Laporan Akhir Kelompok 15 PJBL Idk
Laporan Akhir Kelompok 15 PJBL Idk
Disusun Oleh :
KELOMPOK
15 PSIK E
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
Laporan Akhir PJBL yang berjudul “Rantai Infeksi : Agen Bakteri (Tetanus :
Clostridium Tetani)” dengan tepat waktu.
Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari beberapa
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan bimbingan baik materi maupun
pikirannya. Kami menyadari bahwa Laporan Akhir ini tidak dapat diselesaikan
tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
rasa terimakasih kepada Bapak Zahid Fikri M.Kep selaku fasiliator kami yang telah
membimbing dan mengarahkan kami.
Kami sangat berharap tugas ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kami selaku penyusun laporan akhir. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa didalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan.
Untuk itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Kelompok 15
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PROJECT BASED LEARNING BLOK IDK
RANTAI INFEKSI : AGEN BAKTERI (TETANUS : CLOSTRIDIUM TETANI)
Disusun oleh:
Kelompok 15
Malang, 2023
NIDN. 0716058001
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3
2.3 Tetanus.....................................................................................................................6
2.3.2 Etiologi……………………………………………………………………...6
2.3.3 Patofisiologi…………………………………………………………………7
2.3.4 Gejala………………………………………………………………………..8
iv
3.3 Laporan Keuagan Pembuatan Produk.......................................................................15
3.4 Jadwal Pelaksanaan...................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................17
LOG BOOK.................................................................................................................................18
LEMBAR KONSULTASI..........................................................................................................20
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
(Yoshida et al., 2021).
Melihat fenomena diatas dapat di ketahui bahwa Tetanus dapat
mengancam jiwa. Dalam makalah ini, membahas rantai infeksi pada agen
bakteri yaitu tetanus : (Clostrisium tetani). Penyebab timbulnya penyakit
infeksi di Indonesia yang dipengaruhi oleh iklim juga didukung oleh
beberapa faktor lain, misalnya kesadaran masyarakat akan kebersihan yang
kurang, jumlah penduduk yang padat, kurangnya pengetahuan dan
implementasi dari sebagian besar masyarakat mengenai dasar infeksi,
prosedur yang tidak aman (penggunaan antibiotik yang dipergunakan tidak
tepat), serta kurangnya pedoman dan juga kebijakan dari pemerintah
mengenai pengunaan antibiotik (Nursidika et al., 2014)
TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini:
1. Memberikan penjelasan mengenai rantai infeksi, agen bakteri dan tetanus.
2. Menjelaskan pengertian Clostrisium tetani
3. Memberikan informasi terkait gejala clostrisium tetani’
4. Mengetahui penularan dan penularan bakteri clostridium tetatani
5. Memaparkan informasi pencegahan dan pengobatan clostrisium kepada
pembaca
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
napas, saluran cerna, saluran kemih serta transplasenta. adalah
lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme) meninggalkan
reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih
serta transplasenta.
4. Metode Transmisi/Cara Penularan adalah metode transport
mikroorganisme dari wadah/reservoir ke pejamu yang rentan.
Ada beberapa metode penularan yaitu:
a. Kontak
Kontak terdiri dari kontak langsung dan tidak langsung.
transmisi langsung yaitu penularan langsung oleh mikroba
patogen ke pintu masuk yang sesuai dari pejamu, seperti
memandikan pasien, membalikkan pasien saat memberikan
posisi dan menyentuh permukaan tubuh pasien. Sedangkan
Transmisi tidak langsung yaitu penularan mikroba patogen
yang memerlukan adanya “media perantara“ seperti jarum,
peralatan instrument yang terkontaminasi, tangan
terkontaminasi tidak cuci tangan, dan pemakaian sarung
tangan yang tidak diganti diantara pasien.
b. Droplet (percikan) Percikan (droplet transmission) yaitu
penularan mikroorganismen melalui batuk, bersin,
berbicara dan saat melakukan tindakan khusus.
c. Airborne Transmisi (melalui udara), transmisi terjadi
ketika menghirup udara yang mengandung
mikroorganisme patogen. Mikroorganisme yang
ditransmisikan melaui udara seperti mycobacterium
tuberculosis, rubella dan varicella virus.
d. Vehikulum Vehikulum adalah terdiri dari beberapa
transmisi yaitu trasmisi melalui makanan, minuman
transmisi mikroorganisme yang ditularkan atau
terkontaminasi mikroorganisme; transmisi melalui air yaitu
kemungkinan terjadi penyebaran atau penularan melalui
air; selanjutnya transmisi melalui darah yaitu infeksi dapat
4
berasal dari HIV, hepatitis B dan C, melalui jarum suntik
yang terkontaminasi atau melalui tranfusi darah.
e. Vektor vektor yaitu biasanya serangga dan binatang
pengerat. penyebaran atau penularan dengan perantara
vektor seperti lalat. Contohnya yaitu pada kasus-kasus
yang rentan dihinggapi lalat (luka bakar, jaringan nekrotik,
luka terbuka, gangren, dan sebagainya).
5. Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi
memasuki pejamu yang rentan dapat melalui saluran napas,
saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau melalui kulit
yang tidak utuh.
6.Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang dengan
kekebalan tubuh menurun sehingga tidak mampu melawan agen
infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi kekebalan adalah
umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar
yang luas, trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan
imunosupresan
2.2 Agen Bakteri
Tetanus akan menular apabila spora tetanus masuk ke dalam tubuh,
biasanya melalui luka yang terkena tanah, debu jalanan atau tinja manusia
dan hewan. Masa inkubasi terjadi sekitar 3-14 hari, namun bisa jadi lebih
pendek atau lebih panjang, prognosis dipengaruhi oleh masa inkubasi,
semakin pendek masa inkubasi maka semakin jelek prognosisnya.
Penularan tetanus melalui luka dalam yang kotor dan terbuka /
terkontaminasi, seperti luka akibat cedera, digigit hewan, tertusuk paku
berkarat atau luka bakar. Tetanus pada bayi baru lahir atau BBL (tetanus
neonatorum) terjadi karena penatalaksanaan tali pusat yang tidak higienis
(tidak steril). Bakteri tetanus dapat masuk ke dalam tubuh seseorang
melalui luka terbuka di kulit sepeti :
1. Luka yang terkontaminasi tinja, tanah, debu, dan air liur.
2. Luka tusuk akibat benda yang tajam, seperti paku atau jarum.
3. Luka bakar
5
4. Luka yang disertai dengan jaringan mati, seperti gangrene.
5. Luka akibat kecelakaan lalu lintas.
6. Luka gigitan hewan, misalnya tikus.
2.3 Tetanus
2.3.1. Clostridium Tetani
Clostridium tetani adalah patogen penyebab proses penyakit yang
dikenal dengan tetanus. Clostridia adalah organisme anaerob dengan
setidaknya 209 spesies dan lima subspesies. Clostridium tetani adalah
salah satu dari empat patogen penghasil eksotoksin yang paling terkenal
dalam kategori ini. Meskipun vaksinasi yang meluas telah mengurangi
ancaman kesehatan masyarakat, tetanus adalah penyakit yang berpotensi
fatal. Oleh karena itu, penting untuk mengenali gambaran klinis yang khas
dan pengobatan serta pengelolaan yang cepat dari C. Tetani. Kunci infeksi
tetanus adalah pencegahan melalui vaksinasi. Tetanus adalah penyakit
serius yang mengancam jiwa yang ditandai dengan kejang otot yang
menyakitkan dan tekanan darah tinggi. Meskipun vaksinasi meluas di
Amerika Serikat, penyakit ini terus terjadi. Tetanus dibagi menjadi empat
kategori; lokal, umum, neonatal dan superfisial. Tingkat keparahan
penyakit tergantung pada jumlah racun yang mencapai sistem saraf pusat
( Elizabeth K. George et al; 2023). Clostridium tetani merupakan
penyebab penyakit tetanus yang dapat hidup di dalam tanah dalam bentuk
spora selama bertahun-tahun. Bakteri ini pertama kali diisolasi pada tahun
1899 oleh S. Kitasato saat bekerja sama dengan R. Koch di Jerman.
Bakteri Clostridium tetani hidup di tanah dan usus hewan, terutama di
daerah pertanian atau peternakan. Clostridium tetani dapat membentuk
spora yang tahan terhadap suhu tinggi, kekeringan dan desinfektan. Spora
Clostridium tetani dapat menyebar kemana-mana, misalnya pada debu
jalanan, pada lampu operasi, bedak antiseptik (Dermakol) atau pada jarum
suntik dan ruang operasi (Wahyuni Romy, Ida Purnamasari; 2012).
2.3.2. Etiologi
Clostridium tetani adalah genus organisme anaerobik, saprofit,
6
gram positif yang dikenal karena kemampuannya menghasilkan racun,
menjadikannya salah satu genus yang paling berbahaya. Ini adalah
organisme pembentuk spora yang tidak dapat dihilangkan dari lingkungan
dan dapat menahan suhu ekstrim baik di dalam maupun di luar ruangan.
Spora tetanus diketahui tetap berada di lingkungan selama bertahuntahun
dan seringkali tahan terhadap panas dan desinfektan. Pada kebanyakan
orang, sumber infeksi adalah cedera. Orang lain mungkin mengembangkan
tetanus dari luka bakar, abses pasca operasi, penyalahgunaan obat
intravena, atau nekrosis. Dalam banyak kasus, vaksinasi pasien tidak
lengkap atau tidak divaksinasi. Kekebalan kebanyakan orang terhadap
vaksin tetanus menurun seiring bertambahnya usia. Oleh karena itu,
vaksinasi atau vaksinasi penguat diperlukan untuk pencegahan.Tetanus
neonatus sering terjadi akibat persalinan di rumah di mana tali pusar
dipotong dengan tidak benar ( Elizabeth K. George et al; 2023). Tetanus
disebabkan oleh bakteri anaerob obligat Clostridium tetani, yang dapat
membentuk spora. Bakteri ini adalah bakteri gram positif dan terus
bergerak. Bakteri Clostridium tetani memiliki lebar 0,3-0,5 µm dan
panjang 2-2,5 µm. Bakteri Clostridium tetani ditemukan di tanah, debu,
usus hewan (domba, sapi, anjing, kuda) dan kotoran manusia dan hewan.
Bentuk spora Clostridium tetani dapat tetap tidak aktif selama bertahun-
tahun. Spora ini tahan terhadap sinar matahari, panas hingga ± 20 menit,
dan desinfektan. Saat memasuki luka, spora Clostridium tetani menjadi
vegetatif, menghasilkan racun. Bakteri berkembang biak pada luka dalam
kondisi anaerob dan suhu optimal adalah 33-37 °C.
2.3.3. Patofisiologi
C. tetani mengeluarkan racun, tetanospasmin, dan tetanolysin,
menyebabkan karakteristik "spasme tetanik," kontraksi umum otot agonis
dan antagonis. Secara khusus, tetanospasmin mempengaruhi interaksi
endplate saraf dan otot motorik, menyebabkan sindrom klinis kekakuan,
kejang otot, dan ketidakstabilan otonom. Di sisi lain, tetanolysin merusak
jaringan. Di tempat inokulasi, spora tetanus memasuki tubuh dan
berkecambah di luka. (Cardial, P., et.all, 2020) 7 Perkecambahan
7
membutuhkan kondisi anaerob tertentu, seperti jaringan mati dan
devitalisasi yang memiliki potensi reduksi oksidasi rendah. Setelah
berkecambah, mereka melepaskan tetanospasmin ke dalam aliran darah.
Toksin ini memasuki terminal presinaptik di endplate neuromuskuler
neuron motorik dan menghancurkan protein membran sinaptik vesikular
yang mengakibatkan inaktivasi neurotransmisi penghambatan yang
biasanya menekan neuron motorik dan aktivitas otot. Ini melumpuhkan
serat otot. Selanjutnya, racun ini, melalui transportasi aksonal retrograde,
bergerak ke neuron di sistem saraf pusat, di mana ia juga menghambat
pelepasan neurotransmitter; Ini terjadi sekitar 2 hingga 14 hari setelah
inokulasi. Karena glisin dan GABA adalah neurotransmitter penghambat
utama, sel gagal menghambat respons refleks motorik terhadap stimulasi
sensorik, menyebabkan kejang tetanik. Hal ini dapat menyebabkan
aktivitas otot yang kuat dan kontraksi sehingga patah tulang dan robekan
otot dapat terjadi. Masa inkubasi dapat berlangsung dari satu hingga 60
hari tetapi, rata-rata, sekitar 7 hingga 10 hari. Tingkat keparahan gejala
tergantung pada jarak dari sistem saraf pusat, dengan gejala yang lebih
parah terkait dengan periode inkubasi yang lebih pendek. Setelah
neurotoksin memasuki batang otak, disfungsi otonom terjadi, biasanya
pada minggu kedua onset gejala. Dengan hilangnya kontrol otonom,
pasien dapat hadir dengan tekanan darah labil dan denyut jantung,
diaforesis, bradriritmia, dan henti jantung. Gejala dapat berlangsung
selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, dengan tingkat
kematian 10% pada mereka yang terinfeksi; Bahkan lebih tinggi pada
mereka yang tidak memiliki vaksinasi sebelumnya. Sering terjadi
komplikasi neuropsikiatri motorik dan jangka panjang pada orang yang
selamat; Namun, banyak yang melakukan pemulihan penuh. (Yeh, F.L. at.
All, 2010)
2.3.4. Gejala
Ada beberapa macam tetanus seperti tetanus generalis, tetanus neonatal,
tetanus sefalik, dan tetanus lokal. Tetanus lokal dan tetanus sefalik jarang
ditemukan, sedangkan yang paling banyak ditemukan adalah tetanus
8
generalis dan tetanus neonatal. Pada tetanus lokal ditemukan kekakuan
otot yang persisten di area yang sama dengan luka. Kekauan ini mungkin
tetap ada untuk beberapa minggu hingga menghilang perlahan (Deepak,
2018). 8 Jenis tetanus yang paling sering ditemukan adalah tetanus
generalis. Tetanus jenis ini biasanya ditandakan dengan gejala yang sering
mucul adalah:
1. gejala spasme pada otot wajah atau trismus di awal dan susah
menelan
2. diikuti kesulitan untuk bernafas,
3. spasme otot belakang atau opithotonos
4. posture tonik generalis yang tiba-tiba.
5. Nyeri pada perut dan punggung,
6. Tidak dapat beraktifitas karena kaku dirasakan di seluruh tubuh.
7. Kaku otot yang meluas hingga ke leher, lengan, dan perut.
8. Sakit kepala
9. Sesak napas
10. Gelisah dan sensitif terhadap cahaya, suara, dan sentuhan.
11. Demam lebih dari 38°C.
12. Keringat berlebihan
13. Air liur keluar terus-menerus.
14. Tekanan darah meningkat.
15. Peningkatan detak jantung (takikardia).
16. Gangguan irama jantung (aritmia).
9
2.3.5. Cara Penularan
Tetanus yang terjadi pada non neonatal paling banyak didapatkan
dikarenakan pekerjaan terutama pekerjaan yang memiliki potensial bahaya
tinggi seperti pekerja agrikultural, pekerja industry, dan pekerja kesehatan,
pekerja konstruksi dan pekerja besi. Dapat juga didapatkan pada luka-luka
yang tidak ditangani dengan benar. Luka yang dimaksud seperti luka
akibat terpotong gelas ataupun luka tersayat metal (Mahadev, et al. 2020)
Tetanus dapat masuk ke dalam tubuh seseorang melalui luka
terbuka di kulit, misalnya akibat :
1. Luka yang terkontaminasi tinja, tanah, debu, dan air liur.
2. Luka tusuk akibat benda yang tajam, seperti paku atau jarum.
3. Luka bakar
4. Luka yang disertai dengan jaringan mati, seperti gangrene.
5. Luka akibat kecelakaan lalu lintas.
6. Luka gigitan hewan, misalnya tikus.
2.3.6. Pencegahan dan Pengobatan
1. Pencegahan primer
a) Pemberian imunisasi aktif Tetanus
Pada Bayi
Diberikan sebagai imunisasi dasar dalam bentuk
Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B (DPT-HB)
atau Pentavalen (DPTHB-Hib) sebanyak 3 kali
dengan jadwal
-Usia 2 bulan
-Usia 3 bulan
-Usia 4 bulan
Vaksin diberikan secara intramuskular pada
anterolateral paha atas. Satu dosis adalah 0,5 ml.
Kontraindikasi: Kejang atau gejala kelainan otak
pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius.
Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan
kemerahan pada lokasi suntikan, disertai demam
10
dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-
kadang reaksi berat, seperti demam tinggi,
irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada
tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah
pemberian.
Diberikan sebagai imunisasi lanjut dalam bentuk
DPT-HB-Hib sebanyak 1 kali pada usia 18 bulan
Pada Anak Sekolah
Diberikan dalam bentuk Difteri Tetanus (DT) 1
kali pada kelas 1 SD Secara intra muskular atau
subkutan dalam, dengan dosis 0,5 ml. Dianjurkan
untuk anak usia di bawah 8 tahun. Hipersensitif 10
terhadap komponen dari vaksin. Gejala-gejala
seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan
yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala
demam
Diberikan berupa Tetanus difteri (Td) 2 kali pada
saaat kelas 2 dan kelas 3 SD Disuntikkan secara
intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis
pemberian 0,5 ml. Kontra indikasi: Individu yang
menderita reaksi berat terhadap dosis sebelumnya.
Efek samping: Pada uji klinis dilaporkan terdapat
kasus nyeri pada lokasi penyuntikan (20–30%)
serta demam (4,7%).
Pada Dewasa
Td/Tdap (Tetanus Difteri Pertusis) Imunisasi
diberikan 3 dosis (bulan ke-0, 1, 7-13). Selanjutnya
1 dosis booster Td/Tdap diberikan setiap 10 tahun
Tetanus Toksoid (TT) Jadwal pemberian
imunisasi TT pada WUS (wanita usia subur)
- TT 1
- TT 2, jarak pemberian 4 minggu/ 1 bulan setelah
11
TT 1, dapat memberikan perlindungan selama 3
tahun
- TT 3, jarak pemberian 6 bulan setelah TT 2,
masa perlindungan 5 tahun
- TT 4, jarak pemberian 1 tahun setelah TT 3,
masa perlindungan 10 tahun
- TT 5, jarak pemberian 1 tahun setelah TT 4, masa
perlindungan 25 tahun
- Diberikan secara intra muskular atau subkutan
dalam, dengan dosis 0,5 ml.
- Kontra indikasi: Gejala-gejala berat karena dosis
TT sebelumnya, hipersensitif terhadap komponen
vaksin, dan demam atau infeksi akut. Efek
samping: Jarang terjadi dan bersifat ringan seperti
lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang
bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala
demam.
2. Pencegahan sekunder
Manajemen luka sesuai prinsip tatalaksana pada Terapi farmakologis dan
nonfarmakologis
Netralisasi toksin tetanus, dengan Tetanus immunoglobulin (TIG),
Tetanus toksoid(TT), Anti tetanus serum (ATS) pada pasien dengan luka
sesuai prinsip tatalaksana pada Terapi farmakologis dan nonfarmakologis
3. Pengobatan Pengobatan infeksi penyakit Tetanus Clostridium dapat
dilaksanakan dengan pemberian antibiotik, menetralkan toksin, pemberian obat
antikonvulsan dan memberikan perawatan pada luka. Di Indonesia telah memiliki
beberapa pilihan untuk netralisasi toxin tetanus yaitu Anti Tetanus Serum (ATS)
yang dihasilkan oleh plasma kuda (equine) atau Human Tetanus Immunoglobulin
(HTIG) yang berasal dari plasma darah manusia. Penggunaan serum merupakan
bentuk imunisasi pasif yang diberikan dengan cara menginjeksikan antibodi
dalam tubuh sebagai pengobatan atau langkah preventif terhadap infeksi tetanus.
12
13
BAB III
14
3.2 Pembagian Tugas
1. Faidatul ummah Al Hikmah Ilmu Kesehatan Ilmu Keperawatan Mencari materi dan
membuat mini proposal
2. Nurul Septiani Wulan S Ilmu Kesehatan Ilmu Keperawatan Mencari materi dan
membuat mini proposal
11. Nunung Dwi Yanti Ilmu Kesehatan Ilmu Keperawatan Membuat pleno
12. Yulia cahya Tri L Ilmu Kesehatan Ilmu Keperawatan Membuat pleno
13. Istifadah indallah Ilmu Kesehatan Ilmu Keperawatan Membuat laporan akhir
14. Intan sarafina Ilmu Kesehatan Ilmu Keperawatan Membuat laporan akhir
15. Ayu Fitriyana Ilmu Kesehatan Ilmu Keperawatan Membuat laporan akhir
15
3.3 Laporan Keuangan Produk PJBL (Poster Edukasi)
Total pengeluaran
I II III IV V VI
1. Perencanaan
5. Pembuatan Pleno
16
3.5Gambaran Produk PJBL
Video Keterangan
Link video:
Durasi video:
Isi video :
17
DAFTAR PUSTAKA
Popoff, M. R., & Brüggemann, H. (2022). Regulatory Networks Controlling Neurotoxin Synthesis
in Clostridium botulinum and Clostridium tetani. Toxins, 14(6), 1–19.
https://doi.org/10.3390/toxins14060364
Yoshida, M., Yamaguchi, Y., Matsushita, M., Tsuboi, S., Sugawara, Y., Hayami, H., Tobias, J., &
Inagawa, G. (2021). Anesthetic care during tracheostomy in a patient with generalized
tetanus: A case report. International Medical Case Reports Journal, 14(August), 735–738.
https://doi.org/10.2147/IMCRJ.S332175
Cardinal, P. R., Henry, S. M., Joshi, M. G., Lauerman, M. H., & Park, H. S. (2020). Fatal
Necrotizing Soft-Tissue Infection Caused by Clostridium tetani in an Injecting Drug User: A
Case Report. Surgical infections, 21(5), 457–460. https://doi.org/10.1089/sur.2019.244
Yeh, F. L., Dong, M., Yao, J., Tepp, W. H., Lin, G., Johnson, E. A., & Chapman, E. R. (2010). SV2
mediates entry of tetanus neurotoxin into central neurons. PLoS pathogens, 6(11), e1001207.
https://doi.org/10.1371/journal.ppat.1001207
Putri, S. R. (2020). Prevention of Tetanus. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(4), 443-
450.
Maelandri, M. A. S., & Emelia, R. (2021). Optimalisasi Waktu Inkubasi dan Konsntrasi Pepsin pada
Aktivitas Produksi Serum Anti Tetanus. Sosains Journal Sosial dan Sains, 1(11).
Modul Dasar Penguatan Kompetensi Dokter di Tingkat Pelayanan Primer. Tersedia di
http://repository.umj.ac.id/3349/1/Modul%20Tetanus.pdf
18
Log Book
Tuliskan kemampuan apa saja yang seharusnya anda miliki agar proyek ini terlaksana dengan
baik :
1= Sangat tidak setuju 2= Tidak setuju 3= Setuju 4= Sangat setuju 5= Couldn’t agree more!
19
Kelompok kami dapat menyelesaikan tugas sesuai jadwal 1 2 3 4 5
yang telah dibuat
20
LEMBAR KONSULTASI
Kelompok : 15
Mengetahui,
Fasilitator Ketua PJBL
21
22
LEMBAR PARTISIPASI PJBL KELOMPOK
Kelompok : 15
23
9. Putri Hernisa Ilmu Kesehatan Ilmu Membuat pleno
Keperawatan
24
25