Anda di halaman 1dari 44

BLOK IMUNOLOGI LAPORAN PBL

Senin, 04 November 2019

‘INFEKSI BERULANG’

Disusun Oleh:
Kelompok II

Tutor:
Yuniasih M.J. Taihuttu, S.Si. M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2019
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK PENYUSUN

KELOMPOK II
Ketua : Benedick Frans Gasperz NIM : 2018-83-028
Sekertaris 1 : Christabella Trivosa Waas NIM : 2018-83-020
Sekertaris 2 : Beta Anjar Sukmadewi NIM : 2018-83-066
Anggota : Rikki Fluardi Sababalat NIM : 2013-83-048
Annisa Meirisya Tianotak NIM : 2018-83-003
Rully Andresty Kifta NIM: 2018-83-039
Kezia Etlin Siyatauw NIM : 2018-83-057
Erlinda F. Parera NIM : 2018-83-073
Chelvano Yason Matitaputty NIM : 2018-83-087
Hening Wahyu Sasmita. N NIM : 2018-83-094
Rokia Ariny Latuamury NIM : 2018-83-114
Raymond Marlev Wenno NIM : 2018-83-127
Fatricia F. F. Solissa NIM : 2018-83-131
Dita Monica Lewaherilla NIM : 2018-83-148

KATA PENGANTAR
2
Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmatnya, laporan ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu.
Laporan ini berisi hasil diskusi kami mengenai skenario ‘Infeksi Berulang’ dan
kaitannya yang telah dibahas pada PBL tutorial 1 dan 2. Dalam penyelesaian
laporan ini, banyak pihak-pihak yang turut terlibat. Oleh sebab itu, pada
kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Yuniasih M.J. Taihuttu, S.Si. M.Sc selaku tutor yang telah mendampingi
kami selama diskusi PBL berlangsung.
2. Semua pihak yang telah membantu yang tak dapat kami sebutkan satu per satu.
Akhir kata, kami menyadari sungguh, bahwa pembuatan laporan ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat
kami perlukan untuk perbaikan laporan kami selanjutnya.

Ambon, Senin, 04 November 2019

Kelompok 2

DAFTAR ISI

3
DAFTAR NAMA KELOMPOK PENYUSUN..........................................2
KATA PENGANTAR..................................................................................3
DAFTAR ISI.................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR....................................................................................5
DAFTAR TABEL........................................................................................6
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................7
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Penyebab Infeksi Berulang-Ulang pada Skenario..................................16
2.2 Definisi Imunodefisiensi.........................................................................17
2.3 Jenis-Jenis Sel yang Berkaitan dengan Imunodefisiensi........................17
2.4 Jenis-Jenis Imunodefisiensi....................................................................23
2.5 Penyakit-Penyakit yang Bisa Menyebabkan Imunodefisiensi Primer dan
Sekunder.................................................................................................25
2.6 Jenis Imunodefisiensi yang Terjadi pada Kasus.....................................30
2.7 Mekanisme Imunodefisiensi....................................................................31
2.8 Patomekanisme Infeksi HIV...................................................................34
2.9 Patomekanisme Infeksi pada Penderita HIV-AIDS................................35
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................45

DAFTAR GAMBAR

4
Gambar 2.1...................................................................................................24
Gambar 2.2...................................................................................................31
Gambar 2.3...................................................................................................32
Gambar 2.4...................................................................................................35

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1........................................................................................................22
5
Tabel 2.2........................................................................................................36

BAB I
PENDAHULUAN

Skenario 2
6
“Infeksi Berulang”
Mr X, laki-laki berusia 26 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan
papul merah disertai gatal di sela-sela jari tangan dan kaki muncul 14 hari yang
lalu. Gatal dirasakan terutama malam hari. Gatal dan papul merah ini juga diderita
oleh ibu pasien. Sudah 3 bulah ini Mr X menderita BAB encer dan penurunan
BB>10 Kg, kadang demam tetapi hanya beberapa jam. Mr X mengeluh sering
batuk berlendir, kadang keluar darah dan disertai sesak nafas. Dia mengatakan ada
beberapa luka di alat kelamin yang berulang nyeri dan tidak gatal. Biasanya luka
dimulai dari bintil berair yang degan cepat pecah dan menjadi luka. Mr X seorang
lajang yang sebelumnya sehat walafiat, sejak 4 bulan lalu datang ke Batam dan
tinggal di rumah susun bersama dengan kawan-kawannya sesama buruh kontrak 1
pabrik rakitan elektronik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bercak putih pada
lidah, tampak tato pada beberapa bagian tubuh dan pembesaran kelenjar di ketiak
dan lipat paha. Pada batang dan glans penis ditemukan beberapa luka yang
dangkal dan nyeri tekan. Pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) dalam batas
normal.

Step 1 : Identifikasi Kata Sukar dan Kalimat Kunci


1. Identifikasi Kata Sukar
1. Papul
Papul atau papula adalah lesi menonjol yang kecil, berbatas tegas
dan padat pada kulit.1
2. Identifikasi Kalimat Kunci:
1. Mr X, laki-laki berusia 26 tahun.
2. Keluhan papul merah disertai gatal di sela-sela jari tangan dan kaki
muncul 14 hari yang lalu.
3. Gatal dirasakan terutama malam hari.
4. Gatal dan papul merah ini juga diderita oleh ibu pasien.

7
5. Sudah 3 bulah ini Mr X menderita BAB encer dan penurunan BB>10
Kg.
6. Mr X mengeluh sering batuk berlendir, kadang keluar darah dan
disertai sesak nafas.
7. Dia mengatakan ada beberapa luka di alat kelamin yang berulang nyeri
dan tidak gatal.
8. Sejak 4 bulan lalu datang ke Batam dan tinggal di rumah susun
bersama dengan kawan-kawannya sesama buruh kontrak 1 pabrik
rakitan elektronik.
9. Pada pemeriksaan fisik ditemukan bercak putih pada lidah, tampak tato
pada beberapa bagian tubuh dan pembesaran kelenjar di ketiak dan
lipat paha.
10. Pada batang dan glans penis ditemukan beberapa luka yang dangkal
dan nyeri tekan.

Step 2 : Identifikasi Masalah dan Pertanyaan


1. Apa yang menyebabkan penderita mengalami penurunan berat badan?
2. Mengapa infeksi pada pasien terjadi secara berulang-ulang kali?
3. Mengapa gatal yang dialami pasien lebih terasa pada malam hari?
4. Apakah penyakit yang dialami Mr X merupakan penyakit keturunan,
karena diketahui ibu dari Mr X juga gatal dan papul yang sama?
5. Apakah ada hubungan tempat tinggal pekerjaan dengan keluhan yang
dialami Mr X?
6. Apakah ada hubungan keluhan-keluhan yang dialami penderita dengan
imunodefisiensi?
7. Bagaimana peran sistem imun sehubungan dengan skenario?
8. Apakah tato yang dimiliki pasien ada hubungannya dengan keluhan yang
dirasakan?

8
9. Apa yang menyebabkan pembesaran pada ketiak dan lipatan paha yang
dialami pasien?
10. Mengapa pasien mengalami demam dan batuk yang disertai sesak nafas?
11. Apakah ada gangguan pada flora normal si mulut pasien sehingga terdapat
bercak-bercak putih?
12. Megapa pada pemeriksaan TTV pasien berada dalam batas normal namun
pasien mengalami banyak keluhan-keluhan dalam kesehatannya?
13. Apakah gatal-gatal dan bintil berair yang dialami pasien ada hubungannya
dengan sistem imun?

Step 3 : Hipotesis Sementara


1. Penurunan berat badan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh
sejumlah gangguan kesehatan. Pada saat yang sama, penyakit dapat
menyebabkan hilangnya nafsu makan atau ketidakmampuan untuk makan
sehingga asupan kalori menurun. Pada sekenario, diketahui pasien
mengalami beberapa keluhan pada kesehatan tubuhnya. Keluhan-keluhan
ini merupakan penyebab dimana nafsu makan pasien menjadi menurun
dan mengakibatkan pasien kekurangan gizi akibat kurangnya asupan yang
ia makan. Selain itu, diketahui bahwa pasien mengalami BAB yang encer
dalam kurun waktu yang lama, hal ini bisa menjadi penyebeb lain dari
penurunan berat badan pasien. BAB yang encer membuat gizi yang
harusnya diserap tubuh malah lebih banyak terbuang bersama feses.
2. Infeksi yang berulang yang dialami pasien bisa jadi merupakan gangguan
imunodefisiensi, dimana tubuh tak bisa melindungi diri dari bakteri, virus
dan parasit. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya keluhan yang dialami
pasien. Ada 2 jenis gangguan imunodefisiensi yaitu imunodefisensi primer
dan imunodefisiensi sekunder. Imunodefisiensi primer adalah sistem imun
yang dibawa sejak lahir. Sedangkan imunodefisiensi sekunder adalah dan
yang diperoleh. Gangguan imunodefisiensi dapat mempengaruhi bagian
9
sistem imun. Seringkali, kondisi ini terjadi saat sel darah putih khusus atau
limfosit T atau B (atau keduanya) tidak berfungsi dengan normal.
Diketahui bahwa sel T memiliki peran secara langsung dalam sistem imun
yaitu menghasilkan sitokin untuk membunuh patogen. Sedangkan sel B
berperan dalam maturasi antibodi. Jika terjadi gangguan pada sistem imun
ini maka akan mengakibatkan infeksi yang berulang.
3. Ada beberapa faktor yang menyebabkan gatal lebih terasa pada malam hari
yaitu diantaranya adalah pengaruh suhu, pengarus waktu biologis tubuh,
pengaruh sekresi kelenjar subacea, dan pengaruh aktivitas tubuh.
a) Suhu udara
Pada malam hari suhu udara diketahui lebih rendah daripada
siang hari, hal ini mengakibatkan kulit terasa lebih kering pada malam
hari (sebagai mekanisme kulit), kulit yang kering inilah yang
menyebabkan gatal lebih terasa.
b) Waktu Biologis tubuh
Tubuh memiliki waktu biologis yaitu waktu malam dan waktu
siang. Beberapa organ tubuh bekerja lebih aktif pada waktu siang dan
sebaliknya ada beberapa organ tubuh beristirahat pada malam hari,
contohnya adalah organ pencernaan. Pada malam hari, saat tubuh
sedang beristirahat, tubuh banyak memproduksi protein sitokin yang
diketahui protein ini makin memperparah rasa gatal yang dialami
seseorang.

c) Sekresi Kelenjar subacea


Kelenjar subacea yang menghasilkan banyak asam lemak dan
sekret sebagai bentuk pertahanan diri pada kulit akan lebih banyak
diproduksi pada siang hari bersama kelenjar keringat. Sehingga pada

10
malam hari rasa gatal lebih terasa karena pada siang hari terdapat
kelenjar subacea yang memperingan rasa gatal.
d) Aktifitas
Rasa gatal sebenarnya sama-sama bisa dirasakan pada malam
maupun siang hari. Hanya saja, pada siang hari aktifitas tubuh menjadi
lebih banyak, sehingga rasa gatalnya tersebut ditutupi dengan kesibukan
aktifitas seseorang.
4. Keluhan yang dialami pasien bukan merupakan penyakit keturunan, hal ini
bisa dilihat dari skenario yang menyatakan bahwa pasien sehat-sehat saja
selama 4 bulan lalu sebelum akhirnya pergi di Batam. Jika dilihat dari
riwayat lain seperti riwayat pekerjaan dan riwayat tempat tinggal selama di
Batam, Mr X bisa saja mengalami penyakit yang menular. Hal lain yang
memperkuat bahwa penyakit yang dialami Mr X merupakan penyakit
menular adalah Ibunya yang juga akhirnya ikut menderita papul dan gatal
sama sepertinya setelah Mr X.
5. Riwayat pekerjaan dan tempat tinggal pekerjaan memiliki keterkaitan
dengan keluhan yang dialami pasien. Pekerjaan Mr X yang diketahui
merupakan pekerja buruh di tempat perakitan elektronik, dimana barang-
barang elektronik memiliki radiasi yang berbahaya untuk kesehatan tubuh.
Selain itu, di pabrik biasanya terdapat bahan-bahan kimia, perlu diketahui
bahan kimia apa saja yang terdapat di pabrik dan mengetahui seberapa
bahayanya bagi kesehatan tubuh seseorang. Disisi lain, pekerja buruh
biasanya memiliki paruh waktu yang digunakan untuk bekerja, hal ini
mengakibatkan seseorang bisa kelelahan dan mengakibatkan daya tahan
tubuhnya menurun sehingga mudah terinfeksi penyakit. Selain faktor di
atas perlu dilihat pula kebersihan dari tempat kerja Mr X, kehidupan seks
Mr X selama di rumah susun dan kebiasaan yang dilakukan selama bekerja
di Batam.

11
6. Pasien mengakui mengalami banyak sekali keluhan infeksi yaitu papul
merah disertai gatal di sela-sela jari tangan dan kaki, demam, batuk
berlendir, bercak putih pada lidah, dan pembesaran kelenjar di ketiak, dan
luka pada glans penisnya. Imunodefisiensi adalah keadaan dimana
seseorang mengalami kegagalan dalam perkembangan dan fungsi sistem
pertahanan tubuhnya, sehingga terjadi kelemahan pada sistem tersebut dan
mengakibatkan seseorang sangat mudah terkena berbagai penyakit yang
disebabkan oleh infeksi.
7. Ada beberapa sistem imun yang bekerja pada sekenario diantaranya adalah
imunitas innate yaitu berupa suhu di kulit sebagai hambatan antigen masuk
kedalam tubuh, selain itu pada saluran pernafasan terdapat lendir yang
peka terhadap antigen yang menyebabkan seseoarang batuk dan bersin,
dan adanya subacea sebagai komponen kimia sistem pertahanan tubuh di
kulit. Untuk peran imunitas adaptif berupa peran interferon yang ketika
virus masuk ke dalam sel maka sel akan mengeluarkan interferon ke
tempat terjadinya inflamasi, selanjutnya interferon tersebut akan berikatan
dengan reseptor sel lain sehingga sel lain yang sehat dilindungi terhadap
virus.
8. Ya saling berhubungan, karena penyakit yang dialami pasien dicurigai
merupakan penyakit menular. Tato menjadi salah satu media yang
berperan dalam penyebaran penyakit. Jarum yang digunakan untuk
membuat tato biasanya digunakan bergantian. Jika jarum tersebut tidak
steril dan digunakan sebelumnya oleh orang yang memiliki penyakit pada
Mr X bisa terkena penyakit yang sama dengan orang itu.
9. Pembesaran di ketiak dan di daerah lipatan paha merupakan wujud
pembengkakan pada limfonodus (tempat bertemunya antigen dan
antibodi). Pembengkakan tersebut merupakan mekanisme tubuh untuk
memanggil antibodi karena adanya patogen atau telah terjadi cedera di
daerah sekitar limfonodus tersebut. Pada skenario disebutkan Mr X
12
memiliki tato di beberapa bagian tubuhnya, tidak dijelaskan lebih tepatnya
di bagian mana. Namun, karena terjadi pembengkakan di daerah ketiak
dan lipatan paha, maka dapat disimpulkan Mr X memiliki tato di daerah
tangan dan juga kakinya.
10. Demam merupakan bagian dari proses kekebalan tubuh yang sedang
melawan infeksi akibat virus, bakteri, atau parasit. Diketahui bahwa pasien
mengalami banyak infeksi, pertanda bahwa sistem kekebalan tubuh sedang
berusaha untuk melawan infeksi tersebut . Salah satu akibat dari penyakit
imunodefisiensi adalah adanya reaktifasi dari penyakit laten. Batuk yang
dirasakan Mr X bisa jadi merupakan bentuk aktifasi dari bakteri
M.Tuborkulosis di paru parunya.
11. Bercak putih di mulut menandakan adanya gangguan pada flora normal di
mulut yaitu flora normal candida albicans. Diduga adanya penurunan
sistem imun sehingga flora normal ini menjadi tumbuh sumbur di mulut
dan malah menyebabkan berbagai penyakit lanjutan jika tidak ditangani.
12. Dari beberapa gejala dan keluhan yang dialami pasien, pasien diduga
menderita imunodefisiensi sehingga sering sekali terinfeksi berbagai
patogen, bahkan ada infeksi yang terjadi secara berulang. Namun
diskenario juga sistem imun pasien terlihat masih berusaha
menyeimbangkan kodisi tubuh, terlihat pasien yang mengalami demam
beberapa jam saja, kemudian terdapat pembekakan di area ketiak dan
lipatan paha. Selain itu, pada skenario tidak dijelaskan adanya komplikasi
atau kegagalan beberapa organ akibat imunodefisiensi. Belum adanya
komplikasi pada beberapa organ pasien ini yang mengakibatkan TTV
masih dibatas normal.
13. Saling berhubungan, sistem imun yang tidak bisa mengatasi atau
membunuh berbagai patogen yang masuk ke dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya inflamasi. Inflamasi ini akan menyebabkan
deposit dan penumpukan di jaringan ekstraselular.
13
Step 4 : Klarifikasi Masalah dan Mind Mapping
1. Klarifikasi Masalah
(tidak terdapat klarifikasi masalah yang ditemukan)
2. Mind Mapping

Mr X, 26 tahun
Gatal-gatal, teutama
di malam hari
Tato pada bagian Bekerja di pabrik
tubuhnya elektronik Keluhan:
Terjadi Terkena Radiasi, Gatal- gatal 4
pembengkakan bahan kimia dan hari yang lalu
Disebabkan oleh:
di ketiak dan radikal bebas di BAB encer dan
Suhu
lipatan paha tempat kerja BB menurun
Kelenjar subacea
Demam
Jam biologis tubuh
Aktifitas tubuh

Limfonodus Imunodefisiensi

Primer

Sekunder

Step 5 : Learning objectives


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyebab infeksi
berulang-ulang pada skenario.
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi imunodefisiensi.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jenis-jenis sel yang
berkaitan dengan imunodefisiensi.

14
4. Mahasiswa mampu menyebutkan dan menjelasakan jelaskan jenis-jenis
imunodefisiensi.
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penyakit-penyakit yang
bisa menyebabkan imunodefisiensi primer dan sekunder.
6. Mahasiswa mampu memahami dan menentukan jenis imunodefisiensi
yang terjadi pada kasus.
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mekanisme
imunodefisiensi.
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patomekanisme infeksi
HIV.
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patomekanisme infeksi
pada penderita HIV-AIDS.
a) Patomokanisme infeksi bakteri pada HIV-AIDS.
b) Patomekanisme infeksi virus pada HIV-AIDS.
c) Patomekanisme infeksi opportunistik pada HIV-AIDS.
d) Patomekanisme terjadinya leukoplakia.
e) Patomekanisme terjadinya lymphadenopathy.

Step 6 : Belajar Mandiri


(hasil belajar mandiri dibahas pada step VII yaitu jawaban dari learning
objective)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyebab Infeksi Berulang pada Skenario

Penyakit infeksi merupakan satu kumpulan jenis-jenis penyakit yang


mudah menyerang dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, dan infeksi
parasit. Infeksi berulang dapat terjadi karena adanya kelainan pada sistem imun
15
seseorang sehingga sistem imun melemah dan terjadilah infeksi yang berulang.
Kelainan dalam perkembangan dan fungsi sitem imun mengakibatkan
peningkatan kepekaaan terhadap infeksi dan reaktifasinya penyakit yang bersifat
laten. Infeksi akut awal ditandai oleh infeksi sel T helper (dikenal sebagai sel
CD4+) memori yang mengekspresikan Chemokine (C-C motif) reseptor 5 (CCR5)
dalam jaringan limfoid mukosa dan kematian banyak sel terinfeksi. Setelah
infeksi akut, berlangsunglah fase kedua dimana kelenjar getah bening dan limfa
merupakan tempat replikasi virus dan destruksi jaringan secara terus menerus.
Oleh karena itu, jumlah virus menjadi sangat banyak dan jumlah sel CD4 +
menurun. Serokonversi membutuhkan waktu beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Simptom pada fase ini demam, limfadenopati, gatal-gatal. Selama periode
ini,sistem imun dapat mengendalikan sebagian besar infeksi, karena itu fase ini
disebut fase laten. 2,3
Pada fase laten atau pada fase yang kedua ini merupakan infeksi yang
asimptomatik atau pasien yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala atau simptom
untuk beberapa tahun yang akan datang. Di fase ini juga hanya sedikit virus yang
diproduksi dan sebagian besar sel T dalam darah tidak mengandung virus.
Walaupun demikian, destruksi sel T dalam jaringan limfoid terus berlangsung
sehingga jumlah sel T makin lama makin menurun. Jumlah sel T dalam jaringan
limfoid adalah 90% dari jumlah sel T diseluruh tubuh. Pada awalnya sel T dalam
darah perifer yang rusak oleh virus dengan cepat diganti oleh sel baru tetapi
destruksi sel oleh virus yang terus bereplikasi dan menginfeksi sel baru selama
masa laten akan menurunkan jumlah sel T dalam darah tepi. Pasien menderita
infeksi opportunistic, cachexia, keganasan dan degenerasi susunan saraf pusat.
Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka terhadap berbagai jenis infeksi
dan menunjukkan respon imun yang infektif terhadap virus onkogenic sehingga
pasien dapat mengalami infeksi berulang.4,5

2.2 Mengetahui Definisi Imunodefisiensi

16
Fungsi sistem imun normal adalah untuk mempertahankan individu
terhadap infeksi dan beberapa kanker. Kelainan yang disebabkan oleh kerusakan
imunitas disebut penyakit imunodefisiensi. Beberapa penyakit ini dapat
diakibatkan oleh defek genetika pada satu atau lebih komponen sistem imun hal
ini disebut sebagai imunodefisiensi kongenital (primer). Kelainan lain dalam
sistem imun dapat diakibatkan oleh infeksi, gangguan gizi, atau terapi medis yang
mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya fungsi berbagai komponen sistem
imun hal ini disebut sebagai imunodefisiensi didapat (sekunder).5
Imunodefisiensi juga dapat diartikan sebagai respon imun yang tidak ada
atau tertekan yang selanjutnya menyebabkan kerentanan seseorang terhadap
infeksi. Bentuk imunodefisiensi yang paling sering ditemukan disebabkan oleh
infeksi virus, atau merupakan reaksi iatrogenic terhadap obat-obat yang
digunakan sebagai terapi.6

2.3 Mengetahui Jenis-Jenis Sel yang Berkaitan dengan Imunodefisiensi

Sel yang berperan dalam imunodefisiensi khususnya yang disebabkan oleh


virus adalah tergantung dari tempat masuknya virus, sel T CD4+ dan neutrofil di
darah, atau sel T CD4+ dan makrofag di jaringan mukosa merupakan sel yang
pertama terkena. Sel dendritik di epitel tempat masuknya virus akan menangkap
virus kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening. Sel dendritik
mengekspresikan protein yang berperan dalam pengikatan envelope dari virus,
sehingga sel dendritik berperan besar dalam penyebaran imunodefisiensi ke
jaringan limfoid.7
1. Sel Fagosit
a) Makrofag
Makrofag berada dalam jaringan sehingga dapat berespon jika ada
patogen masuk ke jaringan. Makrofag menangkap mikroba melalui pattern
recognition receptors (PRRs) yang mengikat pathogen-associated
moleculer patterns (PAMPs) pada patogen. Jika PRRs sudah berikatan
17
dengan PAMPs akan muncul sinyal PRRs untuk aktifasi makrofag.
Makrofag aktif akan memfagositosis mikroba sehingga mikroba berada
dalam vakuol yang disebut fagosom yang akan menyatu dengan lisozim
membentuk fagolisosom. Selanjunya, mikroba dihancurkan dalam
fagolisosom menggunakan enzim lisozim, reactive oxygen species (ROS)
dan nitric oxide (NO). Makrofag aktif menghasilkan sitokin untuk memicu
respon inflamasi.8
Dalam perannya pada imunodefisiensi, makrofag mengekspresikan
CD4+ jauh lebih sedikit dibandingkan sel T helper (sel TH), tetapi
mengekspresikan koreseptor CCR5 sehingga rentan terhadap infeksi virus
yang menyebabkan imunodefisiensi. Beberapa strain virus tersebut
cenderung menginfeksi makrofag karena predileksi ikatan dengan
koreseptor CCR5 di makrofag daripada koreseptor CXCR4 pada sel T.
Makrofag relatif resisten terhadap efek sitopatik, mungkin karena
diperlukan ekspresi CD4+ yang tinggi untuk terjadinya virus-induced
cytotoxicity. Makrofag juga terinfeksi melalui fagositosis sel terinfeksi atau
endositosis virion yang diselubungi antibodi. Karena makrofag dapat
terinfeksi namun sulit dibunuh oleh virus, makrofag menjadi reservoir
humen immunodeficiency virus (HIV). Makrofag yang terinfeksi HIV akan
terganggu fungsinya dalam hal presentasi antigen dan sekresi sitokin.7
b) Neutrofil
Neutrofil disebut juga sel polimorphonulear (PMN) adalah leukosit
yang paling banyak dalam darah, berjumlah 4000-10,000/µL. Dalam
respons terhadap infeksi, produksi neutrofil dari sumsum tulang meningkat
cepat, dan jumlahnya meningkat hingga 20.000/µL darah. Neutrofi bersama
monosit beredar dalam sirkulasi darah dan siap melimpah ke jaringan jika
dipanggil oleh makrofag yang mendekteksi adanya PAMPs (mikroba) atau
DAMPs (damaged-associated molecular patterns) melalui mekanisme
infeksi akut. Neutrofil termasuk golongan fagosit karena mampu melakukan
18
internalisasi mikroba untuk kemudian dibunuh seperti cara makrofag, antara
lain menggunakan lisozim untuk mencerna mikroba dan radikal bebas (ROS
dan NO). Begitu banyaknya lisozim dalam neutrofil yang nampak sebagai
granul yang banyak sehingga sel ini disebut pula granulosit. Bedanya
dengan makrofag, neutrofil tidak menghasilkan sitokin seperti makrofag.7,8
2. Sel Natural killer
Pada saat aktivasi karena adanya sel yang terinfeksi, sel natural NK
(Natural killer) mengosongkan isi granola sitoplasmik mereka ke ruang
ekstrasel pada titik kontak dengan sel yang terinfeksi. Protein granola sel NK
ini akan memasuki sel yang terinfeksi dan mengaktivasi enzim yang
menginduksi apoptosis. Mekanisme sitotoksik dari sel NK sama dengan
mekanisme yang digunakan oleh cytotoxic T lymphocyte (CTL) untuk
membunuh sel terinfeksi dan membunuh sel inang yang terinfeksi. Dengan
membunuh sel inang terinfeksi, sel NK, seperti CTL, berfungsi untuk
mengeliminasi sumber infeksi seluler dan memusnahkan infeksi oleh mikroba
obligat intraseluler, seperti virus.5

3. Sel Dendritik
Sel dendritik di epitel merupakan tempat masuknya virus, sel denditik
akan menangkap virus kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening. Sel
dendritik mengekspresikan protein yang berperan dalam pengikatan envelope
virus penyebab imunodefisiensi, sehingga sel dendritik berperan besar dalam
penyebaran HIV ke jaringan limfoid. Di jaringan limfoid, sel dendritik dapat
Seperti makrofag, sel dendritik tidak secara langsung dirusak oleh infeksi virus
penyebeb imunodefisiensi. Sel dendritik dan makrofag dapat menginfeksi sel T
naif selama proses presentasi antigen sehingga dianggap sebagai jalur yang
penting dalam kerusakan sel T. Sel dendritik folikular (FDC) di kelenjar getah
bening dan limpa menangkap virus tersebut dalam jumlah besar di
permukaannya, sebagian melalui ikatan virus dan antibodi. Meskipun FDC
tidak terinfeksi secara efisien berkontribusi dalam patogenesis efisiensi imun
19
melalui virus yang terikat di permukaan selnya dan mampu menginfeksi
makrofag dan sel T CD4+ di kelenjar getah bening.7
4. Komplemen
Komplemen adalah kumpulan dari protein terkait membran
(membrane-associated proteins) dan protein dalam darah yang penting dalam
pertahanan terhadap mikroba. Jalur alternatif dipicu bila beberapa protein
komplemen diaktivasi pada permukaan mikroba dan tidak dapat dikontrol,
karena protein regulatori komplemen tidak ada pada mikroba.5
5. Sel T helper CD4+
Meskipun berbagai sel dapat menjadi target dari virus penyebab
imunodefisiensi, ada dua target utama infeksi yaitu sistem imunitas tubuh dan
sistem saraf pusat, tetapi virion virus penyebab imunodefisiensi seperti HIV
cenderung menyerang limfosit T. Jumlah limfosit T penting untuk menentukan
progresivitas penyakit infeksi HIV ke AIDS (acquired immuno deficiency
syndrome). Limfosit T menjadi sasaran utama HIV karena memiliki reseptor
CD4+ yang merupakan pasangan ideal bagi gp120 permukaan (surface
glycoprotein 120) pada permukaan luar HIV (enveloped). Molekul CD4+
merupakan reseptor dengan afinitas tinggi terhadap HIV.7
6. Sel B
Disregulasi produksi sitokin pada infeksi virus penyebab
imunodefisiensi juga akan mengakibatkan aktivasi sel T CD4+ cenderung ke
arah aktivasi sel TH2, yaitu aktivasi imunitas humoral (sel B). Terjadi aktivasi
sel B poliklonal sehingga kadar imunoglobulin serum meningkat, yang dapat
mengakibatkan pula produksi autoantibodi dengan akibat timbulnya penyakit
autoimun seperti purpura trombositopenic idiopatic dan neutrophenia imun.
Aktivasi poliklonal sel B ini juga dapat membuat sel B menjadi refrakter
sehingga tidak dapat bereaksi dengan antigen baru.7

NO Nama Sel Fungsi Produksi Cara kerja

1. Sel fagosit Fagositosis di lisozim, ROS, NO Makrofag menangkap mikroba melalui PRRs

20
makrofag jaringan. dan sitokin yang mengikat PAMPs pada pathogen. Makrofag
aktif memfagositosis mikroba sehingga berada
dalam vakuol yang disebut fagosom yang akan
menyatu dengan lisozim membentuk fagolisosom.
Selanjunya, mikroba dihancurkan dalam
fagolisosom menggunakan enzim lisozim, reactive
ROS dan NO. Makrofag aktif menghasilkan
sitokin untuk memicu respon inflamasi.

Sel fagosit Fagositosit di lisozim, ROS dan Internalisasi mikroba untuk kemudian dibunuh
neutrfil pembuluh darah. NO seperti cara makrofag, antara lain menggunakan
lisozim untuk mencerna mikroba dan radikal
bebas (ROS dan NO).

2. Sel NK Mengeliminasi Enzim yang Mekanisme sitotoksik dari sel NK sama dengan
sumber infeksi mengakibaatkan mekanisme yang digunakan oleh CTL yaitu ligan
seluler dan apoptosis yaitu reseptor inhibisi yang diekspresikan sel sehat
memusnahkan perforin dan membuat sel selamat dari sel NK, jika tidak ada
infeksi. granzyme ekspresi ligan pada sel terinfeksi maka sel akan
dibunuh oleh sel NK. Selain itu, overekspesi
reseptor aktifasi sel NK menandakan sel sakit dan
selanjutnya akan dibunuh oleh sel NK.

3. Sel dendritik Menangkap virus Sitokin interferon Antigen yang telah dihancurkan dalam proses
kemudian tipe I fagositosis diambil oleh MHC untuk dipajang di
mempresentasikan permukaan sel dendritik dalam bentuk komplek
pada sel T naif di MHC dan antigen. selanjutnya sel T naif melalui
limfonodus TCR dan CD4 mengenal dan mengikat kompleks
MHC tersebut.

4. Komplemen Pertahanan terhadap Aktifasi protein Jalur alternatif dipicu oleh beberapa protein
mikroba plasma komplemen dan diaktivasi pada permukaan
mikroba dan tidak dapat dikontrol, karena protein
regulatori komplemen tidak ada pada mikroba.

5. Sel T helper Mengenali Beberapa sitokin Mikroorganisme intraselular dikenali oleh sel T
CD4+ mikroorganisme diantaranya helper melalui MHC kelas II pada permukaan sel
intraselular melalui interferon gamma, dendritik, selanjutnya teraktifasi sinyal limfosit
MHC kelas II dan IL2, IL 4, IL5, IL untuk produksi berbagai sitokin. contohnya
menghancurkannya 17, IL 22 interferon gamma yang dapat membantu makrofag
untuk membunuh mikroorganisme tersebut.

6. Sel B Opsonisasi, Antibodi Diawali dengan limfosit B menjadi sau populasi

21
netralisasi dan sel plasma yang melepaskan antibodi spesifik ke
eliminasi antigen pembuluh darah. Setiap klon diprogram
dari mikroba membentuk satu jenis antibodi spesifik terhadap
humoral antigen tertentu. Selanjutnya antibodi membentuk
kompleks antigen-antibodi yang dapat
mengaktifkan komplemen dan mengakibatkan
hancurnya antigen tersebut.

Tabel 2.1: Sel- Sel yang Berperan dalam Imunodefisiensi 5,7,8

2.4 Menyebutkan dan Menjelaskan Jenis-Jenis Imunodefisiensi

Kelainan yang disebabkan oleh kerusakan imunitas disebut penyakit


imunodefisiensi. Imunodefisiensi dibedakan berdasarkan penyebabnya yaitu
imunodefisiensi pimer dan imunodefisiensi sekunder. Imunodefisiensi primer
adalah beberapa penyakit yang diakibatkan oleh defek genetika pada satu atau
lebih komponen sistem imun. Sedangkan imunidefisiensi sekunder adalah
kelainan lain dalam sistem imun diakibatkan oleh infeksi, gangguan gizi, atau
terapi medis yang mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya fungsi berbagai
komponen sistem imun.5

1. Imunodefisiensi Primer
Gangguan imunodefisiensi primer (IDP) merujuk beragam gangguan
yang ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya salah satu atau lebih
komponen dari sistem kekebalan tubuh. Gangguan tersebut dapat bersifat
kronis dan biasanya merupakan gangguan yang cukup penting. IDP
menyebabkan pasien tidak dapat merespon secara adekuat infeksi yang ada
sehingga respon terhadap gangguan infeksi tidak adekuat. IDP kebanyakan
merupakan hasil dari cacat bawaan dalam pengembangan sistem kekebalan
tubuh dan fungsi. 9
IDP secara luas diklasifikasikan menurut komponen dari sistem
kekebalan tubuh yang terutama terganggu. Gangguan sistem imunitas tersebut
dapat dibedakan atas gangguan sistem imun adaptif (Defisiensi sel T,
22
Defisiensi sel B dan Kombinasi defisiensi sel T serta sel B) dan gangguan
sistem imun alami (gangguan fagosit dan gangguan komplemen). 9
a) Defek dalam Maturasi Limfosit
Sel T dan sel B adalah sel utama dari sistem kekebalan adaptif tubuh.
Sel B memediasi produksi antibodi dan oleh karena itu memainkan peran
utama dalam antibodi-mediated (humoral) imunitas. Di sisi lain, sel T
mengatur respon sel yang dimediasi sistem imun. Cacat yang terjadi pada
setiap pengembangan, diferensiasi dan pematangan sel T mengarah pada
gangguan imunodefisiensi sel T, sedangkan cacat yang berkaitan dengan sel
B mengarah pada pengembagan sel B dan gangguan hasil pematangan sel B
(defisiensi antibodi), karena produksi antibodi sel B yang diperantarai sel B
membutuhkan fungsi sel T. Oleh karenanya gabungan gangguan sel T dan
sel B akan menyebabkan gangguan imunodefisiensi sel B dan sel T.9

Gambar 2.1: Tipe Imunodefisiensi


Sumber: Abbas AK, Licthman AH: Basic Immunology. Edisi 5. Philadelphia, Saunders.
Elsevier: 2016

b) Defek pada Aktivasi dan Fungsi Limfosit


Pemahaman yang lebih baik terhadap molekul yang terlibat dalam
aktivasi dan fungsi limfosit berdampak pada pengenalan yang lebih baik

23
pada mutasi dan abnormalitas lain pada molekul tersebut yang berakibat
dalam munculnya penyakit imunodefisiensi.5
c) Kelainan pada lmunitas Alami
Abnormalitas pada dua komponen imunitas alami, fagosit, dan
sistem komplemen, merupakan penyebab penting imunodefisiensi kelainan
pada imunitas alami.5

2. Imunodefisiensi sekunder
Defisiensi sistem imun seringkali berkembang karena abnormalitas
yang bersifat nongenetik namun didapat selama hidup. Abnormalitas yang
paling serius dan tersebar di seluruh dunia adalah infeksi HIV. Penyebab
tersering imunodefisiensi sekunder di negara maju adalah kanker yang
melibatkan sumsum tulang dan berbagai macam terapi. Terapi kanker dengan
obat kemoterapi dan radiasi dapat merusak sel-sel proliferatif, termasuk
prekursor limfosit di dalam sumsum tulang dan limfosit matur, yang berakibat
terjadinya imunodefisiensi. Obat imunosupresan yang digunakan untuk
menecegah penolakan terhadap pencangkokan serta obat untuk penyakit
inflamasi, meliputi beberapa terapi yang baru seperti antagonis tumour
necrosis factor (TNF) dan hambatan kostimulasi dirancang untuk menekan
respons imun. Oleh karena itu, imunodefisiensi merupakan suatu komplikasi
yang sering terjadi dari terapi tersebut. Malnutrisi protein-kalori
mengakibatkan defisiensi hampir keseluruhan komponen sistem imun dan
merupakan suatu penyebab imunodefisiensi yang sering di negara
berkembang.5

2.5 Penyakit-Penyakit yang Bisa Menyebabkan Imunodefisiensi Primer dan


Sekunder

Penyakit imunodefisiensi terjadi jika sistem imun gagal berespons secara


adekuat terhadap invasi asing. Penyakit ini dapat bersifat kongenital (terdapat
sejak lahir) atau didapat (non-herediter), dan mungkin hanya mengganggu
24
imunitas yang diperantarai oleh antibodi, imunitas yang diperantarai oleh sel, atau
keduanya. 10
1. Imunodefisiensi kongenital (primer)
a) Defek pada maturasi limfosit
1) Gangguan maturasi kedua sisi sel B dan sel T
Kelainan yang bermanifestasi sebagai kerusakan pada kedua sisi
sel B dan sel T sstem imun adaptif, diklasifikasikan sebagai
imunodefisiensi kombinasi yang berat atau severe combined
immunodeficiency (SCID). Beberapa abnormalitas genetik diduga
dapat mengakibatkan timbulnya SCID antara lain mutasi c, defisiensi
adenosin deaminase (ADA) dan pirine nucleotide phosphorylase
(PNP), dan mutasi lainnya.5
2) Gangguan maturasi ada sel B atau sel T
(a)X-Linked Agammaglobulinemia
Sindrom ini disebabkan oleh suatu hambatan dalam
maturasi sel B adalah X-linked agammaglobulinemia pertama kali
dikenal sebagai Bruton 's agammaglobulinemia. Pada kelainan ini,
sel pre-B di dalam sumsum tulang gagal berkembang,
mengakibatkan penurunan nyata limfosit B matur dan
imunoglobulin serum bahkan sampai tidak dapat terdeteksi.
Penyakit ini disebabkan oleh mutasi gen yang menyandi suatu
kinase yang disebut Bruton tyrosin kinase (BTK), mengakibatkan
gangguan produksi atau fungsi enzim tersebut.5
(b)Digeorge Syndrome
Sindrom ini disebabkan oleh perkembangan timus dan kelenjar
paratiroid yang tak sempurna. Pasien sindrom digeorge juga tak
dapat menghasilkan sel T matur. Penyakit tersebut cenderung
membaik dengan bertambahnya usia, mungkin karena jumlah

25
jaringan timus yang hanya sedikit berkembang mampu mendukung
maturasi beberapa sel T.5
b) Defek pada aktivasi dan fungsi limfosit
1) Gangguan pada respon sel B
(1)Sindrom hyper-lgM
Sindrom ini ditandai dengan adanya gangguan dalam
perubahan isotipe (kelas) rantai berat sel B, sehingga
immunoglobulin-M (IgM) merupakan antibodi serum yang paling
banyak, dan juga oleh defisiensi berat imunitas seluler terhadap
mikroba intraseluler. Penyakit ini disebabkan oleh mutasi pada gen
kromosom X yang menyandi ligan CD40 (CD40L), protein sel T
helper yang berikatan dengan CD40 pada sel B, sel dendritik, dan
makrofag sehingga memerantarai aktivasi sel-sel tersebut yang
tergantung sel T. Kegagalan mengekspresikan CD40L yang
fungsional mengakibatkan respons sel B yang tergantung sel T
menjadi terganggu, seperti perubahan isotipe dan maturasi afinitas
pada imunitas humoral, serta gangguan dalam aktivasi makrofag
yang tergantung sel T pada imunitas seluler.5
(2)Defisiensi genetik pada produksi isotipe lgA
Defisiensi IgA dapat berdampak pada 1 di antara 700 orang,
tetapi pada sebagian besar pasien tidak menyebabkan masalah
klinis. Kerusakan yang menyebabkan defisiensi ini tidak diketahui
dalam sebagian besar kasus defisiensi tersebut mungkin disebabkan
oleh mutasi gen regio konstan (C) rantai panjang Ig.5
(3)Common variable immunodeficiency (CVID)
Merupakan suatu kelompok heterogen dari kelainan yang
mewakili bentuk umum imunodefisiensi primer. Kelainan ini
ditandai oleh respons antibodi yang sangat buruk terhadap infeksi
dan penurunan kadar IgG, IgA, dan seringkali IgM serum.
26
Penyebab CVID meliputi defek pada beberapa gen yang berperan
dalam proses maturasi dan aktivasi sel B.5
2) Gangguan pada respon sel T
(1) Sindrom ketiadaan limfosit
Merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kegagalan
dalam mengekspresikan molekul kompleks histokompatibilitas
mayor (MHC) kelas II, sebagai akibat mutasi pada transkripsi yang
normal menginduksi ekspresi MHC kelas II. 5
c) Kelainan pada imunitas alami
1) Penyakit granulomatous kronis
Disebabkan oleh mutasi pada gen yang menyandi subunit enzim
oksidase fagosit, yang mengkatalisasis produksi spesies oksigen
reaktif mikrobisidal di dalam lisosom Sebagai akibatnya, neutrofil
dan makrofag tidak mampu membunuh mikroba yang telah
difagositosis oleh mereka. 5
2) Defisiensi adhesi leukosit
Disebabkan oleh mutasi gen yang menyandi intergrin, molekul
yang dibutuhkan untuk ekspresi dari ligan untuk selektin, atau
molekul pemberi sinyal yang diaktivasi oleh reseptor kemokin yang
dibutuhkan untuk proses aktivasi integrin. 5
3) Defisiensi dari hampir seluruh protein komplemen
Defisiensi C3 mengakibatkan infeksi berat dan biasanya fatal.
Defisiensi C2 dan C4, dua komponen jalur klasik aktivasi
komplemen, berakibat dalam terjadinya peningkatan infeksi bakteri
atau virus atau peningkatan angka kejadian lupus eritematosus
sistemic, diduga karena adanya gangguan dalam pembersihan
kompleks imun. Defisiensi protein komplemen regulator berakibat
pada berbagai macam sindrom yang berhubungan dengan aktivasi
komplemen yang berlebihan. 5
27
4) Sindrom Chediak-Higashi
Merupakan suatu penyakit imunodefisensi dimana granul
lisosomal leukosit tidak berfungsi secara normal. 5
5) Mutasi yang mempengaruhi Toll-like receptor (TLR) atau jalur sinyal
setelah aktivasi TLR
Termasuk molekul yang dibutuhkan untuk aktivasi faktor
transkripsi nuclear factor KB (NF-KB). 5
d) Abnormalitas limfosit terkait dengan penyakit lainnya
1) Sindrom Wiskott-Aldrich
Ditandai dengan eksim, penurunan trombosit, dan
imunodefisiensi. Penyakit yang terkait- X (X-linked) ini disebabkan
oleh suatu mutasi pada gen yang menyandi suatu protein yang terikat
pada berbagai molekul adaptor dan komponen sitoskeletal pada sel-
sel hematopoietik. 5
2) Ataxia-telangiektasia
Merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan gaya
berjalan (ataksia), malformasi vaskuler (telangiektasia), dan
imunodefisiensi. Penyakit ini disebabkan oleh mutasi pada suatu gen
yang produknya terlibat dalam proses perbaikan deoxyribo nucleic
acid (DNA). Kerusakan pada protein ini mengakibatkan perbaikan
DNA yang tak normal (contohnya selama rekombinasi segmen gen
reseptor antigen), menghasilkan maturasi limfosit yang tidak normal.5
2. Imunodefisiensi didapat (sekunder)
Abnormalitas yang paling serius dan tersebar di seluruh dunia adalah
infeksi HIV. Penyebab tersering imunodefisiensi sekunder di negara maju
adalah kanker yang melibatkan sumsum tulang dan berbagai maeam terapi.
Terapi kanker dengan obat kemoterapi dan radiasi dapat merusak sel-sel
proliferatif, termasuk prekursor limfosit di dalam sumsum tulang dan limfosit
matur, yang berakibat terjadinya imunodefisiensi. Obat imunosupresan yang
28
digunakan untuk mecegah penolakan terhadap pencangkokan serta obat untuk
penyakit inflamasi, meliputi beberapa terapi yang baru (seperti antagonis
TNF dan hambatan kostimulasi) dirancang untuk menekan respons imun.
Malnutrisi protein-kalori mengakibatkan defisiensi hampir keseluruhan
komponen sistem imun dan merupakan suatu penyebab imunodefisiensi yang
sering di negara berkembang. 5

2.6 Menentukan Jenis Imunodefisiensi yang Terjadi pada Kasus

Dalam kasus yang diberikan merupakan imunnodefisiensi sekunder, dan


dugaan terinfeksi HIV-AIDS. Imunnodefisiensi sekunder sendiri merupakan suatu
gangguan sistem imun yang didapatkan dari luar. Kemudian gejala yang muncul
untuk imunnodefisiensi sekuder (HIV-AIDS) sendiri salah satunya adalah berupa
infeksi oportunistik. HIV adalah suatu retrovirus yang menginfeksi sel-sel sistem
imun, terutama lirnfosit T CD4+, dan menyebabkan destruksi progresif sel-sel
tersebut. Suatu partikel infeksius HIV terdiri atas dua rantai ribonucleic acid
(RNA) di dalam suatu inti protein, dikelilingi oleh suatu amplop lipid yang
didapatkan dari sel-sel inang yang terinfeksi namun berisi protein virus. RNA
virus menyandi protein struktural, berbagai enzim, dan protein yang meregulasi
transkripsi gen virus dan siklus hidup virus. 11
HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga
berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma kaposi, kanker leher rahim,
dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma. Biasanya penderita AIDS
memiliki gejala infeksi sistemik seperti demam, berkeringat (terutama pada
malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan
berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS juga
tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis
tempat hidup pasien. 11
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau
29
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya. Virusnya
disebut HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia.
Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik
ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat
memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar
bisa disembuhkan. 11

2.7 Mekanisme Imunodefisiensi

Pematangan sel terjadi pada 2 ( dua ) tempat, yakni pada sumsum tulang
dan timus. Namun utamanya ada pada sumsum tulang. Setelah dibentuk maka
akan dibagi lagi, untuk membentuk sel B maka akan tetap pada sumsum tulang,
tetapi untuk membentuk sel T maka akan dibawa ke timus..5
Untuk membentuk sel B maka, HSC (hematopoetic stem cell ) akan diubah
menjadi CLP (common lymphoid progenitor). Selanjutnya akan menjadi pro-B,
pro-B akan diubah menjadi pre-B dengan dibantu oleh VDJ (berperan untuk
pematangan sel B dan sel T dan diekspresikan pada limfosit B dan T yang belum
matang atau diproliferasi menjadi banyak). Setelah diproliferasi, maka pre-B akan
diubah menjadi sel B imatur. Nantinya akan diubah menjadi sel B yang matur
oleh BTK (bruton tyrosine kinase).5

Gambar 2.2 : Imunodefisiensi kongenital


Sumber : Abbas, AK. Lichtman, AH. Pillai S. Imunologi Dasar Abbas. Kalim, H : Editor. Edisi:
5. Singapore: Elsevier. 2016
30
Proses pembentukan sel T tidak jauh berbeda dengan pembentukan sel B.
yakni dimulai dari HSC (Hematopoetic Stem Cell) yang akan menjadi CLP
(Common Lymphoid Progenitor) dan akan menjadi pro-T, selanjutnya akan
menjadi pre-T yang juga dibantu oleh VDJ. Namun untuk menjadi sel T yang
matur pre-T harus bertemu dengan antigen khusus untuk diubah. Misalnya
bertemu dengan antigen yang dibawa oleh sel dendritik maka akan menjadi sel T
CD4+, dan untuk menjadi sel T CD8+ juga harus bertemu dengan antigen.5

Gambar 2.3 : Patomekanisme Infeksi Virus


Sumber : Abbas, AK. Lichtman, AH. Pillai S. Imunologi Dasar Abbas. Kalim, H :
Editor. Edisi: 5. Singapore: Elsevier. 2016
Pada kondisi imunodefisiensi, proses yang normal akan mengalami
gangguan. Secara umum imunodefisiensi terbagi menjadi 2 (dua), yakni primer
atau kongenital dan sekunder atau didapat. Pertama adalah primer atau kongenital,
pada imunodefisiensi primer kelainan atau gangguan dialami sejak lahir yakni dari
usia 6 bulan sampai 2 tahun. Salah satu penyakit pada imunodefisiensi primer
adalah syndrome X-linked agammaglobulinemia atau bruton.5,12
Penyakit ini diakibatkan adanya mutasi dari gen BTK
yang menyebabkan tidak ada proses untuk pematangan sel B. Sehingga sel B
tidak ada di dalam darah. Hal ini dapat terjadi karena sifatnya yang kongenital
atau sejak lahir. Diduga bahwa, sang ibu membawa kromosom yang rusak. 12
Kedua adalah imunodefisiensi sekunder atau didapat, artinya seseorang
dapat terkena penyakit atau infeksi yang disebabkan oleh paparan dari luar tubuh.
Contohnya adalah HIV penyakit ini dapat disebabkan oleh penggunaan jarum
suntik yang tidak steril atau secara bergantian, hubungan sexual dengan berganti-
ganti pasangan serta virus dari ibu ke anak. 12
31
Bagaimana virus HIV menyerang sel tubuh seseorang yang tergolong
dalam imunodefisiensi sekunder atau didapat. Dimulai dari virus masuk dan
langsung menyerang sel dari host atau individu. Virus HIV yang menyerang
adalah retrovirus. Virus yang masuk akan langsung menyerang sel yakni sel T
CD4+, selanjutnya akan ditangkap oleh sel dendritik dan dibawa ke limfonodus,
pada limfonodus akan terjadi proliferasi dimana virus akan bertambah banyak.
Setelah itu virus akan keluar ke pembuluh darah dan menjadi viremia atau HIV
akut. 12
Disini tubuh akan melakukan perlawanan dengan memproduksi antibodi
anti-HIV dan CTL khas-HIV untuk menekan aktivitas virus yang ada. Selanjutnya
akan masuk ke fase klinis dimana ada fase laten dan infeksi derajat-rendah, pada
fase ini virus akan terus memperbanyak diri atau berproliferasi sambil menunggu
sistem imun rendah. 12
Setelah sistem imun turun atau rendah maka, disinilah virus HIV akan
mereplikasikan dirinya dan melakukan lisis pada sel CD4+. Akibatnya terjadi
destruksi jaringan limfoid dan deplesi sel T CD4+. Bila terus-menerus terjadi
infeksi yang berlangsung lama maka, dapat menyebabkan penyakit AIDS. 12

2.8 Patomekanisme Infeksi HIV

HIV merupakan retrovirus, yaitu virus RNA yang mengubah dirinya ke


dalam bentuk DNA agar dapat bereplikasi dengan sel host. HIV menginfeksi sel
darah putih atau sel limfosit CD4+. Infeksi HIV dapat terjadi pada seseorang
melalui 3 cara, yaitu hubungan seksual, ventrikal dari ibu ke anak dan kontak
darah dan kontak darah.5
HIV menginfeksi sel host menggunakan gp120 yang dimiliki oleh virus,
dan berikatan dengan reseptor CD4 + serta koreseptor CXCR4 atau CCR5 pada sel
host. Setelah berikatan, membran virus HIV akan bergabung dengan sel host dan
inti dari virus akan memasuki sitoplasma sel host. Ketika memasuki sitoplasma,
virus akan melepaskan selubungnya dengan bantuan protease virus. Setelah itu
32
RNA virus dilepaskan dan diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase.
Setelah mengalami perubahan, maka DNA virus akan bergabung dengan DNA sel
host (provirus) yang dibantu oleh enzim integrase. Pada saat ini, sudah sangat sulit
membedakan antara DNA yang dimiliki virus dan DNA yang dimiliki sel host.
Aktivasi provirus membentuk virus HIV baru yang beserta dengan enzim-enzim
virus dan akan bermigrasi ke membran sel. Setelah itu, virus HIV akan
memperoleh amplop lipid dari sel inang dan akan melepaskan diri dari sel limfosit
T CD4+. Kemudian virus dapat menginfeksi sel limfosit T CD4+ yang lain.5
Ketika virus HIV melepaskan diri dari sel limfosit T CD4 +, ada sebagian
yang tinggal di dalam sel host dan bersembunyi selama bertahun-tahun dari sistem
imun. Pada beberapa keadaan, ketika virus HIV keluar maka sel limfosit T CD4 +
akan mengalami lisis.5

Gamba
r 2.3 : Patomekanisme Infeksi Virus

33
Sumber : Abbas, AK. Lichtman, AH. Pillai S. Imunologi Dasar Abbas. Kalim, H : Editor.
Edisi: 5. Singapore: Elsevier. 2016
2.9 Patomekanisme Infeksi Pada Penderita HIV-AIDS.

Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat
infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh
unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum
didapati pada penderita AIDS.11
1. Patomokanisme Infeksi Bakteri Pada HIV-AIDS
Infeksi bakteri yang paling umum terjadi adalah impetigo yang
dikarakteristikkan dengan penyebaran lesi dan pustula. Impetigo merupakan
infeksi superfisial yang mempunyai dua bentuk klinis, yaitu nonbulosa dan
bulosa. Lesi di tubuh bisa timbul di bagian manapun. Pada impetigo
nonbulosa lesi awal berupa pustula kecil dan bila pecah akan terjadi eksudasi
dan krusta. Pada impetigo bulosa timbul lepuhan–lepuhan besar dan
superfisial. Ketika lepuhan tersebut pecah, terjadi eksudasi dan terbentuk
krusta, dan stratum korneum pada bagian tepi lesi mengelupaskembali. 13
Merokok merupakan faktor risiko utama dengan risiko pneumonia
bakterialis 80% lebih tinggi dibanding dengan yang bukan perokok.
Pneumonia nosokomial merupakan pneumonia bakterialis utama pada
penyandang AIDS. Mikroorganisme utama penyebab pneumonia nosokomial
adalah Pseudomonas aeruginosa (33%) Staphylococcus aureus (25%) dan
Streptococcus pneumoniae (21%).14

34
Tabel 2.2: Perbedaan Infeksi Bakteri, Infeksi Virus dan Infeksi Oportunistik pada
Penderita HIV/AIDS.5,13,1415
2. Patomekanisme Infeksi Virus pada HIV-AIDS
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah suatu retrovirus yang
menginfeksi sel-sel sistem imun, terutama lirnfositT CD4+, dan menyebabkan
destruksi progresif sel-sel tersebut. Suatu partikel infeksius HIV terdiri atas
dua rantai RNA di dalam suatu inti protein, dikelilingi oleh suatu amplop
lipid yang didapatkan dari sel-sel inang yang terinfeksi namun berisi protein
virus. RNA virus menyandi protein struktural, berbagai enzim, dan protein
yang meregulasi transkripsi gen virus dan siklus hidup virus.5
Siklus hidup HIV terdiri atas urutan tahap berikut infeksi sel,
produksi suatu salinan DNA dari RNA virus dan integrasinya ke dalam
genom inang, ekspresi gen virus, dan produksi partikel virus. HIV
menginfeksi sel melalui glikoprotein amplop utamanya, yang disebut gpl20
(untuk glikoprotein 120-kD), yang berikatan dengan CD4+ dan reseptor
kemokin khusus (terutama CXCR4 Virion HIV Sindrom lmunodefisiensi
35
Didapat dan CCRS) pada sel manusia. Tipe sel utama yang bisa terinfeksi
oleh HIV adalah limfosit T CD4+, makrofag, dan sel dendritik. Setelah
berikatan dengan reseptor seluler, membran virus bergabung dengan
membran sel inang, dan virus memasuki sitoplasma pada sel. Di sini, virus
melepas selubungnya dengan menggunakan protease virus dan RNA virus
dilepaskan. Suatu salinan DNA dari RNA virus disintesis oleh enzim reverse
transcriptase virus (suatu proses yang khas semua retrovirus), dan DNA
tersebut bergabung ke dalam DNA sel inang melalui kerja enzim integrase.
DNA virus yang bergabung tersebut disebut suatu provirus.5
Bila sel T, makrofag, atau sel dendritik yang terinfeksi diaktivasi oleh
beberapa stimulus ekstrinsik, seperti infeksi mikroba lainnya, sel-sel tersebut
memberikan respons dengan melakukan transkripsi banyak gen-gen mereka
sendiri dan seringkali dengan memproduksi sitokin. Suatu akibat negatif dari
respons protektif normal ini adalah bahwa sitokin, dan proses aktivasi seluler
itu sendiri, juga dapat mengaktivasi provirus, mengakibatkan produksi RNA
dan kemudian protein virus. Virus tersebut kemudian akan mampu
membentuk suatu struktur inti, yang bermigrasi ke membran seL
mendapatkan suatu amplop lipid dari inang, dan kemudian melepaskan diri
sebagai suatu partikel virus yang infeksius, siap untuk menginfeksi sel-sel
lainnya. Provirus HIV yang bergabung tersebut dapat tetap berada di dalam
sel-sel yang terinfeksi selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun,
bersembunyi dari sistem imun pasien (dan bahkan dari terapi antivirus,
dibicarakan kemudian). 5
Moluskum kontangium adalah infeksi virus benigna. Namun pada
pasien imunokompromis, luka menyebar dan menjadi tidak responsif
terhadap pengobatan. Gambaran klinis adalah veruka atau kutil, yaitu
neoplasma jinak pada epidermis. Pada daerah punggung tangan dan wajah,
kutil ini kecil, merata pada bagian atas, dan kemerahan sedangkan di telapak
kaki kutil bergerombol (mozaik). Kutil kelamin (anogenital wart) atau
36
dikenal dengan kondiloma akuminata dapat timbul dalam vagina, uretra,
serviks, vulva, penis, dan anus. OHL (Oral Hairy Leukoplakia) merupakan
lesi spesifik pada penyakit HIV yang disebabkan oleh virus Ebstein-Barr.
OHL memberikan gambaran hiperplasia, plak epitelial berwarna keputihan
pada bagian lateral lidah, biasanya bilateral tetapi tidak simetris.5
3. Patomekanisme Infeksi Opportunistik pada HIV-AIDS
Infeksi oportunistik (IO) adalah infeksi akibat adanya kesempatan
untuk timbul pada kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan, karena itu IO
bisa disebabkan oleh organisme non pathogen. Pada infeksi oleh human
immune deficiency virus (HIV), tubuh akan mengalami penurunan imunitas
akibat penurunan jumlah fungsi limfosi CD4 +. Organisme penyebab IO adalah
organisme yang merupakan flora normal, maupun organism pathogen yang
terdapat secara laten dalam tubuh yang kemudian mengalami reaktivasi.
Spektrum IO pada defisiensi imun akibat HIV secara umum mempunyai pola
tertentu dibandingkan IO pada defisiensi imun lainnya. Semakin menurun
jumlah CD4+ semakin berat manifesasi IO dan semakin sulit mengobati,
bahkan sering mengakibatkan kematian. Organisme yang sering menyebabkan
IO terdapat dilingkungan hidup kita yang terdekat, seperti air, tanah, dan
organism tersebut memang ada dalam tubuh kita dalam keadaan normal. 15
Infeksi oportunistik merupakan penyebab kematian utama pada
penyandang AIDS dengan persentase 90%.1 Pada tahun 2005, infeksi
oportunistik yang dominan muncul pada penyandang AIDS ialah tuberkulosis
paru (50%), hepatitis (30%), kandidiasis (25%), pneumonia (33%), diikuti oleh
diare kronis, dan tuberkulosis ekstra paru. Beberapa faktor yang mempengaruhi
timbulnya IO pada pasien AIDS ialah status gizi, kadar sel T CD4 +, faktor
risiko penularan, jenis kelamin dan rentang usia. 13
Infeksi oleh Candida albicans misalnya, organisme jamur dimorfik
yang terdapat dalam rongga mulut dalam keadaan nonpatogen. Organisme ini
memiliki kemampuan untuk berubah menjadi patogen dengan bentuk hifa.
37
Kondisi yang mendukung transformasi ini diantaranya adalah disfungsi
kekebalan tubuh. Imunitas selular dan humoral berperan dalam menjaga
Candida albicans sebagai organisme komensal. Gangguan pada leukosit
polimorfonuklear menyebabkan kerentanan infeksi secara sistemik, sedangkan
gangguan pada imunitas selular yang diregulasi oleh sel T CD4 + mengurangi
perlindungan terhadap infeksi mukosa. Terdapat korelasi penurunan jumlah sel
T CD4+ dengan timbulnya kandidiasis oral karena mempengaruhi kebutuhan
ambang sel T CD4+ sistemik untuk melindungi mukosa mulut serta status
imunitas lokal. Onset kandidiasis oral dipengaruhi oleh kadar sel T CD4 +,
penurunan sebesar 25% dari kadar normal telah dapat menimbulkan
manifestasi dan mempengaruhi progresifitas penyakit. 13
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii. Toxoplasma gondii bersumber dari reaktivasi endogen, kotoran kucing,
orang sakit, dan akan ditransmisikan lewat ingesti. Meningitis kriptokokal
adalah infeksi meninges yang disebabkan oleh jamur Cryptococcus
neoformans. Cryptococcus neoformans bersumber dari tanah, kotoran burung
atau binatang lain pada tanah. Dapat ditransmisikan lewat inhalaso. 15

4. Patomekanisme Terjadinya Leukoplakia


Leukoplakia adalah istilah yang digunakan untuk penampakan lesi
putih yang bersifat prekanker. World Health Organization (WHO)
mendefinisikan leuoplakia sebagai Plakat putih risiko yang dipertanyakan
telah mengeluarkan penyakit atau gangguan lain yang diketahui yang tidak
meningkatkan risiko kanker. Kebanyakan kasus leukoplakia tidak diketahui
(idiopatik). Namun beberapa penelitian menunjukkan inisiasi kondisi
leukoplakia dipengaruhi faktor ekstrinsik maupun intrinsik. Faktor yang paling
sering dihubungkan dengan terjadinya leukoplakia adalah merokok, konsumsi
alkohol, iritasi kronis, kandidiasis, kekurangan vitamin, gangguan endokrin,
serta karena serangan virus tertentu. Beberapa penelitian menunjukkan peranan
penting infeksi Candida sebagai pencetus terjadinya leukoplakia. Penelitian
38
yang pernah dilakukan menunjukkan infeksi Candida albicans dan
keberadaannya yang simultan memegang peranan penting dalam terjadinya
transformasi malignan selain infeksi Candida albicans, penelitian yang pernah
dilakukan juga mengaitkan defisiensi beberapa vitamin dengan terjadinya
leukoplakia. Infeksi Human Papilloma Virus (HIV) juga dapat menyebabkan
perkembangan malignansi di rongga mulut. Virus ini mengekspresikan protein
onkogenik seperti human papilloma virus-16L1 yang dapat menyebabkan
karsinogenesis. Secara umum, terjadinya leukoplakia dapat dijelaskan sebagai
berikut.16
Ketika sel jaringan terpapar karsinogen, sel akan berusaha untuk
beradaptasi. Sel akan berproliferasi, menyempitkan kapasitas sitosoliknya, dan
menggabungkan beban organel-organelnya dalam rangka adaptasi tersebut.
Dalam kaitannya dengan epitel rongga mulut, adaptasi ini dilakukan dengan
memperbesar ruang progenitor (hiperplasia). Hiperplasia ini menjadi tanda
yang paling awal muncul. Ketika iritan bertahan lebih lama, epitelium akan
menunjukkan bentuk degenerasi seluler sehingga mengalami atrofi. Ketika fase
adaptasi dan kerusakan sel reversible selesai, sel akan memasuki tahap
kerusakan yang irreversible, yang berupa terjadinya apoptosis atau
transformasi malignan. Sebagai respon adaptasi, terjadi gangguan genetik yang
menempatkan sel untuk terus dapat berproliferasi dan menyebabkan
transformasi malignan yang lebih banyak lagi. 16

5. Patomekanisme Terjadinya Lymphadenopathy


Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan
ukuran lebih besar dari 1 cm. berdasarkan lokasinya limfadenopati terbagi
menjadi limfadenopati generalista dan limfadenopati lokalista. Terabanya
kelenjar getah bening di supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran
berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dan
merupakan keadaan abnormal. Pada umumnya infeksi virus ataupun bakteri
merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi mononukeosis dan
39
cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang penting, tetapi kebanyakan
disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas. Limfadenitis lokalisata lebih
banyak disebabkan infeksi Staphilococcus dan Streptococcus beta-
hemoliticus.17
Infeksi Virus yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan
bagian atas seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus,Respiratory
Syncytial Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus. Virus
lainnya Ebstein Barr Virus (EBV), Cytomegalo Virus (CMV), Rubela,
Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus, dan
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Infeksi HIV sering menyebabkan
limfadenopati serivikalis yang merupakan salah satu gejala umum infeksi
primer HIV. Infeksi primer atau akut adalah penyakit yang dialami oleh
sebagian orang pada beberapa hari atau minggu setelah tertular HIV. Gejala
lain termasuk demam dan sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap
penyakit flu. Segera setelah seseorang terinfeksi HIV, kebanyakan virus keluar
dari darah. Sebagian melarikan diri ke sistem limfatik untuk bersembunyi dan
menggandakan diri dalam sel , diperkirakan hanya sekitar 2% virus HIV ada
dalam darah. Sisanya ada pada sistem limfatik, termasuk limpa, lapisan usus
dan otak. Pembengkakan kelenjar getah bening bersifat tidak sakit, simetris dan
kebanyakan terdapat di leher bagian belakang dan depan, di bawah rahang
bawah, di ketiak serta di tempat lain, tidak termasuk di inguinal. Biasanya kulit
pada kelenjar yang bengkak karena PGL akibat HIV tidak berwarna merah.
Kelenjar yang bengkak kadang kala sulit dilihat, dan lebih mudah ditemukan
dengan cara menyentuhnya. 17
Infeksi Bakteri yaitu peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan
Streptokokus beta hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri
anaerob bila berhubungan dengan caries dentis dan penyakit gusi, radang
apendiks atau abses tubo-ovarian. Pada awal infeksi, aspirat mengandung
campuran neutrofil dan limfosit. Kemudian mengandung bahan pirulen dari
40
neutrofil dan massa debris. Limfadenitis bakterial akut biasanya menyebabkan
KGB Pada awal infeksi, aspirat mengandung campuran neutrofil dan limfosit.
Kemudian mengandung bahan pirulen dari neutrofil dan massa debris.
Limfadenitis bakterial akut biasanya menyebabkan KGB. Pada infeksi oleh
Mikobakterium tuberkulosis, aspirat tampak karakteristik sel epiteloid dengan
latar belakang limfosit dan sel plasma. Sel epiteloid berupa sel bentuk
poligonal yang lonjong dengan sitoplasma yang pucat, batas sel yang tidak
jelas, kadang seperti koma atau inti yang berbentuk seperti bumerang yang
pucat, berlekuk dengan kromatin halus. 17
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan
limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu
limfoma membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe
limfoma dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan
kontroversi. Aspirat Limfoma nonhodgkin berupa populasi sel yang monoton
dengan ukuran sel yang hampir sama. Biasanya tersebar dan tidak
berkelompok. Diagnostik sitologi Limfoma Hodgkin umumnya dibuat dengan
ditemukannya tanda klasik yaitu sel Reed Sternberg dengan latar belakang
limfosit, sel plasma, eosinofil dan histiosit. Sel Reed Sternberg adalah sel yang
besar dengan dua inti atau multinucleated dengan sitoplasma yang banyak dan
pucat. Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah
penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen,
penyakit Cat-scratch, penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis
dan Sisestemic lupus erythematosus (SLE). Obat-obatan dapat menyebabkan
limfadenopati generalisata. Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian
obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti
allupurinol, atenolol, dan captopril. 17

41
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pada skenario ini kami menyimpulkan bahwa Mr. X masuk kedalam


imunnodefisiensi sekunder, dan dugaan kami Mr. X terinfeksi HIV-AIDS.
Imunnodefisiensi sekunder sendiri merupakan suatu gangguan sistem imun yang
didapatkan dari luar. Kemudian gejala yang muncul untuk imunnodefisiensi
sekuder (HIV-AIDS) sendiri salah satunya adalah berupa infeksi oportunistik.
Infeksi oportunistik adalah infeksi akibat adanya kesempatan untuk timbul
pada kondisi kondisi tertentu yang memungkinkan, karena infeksi oportunistik
bisa disebabkan oleh organisme non patogen. Pada infeksi oleh HIV, tubuh secara
gradual akan mengalami penurunan imunitas akibat penurunan jumlah dan
limfosit CD4+. Pada keadaan dimana limfosit CD4+ Lebih dari 200/ml atau
kurang, sering terjadi gejala indikator AIDS. Spektrum infeksi yang terjadi pada
keadaan imunitas tubuh menurun pada infeksi HIV disebut Infeksi oportunistik.
Pada skenario kita bisa lihat bahwa Mr. X ini dia mengalami buang air besar
(BAB) encer, penurunan berat badan (BB) lebih dari 10 kg, kemudian ada juga
infeksi yang berulang, bercak putih pada lidah, dan luka pada alat kelamin.
Penyakit ini semua muncul akibat dari sistem imun yang menurun yang
mengakibatkan infeksi oportunistik tadi. Ditambah dengan pola hidup yang tidak

42
baik (tato pada tubuh), lingkungan yang kurang baik, dan tuntutan pekerjaan
membuat Mr. X dapat mengidap HIV dengan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland WA, Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31 Jakarta:EGC.


2010
2. Mutsaqof, AAN. Wiharto, S. Suryani, E. Sistem Pakar untuk Mendiagnosis
Penyakit Infeksi Menggunakan Forward Chaining. Jurnal Itsmart. Juni
2015;4(1)
3. Nasar MI, Santoso C. Buku ajar patologi robbins. Edisi 9. Jakarta: Elseiver.
2015.
4. Rabson a, Roitt IM, Delves PJ. Really Essential Medical Immunology. Edisi
9. Australia : Blackwell Publishing.2015
5. Abbas AK, Licthman AH: Basic Immunology.Edisi 5. Philadelphia, Saunders
: Elsevier. 2016
6. Kowalak, JP. Welsh, W. Mayer, B. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi 1. Hartono,
A: Editor. Jakarta: EGC. 2011
7. Budiarti, R. Immunopathogenesis and Risk Factor to Fishermen. Oceana
Biomedicina Journal. Jan-Jun 2018; 1(1).
8. Wahid, S. Miskad, UA. Imunologi : Lebih Mudah Dipahami. Edisi 2. Wijaya,
A : Editor Bahasa. Surabaya : Brilian Internasional . 2019
9. Kusuma, PD. Gangguan Imunodefisiensi Primer (PID).Oktober 2012 ; 9(342)
10. Sherwood L. Fisiologi manusia: Dari sel ke sistem. Ed 8. Jakarta: EGC.2014.

43
11. Zeth, AHM. Asdie, AH. Mukti, AG. Mansoden J. Perilaku dan Risiko
Penyakit Hiv-Aids di Masyarakat Papua Studi Pengembangan Model Lokal
Kebijakan HIV-AIDS. 04 November 2015; 13(4)
12. Kumar V, Abbas A.K, et all. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9 . [ ebook ].
Canada : Elsevier.2013
13. Yunita D. Manifestasi Kelainan Kulit HIV/AIDS, J agromed unila. 2015
Nov; 2(4)
14. Putri JA, Darwin E, Efrida. Pola Infeksi yang Menyebabkan Kematian pada
Penyandang AIDS di RS. M. Djamil Padang Tahun 2010-2012. Jurnal
kesehatan andalas. 2015; 4(1)
15. Sudoyo, WR. Setiyohadi, B. Alwi, I. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing. 2009
16. Prasetya MP. Leukoplakia. J.Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana [Internet] 2018. [Cited 28 Oct 2019] 9(1).
17. Oehadian, A. Pendekatan Diagnosis Limfadenopati. J.Ilmiah Universitas
Padjajaran [Internet] 2013. [Cited 28 Oct 2019] 40(10)

44

Anda mungkin juga menyukai