Disusun oleh:
Kelompok X
Tutor:
dr. Parningotan Yosi Silalahi, Sp.S
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, laporan PBL ini dapat diselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini berisi hasil diskusi PBL (Problem Based Learning) berjudul “DBD
Melanda Tiba-Tiba” yang telah dibahas pada PBL tutorial 1 dan tutorial 2. Proses
penyelesaian laporan ini telah melibatkan banyak pihak. Maka dari itu, pada
kesempatan ini disampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Parningotan Yosi Silalahi, Sp.S selaku tutor yang mendampingi selama
diskusi PBL tutorial 1 dan 2 berlangsung.
2. dr. Ritha Tahitu, M.Kes selaku penanggung jawab blok Reproduksi dan
Tumbuh Kembang.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian laporan ini.
Akhir kata, kami menyadari sungguh, bahwa pembuatan laporan ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat
kami perlukan untuk perbaikan laporan kami selanjutnya
Kelompok X
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................v
DAFTAR TABEL...........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Skenario..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................8
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................39
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Grafik Kasus DBD di Indonesia tahun 2010 – 2019.....................................8
Gambar 2. Grafik Incidence Rate DBD di Indonesia tahun 2010 – 2019.......................9
Gambar 3. Incidence Rate per 100.000 penduduk Demam Berdarah Dengue tahun
2011-2020.....................................................................................................10
Gambar 4. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue Per 100.000 Penduduk
Menurut Provinsi Tahun 2020......................................................................10
Gambar 5. Case Fatality Rate Demam Berdarah Dengue Menurut Propinsi Tahun 2020
..................................................................................................................... 11
Gambar 6. Uji Bendung.................................................................................................19
Gambar 7. Tanda bahaya...............................................................................................20
Gambar 8. Tanda dan Gejala Syok Terkompensasi.......................................................21
Gambar 9. Tanda dan Gejala Syok Dekompensasi........................................................21
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
“DBD Melanda Tiba-Tiba”
Petugas surveilans Puskesmas Latuhalat yang terletak di Kota Ambon,
melaporkan kepada kepala Puskesmasnya bahwa dalam 1 minggu terakhir
ditemukan 13 kasus suspek demam berdarah yang datang ke puskesmas tersebut.
Padahal sebelumnya tidak pernah ada kasus seperti itu di wilayah kerja Puskesmas
tersebut. Usia penderita bervariasi antara 8-15 tahun, dan semuanya berasal dari
desa Latuhalat dan Amahusu yang letaknya berdekatan. 8 dari 13 kasus tersebut
didiagnosis sebagai suspek DBD berdasarkan adanya riwayat demam tinggi yang
terus menerus selama 5 hari, dan hasil uji torniquet (+). Kedelapan anak dirawat di
Puskesmas untuk observasi. Sedangkan 5 anak dirujuk ke RS Daerah atas indikasi
adanya: perdarahan spontan (epitaksis, hematemesis, melena) dan syok. Rujukan
balik yang diterima dari RS rujukan memastikan bahwa kelima anak tersebut positif
DBD. Satu dari kelima anak yang dirujuk meninggal setelah 1 hari dirawat di RS.
Empat anak yang lain dirawat sampai sembuh di RS tersebut. Wilayah kerja
Puskesmas Latuhalat meliputi 1 kecamatan dengan 8 desa yang berpenduduk 1530
jiwa.
1
2
3) Uji tourniquet: Salah satu cara mendiagnosis DBD, bila menunjukan hasil
positif berarti terdapat manifestasi perdarahan yang menandakan pasien
terdiagnosis penyakit DBD. Dilakukan dengan cara mengikat lengan agar darah
terbendung di lengan bawah, kemudian dibuat lingkaran, ditunggu 10 menit
apabila ada 10-20 bintik dipastikan hasil positif terkena DBD.
4) Hematemesis: Muntah darah dimana merupakan akibat perdarahan pada saluran
cerna bagian atas.
5) Melena: Gejala dimana feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran
cerna bagian atas dan berbau busuk.
6) Syok: Dampak yang terjadi ketika ada ketidakseimbangan cairan.
3) Apa saja faktor yang menyebabkan DBD dapat masuk ke suatu daerah?
4) Sebutkan faktor resiko dari DBD?
5) Bagaimana cara pencegahan dan penanganan DBD?
6) Bagaimana peran masyarakat dan puskesmas untuk menanggulangi kasus
tersebut?
7) Bagaimana sistematika dari surveilans?
8) Apakah kasus dalam skenario termasuk kasus KLB? Jelaskan jika iya/tidak!
dilakukan suplementasi cairan IV atau pasang infus dan transfusi darah untuk
pasien dengan dehidrasi berat.
6) Peran masyarakat dengan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup rapat tempat
penampungan air, dan mendaur ulang tempat atau wadah yang menyebabkan
perkembangan nyamuk. Hal ini dapat diupayakan oleh pihak sekolah melalui
kegiatan jumat bersih, dapat juga dilakukan fogging/pengasapan di tempat
seperti RS, perumahan, tempat ibadah, dan lain-lain. Kalau keluar malam dapat
menggunakan pakaian berlengan panjang atau memakai repelan. Untuk
puskesmas sendiri dapat menyediakan pelayanan preventif, kuratif dan upaya
kesehatan masyarakat, pelayanan rawat inap untuk pasien DBD dan sosialisasi
dengan menyediakan poster yang menjelaskan gejala DBD.
8
9
Kasus DBD ditegakkan dengan diagnosa yang terdiri dari gejala klinis dan hasil
laboratorium yang mengindikasikan penurunan trombosit < 100.000/mm3 dan adanya
kebocoran plasma yang ditandai dengan peningkatan hematokrit > 20%. Kasus DBD
yang dilaporkan pada tahun 2020 tercatat sebanyak 108.303 kasus. Jumlah ini menurun
dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 138.127 kasus. Sejalan dengan jumlah kasus,
kematian karena DBD pada tahun 2020 juga mengalami penurunan dibandingkan tahun
2019, dari 919 menjadi 747 kematian. Kesakitan dan kematian dapat digambarkan
dengan menggunakan indikator incidence rate (IR) per 100.000 penduduk dan case
fatality rate (CFR) dalam bentuk persentase.2
1
Gambar 3. Incidence Rate per 100.000 penduduk Demam Berdarah Dengue tahun 2011-2020
Sumber: Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2020 [Internet]. Jakarta; 2020.
191–195 p. Available from:
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf
Incidence Rate DBD pada tahun 2020 sebesar 40 per 100.000 penduduk. Relatif
menurun jika dibandingkan dengan tahun 2019.2
Gambar 4. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue Per 100.000 Penduduk Menurut Provinsi
Tahun 2020
Sumber: Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2020 [Internet]. Jakarta; 2020.
191–195 p. Available from:
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf
1
Provinsi dengan IR DBD tertinggi yaitu Bali (273,1), Nusa Tenggara Timur (107,7),
dan DI Yogyakarta (93,2). Sedangkan provinsi dengan IR DBD terendah yaitu Aceh (0,0),
Maluku (4,2), Papua (5,0).2
Selain angka kesakitan, besaran masalah DBD juga dapat diketahui dari angka
kematian atau CFR yang diperoleh dari proporsi kematian terhadap seluruh kasus yang
dilaporkan. Secara nasional, CFR DBD di Indonesia sebesar 0,7%. Suatu provinsi
dikatakan memiliki CFR tinggi jika telah melebihi 1%. Pada tahun 2020 terdapat sebelas
provinsi dengan CFR di atas 1%. Tingginya CFR memerlukan langkah peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan. Upaya edukasi kepada masyarakat juga diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat agar segera memeriksakan diri ke
sarana kesehatan jika ada anggota keluarganya yang memiliki gejala DBD. Hal ini menjadi
penting sebagai pertolongan segera untuk mencegah keparahan dan komplikasi yang
berujung pada fatalitas.2
Gambar 5. Case Fatality Rate Demam Berdarah Dengue Menurut Propinsi Tahun 2020
Sumber: Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2020 [Internet]. Jakarta; 2020.
191–195 p. Available from:
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf
2) Pemeriksaan Laboratorium
Ada beberapa jenis pemeriksaan laboratorium pada penderita infeksi dengue antara
lain:7
a. Hematologi
(1) Leukosit
i. Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun dengan dominasi sel
neutrofil.
ii. Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru
(LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit
ketiga sampai hari ke tujuh.
2
(2) Trombosit
Pemeriksaan trombosit antara lain dapat dilakukan dengan cara:
i. Semi kuantitatif (tidak langsung)
ii. Langsung (Rees-Ecker)
iii. Cara lainnya sesuai kemajuan teknologi. Jumlah trombosit
≤100.000/μl biasanya ditemukan di antara hari ke 3-7 sakit.
Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam sampai terbukti
bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau keadaan klinis
penderita sudah membaik.
(3) Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya kebocoran
pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan indikator yang peka
akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului
peningkatan hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit >
20% (misalnya nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan perembesan plasma.
Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh
penggantian cairan atau perdarahan.Namun perhitungan selisih nilai
hematokrit tertinggi dan terendah baru dapat dihitung setelah mendapatkan
nilai Ht saat akut dan convalescent (hari ke-7). Pemeriksaan hematokrit
antara lain dengan mikro-hematokrit centrifuge. Nilai normal hematokrit:
i. Anak-anak: 33 - 38 vol%
ii. Dewasa laki-laki: 40 - 48 vol%
iii. Dewasa perempuan: 37 - 43 vol%
Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht,
dapat dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
b. Radiologi
Pada foto toraks posisi “Right Lateral Decubitus” dapat mendeteksi
adanya efusi pleura minimal pada paru kanan. Sedangkan asites, penebalan
dinding kandung empedu dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
2
c. Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita
terinfeksi virus Dengue.
(1) Uji Serologi Hemaglutinasi Inhibisi (Haemagglutination Inhibition Test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas
(gold standard). Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah
(serum) dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan fase
konvalesen (penyembuhan), sehingga tidak dapat memberikan hasil yang
cepat.
(2) ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder
dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan
cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya
dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut
sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue Rapid Test
(misalnya Dengue Rapid Strip Test) dengan prinsip pemeriksaan ELISA.
(3) Interpretasi Hasil Pemeriksaan Dengue Rapid Test
Dengue Rapid Test mendiagnosis infeksi virus primer dan sekunder
melalui penentuan cut-off kadar IgM dan IgG dimana cut-off IgM
ditentukan untuk dapat mendeteksi antibodi IgM yang secara khas muncul
pada infeksi virus dengue primer dan sekunder, sedangkan cut off antibodi
IgG ditentukan hanya mendeteksi antibodi kadar tinggi yang secara khas
muncul pada infeksi virus dengue sekunder (biasanya IgG ini mulai
terdeteksi pada hari ke-2 demam) dan disetarakan dengan titer HI > 1:2560
(tes HI sekunder) sesuai standar WHO. Hanya respon antibodi IgG infeksi
sekunder aktif saja yang dideteksi, sedangkan IgG infeksi primer atau
infeksi masa lalu tidak dideteksi. Pada infeksi primer IgG muncul pada
setelah hari ke-14, namun pada infeksi sekunder IgG timbul pada hari ke-
2. Interpretasi hasil adalah apabila garis yang muncul hanya IgM dan
kontrol tanpa garis IgG, maka Positif Infeksi Dengue Primer (DD).
Sedangkan apabila muncul tiga garis pada kontrol, IgM, dan IgG
dinyatakan sebagai Positif Infeksi Sekunder (DBD). Beberapa kasus
dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis
kontrol dan IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif apabila hanya
garis kontrol yang terlihat.
2
Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi apabila gejala klinis kearah DBD.
Pemeriksaan dinyatakan invalid apabila garis kontrol tidak terlihat dan
hanya terlihat garis pada IgM dan/atau IgG saja.
Secara sederhana PSN dilakukan dengan cara 3M-plus, 3M yang dimaksud adalah:9
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/wc, dan
lain-lain seminggu sekali.
2) Menutup rapat-rapat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan lain- lain.
3) Mendaur ulang barang-barang yang dapat menampung air hujan.
4) Upaya Rehabilitatif
Pelayanan kesehatan masyarakat yang terakhir adalah rehabilitatif. Upaya
rehabilitatif berupa edukasi kepada pasien yang telah sembuh dari demam berdarah.
Edukasi tersebut memfokuskan pada perilaku dan pola hidup. Pada penderita demam
berdarah dianjurkan untuk minum air mineral yang banyak. Selain itu, untuk penderita
yang sudah sembuh diberi edukasi untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat
tinggalnya seperti menguras bak mandi minimal dua kali dalam satu minggu supaya tidak
digunakan sebagai media perkembangan jentik-jentik nyamuk vektor demam berdarah.
Edukasi ini juga ditujukan untuk keluarga atau pihak yang tinggal di sekitar pasien
demam berdarah. 16
Tenaga kesehatan memiliki peranan penting dalam mewujudkan lingkungan sehat
bebas demam berdarah. Akan tetapi, masyarakat juga perlu menyadari bahwa kesehatan
mereka adalah sesuatu yang perlu dijaga dan tidak boleh diremehkan. Masyarakat masih
3
kurang peduli akan kesehatan diri dan kebersihan lingkungan tempat tinggal. Pada
beberapa kasus, penderita demam berdarah tidak segera dilarikan ke rumah sakit karena
masyarakat menganggap penyakit yang diderita tidak mengancam nyawa dan seiring
berjalannya waktu akan hilang dengan sendirinya. Kenyataannya, bukannya hilang
namun demam berdarah menjadi lebih parah sehingga menyebabkan keterlambatan
dalam penanganan penyakit demam berdarah yang akhirnya berujung pada kematian
penderita. Hal inilah yang menjadi hambatan utama dalam upaya menghilangkan risiko
demam berdarah. 16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kasus DBD merupakan wabah yang cukup besar di indonesia. Dari data kementrian
kesehatan republik indonesia pada tahun 2017 total kasus dbd sebesar 68.407 kasus dengan
angka kesakitan 26,12% dan kematian 0,72% dan di maluku dari data yang diberikan
merupakan jumlah kasus terendah di indonesia setelah maluku utara. Hal ini bisa terjadi karena
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gejala penyakit DBD, kepadatan penduduk dan
juga sanitasi lingkungan rumah pada tiap penduduk. Oleh sebab itu upaya yang dilakukan
tenaga medis lewat puskesmas, maupun dari Dinas Kesehatan melakukan program 4M plus
yaitu menguras kamar mandi, menutup tempat penampungan air, megubur barang barang bekas
dan mendaur ulang barang bekas. Ada juga program dari puskesmas dengan melakukan
penyelidikan epidemiologi terkait DBD dengan upaya upaya seperti penyuluhan tentang DBD,
pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan mengunjungi tiap rumah mengecek tempat
tempat genangan air sebagai sarang nyamuk dengan menambahkan larvasedasi dan fogging utk
memberantas penyakit DBD. Adanya program ini, diharapkan kerjasama dari masyarakat
maupun pelayanan kesehatan lainnya untuk memberantas dan membasmi penyakit DBD dan
juga kesadaran masyrakat terhadap kebersihan rumah agar sarang nyamuk DBD tidak ada.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia tahun 2010-
2021. 2021;13(1):34–41. Available from: http://dx.doi.org/10.22435/spirakel.v13i1.5439
2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2020 [Internet]. Jakarta; 2020. h. 191-
195. Available from:
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil- kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2020.pdf
3. Kementerian Kesehatan RI. Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah
dan Upaya Penanggulangan. Kementerian Kesehatan RI. 2019. h. 1-30.
4. Dwiprahasto I. Modul Epidemiologi klinik: Blok I. Yogyakarta: FK UGM, clinical
epidemiology unit; 5-7p [cited: 2020 juni 3]
diunduh dari:
http://gamel.fk.ugm.ac.id/pluginfile.php/38797/mod_resource/content/1/I wan_D-
Modul_Epidemiologi_Klinik.pdf
5. PERMENKES NO. 45 Tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan. h. 16-18
6. Ismah Z, et al. Faktor Risiko Demam Berdarah di Negara Tropis. ASPIRATOR. Desember
2021; 13(2): h. 147 – 158.
7. Kemenkes RI. Pedoman pencegahan dan pengendalian demam berdarah dengue di Indonesia.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta. 2017: h.1–128.
8. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Infeksi Dengue pada Anak; UKK Infeksi & Penyakit
Tropis IDAI; Tahun 2014
9. Rahmania NA, Sutarto, Indriyani R. Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M-
Plus sebagai Upaya Pengendalian Vektor dalam Pencegahan Penyakit Demam Berdarah
Dengue. J Agromedicine. 2018 Juni; 5(1): 526-27.
10. Sukesi TW, Supriyati, Satoto TBT, Wijayanti MA, Padmawati RT. Pemberdayaan Masyarakat
dalam Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jurnal Vektor Penyakit. 2018: 12(2);67-76.
11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit. Pedoman pencegahan dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Jakarta: 2017.
12. Rahmah UDMN, Astuti D, Kurniawan TP. Artikel publikasi ilmiah. Hubungan karakteristik
kepala keluarga dengan rumah sehat di desa duwet kecamatan bakikabupaten sukoharjo.
Surakarta 9 juli 2015:3-4.
13. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Sanitasi total berbasis masyarakat. 2014;(3):12-24.
14. Sukohar A. Demam Berdarah Dengue (DBD). Jurnal Medula. Februari 2014; 2(2): 1-15.
39
15. Effendi SU, Shaluhiyah Z, Widagdo L. Persepsi Masyarakat Tentang Isi Media Promosi
Kesehatan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Bengkulu. Jurnal Higiene. Mei-Agustus
2018; 4(2): Hal 100-108.
16. Susanto, AA. Upaya Pengobatan Promotif, Preventif, Kuratif, dan Rehabilitatif Demam
Berdarah di Kecamatan Bulukerto, Wonogiri Aldona Akhira. 2018.4(12).
40