Aspek Etika dalam Penggunaan Alat Kecerdasan Buatan (AI) dalam Bimbingan Konseling
Oleh :
2023
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan atas khadirat Allah SWT. yang telah memberkaan
kemudahan dan kesehatan kepada kami sehingga mampu menyelesaikan sebuah makalah
kelompok ini dalam mata kuliah Aspek Etika dalam Penggunaan Alat Kecerdasan Buatan
(AI) dalam Bimbingan Konseling.
Ucapan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah yaitu Bapak Prof. Dr. Abdul
Saman, M.Si, Kons., Dr. Sahril Buchori, S.Pd, M.Pd, Zulfikri, S.Pd, M.Pd, atas bimbingannya
dan juga semua pihak yang turut membantu dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya saran dan kritik yanag bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................1
C. Tujuan.................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
A. Kesimpulan........................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era industri 4.0 saat ini, untuk membuat keputusan tentang sesuatu tidak cukup dengan /
dengan apa yang sudah diketahui, tidak tergantung pada apa yang dilakukan, atau tidak perlu
dengan apa yang dimiliki, tetapi terkait dengan gambaran besar dunia. Hari ini, kita dapat
memperoleh gambaran besar itu dari ruang informasi yang tersedia yaitu web. Meskipun banyak
hal yang tidak dapat kami ungkapkan, karena tidak berada dalam rentang intelektual yang telah
ditentukan. Namun, kecerdasan manusia umumnya dapat menafsirkan secara rinci sesuatu secara
alami sedikit dan hanya menangani data kecil dengan cepat . Demikian juga, alat komputasi saat
ini, seperti komputer, menjadi lebih canggih. Mereka dapat memproses data besar dengan begitu
cepat tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi tidak dapat menafsirkan sesuatu dengan benar
tanpa dipandu terlebih dahulu. Menerjemahkan kecerdasan manusia ke dalam perangkat lunak
akan membantu menafsirkan data besar. Secara keseluruhan ini adalah tugas yang disebut
sebagai kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). (Nasution, 2019)
Kecerdasan Buatan atau AI telah menjadi yang terdepan dalam wacana global, mendapatkan
peningkatan perhatian dari para praktisi, pemimpin industri, pembuat kebijakan, dan masyarakat
umum. Penelitian AI berkembang sangat pesat. Menurut Laporan Tahunan Indeks AI, “bahkan
para ahli pun kesulitan memahami dan melacak kemajuan di bidang ini” . Aplikasi AI telah
membantu profesional layanan kesehatan dengan pelatihan klinis, pengobatan, penilaian, dan
pengambilan keputusan klinis. AI telah menjadi bidang interdisipliner yang luas dan sering
bersinggungan dengan konseling. Salah satu tujuan makalah ini akan mengulas aspek etika
dalam pengaruh AI pada bimbingan dan konseling. (Fulmer, 2019)
B. Rumusan Masalah
1
C. Tujuan
Adapun tujuan pada penulisan makalah ini mengetahui konsep dasar alat kecerdasan buatan
(AI), pengaruh AI dalam bimbingan dan konseling, dampak yang ditimbulkan AI dalam
bimbingan dan konseling dan aspek etika penggunaan AI dalam bimbingan dan konseling.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kecerdasan Buatan adalah salah satu cabang Ilmu pengetahuan berhubungan dengan
pemanfaatan mesin untuk memecahkan persoalan yang rumit dengan cara yang lebih manusiawi.
Hal Ini biasanya dilakukan dengan mengikuti/mencontoh karakteristik dan analogi berpikir dari
kecerdasan/Inteligensia manusia, dan menerapkannya sebagai algoritma yang dikenal oleh
komputer. Dengan suatu pendekatan yang kurang lebih fleksibel dan efisien dapat diambil
tergantung dari keperluan, yang mempengaruhi bagaimana wujud dari perilaku kecerdasan
buatan. AI biasanya dihubungkan dengan Ilmu Komputer, akan tetapi juga terkait erat dengan
bidang lain seperti Matematika, Psikologi, Pengamatan, Biologi, Filosofi, dan yang lainnya.
Kemampuan untuk mengkombinasikan pengetahuan dari semua bidang ini pada akhirnya akan
bermanfaat bagi kemajuan dalam upaya menciptakan suatu kecerdasan buatan. (Dedi Nugraha &
Sri Winiarti, 2014)
3
eksplisit. Agar komputer dapat bertindak seperti dan juga manusia, maka komputer harus
dilengkapi dengan pengetahuan dan kemampuan untuk bernalar.
Kecerdasan alami atau natural intilligence (NI) akan cepat berubah. Sebagai alasannya
bahwa manusia tidak permanen dalam meningkat. Tidak seperti NI, kecerdasan buatan tidak
akan berubah. Perubahan hanya terkait dengan penambahan kemampuan berdasarkan
pengetahuan dan peningkatan penalaran, tetapi pengetahuan dan penalaran yang tersedia masih
dipertahankan.
Pengertian bimbingan dan konseling menurut Prayitno & Amti dalam Mufaridah (dalam
Prabowo, 2021) merupakan proses bantuan yang diberikan oleh ahli kepada individu atau
kelompok bertujuan untuk optimalisasi tugas perkembangan dan memandirikan. Sedangkan
Walgito dalam Pautina (dalam Prabowo, 2021) menyatakan bahwa konseling merupakan
proses bantuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli secara face to face bertujuan
untuk mengentaskan permasalahan baiksecara individu maupun kelompok. Dapat
dimaknai bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan oleh
konselor kepada orang konseli untuk mampu menerima dirinya, memahami dirinya,
mengarahkan dirinya, menemukan alternatif penyelesaian masalah, memecahkan suatu
masalah, dan mampu megambilan keputusan.
Tujuan dari proses pemberian bantuan kepada konseli sangat beragam. Seorang konselor
tidak hanya dituntut untuk mendengarkan masalah yang dialami kliennya, tetapi juga
harus memiliki keterampilan dalam menangani berbagai macam persoalan yang
membentuk kemandirian konseli saat menghadapinya. Di samping itu wawasan, pandangan,
interpretasi, pilihan, penyesuaian, dan kemampuan sangat dibutuhkan pada konseli atau
klien sebagai penunjang dari pengembangan potensi dalam diri secara optimal dan maksimal.
Tidak semua masalah dapat ditangani konselor atau guru Bimbingan dan Konseling.
Misalnya seperti kecemasan dan ketakutan yang berlebihan, menjauhi kehidupan sosial,
gangguan kepribadian, marah tanpa adanya alasan yang jelas, maka ranah tersebut bersifat
neurosis atau gangguan ringan yang memang masih dapat ditangani oleh konselor atau
guru Bimbingan dan Konseling. Berbeda jika sudah memasuki ranah berat dan kompleks yaitu
4
psikosis atau gangguan berat. Misalnya seperti gangguan mental yang membuat pikiran
seseorang menjadi kacau kesadarannya (halusinasi dan delusi), maka lebih baik ditangani oleh
tenaga ahli profesional yaitu psikolog atau psikiater.
Selanjutnya masalah-masalah yang akan yang akan dibantu konselor atau guru Bimbingan
dan Konseling harus memperhatikan beberapa hal seperti kode etik dan asas-asas yang mengatur
pelaksanaan konseling agar visi pemberian bantuan kepada klien yang bermasalah dapat tercapai
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dimana asas dalam Bimbingan dan Konseling merupakan
kaidah atau pedoman yang digunakan untuk menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan
layanan. Berikut asas-asas yang dimaksud yaitu :
1. Asas Kerahasiaan,
2. Asas Kesukarelaan,
3. Asas Keterbukaan,
4. Asas Kegiatan,
5. Asas Kemandirian,
6. Asas Kekinian,
7. Asas Kedinamisan,
8. Asas Keterpaduan,
9. Asas Kenormatifan,
10. Asas Keahlian,
11. Asas Alih Tangan Kasus,
12. Asas Tut Wuri Handayani (Kurniati, 2018).
Layanan Bimbingan dan konseling yang diberikan konselor atau guru Bimbingan dan
Konseling kepada klien sangat bervariatif. Layanan tersebut dibagi sebagai berikut: 1)
Layanan Orientasi, 2) Layanan Informasi, 3) Layanan Penempatan dan Penyaluran, 4)
Layanan Penguasaan Konten, 5) Layanan Konseling Individual, 6) Layanan Konseling
Kelompok, 7) Layanan Bimbingan Kelompok, 8) Layanan Mediasi, dan 8) Layanan
Konsultasi (Yusuf, & Nurihsan,2019).
Seiring berjalannya waktu teknologi berkembang semakin pesat dan maju. Cara-cara
konvensional yang dahulu dipakai dan digunakan kini telah mulai ditinggalkan sedikit
demi sedikit. Banyak bidang dibanyak sektor kehidupan memilih untuk beralih pada alat-alat
5
berbasis teknologi dipadukan dengan kecerdasan buatan yang dikembangkan oleh manusia.
Akses yang begitu mudah dan dapat dijangkau oleh semua kalangan usia membuat era informasi
di abad 21 ini sangat membantu. Teknologi yang dibuat dengan baik sangat memikirkan
kebutuhan-kebutuhan yang dialami oleh manusia modern. Perubahan yang signifikan
terlihat pada mendapatkan suatu informasi. Jika sebelumnya untuk mengetahui informasi
sangat sulit dan terbatas, kini hanya dalam beberapa detik saja dengan mengetik kata dimesin
pencarianGoogle sudah bisa membaca informasi yang dibutuhkan. Jika penggunaan
teknologi canggih tersebut dimanfaatkan secara kreatif, besar kemungkinan akan semakin
banyak pihak yang mulai beralih kesana.
6
Berdasarkan premis bahwa AI telah dan akan terus diterapkan pada konseling, saya menjelaskan
empat tingkat implementasi: historis, kontemporer, dalam waktu dekat, dan jangka panjang.
Level-level tersebut diusulkan untuk membantu menavigasi realitas yang dipenuhi AI dengan
menghubungkannya dengan orientasi waktu dan pengaruh di bidang konseling dan
membandingkannya dengan definisi konseling yang disetujui ACA. Jika tingkat pertama,
historis, menunjukkan bahwa keterlibatan AI di masa lalu dalam konseling sangat minim, tingkat
terakhir belum terjadi namun ditandai dengan AI yang menunjukkan keterlibatan yang canggih
dan sangat berpengaruh di lapangan.
Menurut Tanana dalam (Fulmer, 2019) Ppenerapan AI di masa lalu dalam konseling
tidak membangun hubungan profesional dan kemungkinan besar tidak memberdayakan atau
membantu orang mencapai tujuan mereka secara signifikan. Secara tradisional, konselor kurang
memanfaatkan kecerdasan buatan. Koneksi yang ditarik antara kedua bidang tersebut tidak jelas
dan tidak langsung. Interaksi tingkat pertama melibatkan chatbot yang menampilkan aplikasi
dasar pemrosesan bahasa alami (NLP), bidang AI yang berkaitan dengan pemahaman dan
pemodelan bahasa manusia. Bidang NLP telah mengalami kemajuan sejak awal tahun 1960an
dimana model yang kompleks sekarang dapat diterapkan melalui prosesor statistik yang
dihasilkan komputer untuk menilai probabilitas statistik dari rangkaian kata, infleksi, dan
semantik dalam sampel bahasa alami yang besar. Kemajuan ini telah menghasilkan program
bantuan AI yang dirancang untuk penggunaan terapeutik, di mana AI telah diprogram untuk
mensimulasikan pasien kesehatan mental, misalnya. Meskipun tidak sempurna, program-
program ini menunjukkan beberapa kemanjuran terapeutik dan memerlukan penelitian lebih
lanjut.
Namun seiring waktu, AI semakin hari semakin canggih yang di tandai dengan timbunya
Artificial General Intelligence (AGI). AI pada tingkat ini mungkin memiliki keahlian yang
diperlukan untuk membentuk hubungan profesional dengan klien. Selain itu, AGI akan memiliki
kemampuan memperdayakan dan membantu klien mencapai tujuan mereka. AI modern dikenal
memiliki kecerdasan yang sempit karena dirancang untuk mencapai tujuan tunggal, seperti
memberikan psikoedukasi. Sebaliknya, AGI bersifat serbaguna, mampu mencapai banyak tujuan
dan menyelesaikan tugas dengan cara yang mengingatkan atau lebih unggul dari manusia.
Dengan keahlian tingkat tinggi, dan kemampuan untuk menjangkau klien dalam jumlah besar,
7
“Konselor AGI” akan menimbulkan sejumlah pertanyaan etika, hukum, dan filosofis. Pertanyaan
yang menonjol adalah apakah Konselor AGI memang membangun hubungan profesional,
dengan semua tanggung jawab dan perlindungan yang tersirat di dalamnya. Bagi para konselor,
hal ini mungkin terdengar tidak masuk akal. Namun demikian, sudah ada banyak diskusi dalam
literatur tentang hak moral robot yang memiliki kesadaran, termasuk apa yang dimaksud dengan
kesadaran dan tanggung jawab moral yang terkait dengannya, dan apakah AI dapat
dikembangkan untuk mewakili keragaman evaluatif (Fulmer, 2019).
Ketika kecerdasan buatan (AI) semakin canggih dan terintegrasi dalam kehidupan sehari-
hari, implikasinya terhadap pekerjaan sosial dan konseling menjadi semakin relevan.
Pengambilan keputusan yang didorong oleh AI berpotensi merevolusi cara pekerja sosial dan
konselor menilai dan memperlakukan klien, namun hal ini juga menimbulkan masalah etika.
Salah satu pertimbangan etis utama dalam pengambilan keputusan berbasis AI adalah potensi
bias. Algoritme AI hanya seakurat data yang dilatihnya, dan jika datanya bias, hasil keputusan
AI juga akan bias. Hal ini dapat menimbulkan perlakuan tidak adil terhadap kelompok atau
individu tertentu, dan bahkan dapat menimbulkan implikasi hukum. Kekhawatiran etis lainnya
adalah potensi AI untuk menggantikan pengambilan keputusan oleh manusia. Pengambilan
keputusan berbasis AI dapat digunakan untuk membuat keputusan yang biasanya dibuat oleh
pekerja sosial dan konselor, seperti menilai risiko klien untuk melakukan pelanggaran kembali
atau menentukan pengobatan terbaik. Hal ini dapat menyebabkan kurangnya akuntabilitas dan
transparansi, serta kurangnya empati dan pemahaman terhadap keadaan individu klien
(Frackiewicz M, 2023).
8
dikendalikan. Hanya dengan cara ini pengambilan keputusan berbasis AI dapat digunakan secara
etis dan bertanggung jawab dalam pekerjaan sosial dan konseling.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru Bimbingan dan Konseling atau konselor saat ingin mengimplementasikan suatu
pelayanan atau pertemuan, kini tidak harus datang langsung ke tempat dan bisa dilakukan dengan
melakukan tatap muka tanpa harus menghadirinya. Aplikasi seperti Google meet, Zoom,
Cisco Webex, Skype, dan masih banyak aplikasi lainnya yang berbasis onlinebisa
digunakan sebagai pendukung terlaksananya proses konseling. Selain meminimalisir jarak
dan waktu, pengadaan model konseling seperti ini dapat memberikan informasi secara jelas
serta menambah pengetahuan menjadi lebih luas. Pengembangan Media digital berbasis dalam
layanan bimbingan dan konseling saat ini sangat penting dilakukan dalam menyongsung era
revolusi industri 4.0.
10
DAFTAR PUSTAKA
Dedi Nugraha, & Sri Winiarti. (2014). Pengembangan Media Pembelajaran Sistem Pelacakan
Pada Mata Kuliah Kecerdasan Buatan Berbasis Multimedia. Jurnal Sarjana Teknik
Informatika, 2(1), 67–77.
Fulmer, R. (2019). Artificial intelligence and counseling: Four levels of implementation. Theory
and Psychology, 29(6), 807–819. https://doi.org/10.1177/0959354319853045
Prabowo, A. B., Kiranasari, F., & Febriyanti, L. (2021). Implementasi Teknologi dan Media
dalam Layanan Bimbingan dan Konseling. Jurnal Selaras : Kajian Bimbingan dan
Konseling serta Psikologi Pendidikan, 4(1), 25–32.
https://doi.org/https://doi.org/10.33541/Jsvol2iss1pp1
Yusuf, S., & Nurihsan, A.J. (2019). Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
11