Anda di halaman 1dari 10

Kompresi Bimanual Interna

adalah tangan kiri penolong dimasukan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan
diletakan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakan pada perut penderita dengan
memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain
di belakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang antara 2 tangan antara lain, yaitu tangan
kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri.

Kompresi bimanual interna melelahkan penolong sehingga jika tidak lekas member hasil,
perlu diganti dengan perasat yang lain. Perasat Dickinson mudah diselenggarakan pada
seorang multipara dengan dinding perut yang sudah lembek. Tangan kanan diletakkan
melintang pada bagian-bagian uterus, dengan jari kelingking sedikit di atas simfisis
melingkari bagian tersebut sebanyak mungkin, dan mengangkatnya ke atas. Tangan kiri
memegang korpus uteri dan sambil melakukan massage menekannya ke bawah ke arah
tangan kanan dan ke belakang ke arah promotorium.

Kompresi bimanual interna dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan postpartum adalah
perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan
karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari
500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH,
1998).

Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam
pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)

HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E
Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

– Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir

– Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan
post partum :

1. Menghentikan perdarahan.

2. Mencegah timbulnya syok.

3. Mengganti darah yang hilang.Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh
persalinan. Berdasarkan penyebabnya :

1. Atoni uteri (50-60%).

2. Retensio plasenta (16-17%).

3. Sisa plasenta (23-24%).

4. Laserasi jalan lahir (4-5%).

5. Kelainan darah (0,5-0,8%).

1. ETIOLOGI/PENYEBAB

Tindakan kompresi bimanual interna ini akibat adanya perdarahan yang disebabkan karena
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:

1. Atonia Uteri

2. Sisa Plasenta dan selaput ketuban

– Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)

– Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)

3.Inversio Uteri

Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk
ke dalam kavum uteri

1. C. PATOFISIOLOGI

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi
ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga
pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi
perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh
darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak
ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan
penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada
keadaan shock hemoragik.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:

Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).

1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.

2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.

3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah
tersebut menjadi kuat.

Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).

1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.

2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.

Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.

3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri

Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan
sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri
merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.

Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang
berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang
sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha
mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta
belum lepas dari rahim.

Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan
sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum
tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan
lembek.Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena
perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami
anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya
harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah.
Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.

Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan
secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan
atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila
tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual
pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa
kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada
kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau
pengangkatan rahim.

Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau
adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III)
yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian
plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum
penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

Sehingga untuk mengatasi perdarahan tersebut diatas harus dilakukan Kompresi Bimanual
Interna.

1. D. MANIFESTASI KLINIK/TANDA DAN GEJALA

Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500
ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi
syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.

Gejala Klinis berdasarkan penyebab:

a. Atonia Uteri:

Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah
anak lahir (perarahan postpartum primer)

Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)

b. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)

Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak
lengkap dan perdarahan segera

Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak
berkurang.

c. Inversio uterus

Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika
plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.

Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat

1. E. TINDAKAN KBI
Kompresi bimanual internal :

 Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut memasukan
tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke introitus dan ke dalam vagina
ibu.

 Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada tidaknya selaput ketuban atau
bekuan darah pada kavum uteri yang memungkinkan uterus tidak dapat berkontraksi
secara penuh.

 Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, menekan dinding anterior uterus,
sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang
uterus ke arah kepalan tangan dalam.
 Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga
merangsang miometrium untuk berkontraksi.

 Evaluasi hasil kompresi bimanual internal:


o Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI
selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina,
pantau kondisi ibu secara melekat selama kala IV
o Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut, segera
lakukan penjahitan bila ditemukan laserasi.
o kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit, ajarkan pada keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksternal, kemudian teruskan dengan langkah-
langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai
menyiapkan rujukan.

Kompresi Bimanual Eksterna (KBE)


Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk mengendalikan
perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini diteruskan sampai uterus
dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan
sesaat tekanan pada uterus dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah
perdarahan.
Penolong dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna
sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksanaan atonia uteri. Dalam
melakukan kompresi bimanual eksterna ini, waktu sangat penting, demikian juga kebersihan.
sedapat mungkin ,gantillah sarung tangan atau cucilah tangan sebelum memulai tindakan ini.
KBE menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua beah
telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan
berkurang,kompresi diteruskan , pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila
belum berhasil diakukan kompresi bimanual internal.
2.2 Etiologi
Tindakan kompresi bimanual Eksterna ini akibat adanya perdarahan postpartum. Penyebab
umum perdarahan postpartum adalah :
a. Atonia Uteri
b. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
a. Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
b. Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
c. Inversio Uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk
ke dalam kavum uteri.
2.3 Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi
ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga
pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi
perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh
darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak
ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan
penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada
keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
a. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah
tersebut menjadi kuat.
b. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
3. Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
4. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi
perdarahan tidak berkurang.
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan
sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri
merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang
berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang
sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha
mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta
belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan
sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum
tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan
lembek.Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena
perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami
anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya
harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah.
Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan
secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan
atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila
tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual
pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa
kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada
kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau
pengangkatan rahim.
Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau
adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III)
yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian
plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum
penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Sehingga untuk mengatasi perdarahan tersebut diatas harus dilakukan Kompresi Bimanual
Interna.
1. Manifestasi klinik/tanda dan gejala
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500
ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi
syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.

Gejala Klinis berdasarkan penyebab:


a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah
anak lahir (perarahan postpartum primer)
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak
lengkap dan perdarahan segera.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak
berkurang.
2.4 Penatalaksanaan
Ada beberapa cara dalam melakukan kompresi bimanual eksterna yaitu:
a. Cara 1
a. Tangan kiri menggenggam rahim dari luar dan dasar rahim.
b. Tangan kanan menggenggam rahim bagian bawah.
c. Kemudian keduatangan menarik rahim keluar dari rongga panggul, sedangkan tangan
kanan memeras bagian bawah rahim.
b. Cara II
a. Letakan satu tangan pada dinding perut dan usahakan sedapat mungkin bagian belakang
uterus.
b. Letakan tangan dan lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan kurpus uteri.
c. Kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah ke dinding uterus
dengan jalan menjepit uterus diantara kedua tangan tersebut.
1) Berikan 10 unit oksitoksin (syntocinon) secara IM atau melalui infuse jika mungkin,
kemudian berikan ergometrin 0,2 mg (methergin) IM, kecuali jika ibu menderita hipertensi
berat. Dapat juga diberikan 0,5 mg syntometrin IM jika ibu tidak menderita hipertensi. Jika
perdarahan berkurang atau berhenti mintalah ibu menyusui bayi.
2) Jika hal ini tidak berhasil menghentikan perdarahan dan uterus tetap tidak berkontraksi
walaupun telah di rangsang dengan mengusap-usap perut pasanglah infuse.

1. PENGERTIAN KOMPRESI AORTA ABDOMINAL (KAA)

Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan


perdarahan secara mekanik. Proses mekanika yang digunakan adalah dengan aplikasi tekanan
pada korpus uteri sebagai upaya pengganti kontraksi meometrium (yang untuk sementara
waktu tidak dapat berkontraksi). Kontraksi meometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman
cabang-cabang pembuluh darah besar yang berjalan diantaranya. Pendarahan pasca
persalinan disebabkan :

1. Atonia uteri
2. Sisa placenta
3. Robekan jalan lahir
4. Kelainan pembekuan darah
Atonia uteti adalah salah satu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi. Bila
kejadian ini terjadi, maka dsrah yang keluar dari bekas melekatnya placenta menjadi tidak
terkendali. Beberapa faktor pendarahan pasaca persalinan :

1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan


2. Kala I dan II memanjang
3. Persalinan cepat
4. Persalinan yang di induksi/dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
7. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi dan
eklamsi.

Tanda dan gejala :

1. Pendarahan pervaginam
2. Konsistensi rahim lunak/lembek
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok

Prosedur ini dilakukan dari luar (kompresi bimanual eksterna) atau dari dalam (kompresi
bimanual interna), tergantung tahapan upaya mana yang memberikan hasil atau dapat
mengatasi perdarahan yang terjadi. Bila kedua upaya tersebut belum berhasil, segera lakukan
usaha lanjutan, yaitu Kompresi Aorta Abdominalis. Pada keadaan yang sangat terpaksa dan
termpat rujukan yang sangat jauh, walaupun bukti- bukti keberhasilan kurang menyokong
tapi dapat dilakukan tindakan alternatif yaitu pemasangan tampon uterovaginal dan kompresi
eksternal. Upaya tersebut diatas sebaiknya dikombinsikan dengan uterotonika (oksitosin 20
UI, ergometrin 0,4 mg dan atau misoprostol 600 mg).

1. CARA MELAKUKAN KAA


2. Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien. Atur posisi
penolong sehingga pasien berada pada ketinggian yang sama dengan pinggul
penolong.
3. Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak memakai penopang kaki) dengan
sedikit fleksi pada artikulasio koksae.
4. Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan ujung jari telunjuk dan tengah
tangan kanan pada lipat paha, yaitu pada perpotongan garis lipat paha dengan garis
horisontal yang melalui titik 1 sentimeter diatas dan sejajar dengan tepi atas simfisis
ossium pubis. Pastikan pulsasi arteri teraba dengan baik.
5. Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari dari titik pulsasi tersebut.
6. Kepalkan tangan kiri dan lakukan pekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah,
manis dan kelingking pada umbilikus ke arah kolumna vertebralis dengan arah tegak
lurus.
7. Dorongan kepalan tangan kanan akan mengenai bagian yang keras di bagian tengah/
sumbu badan ibu dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai aorta abdominalis
maka pulsasi arteri femoralis (yang dipantau dengan ujung jari telunjuk dan tengah
tangan kanan) akan berkurang/ terhenti (tergantung dari derajat tekanan pada aorta).
8. Jika pendarahan masih berlanjut, lakukan ligasi uterina dan utero ovarika, jika
perdarahan masih terus banyak, lakukan histerektomi supravaginal (tindakan di RS).
9. Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan dengan perubahan pulsasi
arteri femoralis).
Perhatikan :
1. Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi dengan baik,
usahakan pemberian preparat prostatglandin. Bila bahan tersebut tidak tersedia
atau uterus tetap tidak dapat berkontraksi setelah pemberian prostatglandin,
pertahankan posisi demikian hingga pasien dapat mencapai fasilitas rujukan.
2. Bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih berlangsung maka lakukan
kompresi eksternal dan pertahankan posisi demikian hingga pasien mencapai
fasilitas rujukan.
3. Bila kompresi sulit untuk dilakuakan secara terus menerus maka lakukan
pemasangan tampon padat uterovaginal, pasang gurita ibu dengan kencang
dan lakukan rujukan.
4. Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi
dengan baik. Teruskan pemberian uterotonika.
10. Bila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi tersebut dan lakukan
pemijatan uterus (oleh asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik.

A. Latar Belakang
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2 : Postpartum primer terjadi 24 jam pertama
setelah bayi lahir. Postpartum sekunder terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir Sebagian
besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibatadanya atonia uteri.
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi
maka darah yang keluar dari bekas tempatmelekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Umumnya
perdarahan karenaatonia uteri terjadi dalam 24 jam pertama post partum.
Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masakehamilan adalah 500-800
ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterusitu tidak berkontraksi selama beberapa menit
saja, maka akan menyebabkankehilangan darah yang sangat banyak. sedangkan volume darah
manusia hanya berkisar 5-6 liter saja. Pada perdarahan postpartum karena atonia uteri bila tidak
dilakukan penanganan secara komprehensif dapat mengakibatkan kematian pada ibu.
Penatalaksanaan pada perdarahan postpartum karena Atonia Uteri yaitu diantaranya melakukan
drip Oksitosin, Kompresi Bimanual Interna, Kompresi Bimanual Eksterna, Kompresi Aorta Abdominal
dan apabila perdarahan terus berlangsung dilakukan tindakan operatif yaitu Ligasi Arteri Uterina
atau Histerektomi.

Anda mungkin juga menyukai