Ijma' ( )إجماعmerupakan salah satu sumber hukum Islam yang penting. Ini merupakan konsep hukum yang mengacu atas kesepakatan umat Islam atau para ulama dalam suatu masalah hukum yang tidak diatur secara eksplisit dalam Al-Qur’an / hadis Nabi Muhammad SAW. Kata "ijma'" sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti "persetujuan" atau "kesepakatan." Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai Ijma' sebagai sumber hukum Islam: Definisi ijmak : Definisinya ialah kesepakatan para ulama ahli ijtihad dari kalangan umat Muhammad seusai wafatnya Nabi Saw. Dimasa tertentu atas perkara agama. Dasar Ijma': Ijma' didasarkan pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an & hadis Nabi Muhammad SAW. Meskipun tidak ada ayat Al- Qur’an yang secara langsung menyebutkan Ijma', masi ada Konsep (Beberapa istilah 1 ayat-ayat yang menekankan pentingnya berkumpulnya umat dan definisi) di KB Muslim dalam memutuskan masalah-masalah agama. Hadis yang menguatkan Ijma' juga menjadi dasar, di antaranya hadis yang menyatakan bahwa umat ini tidak akan sepakat pada kesalahan. Proses Ijma': Proses Ijma' dimulai dengan pertemuan para ulama (cendekiawan hukum Islam) yang berkumpul untuk membahas masalah tertentu. Mereka memeriksa Al-Qur’an serta hadis untuk melihat apakah ada petunjuk yang jelas mengenai masalah tersebut. Jika tidak ada, mereka mencoba mencapai kesepakatan bersama berdasarkan pemahaman mereka tentang ajaran Islam. Ijma' hanya dianggap sah jika semua pihak yang terlibat dalam pembahasan sepakat tentang solusi yang diusulkan. Rukun ijma’ Rukun ijmak terdiri dari empat hal yaitu: a. Diikuti oleh beberapa orang mujtahid b. Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syarak dalam suatu masalah dengan melihat negeri, jenis, serta bagian mereka. c. Kesepakatan harus dinyatakan secara tegas oleh setiap mujtahid bahwa ia sependapat dengan mujtahid-mujtahid yang lain tentang hukum (syarak) melalui suatu peristiwa yang terjadi pada masa itu. d. Ijmak harus merupakan kesepakatan yang bulat dari seluruh mujtahid. Macam-macam Ijmak Ditinjau dari segi cara terjadinya, maka ijmak terdiri atas: a. Ijmak bayani, ialah para mujtahid menyatakan pendapatnya dengan jelas serta tegas, baik berupa ucapan ataupun tulisan. b. Ijmak sukuti, ialah para mujtahid seluruh maupun sebagian mereka tidak menyatakan pendapat dengan jelas & tegas, tetapi mereka diam saja atau tidak memberikan respon terhadap suatu ketentuan hukum yang telah dikemukakan mujtahid lain yang hidup di masanya. Ditinjau dari segi yakin / tidaknya terjadi suatu ijmak, dapat dibagi sebagi berikut : a. ljmak qath'I, ialah hukum yang dihasilkan ijmak itu adalah qath'i, diyakini benar terjadinya, tidak ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijmak yang dilakukan pada waktu yang lain. b. ljmak zanni, ialah hukum yang dihasilkan ijmak itu zanni, masih ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa / kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan hasil ijtihad orang lain / pada waktu yang lain. Wewenang Ulama: Ijma' merupakan alat yang digunakan oleh ulama (para ahli hukum Islam) yang diakui oleh masyarakat Islam sebagai orang yang berkompeten dalam menafsirkan serta mengembangkan hukum Islam. Oleh karena itu, wewenang ulama sangat penting dalam penetapan Ijma'. Ruas Hukum yang Tidak Dijelaskan: Ijma' digunakan terutama dalam situasi di mana Al-Qur’an atau hadis tidak memberikan hukum yang jelas tentang suatu masalah. Ini berarti Ijma' digunakan untuk mengisi ketentuan dalam hukum Islam. Kritik dan Keterbatasan : Walaupun Ijma' dianggap sebagai sumber hukum yang sah oleh mayoritas ulama Sunni, ada beberapa perbedaan pendapat dalam hal ini. Beberapa aliran Islam, seperti Syiah, memiliki pandangan yang berbeda tentang Ijma' dan menganggapnya tidak sepenting yang dipandang oleh Sunni. Selain itu, kritik dilontarkan terhadap Ijma' karena sifatnya yang historis & kontekstual, sehingga beberapa menganggapnya tidak dapat diterapkan dalam konteks modern. Dalam konteks hukum Islam, Ijma' berperan penting dalam membantu komunitas Muslim menghadapi masalah hukum yang tidak ada panduan langsung dalam sumber-sumber utama seperti Al-Qur’an & hadis. Meskipun kontroversial dalam beberapa kasus, Ijma' tetap menjadi salah satu prinsip penting dalam hukum Islam tradisional. Kedudukan Ijmak sebagai Sumber Hukum Islam Ijmak menjadi hujah atas semua hukum syarak, misalnya ibadah, muamalah, hukum pidana, pernikahan, & sebagainya dalam perkara hukum halal atau haram, fatwa, & hukum- hukum. Sedangkan hukum akal dibagi dua. Pertama, sesuatu yang wajib mendahulukan pekerjaan dari pada mengetahui sahnya secara syarak, misal barunya alam, penetapan Zat Yang Mencipta, dan sebagainya. Kedua, sesuatu yang tidak wajib mendahulukan pekerjaan di atas sam’u. Misal, bolehnya melihat Allah, ampunan Allah kepada orang- orang yang berdosa, & lainnya yang bisa diketahui setelah mendengarkan wahyu. Obyek Ijmak Obyek ijmak adalah seluruh peristiwa maupun kejadian yang tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an & hadis, peristiwa atau kejadian yang berhubungan dengan ibadah ghairu mahdhah, bidang muamalah, bidang kemasyarakatan, atau sesuatu yang berkaitan dengan urusan duniawi, namun tidak ditemukan dasarnya dalam al-Qur’an & hadis.