Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

”E-Konseling Multikultural Di Era Digital 4.0”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi BK
Dosen Pengampu :
- Dr. H. Abdullah Pandang, M.Pd.
- Sahril Buchori, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
Andi Nurtasya Ekasari
210404502070
Kelas.3D

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya kepada saya sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa bantuannya, saya mungkin tidak akan
memiliki pilihan untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah saya diakumulasikan berdasarkan permintaan atau tugas yang
diberikan oleh pembicara saya. Selain itu, saya menyusun makalah ini dengan
harapan makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pemahaman bagi para
pembacanya, dan bagi saya kelompok penyusunnya secara khusus. Makalah yang
saya beri nama "E-Konseling Multikultural Di Era Digital 4.0" ini dikumpulkan
berdasarkan data dan informasi dari berbagai sumber.
Afirmasi Saya ingat untuk berbagi dengan orang-orang yang telah
membantu dan mendukung selama waktu yang dihabiskan untuk menyiapkan
makalah ini. Saya memahami bahwa makalah ini jelas memiliki kekurangan
walaupun harus diperbaiki, oleh karena itu saya mengharapkan analisis dan ide-
ide yang bermanfaat dari para pembaca. Saya selaku penulis mohon maaf apabila
dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan penyusunan atau blunder yang
berbeda-beda. Idealnya makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah
informasi bagi para pembacanya. Sangat dihargai.

Makassar, 07 Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1


A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian....................................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN .................................................................................... 3


A. E-Konseling ............................................................................................... 3
B. Konseling Multikultural ............................................................................ 3
C. Era Digital ................................................................................................. 5
D. Konselor Profesional ................................................................................. 7

BAB III. PENUTUP ............................................................................................ 9


A. Kesimpulan................................................................................................ 9
B. Saran .......................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia dengan kekayaan yang bermacam-macam (suku, agama,
budaya, bahasa yang berbeda) pastinya mempunyai keunikanya tiap-tiap,
serta bisa ditentukan menempel dalam diri mayoritas orang menjadikan
karakteristik dari mereka. Begitu pula siswa selaku individu yang mempunyai
warna yang berbeda, mulai dari kepribadian, pola asuh, penanaman nilai-nilai
kehidupan pastinya mempunyai perbandingan satu sama dengan yang lain.
Kemajuan teknologi data, pergantian sosial pada warga, serta globalisasi yang
terjalin membuat hilangnya sekat yang memisahkan antar bangsa. Tidak
hanya itu, perpindahan nilai- nilai kehidupan yang mempunyai perbandingan
yang terus menjadi nyata memunculkan bermacam konflik baru.
Pergantian sosial yang pesat serta terus menjadi kompleksnya kondisi
masyaraka terlah terjalin di belahan dunia manapun. Tidak terkecuali di
Indonesia, banyak pergantian yang terjalin diberbagai berbagai zona.
Perubahan-perubahan ini lama-lama melahirkan diferensiasi serta suasana
global yang berbeda. Pergantian serta pertumbuhan yang terjalin menuntut
tiap orang buat melaksanakan penyesuaian diri supaya sanggup bertahan
hidup sehingga senantiasa bertahan serta tergerus pertumbuhan era.1
Memandang kasus tersebut hingga dibutuhkan kedatangan konselor
buat menanggapi era bersamaan dengan pesatnya kemajuan masa digital.
Permasalahan serta kebutuhan warga yang terus menjadi bermacam-macam
pula menuntut pada wujud layanan yang wajib diberikan terus menjadi
bermacam-macam jenisnya. Salah satu permaslahan yang kerapkali dialami
siswa/warga berawal dari dunia online, dilain sisi hadirnya teknologi data
serta komunikasi membuka masa baru dalam profesi konseling. Keadaan ini
pasti saja jadi tantangan tertentu untuk konselor.

1
Habibah, U. (2019, July). Ekonstikultural (E-Konseling Multikultural di Era Digital). In
SEMBIKA: Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling, hlm.10.

1
Teknologi data pula bisa secara sosial mengisolasi serta sudah
menimbulkan permasalahan sosial baru spesialnya digolongan kanak-kanak
serta anak muda. Bersamaan pesatnya teknologi data di masa digital ini,
pelayanan e-konseling selayaknya jadi alternatif dalam penyelenggaraan
konseling. E- konseling secara spesial bisa menggunakan media online
maupun media sosial yang dapat digunakan buat penyeengaraab konseling
secara online.
Dengan hadirnya masa digital 4. 0 ini, penyelenggaraan konseling bisa
memperkenalkan update lewat e-konseling. Penyelenggaraan e-konseling
dengan menimbang keberagaman yang dipunyai bangsa Indonesia, konselor
tidak dapat cuma berpatokan kepada pengetahuan bawah yang dimiliknya,
namun wajib aktif serta sanggup melaksanakan pengembangan yang kreatif
buat membangn generasi baru yang sanggup mambangun dirinya seoptimal
bisa jadi. Buat itu, alternatif strategi pelayanan konseling berbasis kearifan
lokal di masa industri ini bisa dicoba lewat penyelenggaraan e-konseling
multikultural.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Pengertian E-Konseling?
2. Jelaskan Pengertian Konseling Multikultural?
3. Jelaskan Pengertian Era Digital?
4. Jelaskan Pengertian Konselor Profesional?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Pengertian E-Konseling.
2. Untuk Mengetahui Pengertian Konseling Multikultural.
3. Untuk Mengetahui Pengertian Era Digital.
4. Untuk Mengetahui Pengertian Konselor Profesional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. E-Konseling
Proses e-konseling ataupun konseling online tidaklah suatu proses yang
simpel. Konseling online tidaklah ialah suatu proses yang sederhana.
Kebalikannya suatu proses yang lingkungan dengan beberapa isu yang
berbeda serta menantang yang mempunyai ciri tertentu. Secara khusus
penyedia konseling online secara rinci umumnya membagikan tata metode
dalam melaksanakan proses konseling online. Konselor bisa berjumpa dengan
klien/konseli dengan menggunakan teknologi. Keadaan ini bertujuan buat
mempermudah konselor dalam menolong kliennya, membagikan kentamanan
kepada klien dalam menceritakan dengan memakai aplikasi teknologi selaku
penghubung dirinya dengan konselor tanpa wajib melaksanakan pertemuan
tatap muka secara langsung. Sebagian media yang biasa digunakan antara
lain: web, telephone, email, video conferencing, chat serta jejaring sosial
yang lain.2
Konselor online puas dengan aplikasi mereka serta mereka yakin kalau
pelaksanaanya efisien. Konselor sendiri mengaku lebih suka melaksanakan
konseling dengan tatap muka buat membagikan jasa mereka kepada klien.
Tetapi riset ini dapat dikatakan efisien sebab kedepannya e-konseling aka
terus menjadi diminati, baik oleh klien ataupun para konselor.

B. Konseling Multikultural
Dalam layanan konseling, keragaman budaya menyadarkan konselor
tentang berartinya pemahaman multikultural dalam mengalami perbandingan,
sekecil apapun perbandingan tersebut. Konselor butuh mengganti anggapan
mereka, mencukupkan diri dengan pengetahuan tentang budaya, menguasai
bentuk-bentuk diskriminasi, stereotip serta rasisme. Konselor sekolah, wajib

2
Sari, I. Y., Prawesti, I., & Febrianti, S. (2020). E-counseling nutrisi berbasis media sosial sebagai
upaya menurunkan angka stunting. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Aisyiyah, 16(2), hlm.159.

3
menghargai keberagaman konseli, Konselor butuh mempunyai pemahaman
multikultural ialah menghargai perbandingan serta keragaman nilai- nilai,
keyakinan- keyakinan, menyadari terdapatnya bias-bias serta pemahaman
hendak keterbatasan diri dalam perihal budaya. Konselor menguasai
pemikiran hidup serta latar balik budaya diri serta konseli dan meningkatkan
strategi konseling yang cocok budaya. Terus menjadi meningkatnya
kebutuhan hendak layanan sosial-emosional (semacam terhadap kelompok
miskin, penyalahgunaan obat, korban kekerasan) serta kelompok warga
terpinggirkan, hingga Konselor dihadapkan dengan jangkauan layanan
kesehatan mental yang lebih luas dibanding tahun- tahunsebelumnya.
Dengan demikian Konselor butuh tingkatkan pemahaman terhadap
keragaman buat efektifitas layanan konseling. Dalam perspektif teoritis,
Konselor dalam mengalami perbandingan serta keragaman budaya tidak
lumayan cuma dengan pemakaian pendekatan konvensional, sebab perihal itu
bisa kurang efisien kala melayani etnis yang bermacam-macam. Tuntutan
terhadap pemahaman multikultural terus menjadi relevan dengan sudah
disyahkannya profesi konselor selaku profesi yang wajib mempunyai
keahlian serta kualifikasi handal yang diperlukan buat penuhi kebutuhan
konseli yang bermacam-macam ciri serta budaya, terampil berbicara secara
efisien, mencermati dengan penuh atensi serta empati, terampil dalam
pengungkapan diri serta uraian data individu.3
Konseling multikultural tidak mengabaikan pendekatan tradisional yang
monokultur, melainkan mengintegrasikannya dengan perspektif budaya yang
bermacam-macam, tujuannya merupakan memperkaya teori serta tata cara
konseling yang cocok dengan konteks. Dalam konseling terhadap bermacam-
macam perbandingan budaya, Konselor butuh mengambil perilaku proaktif
terhadap perbandingan budaya, mengidentifikasi serta menghargai budaya
tiap konseli dan mempunyai kepercayaan, perilaku serta pemahaman,

3
Sari, M. P., & Marjo, H. K. (2022). Studi Literatur Kode Etik Konseling Online. Jurnal
Paedagogy, 9(1), hlm.170.

4
pengetahuan serta keahlian. Ketiga keahlian tersebut diucap kompetensi
konseling multikultural.
Pemahaman ialah pondasi dari kompetensi multikultural, hingga riset
ini menghalangi pada ukuran pemahaman multikultural. Bersumber pada riset
pendahuluan tentang pemahaman multikultural dan terus menjadi
dibutuhkannya layanan yang efisien terhadap konseli, hingga riset ini relevan
serta butuh dicoba dengan tujuan buat menciptakan pendekatan pelatihan
yang efisien buat tingkatkan pemahaman multikultural Konselor Berdasar
berartinya pemahaman multikultural dalam kehidupan multikultural, serta
kenyataan minimnya pelatihan pemahaman multikultural konselor, hingga
upaya kenaikan pemahaman multikultural konselor dengan mempraktikkan
model pelatihan yang cocok ialah perihal yang berarti. Pemahaman ialah
pondasi serta modal dari kompetensi multikultural, hingga dengan pelatihan
diharapkan bisa tingkatkan pemahaman multikultural konselor.4

C. Era Digital
Akibat dari revolusi industri 4.0 pada kehidupan manusia, spesialnya
anak muda dialami padasemua bidang kehidupan individu, sosial, belajar,
serta karier. Pada bidang pertumbuhan individu adatuntutan untuk tiap anak
muda buat memahami kompetensi di bidang IT. Individu yang
menguasaikompetensi ini wajib memelihara rasa yakin dirinya kalau “aku
dapat”, mereka wajib salingpercaya, wajib inteligen, wajib memelihara
kesehatan fisiknya, wajib mengambil tanggungjawab moral spiritual atas
pemakaian IT-nya, wajib menghormati karya tanpa plagiasi, wajib adil,
haruspeduli dengan diri serta orang lain, serta wajib melindungi selaku
masyarakat negeri yang baik, misalnya tidakmenyebar hoax. Pada
pertumbuhan sosial, perihal pemakaian IT ini wajib betul-betul dilindungi,
sebabdalam banyak permasalahan pemakaian IT mengusik ikatan sosial antar
manusia. Pada perkembanganbelajar, sebagaimana diurai lebih dahulu, kalau

4
Alam, F. A., & Akhmadi, A. (2021). Transformation Of Guidance And Counseling In The
Pandemic Era. Inovasi-Jurnal Diklat Keagamaan, 15(2), hlm.178.

5
setiapindividu dikala ini wajib melek IT supaya mampumenyesuaikan dengan
otomatisasi kehidupan dikala ini. Terakhir, dalam perihal pertumbuhan karier
jelasjelasterpengaruh luar biasa.
Pergantian dalam masa digital tidak dapat dikira enteng. Sebab nyaris
segala dunia yang paham pertumbuhan teknologi bisa merasakan khasiatnya
untuk kehidupan, serta bisa pula jadi penghalang sikap manusia, dikala tidak
sanggup memakainya cocok jatah kebutuhan. Ciri konselor di masa disrupsi,
idealnya mempunyai karaktersitik berikut:5
1. Life-long learner. Pembelajar seumur hidup. Konselor butuh meng-
upgrade terus pengetahuannya dengan banyak membaca dan berdiskusi
dengan pengajar lain ataupun bertanya pada para pakar. Tidak sempat
terdapat kata puas dengan pengetahuan yang terdapat, sebab era terus
berganti serta konselor harus up to date supaya bisa mendampingi siswa
bersumber pada kebutuhan mereka.
2. Kreatif serta inovatif. Siswa yang kreatif lahir dari konselor yang kreatif
serta inovatif. Guru diharap sanggup menggunakan alterasi sumber
belajar buat menyusun aktivitas baik di dalam kelas ataupun di luar kelas.
3. Memaksimalkan teknologi. Dengan metode blended learning, gabungan
antara tata cara tatap muka tradisional serta pemakaian digital serta
online media.
4. Reflektif. Konselor yang reflektif merupakan konselor yang sanggup
memakai evaluasi proses serta hasil layanan buat tingkatkan mutu
layanan tutorial serta konseling.
5. Kolaboratif. Konselor bisa bekerjasama dengan siswa dalam layanan
tutorial dan konseling. Senantiasa terdapat mutual respect serta
kehangatan sehingga layanan tutorial serta konseling berlangsung lebih
mengasyikkan. Tidak hanya itu konselor pula membangun kerja sama
dengan orang tua lewat komunikasi aktif dalam memantau pertumbuhan
anak.

5
Waris, W. (2019). Bimbingan dan Konseling Remaja di Era Revolusi Industri 4.0. Konvensi
Nasional Bimbingan dan Konseling XXI, hlm.3.

6
6. Mempraktikkan student centered. Dalam perihal ini, siswa mempunyai
kedudukan aktif dalam pendidikan sehingga guru cuma berperan selaku
fasilitator.
7. Mempraktikkan pendekatan diferensiasi. Dalam mempraktikkan
pendekatan ini, konselor mendesain layanan tutorial serta konseling
bersumber pada style belajar siswa, pengelompokkan siswa bersumber
pada atensi, keahlian serta permasalahannya. Dalam melakukan evaluasi
konselor mempraktikkan assessment alternative.

D. Konselor Profesional
Di lingkup sekolah terdapat kelompok guru yang sudah berusia serta
mumpuni buat mendampingi tiap kanak-kanak yang muncul di sekolah.
Semacam yang tertera dalam undang- undang sistem pembelajaran nasional
tahun 2003. Konselor handal multikultural mempunyai yang nanamya
terdapatnya kepekaan budaya, menghargai diversita budaya, membebaskan
diri dari bias- bias budaya, menghargai diversitas budaya, ketrampilan
komunikasi yang responsive secara kultural, terdapatnya pemahaman kalau
orang serta kelompok yang dialami mempunyai keunikannya tiap-tiap.
Konselor mempunyai pengetahuan, keahlian. Sepenuhnya terintegrasi dalam
menggapai tujuan dari pelayanan multikultural. Semacam: terdapatnya
pemahaman konselor kalau dirinya wajib sanggup merasa aman dalam
seluruh perbandingan yang bisa jadi sangat jelas antar dirinya, serta konseli,
aman dalam mengalami ras, etnik, dan budaya yang tidak sama. Pengalaman
selaku keluarga yang mempunyai keluarga sepupu, bunda bersaudara, kakek
bersaudara, kakak ipar, adik ipar, dan keponakan yang menikah lintar budaya.
Belajar menerima serta menguasai.6
Memanglah awal mulanya tidak gampang, namun suasana serta
keadaan yang terdapat membuat tiap- tiap pihak buat dapat menyesuaikan
diri. Memanglah, tidak sepenuhnya anggota keluarga bisa menyesuaikan diri.

6
Ardiansyah, A., & Kamaruddin, N. F. (2022). Prospek Bimbingan Konseling Islam Di Era Media
Baru. Coution: Journal of Counseling and Education, 3(1), hlm.51.

7
Misalnya, terdapat yang ulang tahun yang diundang cuma mertuanya saja
buat makan malam, ataupun sebagian berkumpul, namun terdapat yang
makan cuma dirinya semata tidak menawarkan ke orang lain, sebab orang
lain dikira telah makan, ataupun melaksanakan aktivitas keluarga sangat
bahagia segala keluarga dilibatkan, serta rumahnya jadi tempat singgah
keluarga. Konselor mempunyai pengetahuan tentang kebudayaan siswa.7
Konselor butuh mempunyai pengetahuan tentang perbandingan style
komunikasi yang bisa memunculkan konflik. Konselor wajib terampil
mengunakan pendekatan serta metode konseling yang menggambarkan
perbandingan tersebut. Konselor pula dituntut buat mempunyai kesehatan
mental yang baik, fleksibel menyikapi keunggulan budaya orang lain buat
memandang budaya secara “multiperspektif”. Uraian terhadap konseling
multikultural/lintas budaya hendak efisien buat mengeliminir dengan tidak
memakai budayanya sendiri selaku acuan dalam proses konseling yang
dijalani.
Proses konseling multikultural disekolah: penerimaan yang benar serta
menghargai siswa dalam kaitannya dengan diri sendiri, orang lain serta
lingkungannya, tingkatkan kesadaraan budaya sendiri serta budaya orang lain,
lewat postingan yang dibaca, aktivitas refleksi, pengalaman, sharing.

7
Atmarno, T. W. S. (2021). Persepsi dan Sikap Konselor terhadap E-konseling: Potensi
Implementasi dalam Program Konseling Komprehensif. Didaktika, 1(3), hlm.513.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Uraian terhadap konseling multikultural/lintas budaya hendak efisien
buat mengeliminir dengan tidak memakai budayanya sendiri selaku acuan
dalam proses konseling yang dijalani. Konselor butuh mempunyai
pengetahuan tentang perbandingan style komunikasi buat kurangi efek
timbulnya konflik. Tidak hanya itu konselor handal wajib terbuka dengan
datangnnya masa digital ini. Masa digital membuka tantangan baru buat
melaksanakan pembaruan buat penyelenggaraan konseling. Dengan
datangnya masa digital ini, strategi ekonseling multikultural bisa dipakai buat
menanggulangi bermacam permasalahan yang timbul serta dialami warga di
masa ini.
E-konseling multikultural bisa jadi opsi klien yang tidak bisa bertatap
muka secara langsung buat melaksanakan konseling. Konselor handal yang
sanggup menguasai multikultural hendak terus menjadi gampang terlihat,
sebab terdapatnya media teknologi yang ada yang menolong percepatan
uraian konselor tentang bermacam-macam serta corak yang berbeda antar
budaya, namun yang jadi fokus merupakan “manusia” yang mempunyai
perbandingan dalam banyak aspek. Buat itu, teknologi/e-konseling bisa
digunakan selaku wadah buat menolong konselor handal menguasai secara
utuh keunikan tiap-tiap orang dalam proses pelayanan konseling.

B. Saran
Mudah-mudahan kedepan para konselor hendak terus menjadi melek
teknologi, sanggup mengunakan ataupun memanfaatkan teknologi data serta
sanggup menolong menguasai kebergaman budaya serta keunikan tiap- tiap
orang. Serta mudah- mudahan pada waktu mendatang hendak terdapat
lembaga spesial konseling yang menanggulangi permasalahan spesial
konseling online serta pelayanan e-konseling secara universal.

9
DAFTAR PUSTAKA

Alam, F. A., & Akhmadi, A. (2021). Transformation Of Guidance And


Counseling In The Pandemic Era. Inovasi-Jurnal Diklat Keagamaan, 15(2),
170-181.
Ardiansyah, A., & Kamaruddin, N. F. (2022). Prospek Bimbingan Konseling
Islam Di Era Media Baru. Coution: Journal of Counseling and
Education, 3(1), 49-57.
Atmarno, T. W. S. (2021). Persepsi dan Sikap Konselor terhadap E-konseling:
Potensi Implementasi dalam Program Konseling
Komprehensif. Didaktika, 1(3), 510-527.
Habibah, U. (2019, July). Ekonstikultural (E-Konseling Multikultural di Era
Digital). In SEMBIKA: Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling.
Sari, I. Y., Prawesti, I., & Febrianti, S. (2020). E-counseling nutrisi berbasis
media sosial sebagai upaya menurunkan angka stunting. Jurnal Kebidanan
dan Keperawatan Aisyiyah, 16(2), 156-166.
Sari, M. P., & Marjo, H. K. (2022). Studi Literatur Kode Etik Konseling
Online. Jurnal Paedagogy, 9(1), 168-178.
Waris, W. (2019). Bimbingan dan Konseling Remaja di Era Revolusi Industri
4.0. Konvensi Nasional Bimbingan dan Konseling XXI, 1-4.

10

Anda mungkin juga menyukai