Anda di halaman 1dari 3

UTS Tafsir dan Hadits Ahkam Muamalat

Kelompok: 1A

- Tirta Adi Pratama (225211175)

- Salman Nuruzzaman (2252111802)

- Falah Muhammad Ahsan (225211194)

- Hafizh Yafi’ Anwar (225211196)

- Niam Ashari Majid (225211199)

MANAJEMEN BISNIS SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
TAHUN 2023
1. Definisi Harta Menurut Sarjana Muslim

a. Definisi dan Batasan Harta Menurut Imam Syafi’i


=> Definisi Harta Menurut imam Syafi’I "Segala sesuatu yang tidak bisa dimanfaatkan adalah bukan
harta. Baik tidak bisanya itu karena faktor keharamannya, seperti khamr, atau karena faktor sedikitnya
barang, seperti sebiji padi, dan mungkin juga karena faktor hinanya barang, seperti sebagian hewan
melata” (al-Wasith, juz 3, h. 20). Dapat diketahui bahwa harta adalah Segala sesuatu yang dapat
dimiliki, bermanfaat, sesuatu yang memiliki nilai (dapat diperjual belikan).

=> Batasan Harta Menurut Imam Syafi’I adalah wajib milik sendiri, memiliki nilai dan dan terhormat,
dengan terpenuhinya syarat sebagai harta maka harta mubah untuk diperjualbelikan atau dimanfaatkan
sesuai dengan batasan syariat.

b. Definisi dan Batasan Harta Menurut Imam Hanafi

=> Definisi Harta menurut imam Hanafi adalah ""Harta merupakan sesuatu yang membuat condong
watak, dan bisa disimpan untuk digunakan pada waktu dibutuhkan.” (al-Bahru al-Raiq li Ibn Nujaim,
juz 5, h. 277, Hasyiyah Ibnu Abidin, juz 1, h. 501, Kasyfu al-Asrar, juz 1, h. 268). Dapat diambil
kesimpulan bahwa harta adalah sesuatu yang memiliki nilai dan dapat disimpan dan jika tidak ada
sesuatu yang disimpan tidak termasuk syarat harta oleh imam Hanafi

=> Adapun batasan harta menurut imam Hanafi adalah Pertama, harta itu Harta merubah watak dan
kecenderungan (Rasa ingin memiliki), karena pada dasarnya manusia mana yang tidak membutuhkan
harta. Dengan batasan ini, maka bangkai daging tidak tergolong sebagai harta, karena barang tersebut
membat orang tidak ingin memilikinya, selanjutnya adalah harta yang dimiliki harus bisa disimpan
hingga masa diperlukannya harta itu.

2. Penjelasan Ayat Tentang Konsep Harta Menurut Tafsir Al-Misbah dan Al-Azhar

a. Tafsir Al-Misbah Q.S An – Nisa’ ayat 29:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫َي ا َأُّي َه ا ا َّلِذ ي َن آ َم ُنوا اَل َتْأ ُك ُلوا َأْم َو ا َلُك ْم َبْيَن ُك ْم ِب ا ْل َبا ِط ِل ِإ اَّل َأْن َتُك و َن ِتَج ا َر ًة َع ْن‬
‫َت َر ا ٍض ِم ْنُك ْم ۚ َو اَل َتْق ُتُلوا َأْنُفَس ُك ْم ۚ ِإ َّن ال َّلَه َك ا َن ِب ُك ْم َر ِح ي ًم ا‬
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu." (QS.
An-Nisa' 4: Ayat 29)

Melalui ayat ini Allah mengingatkan, wahai orang-orangyang beriman, janganlah kamu
memakan, yakni memperoleh harta yang merupakan sarana kehidupan kamu, di antara kamu dengan
jalan yang batil, yakni tidak sesuai dengan tuntunan syariat, tetapi hendaklah kamu peroleh harta itu
dengan jalan perniagaan yang berdasarkan kerelaan di antara kamu, kerelaan yang tidak melanggar
ketentuan agama. Karena harta benda mempunyai kedudukan di bawah nyawa, bahkan terkadang
nyawa dipertaruhkan untuk memperoleh atau mempertahankannya, maka pesan ayat ini selanjutnya
adalah dan janganlah kamu membunnh diri kamu sendiri, atau membunuh orang lain secara tidak hak
karena orang lain adalah sama dengan kamu, dan bila kamu membunuhnya kamu pun terancam
dibunuh, sesungguhnya A.llah terhadap kamu Maha Penyayang.

Penggunaan kata makan untuk melarang perolehan harta secara batil, dokarenakan kebutuhan
pokok manusia adalah makan. Kalau makan yang merupakan kebutuhan pokok itu terlarang
memperolehnya dengan batil, maka tentu lebih terlarang lagi, bila perolehan dengan batil menyangkut
kebutuhan sekunder apalagi tersier.

Anda mungkin juga menyukai