“Skenario 1“
Disusun Oleh:
Kelompok VII
Tutor:
dr. Irwan., Sp.JP
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan penyertaanNya, kami dapat menyelesaikan tugas laporan yang diberikan
tepat pada waktunya. Laporan ini berisi hasil diskusi kami mengenai pembahasan
yang telah dilaksanakan dalam PBL tutorial 1 dan 2. Dalam penyelesaian laporan ini,
banyak pihak yang juga turut terlibat. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami ingin
menyampaikan Terima kasih kepada :
1. dr. Irwan., Sp.JP selaku tutor yang telah mendampingi kami selama diskusi
PBL berlangsung.
2. dr. Laura B. S. Huwae, Sp.S., M.Kes dan dr. Melita Ayuba selaku
Penanggung Jawab Blok Sistem Saraf dan Perilaku
3. Kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu, atas
kerjasama dan bimbingannya.
Serta semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat kami sebutkan satu
per satu. Akhir kata kami menyadari sungguh bahwa pembuatan laporan ini masih
jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
perlukan untuk perbaikan laporan kami selanjutnya.
Kelompok VII
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Permasalahan
Skenario 1
Seorang laki-laki berusia 60 tahun mengalami lemah separuh badan kanan
tiba-tiba dan mulut mencong ke kanan sejak 3 hari yang lalu, disertai nyeri kepala
dan muntah. Beberapa saat setelah mengalami lemah separuh badan, penderita
sulit diajak komunikasi dan mengantuk.
1
2
menyebabkan rasa nyeri.pada pasien gejala dengan stroke, kedua mekanisme ini
bekerja secara simultan. Robekan pada pembuluh darah menyebabkan darah
merembes, dan tumpukan rembesan darah ini kemudian menekan parenkim otak
ke arah meninges. Penekanan pada parenkim otak juga dapat menekan pusat
muntah pada batang otak serta pusat kesadaran pada korteks serebri.
Muntah adalah suatu refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat muntah di
medula oblongata. Impuls-impuls aferen berjalan ke pusat muntah sebagai
aferen vagus dan simpatis. Impuls-impuls aferen berasal dari lambung atau
duodenum dan muncul sebagai respon terhadap distensi berlebihan atau iritasi,
atau kadang-kadang sebagai respon terhadap rangsangan kimia oleh emetik
(bahan yang menyebabkan muntah).
3. Jika tidak diobati penyakitnya maka gejala/keluhan yang dialami pasien akan
menjadi lebih parah. Kelumpuhan separuh badan (bisa terjadi karena sumbatan
pada a. serebri media, a. serebri anterior, a. koroid anterior) pasien sulit
berkomunikasi (sumbatan pada a. cerebri media), mengantuk (anoksia,
penurunan kesadaran akibat kurangnya oksigen yang masuk ke otak).
4. Hubungan : usia berhubungan dengan stroke, stroke bisa mnyerang setiap umur
tapi lebuh sering dijumpai pada usia tua yang >55 tahun resiko berlipat ganda.
Serangan stroke lebih banyak pada laki-laki, stroke juga bisa terjadi karena
multifactorial (DM, meminum alcohol, penyakit jantung). Biasanya orang tua
karena semakin tua usia semakin lemah organ-organ yang bekerja, sama halnya
dengan stroke jadi semakin lama semakin tua pembuluh darah semakin kurang
elastis jadi bisa kemungkinan. Pada orang muda juga bisa karena merokok
(hubungan dengan kerja jantung dan pembuluh darah) dan aktivitas yang
dilakukan (kurang olahraga, jadi kurangnya otot-otot yang berkontraksi
berhubungan dengan aliran darah).
5. Upaya pencegahan :
- Primordial: untuk mencegah timbulnya faktor risiko bagi yang belum punya
faktor risiko, dengan cara promosi kesehatan dengan kampanye atau poster.
4
- Primer: untuk mengurangi timbulnya stroke bagi yang punya faktor risiko
- Sekunder: untuk mereka yang pernah stroke agar tidak mengalami
kelanjutan.
- Tersier: untuk yang menderita stroke, agar kelumpuhan tidak bertambah
berat dan mengurangi ketergantungan terhadap orang lain.
6. Kegiatan: mengacu pada pola hidup dari pasien, dilihat pola hidupnya sehat atau
tidak dari pasien dan diberikan edukasi bagi pasien.
7. Jenis: 1. TIA (transcien ischemic attack), 2. Inovulation (penyumbatan darah
secara regional), 3. complete stroke (sudah menetap dan tidak berkembang lagi,
gejala bermacam-macam tergantung lesi yang mengalami gangguan). Stroke
iskemik (akibat bekuan/sumbatan pada pembuluh darah otak, menyebabkan
timbulnya thrombus sehingga aliran terhenti, terbagi menjadi trombolitik dan
embolik) dan stroke hemorage (biasa dari kecelakaan, benturan sehingga
pecahnya pembuluh darah di otak atau bisa juga karena peningkatan tekanan
intracranial yang terlalu tinggi gejala bisa nyeri kepala lelah muntah).
Berdasarkan scenario pasien termasuk stroke iskemik.
8. Penyakit-penyakit dengan gejala hemiparesis dibagi atas :
a) Hemiparesis tanpa gejala peninggian tekanan intracranial
- Stroke non-hemoragik
- Emboli
- Thrombotik
b) Hemiparesis dengan peninggian tekanan intracranial
- Hematoma epidural
- Hematoma subdural
- Perdarahan intraserebral traumatic
- Serebritis/abses serebri
- Perdarahan intraserebral (PIS)
9. Nyeri kepala secara umum dapat dibedakan menjadi nyeri kepala primer dan
nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer mencakup nyeri kepala tipe
5
Laki-laki
60 tahun
PEMBAHASAN
7
8
pergerakan otot dari sisi yang berlawanan dari tubuh dan dengan demikin
gangguan saluran kortikospinalis kanan pada batang otak atau struktur otak
atas menyebabkan hemiparesis pada sisi kiri tubuh begitu pula sebaliknya.1
Di sisi yang lain, lesi pada saluran sumsum tulang belakang
menyebabkan hempirasesis pada sisi yang sama dari tubuh. Otot pada wajah
juga dikendalikan oleh saluran yang sama. Saluran yang mengaktifkan wajah
(ganglion) dan saraf wajah muncul dari nukleus mengaktifkan otot-otot wajah
selama kontraksi otot wajah. Karena inti wajah terletak pada pons atas
decussation tersebut, lesi pada saluran pons atau struktur atas menimbulkan
hemiparesis pada sisi tubuh yang berlawanan dan paresis pada sisi yang sama
pada wajah yang disebut dengan hemiparesis kontralateral. jika wajah pasien
tidak terlibat, ini sangat sugestif dari lesi saluran pada bagian bawah batang
otak atau sum-sum tulang belakang. Karena sumsum tulang belakang
merupakan struktur yang paling kecil, sehingga apabila terjadi lesi tidak hanya
terjadi kelumpuhan di satu sisi, tetapi kedua sisi. Oleh karena itu, lesi pada
sumsum tulang belakang biasanya dapat menimbulkan kelumpuhan pada
kedua lengan dan kaki (quadriparesis) atau kedua kaki (paraparesis).1
Secara spesifik area otak yang rusak dan gejala yang terjadi dapat
dibedakan, sisi kanan hemiparesis, melibatkan cidera pada otak sisi kiri. Sisi
otak kiri memiliki fungsi untuk mengontrol berbicara dan berbahasa. Orang
dengan hemiparesis ini juga dapat mengalami kesulitan berbicara dan
memahami perkataan orang lain, serta sulit untuk menentukan perbedaan sisi
tubuh kiri atau kanan. Sisi kiri hemiparesis melibatkan cidera pada sisi otak
kanan yang memiliki fungsi untuk mengontrol proses belajar, jenis perilaku
tertentu, dan komunikasi nonverbal. Cedera pada area ini akan mengakibatkan
seseorang berbicara berlebihan, memiliki rentang perhatian pendek, serta
mengalami gangguan memori.1
9
bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan
mual dan atau fotofobia dan fonofobia. Sedangkan, migrain dengan
aura terutama ditandai oleh gejala neurologis yang biasanya
mendahului atau kadang-kadang menemani saat nyeri kepala.
Beberapa pasien juga mengalami fase premonitory (fase pertanda),
terjadi beberapa jam atau hari sebelum nyeri kepala, dan fase resolusi.
Yang memberi pertanda dan gejala resolusi seperti menguap
berulang, kelelahan dan leher kaku dan / atau sakit.2,3
b) Nyeri kepala tipe tegang
Nyeri kepala tipe tegang sangat umum terjadi dengan prevalensi
seumur hidup dalam populasi umum berkisar antara 30% dan 78%
dalam studi yang berbeda, dan memiliki dampak sosial-ekonomi yang
sangat tinggi.2
2. Nyeri Kepala Sekunder
Nyeri kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang dikarenakan
penyakit lain sehingga terdapat peningkatan tekanan intrakranial atau
nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi maupun struktur.2
Otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi. Karena itu,
terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf vii jenis sentral dan
perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat
persarafan dari 2 sisi, tidak lumpuh; yang lumpuh ialah bagian bawah dari
wajah. Pada gangguan n vii jenis perifer (gangguan berada di inti atau di
serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga
termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang
berjalan bersama saraf fasialis.5
pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih dapat terjadi,
bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.5
Pada lesi lower motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang
volunter, maupun yang involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor
neuron) nervus vii sering merupakan bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat
dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space occupying lesion) yang
mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon dan pons
di atas inti nervus vii. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak
terganggu. Kelumpuhan nervus vii supranuklir pada kedua sisi dapat
dijumpai pada paralisis pseudobulber.5
B. Stroke Hemoragik/Perdarahan
Stroke Stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak,
sehingga menimbulkan perdarahan di otak dan merusaknya. Stroke hemoragik
biasanya terjadi akibat kecelakaan yang mengalami benturan keras di
kepala dan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak.Stroke
6,7
hemoragik juga bisa terjadi karena tekanan darah yang terlalu tinggi.
Pecahnya pembuluh darah ini menyebabkan darah menggenangi
jaringan otak di sekitar pembuluh darah yang menjadikan suplai darah
terganggu, maka fungsi dari otak juga menurun. Penyebab lain dari
stroke hemoragik yaitu adanya penyumbatan pada dinding pembuluh
darah yang rapuh (aneurisme), mudah menggelembung, dan rawan
pecah, yang umumnya terjadi pada usia lanjut atau karena faktor keturunan.
Stroke hemoragik dibagi menjadi dua yaitu :6,7
1. Perdarahan Intraserebral (PIS)
PIS yaitu pendarahan terjadi dalam jaringan otak. Adapun gejala
klinis dari PIS ini beragam. Nyeri kepala berat, lemah, muntah, dan
adanya darah pada rongga subarakhnoid pada pemeriksaan fungsi lumbal
merupakan gejala penyerta yang khas. Penyebab yang paling utama
dari PIS pada lansia yaitu hipertensi, robeknya pembuluh darah,
rusaknya formasi/bentuk pembuluh darah, tumor, gangguan pembekuan
darah, dan sebab lain yang tidak diketahui. Pada perdarahan intrakranial,
bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada
salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau
gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi
kebingungan dan hilang ingatan terutama pada usia lanjut.
2. Perdarahan Subarachnoid (PSA)
PSA merupakan keadaan yang akut. Pendarahan ini terjadi pada ruang
subarakhnoid (ruang sempit antar permukaan otak dan lapisan
17
B. Pemeriksaan Fisik
Setelah selesai dengan anamnesis, selanjutnya pasien akan melewati
serangkaian pemeriksaan fisik. Ada beberapa pemeriksaan fisik yang
dilakukan untuk membantu diagnosis pasien, yaitu :9,10
1) Pemeriksaan derajat kesadaran (GCS) : menilai apakah pasien datang
dengan keadaan compos mentis atau sudah terjadi penurunan kesadaran
2) Defisit neurologis : kelemahan atau kehilangan sensori padaa wajah,
tangan, hemianopia, afasia, disfagia dan sebagainya.
3) Auskultasi dari jantung ke leher : menentukan apakah ada kelainan pada
jantung yang berkaitan dengan timbulnya stroke pada pasien
4) Tekanan darah pada ke-4 ekstremitas : pada skenario pasien mengalami
hipertensi dengan tekanan darah sebesar 200/100mmHg yang mana hal
ini dapat menjadi faktor risiko penyebab stroke pada pasien.
5) Pemeriksaan refleks patologis : dilakukan untuk menilai adakah refleks
patologis yang muncul pada pasien yang menginterpretasikan terjadinya
lesi pada otak pasien..Salah satu pemeriksaan refleks patologis yang
dilakukan dalam skenario adalah refleks babinski. Pemeriksaan refleks
ini dilakukan dengan kondisi pasien berbaring dengan tungkai diluruskan,
kemudian ppemeriksa menggores ujung palu refleks dengan perlahan
tanpa menimblkan nyeri ke bagian lateral telapak kaki pasien mulai dari
tumit hingga pangkal ibu jari kaki pasien. Refleks dikatan positif bila
terjadi dorsofleksi dari ibu jari pasien dan mekarnya jari-jari yang lain.
Hasil pemeriksaan yang positif menandakan terjadinya lesi pada UMN
(upper motor neuron) dari pasien
21
C. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mendukung diagnosis pasien dengan suspect stroke yaitu :9,11,12,13,14,15
1) Darah lengkap : pada skenario terdapat kelainan pada Hb dan lekosit
pasien yang mengalami peningkatan, peningkatan Hb yang terjadi pada
pasien, menandakan terjadinya hipoksia pada tubuh pasien, serta
peningkatan pada leukosit pasien menandakan terjadinya inflamasi pada
tubuh pasien dalam hal ini adalah inflamasi pada pembuluh darah pasien
yang menyebabkan gangguan aliran darah ke otak.
2) Gula darah : gula darah yang tinggi dapat menjadi penanda penyakit
bawaan lain seperti diabetes mellitus yang merupakan faktor risiko
penyebab terjadinya stroke. Pada skenario didapati GDS normal, jadi gula
darah tidak menjadi faktor risiko penyebab stroke pada pasien.
3) EKG : menganalisis kelainan pada jantung yang mungkin berkaitan
dengan kejadian stroke pada pasien.
4) CT-Scan : untuk membantu diagnosis pasti pasien, digunakan untuk
menentukan jenis stroke yang dialami pasien. Pada skenario terdapat les
hiperdens pada region temporoparietal sinistra pasien yang merupakan
tanda khas terjadi pada stroke hemoragik. 9,11,12,13,14,15
5. Obat Neuroprotektif
Tujuan pemberian obat golongan neuroprotektor adalah sebagai
perlindungan pada sistem saraf pusat yang mengalami infark. khususnya
penumbra.16
B. Non-Farmakologi
1. Terapi Akut
Intervensi pada pasien stroke iskemik akut yaitu dilakukan
bedah.Dalam beberapa kasus edema iskemik serebral karena infark yang
besar, dilakukan kraniektomi untuk mengurangi beberapa tekanan yang
meningkat telah dicoba.Dalam kasus pembengkakan signifikan yang
terkait dengan infark serebral, dekompresi bedah bisa menyelamatkan
nyawa pasien.17
2. Terapi pemeliharaan stroke
Terapi non farmakologi juga diperlukan pada pasien paska stroke.
Pendekatan interdisipliner untuk penanganan stroke yang mencakup
rehabilitasi awal sangat efektif dalam pengurangan kejadian stroke
26
a. Pencegahan Primordial
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan
primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti
berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat
selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu,
promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan
kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke
melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard.18,19
b. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan
gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain menghindari rokok, stress, alkohol,
kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin,
kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan.18
Mengendalikan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung (misalnya
fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit
vaskular aterosklerotik lainnya. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang
seperti, makan banyak sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan
tuna, minimalkan junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah
27
lemak dan gula, serealia, dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga
secara teratur.18,19
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke.
Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar
stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah obat-
obatan, yang digunakan asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat
antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80- 320
mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor risiko
penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan
kondisi koagulopati yang lain.18,19
Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg, merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin). Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko
stroke, misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada
penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita
diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada
penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol,
hindari kelebihan berat badan, dan kurang gerak.18
d. Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan
seharihari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik,
mental, dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari
dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli
okupasional, petugas sosial, dan peran serta keluarga. Rehabilitasi fisik pada
penderita stroke dilakukan dengan terapi yang dapat membantu proses
pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama
28
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
29
DAFTAR PUSTAKA
30
31
11. Amir SMJ, Wungouw H, Damajant P. Kadar glukosa darah sewaktu pada pasien
diabetes melitus tipe 2 di puskesmas bahu kota manado. Jurnal e-
Biomedik.2015;3(1):32-40.
12. Naim MR, Sulastri S, HAdi S. Gambaran hasil pemeriksaan kadar kolesterol pada
penderita hipertensi di RSUD syeikh yusuf kabupaten gowa. Jurnal media
laboran.2019;9(2):33-8.
13. Sarira R, Warsyidah AA, Nardin. Gambaran hasil pemeriksaan kadar trigliserida
pada petugas perawatan lantai 4 RSU wisata Universitas Indonesia Timur
Makassar 2018. Jurnal media laboran.2017;7(2):1-6.
14. Rinawati D, Reza M. Gambaran hitung jumlah dan jenis leukosit pada eks
penderita kusta di RSK Sitanala Tangerang tahun 2015. Jurnal
medikes.2016;3(1):99-105.
15. Gunadi VIR, Mewo YM, Tiho M. Gambaran kadar hemoglobin ada pekerja
bangunan. Jurnal e-Biomedik.2016;4(2):1-6.
16. Presley B. Penatalaksanaan Farmakologi Stroke Iskemik Akut. Bul Rasional
[Internet]. 2013;12(1):6–8. Available from: http://repository.ubaya.ac.id/21378/1/
Rasional Vol 12 No 1.pdf
17. Goyena R, Fallis A. Stroke Non Hemoragik. J Chem Inf Model.
2019;53(9):1689–99.
18. Budianto P, Prabaningtyas H, Putra SE, Mirawati diah K, Muhammad F, Hafizan
M. Stroke iskemik akut : dasar dan klinis. 2021;(January):84p.
19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman-Pengendalian-Stroke.pdf.
Pedoman Pengendalian Stroke. 2013.1–2p.
20. Putra AHHP. 50 Years Oldman with Haemorrhagic Stroke. J Agromed Unila.
2014;13p.
21. Sinaga J, Sembiring E. Pencegahan Stroke Berulang Melalui Pemberdayaan
Keluarga Dan Modifikasi Gaya Hidup. J Abdimas. 2019;22(2):143–50.