Oleh
H Mairijani, M. Ag
FIQH
Ibadah Muamalah
• Ketentuan • Ketentuan
hukumnya dari hukumnya dari
dalil qath’i dalil zanni
(qath’i dilalah) (zanni dilalah)
Fiqih Muamalah II 2
Karena banyak masalah muamalah (termasuk
persoalan bisnis syariah) yang semakin
bergerak dinamis sementara tidak ada nash (Al
Qur’an dan Hadist) yang mengatur secara rinci,
maka menjadi kewenangan para ulama untuk
mengatur ketentuannya melalui ijtihad
Pengertian Ijtihad
Arti ijtihad menurut bahasa adalah : Jahada
“kesungguhan atau sepenuh hati atau serius ”
atau , berat, dan susah atau al masyqqah.
4
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil hakekat dari ijtihad itu
sebagai berikut :
Fiqih Muamalah II 5
Dalil yang Memerintahkan Ijtihad
1. Al-Quran, surat an-Nisa' ayat 59;
2. Hadist Nabi saw. yang membenarkan sikap
Muaz ibn Jabbal yang akan menetapkan suatu
hukum dengan pikirannya sendiri apabila tidak
ada nash al-Quran dan as-Sunnah;
3. Hadist Nabi SAW : “Jika seorang hakim
menghukumi sesuatu, dan benar, maka ia mendapat
dua dan bila salah maka ia mendapat satu pahala.”
Fiqih Muamalah II 6
Persyaratan Mujtahid
1. Mengetahui dengan baik isi al-Qur'an.
2. Mengetahui dengan baik Sunnah Rasul yang
berhubungan dengan hukum.
3. Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang
berkaitan dengan bahasa
4. Mengetahui Ushul fiqh yang menjadi dapurnya fiqh
5. Mengetahui cara/metode ijtihad, qiyas, istihsan,
istishab, Mashlahah mursalah/istishlah, ‘urf, Sadd adz-
dzariah
6. Mengetahui maqashidu asy-syariah (tujuan syariat)
Fiqih Muamalah II 7
Ijtihad Masa Kini
Upaya ijtihad dewasa ini berbeda dengan upaya ijtihad pada
masa yang lalu karena persoalan-persoalan yang muncul lebih
kompleks.
Pemecahannya memerlukan pendekatan yang tidak hanya
pengkajian dari aspek hukum semata, akan tetapi memerlukan
pengkajian dari berbagai disiplin, seperti ilmu kesehatan,
psikologi, ekonomi dan politik.
Dewasa ini, disiplin-disiplin terakhir ini secara keseluruhan tidak
dapat dikuasai oleh satu orang saja. Di samping itu disiplin ilmu-
ilmu keislaman itu sendiri juga tidak dapat dikuasai oleh satu orang
saja.
Pendalaman dan spesialisasi perlu dilakukan oleh masing-
masing orang.
Fiqih Muamalah II 8
Ijtihad Masa Kini
Melihat kenyataan di atas, bentuk ijtihad yang baik
dilakukan adalah ijtihad jama'i (ijtihad kolektif), bukan
ijtihad fardi (ijtihad perorangan).
Pemikiran yang merupakan produk kerja sama dari
berbagai sudut pandangan keilmuan lebih dapat
mendekati kebenaran dan lebih kuat dari hasil
pemikiran secara sendiri dengan hanya satu sudut
pandang.
Fiqih Muamalah II 9
Contoh ijtihad kontemporer
1. Hukum bunga Bank
2. Keluarga Berencana
3. Bayi Tabung
4. Pencangkokan organ tubuh
Fiqih Muamalah II 10
Metode-Metode Ijtihad
11
Beberapa Metode Ijtihad
Ijma’
Qiyas
Istihsan
Istislah atau Maslahah Mursalah
Urf
Sadd adz-Dzari’ah
Istishab
12
1. Ijma'
Menurut bahasa adalah "sepakat atas sesuatu"
Menurut istilah Usul Fiqh adalah “kesepakatan seluruh
mujtahid muslim pada suatu masa tertentu setelah
wafatnya Rasulullah saw atas suatu hukum syara' pada
peristiwa yang terjadi”
Unt Ijma saat ini sebagian kalangan berpendapat “tidak
bisa lagi terjadi Ijma, karena jumlah umat Islam saat ini
cukup banyak dan tersebar di berbagai belahan dunia.
Ijma hanya terjadi di masa sahabat, karena umat Islam
masih sedikit jumlahnya
13
Rukun Ijma'
1. Adanya beberapa pendapat yang menjadi satu pada satu masa
tertentu.
2. Adanya kesepakatan pendapat semua mujtahid dari kaum
muslimin atas suatu hukum syara' mengenai suatu peristiwa
hukum pada waktu terjadinya, tanpa memandang tempat,
kebangsaan dan kelompok mereka.
3. Kesepakatan pendapat itu nyata, baik berupa perkataan
maupun perbuatan.
4. Kesepakatan pendapat dari seluruh mujtahid itu benar-benar
terealisir. Kalau hanya sebagian saja dari mereka yang
merealisirnya, maka tidak terjadi Ijma'
14
Pembagian Ijma'
Al-Ijma as-Sarih, yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu
masa atas hukum suatu peristiwa dengan menampilkan
pendapat masing-masing secara jelas, baik dengan perkataan,
tulisan ataupun perbuatan
Al-Ijma' as-Sukutiy, yaitu jika sebagian mujtahid itu berdiam
diri tidak berterus terang mengeluarkan pendapatnva dan
diamnya itu bukan karena takut, segan atau malu, tetapi betul-
betul mereka berdiam diri tidak memberikan pendapat sama
sekali terhadap mujtahid lain, baik menyetujuinya ataupun
menolaknya
15
Contoh Ijma'
Kesepakatan para sahabat menetapkan Abu Bakar
sebagai khalifah
Ijma para ulamaharamnya Asuransi konvensional
(Fatwa DSN MUI No 20/DSN-MUI/IV/2001)
Ijma haramnya Reksadana konvensional
(Keputusan Majelis Kibar al Ulama di Kerajaan
Arab Saudi tanggal 14 Januari 1997)
16
2. Qiyas
17
Rukun Qiyas
A/-Ashl, yaitu induk masalah yang di-qiyas-kan, disebut juga
"Maqis 'alaih"
AI-Far’u, yaitu masalah baru yang belum ada hukumnya. AI-
Far’u disebut juga "Maqis"
'Illah hukum/sebab/akibat, yaitu sesuatu sifat yang ada pada
Ashl/titik kesamaan
18
Syarat Qiyas
A/-Ashl, yaitu masalah yang telah ada hukumnva berdasarkan nash; masalah
ini disebut juga "Maqis 'alaih". Al-Ashl disyaratkan:
Telah ada hukumnya, baik berdasarkan nash atau pun ijma'.
Hukum Ashl itu masih tetap berlaku, tidak dibatalkan.
AI-Far’u, yaitu masalah baru yang belum ada hukumnya. AI-Far’u disebut
juga "Maqis". Al-Far'u disyaratkan:
Belum ada hukumnya, baik berdasarkan nas atau ijma'.
Mempunyai persamaan illah dengan Al-Ashl.
Datangnya lebih kemudian dari Al-Ashl.
19
Syarat Qiyas
'Illah Hukum, yaitu sesuatu sifat yang ada pada Ashl /titik kesamaan. 'Illah
Hukum disyaratkan:
Merupakan sifat yang nyata adanya dapat dicapai oleh indera manusia.
Merupakan sifat yang tegas dan tidak elastis, yakni dapat dipastikan
berwujudnya pada Far'u, juga tidak mudah berubah.
Merupakan sifat yang munasabah yakni yang ada persesuaiannya antara
hukum dan sifatnya.
Merupakan sifat yang tidak hanya terbatas pada Ashl saja, tetapi bisa juga
berwjud pada beberapa satuan hukum yang bukan Asl.
20
Contoh Qiyas 1
21
Contoh Qiyas 2
22
3. Istihsan
Menurut bahasa ialah "menganggap
sesuatu itu baik“
Menurut istilah Usul Fiqh ialah beralih dari
satu hukum mengenai satu masalah yang
ditetapkan oleh dalil syara' kepada adat
kebiasaan karena suatu kemaslahatan.
23
Contoh Istihsan 1
24
Contoh Istihsan 2
25
Contoh Istihsan 3
26
4. Istislah
Menurut bahasa berarti ”mencari
kemaslahatan”
Menurut Ushul Fiqh adalah ”menetapkan
hukum suatu masalah yang tak ada nasnya
atau tidak ada Ijma' terhadapnya dengan
berdasarkan pada kemaslahatan semata (yang
oleh syara' tidak dijelaskan ataupun
dilarang).
27
Apabila suatu peristiwa tidak ada nasnya dan syara' tidak
menunjukkan secara nyata adanya illahnya, tetapi ada
kemaslahatan yang dianggap sesuai untuk ditetapkan
hukumnya, maka hal ini dinamakan "Maslahah Mursalah".
Imam al-Ghazali memandang bahwa suatu kemaslahatan
harus sejalan dengan tujuan syara’
Tujuan syara' yang harus dipelihara tersebut, menurut al-
Ghazali, ada lima bentuk yaitu: memelihara agama, jiwa,
akal, keturunan dan harta.
28
Pembagian Mashlahah
Mashlahah al-Dharuriyyah, yaitu kemaslahatan yang berhubungan
dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat.
Kemaslahatan seperti ini ada lima, yaitu (1) memelihara agama, (2)
memelihara jiwa, (3) memelihara akal, (4) memelihara keturunan, dan
(5) memelihara harta. Kelima kemaslahatan ini disebut dengan al
mashalih al-khamsah.
Mashlahah al-Hajiyah, yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam
menyempurnakan kemaslahatan pokok (mendasar) sebelumnya yang
berbentuk keringanan untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan
mendasar manusia.
Mashlahah al-Tahsiniyyah, yaitu kemaslahatan yang sifatnya pelengkap
berupa keleluasaan yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya.
29
Contoh Mashlahah 1
30
Contoh Mashlahah 2
31
5. ‘Urf (Kebiasaan)
32
Ditinjau dari segi nilainya, ‘urf terbagi dua :
33
Contoh Urf:
34
Contoh Urf:
35
6. Sadd adz-Dzari’ah
36
Sifat Larangan Allah
Dilarang secara langsung karena perbuatan itu jelas
mendatangkan kerusakan, seperti melarang meminum khamr,
berbuat zina
Dilarang sekalipun perbuatan itu sendiri tidak langsung
mendatangkan kerusakan, tetapi perbuatan itu menjadi
jembatan terhadap perbuatan yang secara langsung
menimbulkan kerusakan, misalnya menyimpan khamr atau
berdua-dua antara wanita dan laki-laki di tempat sunyi.
Larangan terhadap sarana yang mendatangkan pada
perbuatan yang dilarang itulah penetapan hukum berdasarkan
pada Sadd adz-Dzari'ah.
37
Tujuan penetapan hukum atas dasar Sadd adz-Dzari’ah ini
ialah untuk menuju kemaslahatan.
Karena tujuan umum ditetapkannya hukum pada mukallaf
adalah untuk kemaslahatan mereka dan menjauhkan
kerusakan.
Untuk sampai kepada tujuan itu adakalanya syara'
memerintahkan sesuatu dan adakalanya melarang sesuatu.
Dalam memenuhi perintah atau larangan ada yang dapat
dipenuhi dengan langsung dan ada pula yang harus melalui
sarana.
38
Contoh Sadd Adz Dzari’ah
Larangan Ba’i Inah, seseorang membeli barang secara
tidak tunai, dengan kesepakatan akan menjualnya kembali
kepada penjual pertama secara tunai pada waktu yang
bersamaan, akad jual beli ini hanya sekedar rekayasa
padahal yang sebenarnya terjadi adalah pinjam meminjam
uang dengan pengembalian lebih besar dari
pinjaman/bunga, jual beli seperti ini dilarang karena
adanya riba
Larangan Bai’atain fii Bai’ah/Two in one, suatu transaksi
diwadahi oleh dua akad sekaligus, akad seperti ini dilarang
karena terjadi ketidakpastian (gharar).
39
7. Istishab
40
Contoh Istishab 1
Hukum semua transaksi/muamalah adalah
boleh, sampai ada dalil yang menyatakan
keharamannya
Seseorang terbebas dari hutang, kecuali
penagih membawa bukti yang otentik bahwa
yang ditagih benar-benar memiliki hutang
41
Contoh Istishab 2
Muncul isu lemak babi yang dicampurkan ke dalam berbagai
bahan makanan dan kosmetik tertentu, tetapi akibatnya
lesunya perekonomian Indonesia, padahal belum ada
kepastian makanan apa saja yang masuk ketegori bercampur
dengan lemak babi, berhubung belum ada kepastian dan
belum ada pemberitaan hasil penelitian, maka makanan dan
kosmetik tersebut kembali ke hukum asli (halal)
Air yang ada di suatu wadah/tempat dihukumi suci, kecuali
setelah jatuhnya sesuatu sehingga merubah warna, bau atau
rasanya
42