Anda di halaman 1dari 3

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri melakukan penahanan terhadap Ketua

Umum Pro Jokowi Amin (Projamin), Ambroncius Nababan, tersangka kasus ujaran
kebencian SARA terhadap eks Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai. Ambroncius
Nababan ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
Dalam kasus ini, Dittipidsiber Bareskrim menerapkan konsep Presisi (prediktif,
responsibilitas, dan transparansi berkeadilan) yang diusung Kapolri Jenderal Listyo Sigit
Prabowo. Berikut perjalanan kasusnya:
Gambaran umum kasus
Di akun Facebooknya Ambroncius Nababan mengunggah foto Natalius Pigai yang
disandingkan dengan foto gorila. "Edodoeee pace. Vaksin ko bukan sinovac pace tapi ko pu
sodara bilang vaksin rabies. Sa setuju pace," demikian Ambroncius menambahkan kalimat
bernada sindiran yang menyertai foto tersebut.
Posting-an tersebut pun viral di media sosial dan menuai kecaman karena dinilai rasis.
Tidak lama berselang, sejumlah pihak membuat pelaporan ke polisi di antaranya Komite
Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Papua Barat (PB) yang membuat laporan di Polda
Papua Barat dengan nomor LP/17/I/2021/Papua Barat pada 25 Januari.
Penerapan Konsep Presisi
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Brigjen Slamet Uliandi mengatakan, konsep
prediktif mulai dijalankan saat timnya melihat postingan Ambroncius Nababan di Facebook
pada Januari 2021. Polri melihat unggahan tersebut berisi hal yang tidak pantas diunggah
di media sosial karena bermuatan SARA.
Bareskrim Polri lantas menerapkan konsep responsibilitas dengan melakukan analisis
terhadap unggahan Ambroncius Nababan tersebut. Selanjutnya, kasus ini diambil alih
Bareskrim untuk ditangani secara Presisi.
Pemanggilan hingga penetapan tersangka
Bareskrim kemudian melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Ambroncius
Nababan. Pemeriksaan juga dilakukan kepada saksi juga ahli bahasa, ahli ITE, dan ahli
pidana. Setelahnya gelar perkara dilakukan, dan dari situ Ambroncius kemudian ditetapkan
sebagai tersangka. Dia kemudian dijemput tim Bareskrim Polri. Setelah pemeriksaan,
dilakukan penahanan terhadap Ambroncius terhitung mulai 27 Januari 2021.
Penyidik Bareskrim juga menyita handphone Ambroncius Nababan merek Samsung Galaxy
S7 sebagai barang bukti. Handphone ini diduga dipakai Ambroncius saat mengunggah
konten bermuatan SARA terhadap Natalius Pigai di Facebook.
Pasal yang diterapkan
Ambroncius Nababan terancam pasal berlapis dengan hukuman penjara di atas 5 tahun.
Dia diduga melakukan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan/atau membuat
tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum
atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain dan/atau barang siapa di
muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap
suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A
ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
dan/atau Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008
tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis dan/atau Pasal 156 KUHP.
"Yang bersangkutan kita kenakan Pasal 45 A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU No 19 Tahun
2016 tentang Perubahan atas UU ITE Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b ayat 1 UU No 40
Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis, dan juga ada Pasal 156
KUHP. Ancaman hukumannya di atas 5 tahun," kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono
saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (26/1/2021).
Irjen Argo dalam jumpa pers tersebut juga menyatakan kasus ini akan ditangani secara
transparan dan berkeadilan.
"Jangan membuat sesuatu yang nanti akan melanggar pidana. Percayakan bahwa kepolisian
akan transparan dalam melakukan penyidikan kasus ini," ucap Argo.
Apresiasi ke Bareskrim Polri
Sejumlah pihak pun mengapresiasi Polri dalam penanganan kasus ini. Ketua Komisi III
DPR Herman Hery menyebut langkah ini menunjukkan Polri memberikan perhatian terkait
kasus rasialisme.
"Saya mengapresiasi langkah cepat Bareskrim yang mengambil alih kasus ini dari Polda
Papua. Langkah ini menunjukkan Polri secara institusi concern (perhatian) terhadap kasus
ini," kata Herman saat dihubungi, Selasa (26/1).
Herman menyebut tindakan rasisme yang dilakukan Ambroncius tidak dapat dibenarkan.
Menurutnya, tindakan tersebut sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang
dijamin konstitusi.
"Tindakan rasisme atas dasar apa pun merupakan pelanggaran HAM yang dijamin
konstitusi kita. Maka dari itu, saya mendorong Polri untuk mengusut kasus ini secara
transparan dan profesional," ujarnya.
Bareskrim wanti-wanti masyarakat bijak bermedsos
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Brigjen Slamet Uliandi, mewanti-wanti
masyarakat agar bijak dalam menggunakan media sosial. Slamet mengatakan Polri tak akan
segan-segan untuk menindak tegas mereka yang sengaja membuat ujaran untuk membuat
perpecahan.
"Seperti yang disampaikan pimpinan Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam fit and
proper test pekan lalu, bahwa Polri akan membedakan penanganan ujaran kebencian yang
penyelesaiannya masih bisa dilakukan lewat teguran, dengan ujaran kebencian yang
bersifat memecah belah. Tak ada toleransi bagi pihak-pihak yang dengan sengaja membuat
ujaran untuk memecah belah," kata Slamet kepada detikcom, Rabu (27/1).
"Kami di Siber Bareskrim memastikan akan tetap menghormati kebebasan berbicara
masyarakat karena itu adalah hak konstitusional setiap warga negara. Namun kami
mengingatkan kepada semua pihak, agar berhati-hati dalam 'bermain jari' jangan sampai
membuat sebuah postingan yang mengarah kepada perpecahan bangsa khususnya
menjurus pada persoalan suku, agama, ras dan antargolongan," sambungnya. (Ed: gtp/pkp)

Anda mungkin juga menyukai