Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN TEORI
A.KETUBAN PECAH DINI

DEFINISI

Ketuban pecah dapat mendahului persalinan preterm : untuk itu perlu diberikan antibiotik dan
tokolisis . Bilabterjadi infeksi intrauterin ( demam , cairan amnion berbau , dan takikardia janin)
maka kehamilan harus segera diterminasi.

Pemeriksaan cairan ketuban yang keluar dari vagina dapat dideteksi melalui :

1. Uji Nitrazin atau kertas lakmus


Cairan ketuban bersifat alkalis sehingga akan mengubah warna merah kertas
nitrazin menjadi biru. Darah dan eksudat hasil peradangan / infeksi dapat
menimbulkan hasil positif waluapun tidak ada cairan ketuban ( false positif)
2. Uji Ferning
Ambil cairan ketuban yang ada di forniks posterior atau vagina. Oleskan di glass
obyek dan biarkan kering atau dilakukan arborisasi (pemanasan). Lihat hasil
specimen tersebut dibawah mikroskop dan apabila ada gambaran kristal seperti
daun pakis , maka hasilnya adalah positif cairan ketuban.

PENYEBAB

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat bersasal dari vagina dan serviks. Selain itu
ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai
berikut:

a. Inkompetensi serviks
Adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot otot leher rahim yang terlalu lunak
atau terlalu lemah, sehingga sedikit membuka ditengah tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang besar.
b. Peninggian tekanan intrauterin.
Tekanan intrauterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : trauma, gemelli, makrosomia,
hidramnion, kelainan letak janin dan rahim, kemungkinan kesempitan panggul,
korioamnionitis, penyakit infeksi, faktor keturunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan
dan kerusakan selaput ketuban, servik yang pendek.

PENATALAKSANAAN KPD PADA KEHAMILAN > 37 MINGGU

Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai
hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan itu sendiri. Sekitar 70-
80 % kehamilan cukup bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah.
Bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda tanda persalinan maka
dilakukan induksi persalinan dan bila gagal dilakukan sectiocaesaria.

Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak
cukup bermanfaat terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap khorioamnionitis
lebih penting daripada pengobatannya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu
dilakukan.

Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin ,
ibu, dan jalannnya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang
kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya ( his terlalu kuat) .

Induksi dilakukan dengan membperhatikan Bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan ,
sebaliknya <5 dilakukan pemantangan servik , jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan
secsio caesaria.

B. PERDARAHAN POST PARTUM

Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi baru
lahir. Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat karena tercampur
dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh karena itu bila terdapat
perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk melakukan pengobatan sebagai
perdarahan post partum.

Perdarahan post partum dini yaitu perdarahan setelah bayi baru lahir salam 24 jam pertama
persalinan dan perdarahan postpartum lanjut yaitu perdarahan setelah 24 jam persalinan.
Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia uteri , robekan jalan lahir , retensio
placenta, sisa placenta dan kelainan pembekuan darah.

PENGELOLAAN UMUM

 Selalu siapkan tindakan gawat darurat


 Tatalaksana persalinan kala III secara aktif
 Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu bila dimungkinkan
 Lakukan penilaiana cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran , nadi, tekanan darah,
pernafasan , suhu.
 Jika terdapat syok lakukan segera penanganan
 Periksa kandung kemih , bila penuh kosongkan
 Cari penyebab perdarahan dan lakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebab
perdarahan.

PENGELOLAAN KHUSUS ATONIA UTERI

Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh
darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia merupakan penyebab
tersering perdarahan post partum, sekurang kurangnya 2/3 dari semua perdarahan post
partum disebabkan atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan post partum disebabkan atonia
uteri harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang beresiko terjadinya atonia
uteri .

Kondisi mencakup :

 Hal hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal seperti pada :
polihidramnion , keehamilan kembar , makrosomia
 Persalinan lama
 Persalinan terlalu cepat
 Persalinan dengan induksi atau akselarasi oksitosin
 Infeksi intrapartum
 Paritas tinggi

Langkah langkah penatalaksanaan atonia pasca persalinan:

 Lakukan masase fundus uteri segera setelah placenta dilahirkan


 Bersihkan kavum uteri dari selaput ketuban dan gumpalan darah.
 Mulai melakukan kompresi bimanual interna. Jika uterus berkontraksi
keluarkan tangan setela 1-2 menit. Jika uterus tetap tidak berkontraksi teruskan
kompresi bimanual interna hingga 5 menit
 Minta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna.
 Berikan metil ergometrin 0,2 mg im
 Berika cairan infus cairan RL dan oksitocin 20 ui/ 500 cc
 Mulai lagi kompresi bimanual interna atau pasang tampon uterovagina
 Buat persiapan untuk merujuk segera
 Teruskan cairan intravena hingga ibu mencapai tempat rujukan.
 Lakukan laparotomi : pertimbangkan antara tindakan mempertahankan uterus
dengan ligasi arteri uterina / hipogastrika atau histerektomi.

PERLUKAAN JALAN LAHIR

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengakap dan kontraksi rahim baik ,
dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan jalan
lahir terdiri dari :

a. Robekan Perineum
Dibagi atas 4 tingkat :
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau
tanpa mengenai kulit perineum
Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei
transversal , tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter
ani
Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum

Kolporeksis adalah suatu keadaan dimana terjadi robekan di vagina bagian atas ,
sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dai vagina. Robekan ini
memanjang atau melingkar.
b. Hematom vulva
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besarnya hematoma. Pada
hematoma yang kecil tidak perlu tindakan operatif , cukup dilakukan kompres
2. Pada hematoma yang besar lebih lebih disertai denagn anemia dan presyok , perlu
segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang
bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikelurkan sampai
kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan , perdarahan dihentikan
dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan
kemudian dijahit . Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan
kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.
c. Robekan dinding vagina
1. Robekan dinding vagina harus dijahit
2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit
d. Robekan Serviks
Robekan serviks paling sering terjadi jam 3 dan 9. Bibir depan dan bibir belakang
serviks dijepit dengan klem Fenster. Kemudian serviks ditarik sedikit untuk
menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan
catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan.

RETENSIO PLASENTA

Retensio placenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir.
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena konstraksi rahim
kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut Plasenta adhesiva. Plasenta yang belum lahir
dan masih melekat di dinding rahim oleh karena vili korialisnya menembus desidua sampai
miometrium disebut plasenta akreta. Palsenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum
lahir karena terhalang oleh lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut plasenta
inkarserata. Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas
dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta
yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali
pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit
maka kita dapat melakukan plasenta manual.

Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap , segera dilakukan kompresi
bimanual uterus dan disuntikan Ergometrin 0,2 mg im atau iv sampia kontraksi uterus baik.
Pada kasus retensio plasenta, resiko atonia uteri tinggi oleh karena itu harus segera dilakukan
pencegahan perdarahan postpartum.

Apabila kontraksi rahim tetap buruk , diilanjutkan denag tindakan sesuai prosedur tindakan
pada atonia uteri.
SISA PLASENTA

Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan
perdarahan postpartum dini atau perdarahan postpartum lambat (biasanya terjadi dalam 6-10
hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan
perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik.

Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan sub involusi rahim, yaitu
perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan
akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.

Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong
persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setyelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta
dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan
adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi denganm tangan , kuret, atau alat bantu
diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta
lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam
rongga rahim.

PENGELOLAAN

1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi
tertentu apabila memungkinkan , sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta , dilanjutkan dengan pemberian
obat uterotonika melalui suntikan atau peroral.
3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG MASALAH


Penyediaan pelayanan maternal dan neonatal yang berkualitas merupakan hal yang
sangat penting dulakukan di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal tersebut
disebabkan oleh masih tingginya angka kematian ibu dan bayi .
Untuk menurunkan angka kematian tersebut sampai tercapainya MDG’s pada tahun
2015 , maka diupayakan program peningkatan pelayanan kesehatan yang dapat
menjangkau masyarakat secara luas sampai ke tingkat desa yang terpencil.
Untuk mempercepat tercapainya maksud tersebut maka terbentuklah Puskesmas
Poned yang diharapkan mampu dan ikut serta dapat menurunkan angka kematian
ibu dan angka kematian bayi terutama di wilayah kerjanya.
Sebagai langkah awal tim Poned Puskesmas harus mampu dan terampil dalam
menangani setiap kasus yang terjadi di lapangan. Oleh karena itu perlu adanya
latihan berupa studi kasus sehingga petugas mampu mengidentifikasi masalah dan
dapat memecahkan kasus – kasus Poned yang nantinya akan dijumpai di lapangan
II. TUJUAN
UMUM : Setelah menyelesaikan studi kasus ini diharapkan tim mampu
dan terampil mengidentifikasi dan menatalaksana kasus
ketuban pecah dini , dan perdarahan post partum.
KHUSUS :
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala ketuban pecah dini dan perdarahan post
partum
2. Menatalaksana ketuban pecah dini dan perdarahan post partum
3. Melakukan tindakan penanganan ketuban pecah dini dan perdarahan post
partum
BAB IV
PENUTUP

I. KESIMPULAN
1. Ketuban pecah dini perlu dilakukan penanganan yang optimal agar tidak
terjadi komplikasi lanjut pada ibu maupun pada bayi.
2. Stabilisasi dan merujuk secara tepat waktu dengan kondisi optimal akan
membantu pasien untuk ditangani secara adekuat dan efektif.
3. Semua unsur yang terlibat harus mampu membawa pasien mencapai
fasilitas rujukan yang dituju agar mendapatkan pertolongan yang sangat
vital dalam menyelamatkan jiwanya.

II. SARAN
- Diharapakan tim Poned mampu menangani ketuban pecah dini dan
perdarahan post partum secara tepat
- Pembuatan SPO sangat diperlukan agar tindakan dapat dilakukan sesuai
prosedur
STUDI KASUS PENANGANAN

KETUBAN PECAH DINI DAN PERDARAHAN POST PARTUM

DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH :

dr. SETYO BUDI SANTOSO

EKA HARJANTI

RIA ARIANI

TRI WAHYUNI

PELATIHAN PONED ANGKATAN IV

BAPELKES SEMARANG

TAHUN 2013

Anda mungkin juga menyukai