Anda di halaman 1dari 12

51

MODUL PERKULIAHAN

Green Management

KODE MK : W312100017

Green Marketing

Abstract Kompetensi
Modul ini membahas Green
Marketing dalam perspektif Mahasiswa mampu menjabarkan
strategis. elemen-elemen dalam strategi green
marketing

Fakultas Program Studi Tatap Muka Disusun Oleh

Ekonomi dan Bisnis Manajemen


05 Dr. Suprapto, S.P., M.Si

2022 Green Management


Biro Bahan Ajar E-learning dan MKCU
1 Dr. Suprapto, S.P., M.Si http://pbael.mercubuana.ac.id/
Pendahuluan
Strategi marketing merupakan sebuah proses dimana sebuah perusahaan secara terus- menerus
mengamati, mempelajari, menyerap, dan mengolah berbagai jenis informasi dan trend yang terjadi di
pasar, serta mengalokasikan sumber daya perusahaan untuk mengantisipasi dinamika pasar yang
selalu berubah. Dalam perspektif strategi, marketing dipandang sebagai sebuah sifat yang tidak hanya
dimiliki oleh salah satu divisi atau bagian dari sebuah perusahaan saja (i.e., divisi marketing), tetapi
meliputi seluruh divisi, bahkan seluruh orang yang bekerja di perusahaan tersebut. Jadi, seluruh divisi
perusahaan memiliki kepekaan terhadap dinamika yang terjadi di pasar, yang kemudian
diterjemahkan dan dibakukan kedalam standard operasi dan jobdesk dari masing-masing divisi.

Salah satu trend di pasar yang harus dipelajari dan direspon oleh sebuah perusahaan adalah dinamika
dalam aspek sosial dan lingkungan hidup. Kedua aspek tersebut mendorong perusahaan untuk
menerapkan green management, yang membutuhkan komitmen dari seluruh pegawai di seluruh divisi.
Komitmen tersebut meliputi standard kerja dan pengalokasian sumber daya untuk merespon dinamika
dalam aspek sosial dan lingkungan hidup. Maka, dengan melaksanakan green marketing strategy
perusahaan dapat merespon dinamika aspek sosial dan lingkungan secara efektif dan efisien, yaitu
memiliki kepekaan sekaligus memperhatikan kemampuan internalnya.

Agar strategi green marketing dapat berjalan, beberapa elemen harus diperhatikan, antara lain: green
planning, pernyataan misi, integrasi misi kedalam strategi dan taktik, serta memberikan value
(manfaat/solusi) bagi stakeholder.

Green Planning
Green planning diawali dengan merencanakan strategi-strategi yang bersifat berkelanjutan
(sustainable), lalu menyatukannya dengan strategi marketing. Dalam pelaksanaannya, dibutuhkan
proses transisi dari tahap perencanaan, dan setiap perusahaan memerlukan peta jalan (roadmap) yang
mengarahkan tujuan perusahaan. Seiring pertumbuhan perusahaan, setiap karyawan harus memiliki
pemahaman tentang pasar yang dilayani, segmen pasar dan penawaran produk yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan konsumen tersebut. Secara strategis, perencanaan pasar adalah proses yang
menguraikan cara di mana unit bisnis bersaing di pasar yang dilayaninya. Maka, perusahaan akan
mampu untuk mengambil keputusan marketing secara strategis yang didasarkan pada penilaian
produk sebagai dasar
untuk keunggulan kompetitif dalam pasar. Perencana yang dikembangkan melalui proses ini
merupakan cetak biru (blueprint) untuk pengembangan keterampilan, kemampuan dan sumber daya
sebuah perusahaan, serta penentuan hasil yang diharapkan.

Proses perencanaan meliputi penetapan langkah untuk mengantisipasi kondisi masa depan dan
menetapkan strategi marketing untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini, proses perencanaan harus
mampu menyelaraskan hubungan antara tujuan marketing perusahaan dengan kondisi lingkungan.
Meskipun para ahli strategi telah lama mengenali interaksi antara perusahaan dan lingkungannya, sebagian
besar proses penelitian dan perencanaan berfokus pada pengaruh lingkungan dalam pengambilan
keputusan perusahaan. Perusahaan yang menggabungkan aspek sustainability kedalam perencanaan
strategi marketing mengakui bahwa kegiatan dan program yang dikembangkan secara bersamaan mampu
mempengaruhi lingkungan. Misal, seperti Toyota yang mengakui bahwa harga bensin mewakili aspek
lingkungan yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Selain itu, Toyota juga
mempertimbangkan dampak dari produksi dan operasi mobil terhadap lingkungan.

Proses green planning harus secara eksplisit menguji interaksi lingkungan dengan strategi
perusahaan. Oleh karena itu, green planning didefinisikan sebagai sebuah proses untuk menciptakan
dan memelihara kesesuaian antara lingkungan dan tujuan, serta sumber daya perusahaan. Kesesuaian
(fit) mengacu pada upaya untuk memahami bagaimana lingkungan mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh marketer (pemasar). Proses green planning dimulai dengan analisis mendalam tentang
lingkungan internal dan eksternal perusahaan (umumnya dilakukan dengan analisis SWOT).
Berdasarkan analisis situasi ini, perusahaan menetapkan misi, tujuan, strategi, implementasi, dan
evaluasi. Sebagaimana diuraikan dalam Gambar 1.1, proses green planning secara strategis merupakan
proses dinamis yang sangat bergantung pada interaksi dengan lingkungan.
Gambar 1.1. Proses Green Planning

Oleh karena itu, secara strategis, perencanaan marketing harus melingkupi perencanaan di seluruh
area fungsional perusahaan seperti perencanaan keuangan, produksi, dan penelitian dan
pengembangan. Keluaran dari proses perencanaan tersebut adalah marketing plan yang
mendokumentasikan analisis situasi pemasaran saat ini, analisis peluang dan ancaman, tujuan
pemasaran, strategi pemasaran, program pelaksanaan, dan proyeksi laporan laba-rugi (income
statement). Green planning berfungsi sebagai blueprint yang menguraikan bagaimana organisasi
akan mencapai tujuannya. Selain itu, rencana tersebut menginformasikan kepada karyawan mengenai
fungsi dan perannya dalam pelaksanaan rencana tersebut. Selain itu, green planning juga
memberikan informasi mangenai pengalokasian sumber daya, serta spesifikasi tugas, tanggung jawab
dan waktu untuk pelaksanaan program marketing.

Pernyataan misi harus dirumuskan dan diartikulasikan oleh manajemen tingkat atas dalam perusahaan.
Proses pengembangan pernyataan dan strategi ini menuntut persetujuan dari manajemen puncak.
Selain itu, artikulasi rencana oleh eksekutif senior memberikan sinyal kepada karyawan, pelanggan,
dan stakeholder lain bahwa proses perencanaan sangat penting bagi aktivitas perusahaan.

Pernyataan Misi
Pernyataan misi menggambarkan tujuan fundamental dan keunikan sebuah perusahaan, yang
menunjukkan apa yang ingin dicapainya, pasar di mana ia beroperasi, dan premis filosofis yang
memandu tindakannya. Pernyataan misi adalah alat inspirasional yang memberikan motivasi, arahan,
dan wawasan ke dalam karakter sebuah perusahaan. Misalnya, Gambar 1.2. memberikan contoh
pernyataan misi dan nilai-nilai dari Duke Energy, sebuah perusahaan di bidang energi.

Gambar 1.2. Pernyataan Misi Duke Energy.

Fokus utama dari misi perusahaan adalah mempertimbangkan sejarah organisasi, kompetensi khusus,
dan lingkungannya. Duke Energy sempat menjalani proses pengadilan, yang diperkarakan oleh Badan
Perlindungan Lingkungan AS. Dengan mencantumkan tujuan sustainability secara eksplisit dalam
pernyataan misi, menunjukkan bahwa perusahaan tersebut berusaha untuk memisahkan diri dari
sejarah kelam tersebut. Selain itu, pernyataan mengenai sustainability juga menyoroti respon
perusahaan terhadap interaksi yang intens antara operasi bisnis dengan lingkungan. Maka, pernyataan
misi akan menunjukkan kompetensi khas dari sebuah perusahaan yang mencakup keragaman bakat,
semangat, dan kemauan untuk melakukan dialog terbuka dengan para stakeholders.
Meskipun pernyataan misi harus menyatakan komitmen perusahaan terhadap sustainability,
pernyataan tersebut harus konsisten dengan tingkat sustainability yang saat ini ditargetkan oleh
perusahaan. Misalnya, pada tahun 2000 British Petroleum (BP) mengembangkan sebuah simbol
bersama dengan pesan media yang mengklaim bahwa perusahaan tersebut sedang menuju energi
terbarukan. BP menguraikan strategi yang mengidentifikasi upaya untuk memperoleh energi dari
sumber selain bahan bakar fosil, tetapi minyak dan gas menyumbang sekitar 98% dari pendapatan
perusahaan. Kondisi ini dikenal dengan Greenwashing, yang mengacu pada situasi dimana ada
ketidaksesuaian yang signifikan
antara komitmen yang dinyatakan dengan komitmen dalam kenyataan mengenai sustainability. Para
pemerhati lingkungan menuduh perusahaan minyak melakukan greenwashing ketika investasi
mereka untuk energi terbarukan energinya jumlahnya lebih kecil kecil dibandingkan dengan investasi
ke divisi minyak dan gas. Dalam iklim bisnis dan peraturan saat ini, perusahaan juga harus menyadari
bahwa pernyataan publik yang berkaitan dengan upaya sustainability akan mendapatkan pengawasan
secara lebih dari konsumen dan instansi pemerintah.

Fokus tentang sustainability yang terdapat dalam pernyataan misi perusahaan harus memperkuat
nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan. Green marketing mampu memperkuat nilai-nilai dari
perusahaan serta penawaran produknya, tetapi bukan menjadi motivasi utama bagi konsumen untuk
mengkonsumsi. Maka, perusahaan perlu mengintegrasikan green strategy-nya sebagai aspek dari
value proposition.

Integrasi Misi kedalam Tujuan, Strategi, dan Taktik Marketing

Jika sustainability sudah diintegrasikan kedalam pernyataan misi, maka ada kemungkinan bahwa
tujuan dan strategi akan lebih siap untuk mempertimbangkan interaksi antara perusahaan dengan
lingkungannya. Gambar 1.3. mengilustrasikan proses perencanaan Timberland. Misi perusahaan
tersebut adalah untuk melengkapi konsumen agar mampu membuat perbedaan di dunia mereka.
Timberland mengejar misi ini dengan menciptakan produk yang luar biasa dengan mencoba membuat
perbedaan di komunitas di mana karyawan tinggal dan bekerja. Dalam menjalankan misinya,
Timberland memandang kesukarelaan dalam komunitas dan merancang produk ramah lingkungan
sebagai cara untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Gambar 1.3. Proses Planning Timberland

Tujuan organisasi (organizational objectives) adalah hasil yang diinginkan atau dibutuhkan
untuk dicapai dengan cara dan dalam jangka waktu tertentu. Objectives muncul dari pengembangan
pernyataan misi. Untuk Timberland, salah satu tujuan adalah pengelolaan lingkungan dimana
perusahaan berkomitmen untuk menjadi perusahaan yang bebas karbon (carbon neutral) pada tahun
2010. Untuk mencapainya, tiga elemen penting yang dilaksanakan adalah:
1. Objectives secara tepat dan jelas menentukan tujuan organisasi. Jika tujuannya tidak tepat
dan jelas, karyawan tidak akan mencapai hasil yang diinginkan.
2. Tujuannya terukur, dan dalam hal ini mengarah pada mekanisme yang tepat untuk menilai
pencapaian tujuan ini. Tujuan harus terukur jika perusahaan ingin menilai tingkat
keberhasilan dengan pendekatan yang bersifat objektif.
3. Tujuan harus mencakup komitmen tindakan untuk menentukan perilaku yang terkait dengan
pencapaian tujuan. Jika tindakan yang relevan dipahami, manajemen dapat menerjemahkan
tujuan menjadi tindakan spesifik yang terkait dalam marketing plan dan strategi.
Strategi perusahaan (corporate strategy) menguraikan arah yang akan dituju oleh perusahaan
dalam lingkungan yang pilihannya dan memandu upaya pengalokasian sumber daya. Untuk
Timberland, strategi ini menekankan verifikasi penggunaan energi dari pihak
ketiga yang meliputi operasi yang efisien, penggunaan energi bersih dan terbarukan, dan pembelian
energi secara kredit (energy credit) untuk mengimbangi emisi.

Strategi yang diartikulasikan dengan jelas berdasarkan tujuan yang terukur memungkinkan
manajemen untuk mengembangkan rencana implementasi tertentu. Proses implementasi mengacu
pada tahap di mana perusahaan mengarahkan upaya secara spesifik untuk realisasi tujuan. Meskipun
manajemen senior menetapkan tujuan dan strategi, mereka jarang terlibat dalam proses implementasi.
Oleh karena itu, penting bagi manajemen untuk menyampaikan pesan mengenai sustainability
selama proses perencanaan strategis. Implementasi mencakup penentuan action plan dan taktik
terkait yang dirancang untuk memungkinkan perusahaan mewujudkan tujuannya. Action plan
menjadi panduan penjadwalan dan periode pancapaian (milestone), sedangkan taktik mengacu pada
aktivitas spesifik yang akan dilakukan oleh perusahaan untuk memastikan tercapainya tujuan. Untuk
Timberland, salah satu taktiknya adalah penentuan jenis perlengkapan yang dipasang di lokasi ritel.

Tahap akhir dari proses perencanaan strategis adalah fase evaluasi dan pengendalian. Pada tahap
ini, manajemen mengevaluasi sejauh mana tujuan perusahaan yang direalisasikan. Kriteria yang
muncul dari proses planning adalah faktor-faktor yang diterjemahkan kedalam kriteria evaluasi.
Kriteria evaluatif ini harus secara logis melengkapi misi dan tujuan. Maka, jika misi dan tujuan
perusahan tidak meliputi aspek sustainability, maka sistem evaluasi dan kontrol pun tidak akan
menyentuh aspek tersebut. Oleh karena itu, komitmen terhadap sustainability harus menyertai setiap
fase proses perencanaan strategis.

Memberikan value bagi Stakeholders

Stakeholder merupakan individu, organisasi, dan kelompok yang memiliki kepentingan dalam tindakan
organisasi dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhinya. Selain itu, stakeholder adalah pihak
yang terdampak oleh operasi bisnis suatu perusahaan. Pengembangan strategi perusahaan menuntut
pertimbangan jumlah entitas yang dipengaruhi oleh tindakan perusahaan. Beberapa stakeholder utama
yang harus menjadi perhatian perusahaan adalah:

Konsumen. Pembeli dan pengguna produk perusahaan adalah pemangku kepentingan penting yang
mempengaruhi perusahaan dalam banyak cara. Konsumen mempengaruhi tindakan perusahaan ketika
mereka memilih untuk membeli produk yang ditawarkannya, atau memilih untuk membeli produk dari
pesaing. Segmen pasar merupakan sumber penting dari
peluang produk baru bagi perusahaan. Selain itu, konsumen memberikan umpan balik tentang
pengalaman mereka dengan produk perusahaan, dan komentar ini mempengaruhi konsumen lain, dan
sebagai informasi untuk pengembangan produk bagi perusahaan.

Pemasok (supplier). Perusahaan semakin menyadari bahwa pemasok mereka mempengaruhi


upayanya untuk mencapai sustainability. Karena input ke dalam produksi mempengaruhi
kemampuan organisasi untuk mencapai hasil yang berkelanjutan, pemasok yang menyediakan produk
ramah lingkungan akan mengurangi pengaruh negatif pembeli secara ekologis.

Karyawan. Karyawan perusahaan memainkan peran strategis dalam penerapan strategi apa pun. Sebagai
pemangku kepentingan, karyawan merupakan sumber penting ide produk baru yang berkelanjutan.
Karyawan sering kali memiliki pengetahuan dan pemahaman khusus industri tentang pasar, yang
memungkinkan mereka untuk menawarkan wawasan kedalam pengembangan produk.

Kompetitor. Pesaing di pasar memiliki pengaruh yang kuat pada kegiatan perusahaan. Perusahaan
harus secara proaktif memantau tindakan dan kinerja kompetitor mereka. Selain itu, perusahaan dapat
membangun sumber keunggulan kompetitif jika mereka mampu meningkatkan standar industri dalam
konteks pelestarian lingkungan.

Sistem hukum. Pengadilan dan sistem hukum adalah pemangku kepentingan yang mempengaruhi
perusahaan melalui penegakan hukum yang mengatur tentang sustainability. Misalnya, pada tahun
1989, kapal tanker laut Exxon Valdez kandas dan menumpahkan 11 juta galon minyak mentah ke
wilayah Alaska. Gugatan class action pada tahun 1994 terhadap perusahaan tersebut berhasil mengganti
rugi 33.000 warga Alaska sebesar $287 juta dan Exxon didenda $5 miliar atas tindakan kerusakan
lingkungan. Meskipun denda terhadap kerusakan lingkungan kemudian dikurangi menjadi $2,5 miliar,
contoh tersebut menggarisbawahi pengaruh penting dari sistem hukum.

Lembaga Keuangan. Bank, agen pemberi pinjaman, dan perusahaan asuransi adalah
pemangku kepentingan yang signifikan karena mereka menentukan ketersediaan dan biaya dana ke
sebuah perusahaan. Lembaga keuangan semakin merangkul sustainability sebagai aspek penting dari
strategi perusahaan, dan mereka sedang mengembangkan sistem keuangan untuk memfasilitasi
implementasi green strategy. Misalnya, Standard Chartered mengambil peran utama dalam
pembiayaan proyek energi terbarukan dan bersih di Asia,
Afrika, dan Timur Tengah. Proyek-proyek ini dijadwalkan memiliki nilai total hingga US$10 miliar
selama 2008-2012.

Pemerintah. Pemerintah mempengaruhi aktivitas perusahaan melalui peraturan yang ditetapkan


untuk memastikan keamanan produk selama proses produksi, penggunaan, dan pascakonsumsi.
Lapisan tanggung jawab pemerintah berada di semua tingkatan. Maka, perusahaan harus memantau
undang-undang nasional maupun lokal. Selain itu, ada tekanan semakin meningkat dari pemerintah
internasional, termasuk aliansi perdagangan (misalnya, UE) dan PBB. Organisasi yang gagal untuk
melacak perkembangan peraturan di masing- masing tingkat ini berpotensi untuk mengalami kerugian
kompetitif yang serius.

Media. Bencana Valdez di atas memberikan bukti bahwa media secara strategis siap untuk
membingkai persepsi publik tentang peristiwa yang melibatkan perusahaan. Semakin banyak perusahaan
yang menyadari bahwa mereka harus mengelola interaksi mereka dengan media secara proaktif dengan
memperhatikan tata krama. Selain itu, jika perusahaan memiliki strategi untuk mengurangi dampak
negatif terhadap lingkungan, maka hal tersebut harus disampaikan kepada pihak media.

Pemegang Saham/Pemilik. Investor dengan berbagai tingkat kepemilikan di perusahaan semakin


berinisiatif untuk mempengaruhi tujuan dan memantau tingkat sustainability. Para pemegang saham
mempengaruhi aktivitas perusahaan dengan terlibat dalam dialog, pemilihan suara, menghadiri rapat
pemegang saham, dan mengajukan resolusi.

Komunitas ilmiah. Bukti-bukti ilmiah yang dikembangkan dalam komunitas ilmiah berdampak
kuat pada pemangku kepentingan lain dan dengan demikian mempengaruhi tindakan tegas dari
berbagai pihak. Misalnya, semakin banyaknya bukti ilmiah tentang efek rumah kaca mempengaruhi
Mahkamah Agung yang memberikan kuasa kepada pemerintah daerah untuk mengatur emisi karbon
dioksida dari kendaraan.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan organisasi, dalam jumlah banyak, yang tidak berorientasi pada keuntungan atau
didukung oleh pemerintah. Secara historis, aktivitas LSM bertentangan dengan industri. Namun,
semakin banyak perusahaan seperti Starbucks yang telah menjalin hubungan dengan LSM dan
memungkinkan kedua belah pihak untuk mencapai tujuan dalam konteks sustainability.
Masyarakat Umum. Masyarakat luas juga merupakan pemangku kepentingan yang mempengaruhi
operasi bisnis. Misalnya, perencana kota menyadari bahwa menjalin hubungan dengan publik
memungkinkan mereka untuk mendapatkan dukungan untuk inisiatif penggunaan lahan. Meskipun
masyarakat umum mungkin tidak mendapatkan manfaat langsung dari pengembangan lahan,
partisipasi mereka sangat penting selama proses desain.
Daftar Pustaka
Achillas, C., Bochtis, D. D., Aidonis, D., & Folinas, D. (2019). Green Supply Chain Management
. New York: Routledge: Taylor & Francis Group.

Dahlstrom, R. (2011). Green Marketing Management. Mason, Ohio: Cengage Learning.

Anda mungkin juga menyukai