hadits yang agung, karena keempatnya termasuk akhlak yang mulia. Menyebarkan salam,
memberi makan, dan menyambung tali silaturrahim manfaatnya untuk orang lain, sedangkan shalat
malam di saat yang lain tertidur manfaatnya untuk orang yang melakukan amalan tersebut.

FAWAAID HADITS

1. Sangat dianjurkan menyebarkan salam kepada seluruh kaum Muslimin, yang dikenal
maupun yang tidak.
2. Salam merupakan syi’ar agama Islam dan merupakan salah satu keindahan syari’at Islam.
3. Haram hukumnya mengganti ucapan salam dengan kalimat-kalimat lain.
4. Orang yang lebih dahulu mengucapkan salam adalah orang yang dicintai Allâh Azza wa Jalla .
5. Mengucapkan salam hukumnya sunnah yang sangat ditekankan, sedangkan hukumnya
menjawab salam wajib
6. Haram hukumnya memberi salam kepada Yahudi, Nashrani, dan orang-orang kafir lainnya.
7. Anjuran memberi makan kepaa orang miskin, orang yang susah, dan orang yang
membutuhkan.
8. Orang yang memberi makan mendapat ganjaran yang besar.
9. Orang yang berinfaq dan memberi makan maka tidak berkurang hartanya.
10. Wajib menyambung silaturrahim dan haram memutuskannya
11. Silaturrahim melapangkan rezeki dan memanjangkan umur
12. Sangat ditekankan (sunnah muakkadah) bangun tengah malam untuk shalat Tahajjud saat
orang sedang tidur.
13. Shalat malam (Tahajjud) kebiasaan orang-orang shalih.
14. Shalat malam memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan seorang Muslim.
15. Shalat malam membuat seorang Muslim mulia.
16. Amal yang disebutkan dalam hadits di atas bila dikerjakan dengan ikhlas dan ittibâ’ akan
memasukkan seorang Muslim ke dalam surga.
17. Seluruh amal-amal ketaatan dalam Islam adalah mudah bagi orang yang diberikan hidayah
taufiq oleh Allâh Azza wa Jalla .

MARAAJI’

1. Kutubus Sittah dan Musnad Imam Ahmad.


2. Riyâdush Shâlihîn dan syarahnya.
3. Bulûghul Marâm min Adillatil Ahkâ
4. Taudhîhul Ahkâm Syarah Bulûghul Marâ
5. Tashîlul Ilmân bi fiqhil Ahâdiits min Bulûghil Marâm, syarah: Syaikh DR. Shaleh Fauzan bin
‘Abdulllah al-Fauzan.
6. ar-Rasâ-il jilid 3, oleh Penulis, cet. 1, Media Tarbiyah.
7. Dan kitab-kitab lainnya.
8. Referensi : https://almanhaj.or.id/12592-amal-amal-yang-dapat-memasukkan-ke-surga-
dengan-selamat.html

Anda mungkin juga menyukai