Anda di halaman 1dari 4

BAB I

AKIDAH ISLAM DAN PENAMAANNYA

A. Pengertian
Dilihat dari segi esensialnya Agama Islam mempunyai dua dimensi,
yaitu keyakinan (akidah) dan amaliah. Akidah sebagai dasarnya sedangkan
amal adalam implementasinya. Dalam kata lain, Islam adalah agama
Samawi ini bersumber dari Allah Swt diwahyukan kepada Nabi Muhammad
saw berintikan keimanan dan perbuatan. Keimanan dalam agama Islam
merupakan dasar atau fondasi, diatasnya berdiri syariat Islam.

Dari dua pokok-pokok tersebut muncullah cabang-cabangnya. Antara


keimanan dan perbuatan atau iman dan syariat keduanya tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Keimanan atau akidah dalam
Islam dijabarkan dan diistilahkan dengan ilmu tauhid, Ilmu Aqaid, ilmu kalam,
ilmu ushuluddin, ilmu hakikat, ilmu makrifat dan sebagainya.

Aspek pokok dalam akidah Islam adalah masalah keyakinan akan


eksistensi Allah Yang Maha Sempurna, Maha kuasa diatas kesempurnaan
lainnya. Keyakinan tersebut akan menggiring seseorang mempercayai
adanya malaikat-malaikat, kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah, Nabi-nabi
dan Rasul-rasul Allah, adanya kehidupan sesudah mati dan takdir.

Ilmu akidah dinamakan juga dengan ilmu tauhid karena pokok


bahasannya dititikberatkan pada keesaan Allah Swt. Yaitu suatu yang
mempelajari bagaimana memahami keesaan Allah. Ilmu ini dinamakan pula
ilmu kalam karena pembahasannya mengenai eksistensi Tuhan dan hal-hal
yang berhubungan dengan-Nya digunakan argumentasi-argumentasi filosofis
dengan menggunakan logika atau mantik dari pemahaman terhadap firman
Allah. T.M Hasbi Ash-Shiddieqy menyebutkan alasan ilmu ini disebut ilmu
kalam:

1
1. Problema yang diperselisihkan para ulama dan para ilmu ini yang
menyebutkan umat Islam terpecah ke dalam beberapa golongan adalah
masalah Kalam Allah atau Al-Quran; apakah ia diciptakan (makhluk)
atau bukan, artinya tidak bermula (qadim).
2. Materi-materi ilmu ini adalah teori-teori kalam, tidak ada yang
diwujudkan ke dalam kenyataan atau diamalkan dengan anggota.
3. Ilmu ini, di dalam menerangkan cara atau jalan menetapkan dalil pokok-
pokok akidah serupa dengan ilmu mantik.
4. Ulama-ulama mutaakhirin membicarakan di dalam ilmu ini hal-hal yang
tidak dibicarakan oleh ulama salaf, seperti penakwilan ayat-ayat
mutasyabihat, pembahasan tentang qada’, kalam dan lain-lain.

Ilmu tauhid dinamakan ilmu kalam, maka para ahli bidang ini disebut
mutakallimin (jamak mutakallim). Penamaan ilmu tauhid sebenarnya
dimaksudkan untuk membedakan antara mutakallimin dengan filosof Islam.
Mutakallimin dan filosof Islam memperkuat keyakinan mereka dengan
menggunakan metode filsafat, tetapi mereka berbeda dalam landasan
berpijak.

Mutakallimin lebih dahulu bertolak dari Alquran dan Hadis, sementara


filosof berpijak kepada logika. Namun demikian tujuan yang ingin mereka
capai adalah sama, yaitu pembuktian terhadap keesaan Allah Swt. Artinya,
mereka berbeda jalan untuk mencapai tujuan yang sama. Dengan meyakini
hal-hal tersebut, seorang mukmin akan menyadari kewajibannya kepada
Khalik. Sebab antara amal perbuatan dan keyakinan terdapat kaitan erat dan
amal perbuatan yang timbul merupakan konsekuensi logis dari keyakinan
yang ada dalam diri seseorang mukmin terhadap Allah Swt. Karena itu, materi
kajian ilmu akidah Islam meliputi:

a. Hal-hal yang berkaitan dengan keimanan terhadap Allah Swt dan


ketentuan takdirNya kepada makhluk-Nya.

2
b. Hal-hal yang berkaitan dengan utusan Allah sebagai perantara antara
Allah dengan manusia, seperti malaikat, para Nabi/Rasul, dan kitab-kitab
suci yang telah diturunkan.
c. Hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sesudah mati, seperti alam
mahsyar, mizan, surga, neraka dan sebagainya yang berkaitan dengan
keadaan yang akan dialami dan dijalani manusia setelah kehidupan
dunia fana.

Persoalan diatas terangkum dalam pembahasan rukun iman yang enam,


yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada
kitab-kitab Allah, iman kepada utusan-utusan Allah, iman kepada hari kiamat
dan iman kepada qada dan qadar. Akal manusia dalam mengenal Allah
hanya mampu sampai pada batas mengetahui zat Allah Yang Maha Kuasa.

Manusia memerlukan bantuan wahyu sebagai pengarah, itulah


sebabnya Tuhan mengutus pada Nabi dan Rasul untuk menjelaskan apa dan
bagaimana Allah itu melalui sifat-sifat-Nya dan hal-hal yang berkaitan dengan
bukti kebenaran keberadaan, keesaan dan kekuasaanNya. Adapun mengenai
wujud Allah tidak dijelaskan karena hal tersebut bukan pembahasan logika,
yang terpenting adalah penghayatan sepenuhnya akan kaberadaan zat Yang
Maha Besar, Maha Mulia, Maha Esa, Maha Berkuasa dan lain sebagainya
yang terkait dengan keagungan dan kemuliannya. .

Para mutakallimin mempunyai ciri khusus dalam mebahas ilmu kalam,


yaitu menggunakan akal. Meskipun para mutakallimin dapat meggunakan
akal dalam mencari Tuhan, tetapi mereka tidak pernah mendapatkan
kepuasan, karena adanya hal-hal yang di luar jangkauan kekuasaan akal
manusia. Sebagian orang-orang barat memahami sesuatu yang dokmatis
tidak dihukumi dengan akal, sebab sesuatu yang dokmatis berada di bawah
akal.

Manakalah dogma dihukumi dengan akal maka rahasia dari sesuatu


yang dokmatis itu tidak menjadi rahasia lagi. Sebenarnya permasalahan
tauhid tidak sama dengan dokma yang disebutkan oleh orang-orang barat,

3
sebab dengan akal manusia dapat mencari Tuhan, yakni dengan jalan
memperhatikan alam jagat raya. Secara istilah ilmu tauhid dalam agama
Islam, seperti teologi dalam agama Kriten, yakni keduanya mempersoalkan
tentang Zat Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya. Hanya saja
ilmu tauhid mengajarkan Tuhan itu satu, baik Zat-Nya, sifat dan perbuatan-
Nya, sedangkan teologi mengajarkan trinitas yaitu, bahwa Tuhan itu tiga
dalam satu dan satu dalam tiga oknum. Tiga oknum dalam ajaran teologi
mereka adalah bahwa Tuhan terdiri dari Tuhan bapak, Tuhan anak (Yesus),
dan ruhul kudus. Ketiga oknum tersebut menurut mereka bersatu dalam ke-
Esa-an Tuhan. Secara matematis satu sama dengan tiga dan tiga sama
dengan satu.

Agama apapun yang ada di dunia ini oleh para penganutnya dipahami
sebagai ajaran Tuhan. Untuk mengetahui Tuhan itu diperlukan pemikiran dan
dalil, tidak seperti zat-zat lain yang bersifat jasmani. Misalnya untuk
mengetahui dan mengerti tentang batu, kita cukup dengan cara melihat dan
meraba batu itu. Untuk mengetahui sebuah bangunan, maka kita cukup
melihat dan meraba serta memperhatikan bangunan tersebut. Untuk
mengetahui benda fisik adalah cukup mudah, karena tidak memerlukan dalil,
namun untuk memahami dan meyakini zat Tuhan tidaklah mudah, karena Dia
tidak seperti benda-benda fisik, dan untuk memahami zat Allah ini diperlukan
keyakinan yang dikuatkan dan dibenarkan oleh akal pikiran. Nabi Muhamad
saw bersabda: yang artinya “Agama itu masalah akal dan orang yang tidak
berakal tidak mempunyai agama”.

Agama Islam mempunyai inti pokok ajaran tentang Tuhan. Tuhan hanya
dapat dimengerti oleh akal. Oleh sebab itu, orang yang tidak berakal atau
rusak akalnya, tentu tidak akan mempunyai keyakinan agama yang benar.
Misalnya menuhankan pada patung atau benda-benda tertentu yang tidak
dapat mendengar, melihat dan berbuat sesuatu. Ilmu tauhid dalam mebahas
persoalan-persoalan tentang Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-
Nya bersumber pada kitab suci dan hadis Nabi saw. Akal manusia diharapkan
dapat menangkap dan menalar ajaran-ajaran dan petunjuk-petunjuk yang ada

Anda mungkin juga menyukai