Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH SEMINAR 1

MODUL GSM 6504


(SARAF, MUSKULOSKELETAL DAN KEPALA II)
Semester Ganjil 2020/2020 - Paralel 2

Disusun oleh:
Kelompok D

Selma Safrina Manusama 040002000124


Syifa Ameliya Az-Zahra 040002000126
Vania Ananda Wijaya Puspita 040002000127
Abigail Rifda Syaqila 040002000128
Adinda Rizkyviara Khalih Putri 040002000129
Bintang Cahya Putra 040002000130
Dika Andiana Sari Gunawan 040002000131
Dinda Berliana 040002000132
Elizabeth Yuliani Taramalinda 040002000133
Fatwanissa Ariestha Putri 040002000134
Haura Agni Septifionna 040002000135
Inka Zanasario Delima Safitri 040002000136
Levana Holil 040002000137

Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Trisakti

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penyusunan makalah ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan makalah tentang hasil
diskusi kami yaitu modul GSM 6504 dengan tepat waktu.
Penyelesaian makalah ini tidak dapat lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, kami ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam proses pembuatan makalah ini, terutama untuk para dosen yang
telah membimbing kami beserta teman-teman seangkatan yang telah mendukung kami
untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan di dalam
penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, tanda baca, maupun isi sehingga
penulis secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari pembaca.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat untuk masyarakat umum dan untuk kami pribadi. Akhir kata, penulis
mengucapkan mohon maaf bila ada kata-kata dalam penyampaian yang kurang
berkenan. Sekian dan terima kasih.

Jakarta,16 Desember 2020

Kelompok D

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I - PENDAHULUAN..............................................................................................1
BAB II - PEMBAHASAN SKENARIO DISKUSI 2.1.................................................3
1.1 Nervus yang berperan dalam nyeri pada skenario di atas...........................................3
1.2 Jelaskan secara anatomi 12 saraf cranial, dan lubang pada basis cranii yang dilewati
oleh saraf cranial tersebut !...............................................................................................4
1.3 Jelaskan histologi dari neuron beserta fungsinya........................................................6
1.4 Jelaskan histologi dari neuroglia beserta fungsinya..................................................11
1.5 Jelaskan zat biokimia yang berhubungan dengan nyeri pada skenario di atas..........22
BAB III – PEMBAHASAN SKENARIO DISKUSI 2.2.............................................27
2.1 Jelaskan secara lengkap struktur anatomi pembagian susunan saraf pada manusia!27
2.2 Jelaskan secara fisiologis mekanisme hantaran nyeri pada pasien tersebut?............34
2.3 Definisi dan jenis neurotransmitter!..........................................................................38
2.4 Jelaskan yang anda ketahui tentang neurotransmiter!...............................................41
2.5 Jelaskan apa yang dimaksud dengan sinaps dan bagaimana proses hantaran impuls
yang terjadi di sinaps ?....................................................................................................44
KESIMPULAN..............................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................48

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


SKENARIO 2.1
Seorang wanita berusia 28 tahun datang berobat ke dokter praktek dengan
keluhan nyeri pada pipi dan lidah sebelah kiri. Serangan nyeri ini mulai dirasakan sejak
seminggu yang lalu. Pasien mengaku dulunya ia juga sering merasakan nyeri di daerah
wajah tapi nyerinya tidak khas seperti nyeri yang sekarang dialaminya. Serangan nyeri
yang dirasakan mendadak seperti tertusuk-tusuk yang bertahan selama beberapa detik
sampai 2 menit, gejala hilang timbul dan selalu muncul di tempat yang sama. Kadang
nyeri muncul tanpa provokasi tapi lebih sering muncul jika pasien sedang mengunyah
makanan. Dokter menanyakan kemungkinan adanya gejala lain yang muncul bersamaan
dengan keluhan ini seperti mata berair, kebas di daerah wajah, lidah kaku, mulut
mencong atau sulit menelan, namun pasien menyangkal adanya gejala-gejala tersebut.

SKENARIO 2.2
Seorang wanita berusia 28 tahun datang berobat ke dokter praktek dengan
keluhan nyeri pada pipi dan lidah sebelah kiri. Serangan nyeri ini mulai dirasakan sejak
seminggu yang lalu. Pasien mengaku dulunya ia juga sering merasakan nyeri di daerah
wajah tapi nyerinya tidak khas seperti nyeri yang sekarang dialaminya. Serangan nyeri
yang dirasakan mendadak seperti tertusuk-tusuk yang bertahan selama beberapa detik
sampai 2 menit, gejala hilang timbul dan selalu muncul di tempat yang sama. Kadang
nyeri muncul tanpa provokasi tapi lebih sering muncul jika pasien sedang mengunyah
makanan. Dokter menanyakan kemungkinan adanya gejala lain yang muncul bersamaan
dengan keluhan ini seperti mata berair, kebas didaerah wajah, lidah kaku, mulut
mencong atau sulit menelan, namun pasien menyangkal adanya gejala-gejala tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


SKENARIO 2.1
1. Nervus yang berperan dalam nyeri pada skenario di atas
2. Jelaskan secara anatomi 12 saraf cranial, dan lubang pada basis cranii yang
dilewati oleh saraf cranial tersebut !

1
3. Jelaskan histologi dari neuron beserta fungsinya
4. Jelaskan histologi dari neuroglia beserta fungsinya
5. Jelaskan zat biokimia yang berhubungan dengan nyeri pada skenario di atas

SKENARIO 2.2
1. Jelaskan secara lengkap struktur anatomi pembagian susunan saraf pada
manusia !
2. Jelaskan secara fisiologis mekanisme hantaran nyeri pada pasien tersebut?
3. Definisi dan jenis neurotransmitter!
4. Jelaskan yang anda ketahui tentang neurotrasnmiter!
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sinaps dan bagaimana proses
hantaranimpuls yang terjadi di sinaps ?

2
BAB II

PEMBAHASAN SKENARIO DISKUSI 2.1

1. Nervus yang Berperan Dalam Nyeri pada Skenario


Nervus Trigeminus merupakan nervus cranial terbesar, sensorik pada leher dan kepala
serta merupakan nervus motorik pada otot otot pengunyahan. Nervus trigeminus
bercabang 3, yaitu:
1. Nervus Optalmicus
2. Nervus Maksilaris
3. Nervus Mandibularis.
Nervus Optalmicus dan Maksilaris bersifat aferen(sensorik), sedangkan Nervus
Mandibularis bersifat aferen(Sensoris) dan eferen (motoris).
Gangguan pada nervus trigeminus disebut juga sebagai neuralgia trigemal. Neuralgia
trigeminal merupakan salah satu nyeri neuropatik, dimana nyeri neuropatk ini ditandai
dengan adanya kerusakan pada saraf.
Neural Trigeminal
Gangguan dari nervus trigemal dapat dirasakan sebagai rasa tajam dan tertusuk
pada pipi, lidah, dagu, maupun gusi pada salah satu sisi wajah. Rasa nyeri tersebut
dapat dirasakan dalam hitungan detik hingga 2 menit lebih. Rasa nyeri ini dapat
distimulasi oleh berbagai macam hal seperti mengunyah atau menyentuh area area
tertentu yang berlokasi di wajah. sama dengan halnya dalam kasus ini.
Nervus Optalmicus merupakan nervus terkecil di dalam nervus trigeminal. Nervus
opthalmicus keluar dari cranium melalui fissura orbitalis superior pada permukaan
superior orbita. Nervus Optalmicus ini terbagi menjadi 3, yaitu :
a. Nervus Lacrimalis (masuk ke lacrimal, menyuplai ke kelopak mata)
b. Nervus Frontalis(Masuk ke antara periosteum dari orbit dan otot levator
palpebrae superioris di bagian anterior, menyuplai ke Sensorik dari kulit dahi
dan mukosa sinus frontal)
c. Nervus Nasociliaris ( masuk melalui orbit lateral ke nervus optic, menyuplai ke
selaput lendir hidung, kulit ujung hidung dan konjungtiva)

3
2. Jelaskan Secara Anatomi 12 Saraf Cranial, dan Lubang pada Basis Cranii yang
Dilewati Oleh Saraf Cranial Tersebut!

Gambar 2.1 Saraf Cranial


Fossa Cranii Anterior
a. Lamina cribrosa:
i. N. I: N. olfactorius
Fossa Cranii Media
a. Canalis opticus:
i. N. II: N. opticus
b. Fissura orbitalis superior:
i. N. III: N. oculomotorius
ii. N. IV: N. trochlearis
iii. N. V3: N. ophthalmicus
iv. N. VI: N. abducens
c. Foramen rotundum:
i. N.V2: N. maxillaris
d. Foramen ovale:
i. N.V3: N. mandibularis

4
Fossa Cranii Posterior
a. Meatus acusticus internus:
i. N. VII: N. facialis
ii. N.VIII: N. vestibulocochlearis
b. Foramen jugulare:
i. N. IX: N. glossopharingeus
ii. N. X: N. vagus
iii. N. XI: N. accessorius
c. Canalis Hypoglossi:
i. N. XII: N. hypoglossus
d. Foramen stylomastoideum:
i. N. VII: N. facialis

Gambar 2.2 Neurovaskular pada Basis Cranii

5
3. Jelaskan Histologi dari Neuron Beserta Fungsinya

Neuron memiliki bentuk yang sangat khas untuk mendukung fungsinya sebagai
pembentuk dan penyalur informasi. Bagian-bagian dari neuron antara lain badan sel
(soma atau perikarion), dendrit serta akson. Berdasarkan jumlah dendrit dan akson,
neuron diklasifikasikan menjadi neuron multipolar, bipolar dan pseudounipolar (Ross &
Pawlina, 2011).

Neuron multipolar memiliki satu akson dan dua atau lebih dendrit. Dendrit
berfungsi sebagai penerima impuls, badan sel sebagai pembentuk impuls dan akson
sebagai pembawa impuls keluar dari neuron. Contoh neuron multipolar adalah neuron
motoris yang banyak ditemukan pada kornu anterior medula spinalis, sel pyramid pada
korteks serebrum, sel purkinje pada korteks serebelum serta interneuron. Neuron
bipolar memiliki satu akson dan satu dendrit, banyak terdapat pada organ sensoris
khusus, contoh sel pembau, sel-sel penyusun retina, dan sel ganglion nervus
vestibulokoklear. Neuron pseudounipolar bersifat sensoris dan memiliki satu akson
yang segera terbagi menjadi dua cabang. Badan sel neuron pseudounipolar terletak pada
ganglion dorsalis medula spinalis, satu cabang aksonnya memanjang sampai ke reseptor
di perifer (kulit) dan cabang akson lainnya mengarah masuk ke kornu dorsalis medula
spinalis (Ross & Pawlina, 2011).

Badan sel saraf mengandung satu inti sel dengan satu anak inti dan mengandung
organel. Beberapa organel seperti retikulum endoplasmik kasar, ribosom, dan polisom
membentuk struktur khas di dalam sitoplasma neuron yang disebut sebagai badan Nissl
(Nissl’s bodies). Organel lain yang terkandung dalam badan sel saraf adalah
mitokondria, aparatus golgi, lisosom, mikrotubulus, mikrofilamen dan vesikel transport.
Bagian dari badan sel yang akan membentuk akson (axon hillock) tidak mengandung
organel (Mescher, 2010).

Dendrit dan akson merupakan juluran utama yang terdapat pada neuron. Dendrit
mempunyai fungsi utama untuk menerima impuls dari luar dan membawa impuls ke
dalam badan sel. Diameter dendrit lebih besar daripada akson dan tidak bermielin.
Dalam sitoplasma yang menyusun dendrit terdapat organel-organel penyusun
sitoplasma badan sel, kecuali aparatus golgi. Dendrit memiliki percabangan yang
ekstensif, yaitu dendritic trees (pohon dendrit) yang berfungsi untuk memperluas

6
permukaan penerimaan impuls (Kessel 1998; Ross & Pawlina, 2011; Young & Heath,
2000).

Akson merupakan struktur yang berfungsi menyampaikan impuls ke luar dari


sel saraf menuju sel saraf yang lain maupun organ efektor dengan cara membentuk
sinaps yang diperantarai dengan zat kimia yaitu neurotransmiter. Akson bermula dari
axon hillock, yang berfungsi sebagai pintu gerbang penjalaran impuls. Sitoplasma axon
hillock tidak mengandung badan Nissl, tetapi mengandung mikrotubulus, mikrofilamen,
mitokondria dan vesikel transport yang ikut menyusun akson. Akson bisa sangat
panjang, seperti akson dari sel kornu anterior medula spinalis, dan juga bisa pendek,
seperti akson dari interneuron di dalam medula spinalis.

Pada sistem saraf pusat, akson terletak di dalam daerah substansia alba,
sedangkan pada sistem saraf perifer, akson adalah penyusun utama dari serabut saraf
perifer (Kessel 1998; Ross & Pawlina, 2011; Young & Heath, 2000). Akson dapat
bermyelin (myelinated) maupun tidak bermyelin (unmyelinated). Selubung myelin
dibentuk oleh neuroglia, yaitu oligodendrosit pada sistem saraf pusat, dan sel Schwann
pada sistem saraf tepi. Pada akson yang bermyelin, selubung myelin bersifat isolator
sehingga memungkinkan penjalaran impuls loncat (saltatory conduction), dimana
impuls akan meloncat pada bagian akson yang tidak diselubungi myelin, yang
dinamakan nodus ranvier atau node of ranvier (Crossman & Neary, 2010; Ross &
Pawlina, 2011). Akhiran akson pada serabut otot bergaris membentuk sinaps, yang
dinamakan neuromuscular junction atau motor end plate dengan neurotransmiter
asetilkolin (Mescher, 2010).

7
Gambar 3.1 Struktur Sel Saraf

Neuron terdiri dari 12 nervus kranial, semua nervus spinal, dan cabangnya.
Fungsinya adalah sebagai penghantar informasi berupa rangsangan atau impuls. Dengan
adanya sel-sel saraf ini, baik organ maupun sistem gerak bisa memberikan respons
sebagaimana mestinya. Fungsi neuron yang paling utama adalah untuk menerima,
mengolah, dan menyampaikan rangsangan dari seluruh organ. Fungsi ini akan berjalan
dengan baik jika ada koordinasi antara fungsi sensorik, fungsi pengatur, dan fungsi
motorik. Sistem saraf dibagi menjadi dua dengan fungsi yang berbeda, yaitu:

A. Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf pusat mengendalikan seluruh pengaturan dan pengolahan


rangsangan, mulai dari mengatur pikiran, gerakan, emosi, pernapasan, denyut jantung,
serta pelepasan berbagai hormon, suhu tubuh, hingga koordinasi seluruh sel saraf untuk
melakukan fungsi pengaturan di dalam tubuh.

B. Sistem saraf tepi

Fungsi utama dari sistem saraf tepi adalah menerima rangsangan dan
menghantarkan semua respons yang sudah diolah oleh sistem saraf pusat. Sistem ini
terdiri dari beberapa fungsi dan bagian, yaitu:

1. Fungsi sensorik
Bagian ini berfungsi untuk menerima setiap rangsangan atau impuls, baik yang

8
dari luar maupun dalam tubuh. Rangsangan yang diterima bisa berupa cahaya,
suhu, bau, suara, sentuhan, tekanan.
2. Fungsi motorik
Bagian motorik berperan untuk memberikan tanggapan atau reaksi tubuh
terhadap rangsangan yang sudah diproses oleh sistem saraf pusat. Ketika terkena
gangguan, misalnya karena penyakit saraf motorik, maka tubuh tidak dapat
bergerak dengan normal atau bahkan tidak dapat bergerak sama sekali.
3. Fungsi somatik
Selain kedua fungsi tersebut, sistem saraf tepi juga mengelola respons semua
kegiatan yang tidak disadari, seperti respons flight-or-fight dan kebalikannya.
Contohnya, ketika mengalami ancaman, tubuh akan merespons keadaan tersebut
dengan mempercepat denyut nadi, meningkatkan frekuensi pernapasan, serta
meningkatkan aliran darah. Setelah keadaan yang dirasa mengancam sudah
teratasi, tubuh akan mengembalikan respons ke kondisi normal.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu fungsi neuron adalah
menerima atau menyalurkan informasi berupa sinyal dari atau ke sel saraf berikutnya
oleh akson. Kemudian pada ujung akson terdapat cabang yang disebut dengan
telodendrion berakhir pada ujung sinaps berbentuk gelembung atau tonjolan yang
banyak mengandung vesikel berisi neurotransmitter. Tempat terjadinya kontak
fungsional antar neuron ini dinamakan celah sinaps.

Gambar 3.0 Sinaps pada Neuron

9
Mekanisme sinapsis dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu presinaps, celah
sinaps, dan postsinaps. Di sepanjang membran, neuron menyalurkan sinyal-sinyal
berupa potensial listrik yang pada akhirnya berujung pada presinaps. Bila sinyal sampai
ke presinaps, maka sinaps akan melepaskan (secara eksositosis) suatu neurotransmitter
yang tersimpan dalam vesikel lalu bergerak melalui celah sinaps ke reseptor protein
pada pasca sinaps.

Gambar 3.1 Mekanisme Sinapsis

Dalam pembelajaran Histologi, macam-macam sinaps dinamakan berdasarkan


tempat dimana terjadinya proses sinapsis tersebut. Beberapa macam sinaps ada:

1. Sinaps aksosomatik (axosomatic synapse), yaitu sinaps yang terletak di antara


akson dari satu neuron dengan badan sel dari neuron lain.

Gambar 3.2 Sinaps Aksodendritik

2. Sinaps aksodendritik (axodendritic synapse), yaitu sinaps yang terletak di antara


akson dari neuron yang satu dengan dendrit dari neuron lain.

10
Gambar 3.3 Sinaps Aksoaksonik

3. Sinaps aksoaksonik (axoaxonic synapse), yaitu sinaps yang terletak antara ujung
akson dari neuron yang satu dengan akson neuron lain.

Gambar 3.4 Sinaps Aksoaksonik

4. Jelaskan histologi dari neuroglia beserta fungsinya.

Gambar 4.0 Sel Neuroglia pada Sumsum Tulang Belakang

A. Pengertian Neuroglia
Neuroglia adalah sel penyokong untuk neuron-neuron sistem saraf pusat (SSP)
sedangkan sel Schwann menjalankan fungsi tersebut pada sistem saraf tepi (SST).
Neuroglia menyusun 40% volume otak dan medula spinalis. Neuroglia jumlahnya lebih
banyak dari sel-sel neuron dengan perbandingan sekitar 10:1. Tidak seperti neuron, sel

11
glia tidak membentuk atau mengeluarkan impuls saraf. Sel ini berkomunikasi dengan
neuron dan di antara mereka sendiri melalui sinyal kimiawi.

B. Fungsi Neuroglia
Fungsi sel glia “neuroglia” yang diantaranya yaitu:

1. Menyediakan Nutrisi bagi sel saraf “neuron”


2. Mempertahankan keseimbangan tubuh
3. Membentuk selubung Mielin sel saraf
4. Berpartisipasi dalam transmisi sinyal sistem saraf

C. Jenis-jenis Neuroglia

Berdasarkan letaknya pada susunan saraf, sel glia terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1) Sel glia pada sistem saraf pusat


Di dalam sistem saraf pusat, terdapat empat sel glia :

1. Astrosit

Astrosit yang diberi nama demikian karena berbentuk seperti bintang


(astro artinya “bintang”, sit artinya “sel”), adalah sel glia yang paling banyak.
Astrosit merupakan makroglia yang berasal dari neuroektoderm, berbentuk
seperti bintang dengan sitoplasma yang menjulur dan bercabang-cabang, yaitu
astrocyte (end) feet (Kessel, 1998). Ujung dari juluran-juluran tersebut berakhir
pada berbagai struktur, antara lain pada badan sel neuron, dendrit, sinaps,
dinding pembuluh darah dan lapisan dalam dari piamater. Astrocyte feet yang
berakhir pada dinding kapiler pembuluh darah dinamakan perivascular feet.
Sitoplasma astrosit mengandung retikulum endoplasma kasar, poliribosom,
mikrotubulus dan intermediet filamen. Terdapat dua jenis astrosit, yaitu astrosit
protoplasmik yang banyak terdapat pada substansia grisea dan astrosit fibrosa
yang banyak terdapat pada substansia alba (Kessel, 1998). Sel ini memiliki
fungsi penting, di antaranya :

12
1) Sebagai “lem” (glia artinya “lem”) utama SSP, astrosit menyatukan neuron-
neuron dalam hubungan ruang yang benar.
2) Astrosit berfungsi sebagai perancah untuk menuntun neuron ke tujuan akhirnya
selama perkembangan otak masa janin.
3) Sel-sel glia ini memicu pembuluh darah halus otak menjalani perubahan
anatomik dan fungsional yang berperan dalam pembentukan sawar darah-otak
suatu pembatas sangat selektif antara darah dan otak yang akan segera dibahas
secara lebih detail.

Gambar 4.1 Preparat Astrosit


4) Astrosit penting dalam perbaikan cedera otak dan dalam pembentukan jaringan
parut saraf.
5) Sel ini berperan dalam aktivitas neurotransmitter. Astrosit menyerap dan
menguraikan glutamat dan asam gama-aminobutirat (GABA), yang masing-
masing adalah neurotransmitter eksitatorik dan inhibitorik, sehingga kerja
pembawa-pembawa pesan kimiawi ini terhenti.
6) Astrosit menyerap kelebihan K+ dari CES otak ketika aktivitas potensial aksi
yang tinggi mengalahkan kemampuan pompa Na+ – K+ mengembalikan K+
yang keluar ke dalam neuron.

7) Dalam penelitian-penelitian terakhir astrosit bersama dengan sel glia lain


diketahui meningkatkan pembentukan sinaps dan memodifikasi transmisi
sinaps. Astrosit berkomunikasi dengan neuron dan dengan astrosit lain melalui
sinyal kimiawi dengan dua cara. Pertama, ditemukan adanya taut celah antara
astrosit-astrosit itu sendiri dan antara astrosit dan neuron. Sinyal kimiawi dapat
berjalan langsung antara sel-sel melalui saluran penghubung kecil ini tanpa

13
masuk ke CES sekitar. Kedua, astrosit memiliki reseptor untuk neurotransmitter
glutamat yang sering dikeluarkan oleh neuron.

2. Oligodendrosit

Oligodendroglia bentuknya lebih kecil daripada astrosit dengan cabang


sitoplasmanya lebih pendek dan jumlah cabang sedikit (oligo= sedikit). Intinya
kecil, dan sitoplasma disekitar inti sedikit, tampak sebagai pinggiran
perinuklear. Mengandung ribosom, kompleks Golgi, mikrotubulus dan
neurofilamen.

Sel ini terutama ada di substansia grisea yang dinamakan perineuronal


satellite cells yang berhubungan erat dengan perikarion neuron (sel-sel satelit
perineuronal) dan di substansia alba yang dinamakan interfascicular
oligodendrocytes dalam jumlah yang sedikit yang terletak di antara berkas-
berkas akson. Lainnya terletak dekat dengan pembuluh darah (perivaskular).

Fungsi oligodendroglia adalah membentuk selubung mielin di SSP dan


sebagai sel penyokong. Cabang sitoplasma yang serupa daun dari badan-badan
sel meluas melingkar mengitari serat-serat saraf secara spiral. Tiap
oligodendroglia mempunyai beberapa cabang sehingga dapat membentuk
sarung-sarung myelin disekitar beberapa serat-serat saraf yang berdekatan.

Oligodendrosit membentuk selubung mielin insulatif di sekitar akson


SSP. Oligodendrosit memiliki beberapa juluran memanjang yang masing-
masing membungkus (seperti dadar gulung) sepotong akson antarneuron untuk
membentuk segmen mielin.

Oligodendroglia atau oligodendrosit seperti astrosit memiliki silinder


sitoplasma yang panjang dan merupakan sel glia yang bertanggung jawab
menghasilkan myelin dalam SSP. Setiap oligodendroglia mengelilingi beberapa
neuron dan membran plasmanya membungkus tonjolan neuron sehingga
membentuk selubung mielin. Mielin pada SST dibentuk oleh sel Schwann.
Fungsi pada oligodendrosit adalah membentuk selubung mielin di SSP.

14
Gambar 4.2 Struktur Neuroglia

Gambar 4.3 Preparat Oligodendrosit

3. Mikroglia

Mikroglia adalah sel pertahanan imun SSP. Sel “pembersih” ini adalah
“sepupu” monosit, sejenis sel darah putih yang meninggalkan darah dan
membentuk lini pertama pertahanan di berbagai jaringan di seluruh tubuh.
Mikroglia berasal dari jaringan sumsum tulang yang sama dengan yang
menghasilkan monosit. Selama perkembangan masa mudigah, bermigrasi ke

15
SSP, tempat sel-sel ini berdiam diri sampai diaktifkan oleh infeksi atau cedera.
Mikroglia berbentuk pipih serta mempunyai juluran angular yang panjang dan
bercabang. Mikroglia berperan dalam proses fagositik dan terdapat dengan
distribusi yang relatif sama pada substansia grisea maupun substansia alba.

Dalam keadaan istirahat, mikroglia adalah sel “berbulu” dengan banyak


cabang panjang yang memancar keluar. Mikroglia dalam keadaan istirahat
bukan sekedar sel pengawas. Sel ini mengeluarkan faktor-faktor pertumbuhan
dalam konsentrasi yang rendah, misalnya faktor pertumbuhan saraf, yang
membantu neuron dan sel glia lain bertahan hidup dan tumbuh. Jika terjadi
masalah di SSP, mikroglia menarik cabang-cabangnya, membulat, dan menjadi
sangat mobile, bergerak menuju daerah yang bermasalah untuk menyingkirkan
semua benda asing atau sisa jaringan. Dalam keadaan aktif, mikroglia
mengeluarkan bahan-bahan kimia destruktif untuk menyerang sasaran mereka.

Gambar 4.4 Preparat Mikroglia

16
Gambar 4.5 Preparat Mikroglia

4. Sel Ependim

Sel ependim berbentuk seperti epitel kuboid atau kolumnar rendah,


memiliki silia atau mikrovili pada permukaan apikalnya, namun tidak
mempunyai basal membran. Sel ependim yang melapisi pleksus koroideus
dinamakan choroid plexus epithelium (Ross & Pawlina, 2011). Sel Ependim
melapisi bagian dalam rongga-rongga berisi cairan di SSP. Ketika sistem saraf
berkembang dari tabung saraf berongga, rongga sentral awal pada tabung ini
dipertahankan dan dimodifikasi untuk membentuk ventrikel dan kanalis
sentralis. Ventrikel terdiri dari empat rongga yang saling berhubungan di dalam
interior otak serta juga bersambungan dengan kanalis sentralis sempit yang
membentuk terowongan di bagian tengah medulla spinalis. Sel-sel ependim
yang melapisi ventrikel ikut membentuk cairan serebrospinal. Sel-sel ependim
adalah salah satu dari beberapa jenis sel yang memiliki silia. Gerakan silia sel
ependim ikut berperan mengalirkan cairan serebrospinal diseluruh ventrikel.

Yang menarik, riset-riset baru berhasil menemukan sel ependim yang


sama sekali berbeda: sel ini berfungsi sebagai sel puncak neuron dengan potensi

17
membentuk tidak saja sel glia lain tetapi juga neuron. Pandangan tradisional
telah lama menganggap bahwa otak dewasa tidak membentuk neuron baru.
Kemudian pada akhir 1990 an, para ilmuwan menemukan bahwa neuron-neuron
baru ternyata terbentuk disatu terbatas, yaitu di bagian tertentu
hipokampus,suatu struktur yang penting untuk belajar dan mengingat.

Neuron di bagian otak lainnya dianggap tidak dapat digantikan. Tetapi


penemuan bahwa sel ependim adalah prekurser bagi neuron-neuron baru
mengisyaratkan bahwa otak dewasa memiliki potensi lebih besar untuk
memperbaiki bagian yang rusak daripada yang selama ini dianggap. Saat ini
belum ada bukti bahwa otak secara spontan memperbaiki diri setelah gangguan
yang merusak neuron misalnya trauma kepala, stroke, penyakit
neurodegeneratif. Tampaknya sebagian besar daerah otak tidak dapat
mengaktifkan mekanisme untuk mengganti neuron yang hilang karena
“campuran” bahan-bahan kimia penunjang yang diperlukan tidak tersedia.

Fungsi sel ependim adalah melapisi bagian dalam rongga otak dan
medulla spinalis, ikut membentuk cairan serebrospinal, berfungsi sebagai sel

punca neuron dengan potensi membentuk neuron dan sel glia baru.

Gambar 4.6 Sel Ependim

18
2. Sel Glia Pada Sistem Saraf Tepi

1. Sel Schwann

Sel Schwann (bahasa Inggris: Schwann cell, neurolemmocyte) adalah


sejenis sel glial yang disebut menurut nama seorang ilmuwan Jerman yaitu
Theodor Schwann. Pada akson sistem saraf tepi, sel Schwann memungkinkan
terjadinya transduksi sinyal elektrik dari dendrit menuju terminal akson, dengan
melilitkan membran plasmanya secara konsentrik sepanjang akson yang dikenal
sebagai selubung mielin. Pada sistem saraf pusat, selubung mielin terbentuk
oleh oligodendrosit.

Sel Schwann sebagai neuron unipolar, sebagaimana oligodendrosit,


membentuk mielin dan neurolemma pada SST. Neurolema adalah membran
sitoplasma halus yang dibentuk oleh sel–sel Schwann yang membungkus
serabut akson neuron dalam SST, baik yang bermielin maupun tidak bermielin.

Neurolema merupakan struktur penyokong dan pelindung bagi serabut akson.

19
Gambar 4.7 Sel Schwann

Gambar 4.8 Preparat Sel Satelit dan Sel Schwann

2. Selubung Mielin

Selubung mielin adalah lapisan yang melingkari akson secara konsentris dan
terdiri atas lipid dan neurokeratin. Pada susunan saraf pusat selubung mielin dibentuk
oleh sel oligodendroglia sedangkan pada susunan saraf tepi dibentuk oleh sel Schwann.

Dalam keadaan segar selubung mielin sangat refraktil dan putih (mie lin
memberikan warna putih pada substansia alba otak dan medula spinalis). Mielin yang
terutama terdiri atas lipid, larut sesudah cara-cara fiksasi biasa, meninggalkan anyaman
bahan-bahan protein yang disebut neurokeratin disekeliling serat saraf. Mielin dapat
difiksasi dan terpulas hitam osmium tetraoksida. Sesudah difiksasi dengan bikromat,
mielin dapat dapat diwarnai dengan hematoksilin.

Dengan mikroskop cahaya, selubung mielin terlihat sebagai silinder yang tidak
sempurna atau terputus-putus, karena pada setiap jarak 0,1-1,5 mm terdapat celah pada
selubung-selubung yang dikenal sebagai nodus Ranvier atau pinggetan Ranvier. Pada
pulasan perak nodus Ranvier akan terisi oleh endapan perak yang dikenal sebagai

20
palang Ranvier. Dengan mikroskop elektron terlihat bahwa mielin merupakan suatu seri
lapisan konsentris membran plasma sel Schwann atau oligodendroglia.

Fungsi selubung mielin adalah seperti insulator pada kawat listrik. Arus listrik
meloncat dari dari nodus Ranvier yang satu ke nodus Ranvier berikutnya dengan sangat
cepat (saltatory conduction). Dengan demikian kecepatan rambat saraf listrik pada saraf

yang bermielin jauh lebih cepat dibandingkan dengan serat saraf tanpa mielin.

Gambar 4.9 Selubung Mielin

21
Gambar 4.10 Saraf Peripheral

5. Jelaskan zat biokimia yang berhubungan dengan nyeri pada skenario di atas
Trigeminal neuralgia atau nyeri saraf adalah nyeri yang terjadi di daerah
nervus (saraf) trigeminus, nyeri paroksismal pada sebagian wajah dan
disebabkan oleh aktivitas seperti makan, adanya sentuhan ringan seperti
mencuci muka, gosok gigi dan berbicara, dimulai serta berhenti secara tiba-tiba
dan berhubungan dengan kecemasan. Menurut International Association For
The Study Of Pain (IASP) trigeminal neuralgia adalah nyeri di wajah yang
timbulnya mendadak, nyeri singkat dan berat seperti ditusuk. Trigeminal
neuralgia merupakan nyeri neuropatik (rasa sakit yang terkait dengan cedera
saraf) pada umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang bervariasi.
Gangguan dari nervus trigeminal dapat dirasakan sebagai rasa tajam dan
tertusuk pada pipi, bibir, dagu, hidung, dahi, maupun gusi pada salah satu sisi
wajah (unilateral). Rasa nyeri dapat terjadi dalam hitungan detik sampai sekitar
2 menit. Nervus Trigeminus adalah nervus cranialis kelima. Nervus ini terbagi
menjadi 2 cabang. Cabang besar memerankan fungsi sensoris pada wajah,
sedangkan cabang yang lebih kecil memerankan fungsi motorik mengunyah.
Ramus opthalmica mengurus sensibilitas wajah pada area dahi, mata, hidung,

22
kening, selaput otak, dan sinus paranasal. Ramus maxillaris mengurus
sensibilitas wajah pada area bibir atas, palatum dan mukosa hidung. Ramus
mandibularis mengurus sensibilitas rahang bawah, gigi bawah, pipi, mukosa
pipi, dan telinga eksternal. Cabang V1 (n. opthalmicus) keluar melalui fissura
orbitalis superior bersama nervus III (n. oculomotorius), IV (n. trochlearis), VI
(n. abducens).

Gambar 5.0 Foramen pada Cranium

Cabang V2 (n. maxillaris) keluar melalui foramen rotundum.

Gambar 5.1 Foramen pada Basis Cranii

Cabang V3 (n. mandibularis) keluar melalui foramen ovale.

23
Gambar 5.2 Foramen pada Basis Cranii

Ganglion nervus trigeminus adalah Ganglion Gasseri.

Gambar 5.3 Ganglion

A. Berikut adalah beberapa penyebab dari trigeminal neuralgia adalah:


1. PBDE (Polybrominated diphenyl ether)
Paparan senyawa PBDE yang digunakan dalam produk tahan api,
termasuk tekstil, furnitur atau karpet. PBDE bisa memicu hiperaktivitas.
Dalam jangka waktu lama PBDE akan terakumulasi dalam tubuh
manusia dan menyebabkan kerusakan otak dan saraf

Gambar 5.4 Polybrominated Diphenyl Ether

24
2. Timbal
Timbal (Pb) lazimnya digunakan dalam industri baterai, karet, kabel, zat
pewarna atau cat dan bensin. Timbal dapat memicu gangguan
pertumbuhan pada saraf di otak.
3. Kalsium
Fungsi kalsium sangat penting bagi tubuh diantaranya berperan dalam
pembentukan tulang dan gigi yang sehat.kalsium juga berfungsi
mengatur kontraksi dan relaksasi otot,serta berperan dalam transmisi
(pengiriman pesan) saraf. Pada penderita trigeminal neuralgia,
konsentrasi kalsium dalam tubuhnya lebih rendah.
4. Magnesium
Kekurangan magnesium bisa menyebabkan disfungsi saraf dan
menimbulkan masalah mental.
5. Zat Besi
Kekurangan zat besi dapat mempengaruhi kecepatan hantar saraf.
6. Vitamin B12
Memiliki keterkaitan yang erat dengan jaringan saraf, dan kekurangan
vitamin B12 dapat menyebabkan demielinisasi pada saraf yaitu gejala
robeknya selubung mielin pada neuron. Hal ini menyebabkan gangguan
aliran sinyal saraf individu yang terinfeksi, menyebabkan gangguan
perasaan, gerakan, kesadaran, atau fungsi lainnya yang bergantung pada
sistem saraf.

B. Zat Biokimia Yang Berperan


1. Obat Antikonvulsan
Obat ini diberikan untuk tujuan memperlambat impuls saraf
mengirimkan rasa nyeri ke otak. Contohnya seperti karbamazepin,
okskarbazepin, lamotrigine, phenytoin, clonazepam, dan gabapentin.
Efek sampingnya berupa mual, pusing, linglung, dan kelelahan.
a. karbamazepin memiliki banyak efek samping sehingga dapat
digantikan dengan okskarbazepin
b. okskarbazepin memiliki efek samping lebih sedikit dari pada
karbamazepin
2. Suntikan Botox/botulinum toxin

25
Dengan suntikan ini bisa mengurangi rasa sakit yang tidak bisa ditangani
dengan pemberian obat-obatan.
3. Obat Antispasmodik
Golongan obat yang dapat melemaskan otot dan dapat digunakan
bersama carbamazepine. Contohnya adalah baclofen. Efek sampingnya
berupa kelelahan, linglung, tremor, dan mual.

26
BAB III

PEMBAHASAN SKENARIO DISKUSI 2.2

1. Jelaskan secara lengkap Struktur Anatomi Pembagian Susunan Saraf pada


Manusia!

Gambar 1.1 Peta Konsep Sistem Saraf Manusia

1. Sistem Saraf Pusat (SSP)


Sistem saraf pusat merupakan pusat suatu kendali dari semua mekanisme dan
regulasi pada tubuh. Sistem saraf pusat memiliki penggerak utama yaitu otak dan
sumsum tulang belakang yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktivitas
tubuh. Bagian fungsional pada susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai
penghubung dan transmisi listrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang
menunjang secara mekanik dan metabolik.

Neuron yang ada di dalam sistem saraf pusat merupakan suatu bundel axon
yang berjalan bersama-sama untuk bersinaps di badan sel neuron lainnya dan disebut
sebagai traktus. Gugusan badan selnya disebut nuclei.

27
A. Otak

Gambar 1.2 Otak

Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur dari
segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga tengkorak. Bagian utama otak
adalah otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum) dan otak tengah. Otak juga
dilindungi tiga lapisan selaput meninges.

Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan serebrospinalis.
Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub araknoid disekitar otak dan medula
spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel otak. Cairan ini menyerupai plasma darah
dan cairan interstisial dan dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel
epindemal yang mengelilingi pembuluh darah serebral dan melapisi kanal sentral
medula spinalis. Fungsi cairan ini adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak
otak dan medula spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat
buangan antara darah dan otak serta medula spinalis (Nugroho, 2013).

Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:

1. Duramater terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan


tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater yang

28
mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara tulang kepala dengan
duramater terdapat rongga epidural.
2. Arachnoidea mater disebut demikian karena bentuknya seperti sarang
labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor
cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran
araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk
melindungi otak dari bahaya kerusakan mekanik.
3. Piamater adalah lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan
dengan lipatan-lipatan permukaan otak.

Otak memiliki bagian-bagian utama, antara lain:

1. Prosensefalon

Otak pada bagian ini bertanggung jawab dalam berbagai fungsi,


seperti menerima dan memproses informasi, berpikir, merasakan,
mengerti dan mengeluarkan bahasa, serta mengendalikan fungsi motorik
(otot). Ada dua bagian besar otak yang termasuk dalam golongan otak
depan, yaitu diensefalon (diencephalon) dan telensefalon
(telencephalon).

Diensefalon terletak di antara setengah bulatan otak dan otak


tengah. Diensefalon berperan dalam pengendalian motorik, penggantian
informasi penginderaan, dan pengendalian fungsi otonomi berbagai
organ tubuh. Beberapa contoh aktivitas yang melibatkan diensefalon di
antaranya adalah mengunyah, melihat, pergerakan mata, ekspresi yang
terjadi di wajah (misalnya, tersenyum, cemberut, dan lain-lain),
mendengar, bernapas, menelan, mencium (membaui), dan keseimbangan
tubuh. Pada diensefalon terdapat bagian talamus dan hipotalamus.

Talamus merupakan bagian yang berfungsi untuk menerima


seluruh informasi sensorik kecuali penciuman. Talamus juga berperan
sebagai tempat persepsi emosi.

Hipotalamus berfungsi sebagai pusat koordinasi sistem saraf


otonom dan mengatur emosi, kadar air dalam tubuh, tekanan darah,
kadar gula dalam darah. hipotalamus juga mengontrol kelenjar pituitari,
yakni kelenjar hormon yang berperan dalam mengontrol kelenjar-

29
kelenjar hormon lainnya, seperti kelenjar tiroid, kelenjar adrenalin, dan
pankreas.

Telensefalon terletak di bagian anterior otak menuju ke setengah


bagian midbrain (otak tengah). Telensefalon memuat bagian terbesar dari
otak, yaitu cerebral cortex atau otak besar. Telensefalon merupakan
lapisan tipis dari otak yang berwarna abu-abu, dan terdiri atas 15-33
miliar neuron. Tidak hanya itu, telensefalon juga terdiri atas basal
ganglia (bagian otak yang berfungsi sebagai penjaga keseimbangan
motorik), corpus striatum (bagian di bawah korteks), dan olfactory bulb
(bagian otak yang merespons bau).

Telensefalon berperan dalam berbagai macam proses, seperti


penentuan kecerdasan, penentuan kepribadian, menginterpretasi
rangsang indra, merencanakan dan mengelompokkan, merespons indra
penciuman (pembauan), serta merespons indra peraba (kulit).

2. Rombensefalon
a. Metensefalon

Metensefalon adalah bagian dari otak belakang yang strukturnya terdiri


atas pons varolli (jembatan varolli) dan cerebellum (otak kecil).
Metensefalon berada di bawah area posterior cerebrum (telensefalon)
dan di atas medulla oblongata (disebut juga sebagai sumsum sambung).
Area ini membantu dalam proses keseimbangan tubuh, koordinasi gerak,
refleks jantung, tidur, sirkulasi, irama gerak otot, dan pengendalian
informasi pengindraan.

b. Mielensefalon

Mielensefalon disusun oleh medulla oblongata (sumsum sambung).


Mielensefalon bertanggung jawab dalam mengontrol fungsi-fungsi
otonomi, seperti bernapas, denyut jantung, menelan, bersin, dan
pencernaan. Mielensefalon terdapat di bagian inferior brain stem.

B. Medula Spinalis (Sumsum tulang belakang)


Tulang belakang atau columna vertebralis terdiri atas 7 ruas servikal, 12 ruas
vertebra torakalis, 5 ruas vertebra lumbalis, 5 ruas os sacralis, dan 5 ruas os

30
coccygis yang bersatu satu sama lain. Medula spinalis atau sumsum tulang
belakang terdiri dari 31 pasang saraf spinal yang mengandung campuran
serabut-serabut sensorik dan motorik. Medula Spinalis adalah saraf tipis yang
merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat dari otak dan dilindungi oleh
columna vertebralis. Medulla spinalis terletak memanjang di dalam rongga
tulang belakang, mulai dari foramen magnum sampai ruas-ruas vertebra
lumbalis kedua.
Medula spinalis terbagi menjadi dua lapis yaitu lapisan luar berwarna putih
(white area) dan lapisan dalam berwarna kelabu (grey area) (Chamidah, 2013).
Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung badan
saraf. Medula spinalis dilindungi oleh selaput pembungkus yaitu selaput
meninges. Meninges tersusun atas 3 lapisan yaitu dura mater (dura), arachnoid
(arachnoid membrane), dan piameter. Di dalam medula spinalis terdapat saraf
sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai
penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak
refleks (Khafinuddin, 2012).

Gambar 1.1 Columna Vertebralis

2. Sistem Saraf Tepi (SST)

Saraf tepi terdiri dari saraf kranial dan spinal yang menghubungkan otak dan
medula spinalis ke jaringan tepi. Dalam saraf tepi, serabut disusun dalam berkas

31
terpisah yang dikenal dengan fascicle. Pada SST neuron merupakan unit fungsional
dasar susunan saraf. Neuron terdiri dari badan sel saraf dan prosesus-prosesusnya.
Badan sel saraf merupakan pusat metabolisme dari suatu neuron. Badan sel
mengandung nukleus dan sitoplasma. Terdapat setidaknya kurang dari setengah
saraf dilapisi oleh lapisan mielin. Mielin adalah campuran dari lipid dan protein.
Pada susunan saraf tepi, selubung mielin diproduksi oleh sel schwann dan hanya
terdapat satu sel schwann untuk setiap segmen serabut saraf. Susunan saraf tepi
yaitu saraf kranial dan saraf spinalis yang merupakan garis komunikasi antara SSP
dan tubuh . SST tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari SSP dan ke
SSP (Bahrudin, 2013).

Gambar 1.2 Struktur Neuron

A. Sistem Saraf Somatik (SSS)


Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang
saraf spinal. Sistem saraf somatik terutama merupakan sistem motorik. Sistem
saraf somatik dibagi menjadi dua yaitu :

1. Saraf kranial

Saraf kranial meliputi 12 pasang saraf kranial yang muncul dari


berbagai bagian batang otak. Beberapa sarafnya hanya tersusun dari serabut
sensorik, tetapi sebagian besar tersusun dari serabut sensorik dan motorik.
Berikut adalah kedua belas saraf tersebut :
1. N1 : N Olfactorius : Lamina Cribosa Os Ethmoidale

32
2. N2 : N Opticus : Foramen Opticum
3. N3 : N Occulomotorius : Fissura Orbitalis Superior
4. N4 : N Trochlearis : Fissura Orbitalis Superior
5. N5 : N Trigeminus
6. N5-1: N Opthalmicus : Fissura Orbitalis Superior
7. N5-2: N Maxillaris : Foramen Rotundum
8. N5-3 : N Mandibularis : Foramen Ovale
9. N6 : N Abduscens : Fissura Orbitalis Superior
10. N7 : N Fascialis : Foramen Stylomastoideum
11. N8 : N Accusticus : Meatus Accusticus Internus & Externus
12. N9 : N Glossopharyngeus : Foramen Jugulare
13. N10 : N Vagus : Foramen Jugulare
14. N11 : N Accesorius : Foramen Jugulare
15. N12 : N Hypoglossus : Foramen Hypoglossi

2. Saraf Spinal

Saraf spinal meliputi 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui
radiks dorsal(posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal merupakan
gabungan dari saraf sensorik dan motorik, fungsinya untuk membawa
informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan melalui eferen.
Saraf spinal berjumlah 31 pasang yang terdiri dari 8 pasang saraf servikal, 12
pasang saraf thorakal, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang saraf sakral dan 1
pasang saraf koksigeal.

B. Sistem Saraf Otonom (SSO)

33
Gambar 1.3 Tabel Perbedaan Antara Simpatik dan Parasimpatik

Sistem saraf otonom adalah sistem saraf yang mengatur jaringan dan organ
tubuh yang tidak disadari seperti otot polos, otot jantung, dan juga pada sel-sel
kelenjar. Sistem saraf otonom terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf
parasimpatik. Saraf simpatik berada di pangkal sumsum tulang belakang di daerah
dada dan pinggang. Saraf simpatik umumnya berfungsi untuk mempercepat kerja
organ-organ tubuh. Saraf parasimpatik merupakan saraf yang memanjang dari
sumsum lanjutan. Pada umumnya, saraf parasimpatik berfungsi untuk memperlambat
kerja organ-organ tubuh.

SST berdasarkan divisinya juga dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Divisi sensori (aferen) : susunan saraf tepi dimulai dari reseptor pada
kulit atau otot (efektor) ke dalam pleksus, radiks, dan seterusnya
kesusunan saraf pusat dan bersifat ascendens.
2. Divisi motorik (eferen) : menghubungkan impuls dari sistem saraf
pusat ke efektor yang bersifat desendens untuk menjawab impuls yang
diterima dari reseptor di kulit dan otot dari lingkungan sekitar.

2. Jelaskan Secara Fisiologis Mekanisme Hantaran Nyeri pada Pasien tersebut?

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan


akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam

34
bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang, berat),
kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan
penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah
suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan
dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga berkaitan dengan reflex menghindar dan
perubahan output otonom.
Nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang
kultural, umur dan jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai faktor kompleks nyeri dan
hanya bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya serta tes laboratorium
mengarahkan kita pada kesalahpahaman dan terapi yang tidak memadai terhadap
nyeri, terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orang tua, anak-anak
dan pasien dengan gangguan komunikasi. Nyeri juga merupakan pengalaman yang
subjektif, sama halnya saat seseorang mencium bau harum atau busuk, mengecap
manis atau asin, yang kesemuanya merupakan persepsi panca indera dan dirasakan
manusia sejak lahir. Walau demikian, nyeri berbeda dengan stimulus panca indera,
karena stimulus nyeri merupakan suatu hal yang berasal dari kerusakan jaringan atau
yang berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan.
Setiap pasien yang mengalami trauma berat (tekanan, suhu, kimia) atau pasca
pembedahan harus dilakukan penanganan nyeri yang sempurna, karena dampak dari
nyeri itu sendiri akan menimbulkan metabolic stress response (MSR) yang akan
mempengaruhi semua sistem tubuh dan memperberat kondisi pasiennya. Hal ini akan
merugikan pasien akibat timbulnya perubahan fisiologi dan psikologi pasien itu sendiri,
seperti:

1. Perubahan kognitif (sentral): kecemasan, ketakutan, gangguan tidur dan putus


asa.
2. Perubahan neurohumoral: hiperalgesia perifer, peningkatan kepekaan luka.
3. Plastisitas neural (kornu dorsalis), transmisi nosiseptif yang difasilitasi sehingga
meningkatkan kepekaan nyeri.
4. Aktivasi simpatoadrenal: pelepasan renin, angiotensin, hipertensi, takikardi.
5. Perubahan neuroendokrin: peningkatan kortisol, hiperglikemi, katabolisme.

Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,

35
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan
pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi,
modulasi, dan persepsi. Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif.
Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta,
A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius
dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-
delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut
saraf aferen yang tidak berespon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator
inflamasi. Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu
dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron
aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi.
Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhubungan
dengan banyak neuron spinal. Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait
nyeri (pain related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula
spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti
mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga
mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak
lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju medula
spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan
penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis. Persepsi nyeri adalah
kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses
transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam
kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor)
ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.

A. Jalur Nyeri pada Sistem Saraf Pusat

Sistem nosiseptif merupakan suatu kompleks yang mudah beradaptasi sehingga


sebagian besar komponen sensitivitasnya dapat diatur ulang oleh sejumlah keadaan

36
fisiologis dan patologis. Berbagai pengobatan inovatif sedang dikembangkan yang
menargetkan penyebab nyeri melalui aksi pada transduksi, transmisi, interpretasi, dan
modulasi nyeri baik pada sistem saraf perifer (PNS) maupun sistem saraf pusat (CNS).

Gambar 2.1 Jalur Asendens dan Desendens

Dalam hal ini, kami akan lebih memfokuskan pada perihal mekanisme proses
nyeri di sistem saraf pusat. Jalur nyeri di sistem saraf pusat terbagi dua yaitu jalur
asendens dan desendens. Pada jalur asendens, serat saraf C dan A-δ aferen yang
menyalurkan impuls nyeri masuk ke medulla spinalis di akar saraf dorsal. Kedua serat
halus masing-masing membawa nyeri akut-tajam dan kronik lambat, bersinaps di
substansia tanduk dorsal, memotong medulla spinalis, dan naik ke otak melalui cabang
traktus spinotalamikus.

Di sisi lain, aktivitas saraf pada jalur desenden dilibatkan oleh modulasi nyeri
sehingga dapat memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla spinalis. Jalur desenden
diidentifikasikan menjadi 3 komponen yaitu:

1. Bagian pertama adalah substansia grisea periaquaductus (PAG) dan substansia


grisea periventrikel mesenssefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi
aquaductus Sylvius
2. Neuron-neuron di daerah satu mengirim impuls ke nukleus ravemaknus (NRM)

37
yang terletak di pons bagian bawah dan medula oblongata bagian atas dan
nukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.
3. Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolumna dorsalis medula spinalis ke
suatu komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis
(Price A. Sylvia, 2006).

Gambar 2.2 Jalur proyeksi transmisi informasi nyeri menuju otak

Jalur proyeksi transmisi informasi nyeri menuju otak dapat disimplifikasikan


sebagai berikut. Pertama, Nosiseptor aferen primer menyampaikan informasi berbahaya
terhadap neuron-neuron proyeksi dalam kornu dorsalis saraf tulang belakang.
Kemudian bagian dari proyeksi ini menghantarkan informasi menuju korteks
somatosensoris melalui talamus, menyediakan informasi seputar lokasi dan intensitas
rangsangan yang menyakitkan. Lalu proyeksi neuron lainnya mengikutsertakan korteks
cingulate dan insular melalui hubungan dalam batang otak (nukleus parabrakialis) dan
amigdala, berkontribusi terhadap komponen afektif pada pengalaman nyeri. Informasi
yang naik ini juga mengakses neuron-neuron pada rostral ventral medulla dan lapisan
abu-abu periaqueductal otak tengah untuk melibatkan sistem umpan balik menurun
yang memodulasi transmisi informasi nosiseptif melalui saraf tulang belakang.

3. Definisi dan Jenis Neurotransmitter!

38
A. Definisi
Neurotransmitter adalah senyawa kimiawi dalam tubuh yang bertugas untuk
menyampaikan pesan antara satu sel saraf (neuron) ke sel saraf target. Sel-sel target ini
dapat berada di otot, berbagai kelenjar, dan bagian lain dalam tubuh.
Neurotransmiter memainkan peran yang sangat penting untuk otak dalam
mengatur kinerja berbagai sistem tubuh. Sistem tubuh tersebut termasuk: Detak jantung,
Pernapasan, Siklus pengaturan tidur, Pencernaan, Suasana hati, Konsentrasi, Nafsu
makan, Gerakan otot.
Neurotransmitter bertanggung jawab untuk gerakan, rasa sakit, stres, emosi,
kognisi, energi, mengidam, dan banyak lagi. Jika tubuh kekurangan neurotransmiter,
gangguan dari sinyal ke jaringan target akan muncul dan sangat memengaruhi
kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan. Fungsi neurotransmiter terutama di
Sistem Saraf Pusat dan berkomunikasi antara otak dan kelenjar tubuh.
Ketidakseimbangan neurotransmitter tidak hanya ditemukan di otak tetapi juga
diekskresikan di luar otak Sistem syaraf pusat demikian juga. Neurotransmitter berperan
dalam memengaruhi pencernaan, penyerapan nutrisi, dan memengaruhi sistem
muskuloskeletal kita.

B. Syarat - syarat Neurotransmiter


1. Disintesis di neuron presinaps
2. Terdapat di axon terminal neuron presinaps
3. Apabila ada stimulus, maka molekul tersebut akan dilepaskan ke sinaps
4. Ada reseptor postsinaps atau zat kimia lain yang dapat mengikat molekul
tersebut
5. Memiliki mekanisme inaktivasi , yaitu untuk menghilangkan atau
mendegradasi molekul tersebut dari sinaps

C. Jenis Jenis neurotransmiter


1. Neurotransmitter Asetilkholin (ACh)
Merupakan neurotransmitter yang tidak diproduksi di dalam neuron.
Asetilkholin di transportasikan ke otak dan ditemukan pada seluruh bagian otak.
Fungsi :
Mengatur memori, rasa haus, pengaturan mood, dan memfasilitasi
perilaku sexual dan tonus otot.

39
2. Neurotransmitter Monoamin
Contohnya :
A. Dopamine (DA)
Berlokasi di CNS. Dopamine dipindahkan dari celah synaptic
oleh enzim MAO.
Fungsi :
Mengatur fungsi pikiran, pengambilan keputusan, perilaku
reward-seeking dan berperan dalam mengintegrasikan kognisi.
B. Norepinephrine
Memiliki konsentrasi tinggi di dalam locus cereleus serta dalam
konsentrasi sekunder dalam hippocampus, amygdala, dan kortex
cerebral. Dipindahkan dari celah synaptic dan kembali ke penyimpanan
melalui proses reuptake aktif.
Fungsi :
Mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi serta
proses pembelajaran dan memori.

C. Serotonin (5HT)
Kelainan serotonin berimplikasi terhadap beberapa jenis
gangguan jiwa yang mencakup depresi, gangguan fungsi seksual, tidur,
kognitif, dan gangguan makan.
Fungsi :
Pengaturan tidur, mengatur temperatur tubuh serta berperan
dalam perilaku marah.
D. Epinephrine
Epinephrine terlibat di dalam metabolisme energi dan glukosa.
Bersama dengan norepinephrine dilepaskan oleh kelenjar adrenal.
Fungsi :
1. Meningkatkan detak jantung
2. Melakukan dilatasi jalan napas untuk meningkatkan fungsi napas
3. Menyempitkan pembuluh darah di dalam usus dan kulit

3. Neurotransmitter Asam Amino

40
Contohnya :
a. Glutamate
Glutamat merupakan neurotransmitter excitatory utama pada otak
dimana hampir tiap area otak berisi glutamate.
Fungsi :
Pengaturan kemampuan memori dan memelihara fungsi automatic.
b. Gamma Amino Butyric Acid ( GABA)
Merupakan neurotransmitter yang memegang peranan penting
dalam gejala-gejala pada gangguan jiwa. Dan merupakan
neurotransmitter pertama untuk sel purkinje.
Fungsi :
Mengurangi kecemasan dan aktif dalam fungsi eksitasi.

4. Neuropeptida
Contohnya :
a. Endorphin
Suatu bahan kimia yang diproduksi di dalam otak dan spinal cord
yang mengrani rasa nyeri, dan berperan dalam persepsi kesenangan dan
sakit.
b. Enkephalins
Enkephalins mengikat pada sel receptor exitory (rasa nyaman)
dan terikat pada reseptor sel yang terdapat di dalam otak dan spinal cord
untuk menghilangkan rasa nyeri.
c. Dynorphins
Dynorphins memegang peran transmisi sistem saraf pusat.

4. Jelaskan apa yang kamu ketahui tentang neurotransmitter!

A. Cara Kerja
Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus yang mengantarkan
sinyal dari neuron ke neuron lainnya. Neurotransmiter berada dalam gelembung
(vesikel) presynaptic dan akan dilepaskan dari akson terminal melalui

41
eksositosis ke dalam celah sinaptik, melalui membran pada sisi postsynaptic dari
neuron terdekat dan juga direabsorpsi untuk daur ulang. Pelepasan
neurotransmiter mengikuti adanya potensial aksi (electrical signaling) pada
sinapsis. Jadi, perantaraan sinyal dalam neuron dapat melalui chemical signaling
dan electrical signaling. Neurotransmitter tidak saja bekerja pada neuron tetapi
juga pada organ tubuh yang lainnya.

Gambar 4.0 Neurotransmitter pada Sinaps

Pelepasan neurotransmiter bergantung pada kekuatan impuls dan


membutuhkan influks ion kalsium pada terminal presinaps. Vesikel-vesikel pada
sinaps yang berasal dari badan sel ataupun dendrit merupakan tempat sintesis
serta penyimpanan neurotransmitter lebih lanjut. Vesikel tersebut dapat
mengandung lebih dari satu jenis neurotransmitter. Neurotransmitter di
dalamnya dapat bersifat eksitatorik ataupun inhibitorik, bergantung pada
reseptor proteinnya. Reseptor postsinaps tersebut dapat bersifat eksitatorik
ataupun inhibitorik, dan hal ini menunjukkan bahwa pada neuron post-sinaps
memang terdapat dua jenis reseptor yang berbeda fungsinya. Disamping itu,
jenis neurotransmiter yang sama bahkan dapat bersifat eksitatorik di suatu
tempat akan tetapi bersifat inhibitorik di tempat lain. Hal ini bergantung pada
aktivitas G- protein couple receptor dimana reseptor ini dikaitkan dengan
keberadaan suatu G- protein yang akan menentukan polaritas respon dari suatu

42
impuls. Beberapa neurotransmiter juga dapat berfungsi sebagai neuromodulator
serta sebagai agonis dimana neurotransmitter ini akan mempengaruhi
sensitivitas suatu reseptor terhadap neurotransmitter lainnya.

B. Jenis Neurotransmitter di Dalam Mekanisme Transmisi Sinaps


a) Small-molecule neurotransmitter

Neurotransmitter umumnya disintesiskan dalam sitoplasma


terminal buttons dan dibungkus dalam synaptic vesikel kemudian akan
disimpan dalam klaster-klaster di sebelah membran sinaptik. Proses ini
dimulai dengan berkumpulnya substansi kimia di dalam cisterna yang
akan di simpan di dekat membran presinapsis (membran presinapsis
kaya akan kelenjar-kelenjar yang mengandung kalsium). Bila mendapat
stimulasi dari potensial aksi, saluran kalsium tadi akan terbuka dan ion
kalsium akan masuk kedalam button. Masuknya kalsium akan
mendorong pembuluh sinapsis untuk melakukan kontak dengan
membran presinapsis dan melepaskan isinya ke dalam celah sinapsis.
Proses ini disebut dengan eksositosis. Proses ini berlangsung setiap kali
stimulasi potensial aksi terjadi dan berlangsung untuk menyampaikan
pesan kepada reseptor postsinapsis yang ada di sekitarnya.

b) Large-molecule Neurotransmitter

Large-molecule neurotransmitter umumnya berupa neuropeptida,


yaitu asam amino pendek yang terdiri dari 3 sampai 36 asam amino dan
merupakan protein-protein pendek. Neuropeptida terpasang dalam
sitoplasma badan sel di ribosom. Selanjutnya dibungkus dalam vesikel
oleh kompleks golgi badan sel dan diangkut oleh mikrotubulus ke
terminal button. Vesikel yang berisi neuropeptida lebih besar
dibandingkan neurotransmitter molekul kecil dan umumnya tidak
sedekat vesikel lain yang dekat membran presinaptik.

Proses eksositosis juga terjadi dalam neurotransmitter molekul


besar, dalam proses ini substansi kimia yang dibutuhkan akan berkumpul

43
dalam badan golgi dan dialirkan ke buttons melalui mikrotubulus. Proses
awal dari eksositosis tetap sama, tetapi bila small-molecule
neurotransmitter berlangsung pada setiap kali terjaVNB di stimulasi,
proses exocytosis Large-molecule akan berlangsung secara bertahap.
Large-molecule umumnya juga tidak dilepaskan pada celah sinapsis,
tetapi dilepaskan pada cairan ekstrasel dan pembuluh darah. Oleh karena
itu, proses Large-molecule ini biasanya terjadi pada reseptor yang
letaknya jauh dari proses eksositosis dan pengaruh yang disebarkan juga
tidak terbatas hanya pada neuron yang ada di sekitarnya, tetapi juga
neuron-neuron yang letaknya berjauhan.

C. Jenis Neurotransmitter Secara fisiologi


a) Excitatory (pencetus)

Neurotransmitter excitatory menstimulasi neuron dengan cara


meningkatkan eksitabilitasnya ketika berikatan dengan reseptor
postsinaps, menjadikan neuron memiliki potensial aksi lebih besar. Hal
ini biasanya membuat membran potensial lebih dekat menuju ambang
eksitasi dengan mendepolarisasi neuron.

b) Inhibitory (penghambat)

Inhibitory neurotransmitter menghambat neuron dengan


menurunkan eksitasi dengan membuat neuron cenderung memiliki
potensial aksi lebih kecil. Hal ini membuat neuron menjadi lebih jauh
dari ambang dengan menghiperpolarisasi neuron.

5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sinaps dan bagaimana proses hantaran
impuls yang terjadi di sinaps?

Sinapsis adalah titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan
neuron lain. Secara etimologi, sinapsis berasal dari bahasa Yunani “Synapsis” yang
artinya penjepit atau konjugasi. Sinapsis diartikan sebagai salah satu struktur bagian
dari neuron yang membantu koordinasi dan konjugasi kegiatan penghantaran sinyal

44
antar neuron. Sinaps merupakan tempat khusus neuron berkomunikasi dengan
menyalurkan sinyal atau informasi neuron ke neuron atau sel lainnya. Arah perambatan
dari sinapsis sangat khas, yaitu hanya terjadi dalam satu arah. Struktur dan fungsi sinaps
sangat sederhana, dan berperan dalam memindahkan ion-ion (molekul bermuatan) dari
satu sel ke sel lain.

Sinapsis juga disebut Neuronal Junction sebab sinapsis membentuk jaringan


saraf yang mengatur tugas yang dilakukan sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang
belakang) juga sel efektor perifer. Sinapsis memiliki membran plasma dari sinyal,
kemudian bergerak melalui sel saraf (neuron presinaptik) lalu masuk ke aposisi yang
berdekatan dengan membran sel sasaran (pascasinaptik). Tokoh yang pertama kali
mencetuskan istilah sinapsis pada tahun 1897 adalah Charles S.Sherrington. Untuk
membuktikan subsistensi sinapsis, Stamford Palay melakukan pengamatan pada
ultrastruktur sel saraf. Fungsi sinapsis adalah sebagai perpanjangan sistem saraf, dimana
sinyal tidak bisa sampai ke otak secara langsung tanpa adanya sinapsis ini. Transmisi
sinyal antar neuron agar cepat sampai ke otak kemudian tubuh memberikan respon ini
saling dihubungkan oleh sinapsis.

Terdapat beberapa mikro konsep mengenai bagaimana suatu sinaps tersebut.


Pertama, sinaps dikatakan terdiri atas dua struktur yang saling berhubungan membentuk
sinaps. Seringkali, neuron presinaps berupa pelebaran dari akson akibat adanya suatu
vesikel-vesikel yang mengandung neurotransmitter pada struktur ini. Kedua, sinaps
biasanya terlihat sebagai suatu celah yang melebar. Akan tetapi, sinaps biasanya cukup
sempit, berukuran tidak lebih dari 20 nm. Ketika vesikel melepaskan isinya ke dalam
celah sinaps, konsentrasi neurotransmiter akan meningkat cukup tinggi pada waktu
yang singkat. Terakhir, baik dendrit ataupun akson memiliki penjalaran yang meluas.
Penjalaran- penjalaran ini dapat berhubungan dengan milyaran sel-sel otak membentuk
suatu sirkuit yang sangat kompleks.

I. Mekanisme Hantaran Impuls di Sinapsis

Pada setiap neuron, terminal aksonnya membengkak membentuk suatu tonjolan


kecil yang disebut tombol sinapsis. Saat impuls sampai pada tombol sinapsis, neuron

45
mengirimkan neurotransmiter. Selanjutnya, neurotransmiter dibawa oleh vesikula
sinapsis menuju membran prasinapsis. Kedatangan impuls tersebut membuat
permeabilitas membran prasinapsis terhadap ion Ca2+ meningkat (terjadi depolarisasi).
Sehingga, ion Ca2+ masuk dan merangsang vesikula sinapsis untuk menyatu dengan
membran prasinapsis. Bersama kejadian tersebut, neurotransmitter dilepaskan ke dalam
celah sinapsis melalui eksositosis. Dari celah sinapsis, neurotransmiter ini berdifusi
menuju membran pascasinapsis. Setelah impuls dikirim, membran pascasinapsis akan
mengeluarkan enzim untuk menghidrolisis neurotransmiter. Enzim tersebut misalnya
enzim asetilkolinesterase yang menghidrolisis asetilkolin menjadi kolin dan asam
etanoat. Hasil hidrolisis (kolin dan asam etanoat) akan disimpan oleh vesikula sinapsis
sehingga sewaktu-waktu bisa digunakan kembali.

Gambar 5.0 Hantaran Impuls di Sinapsis

46
KESIMPULAN

SKENARIO 2.1

Sistem saraf terbagi menjadi 2 divisi, yaitu struktural dan fungsional. Secara
struktural, Neuron memiliki bentuk yang sangat khas untuk mendukung fungsinya
sebagai pembentuk dan penyalur informasi. Bagian-bagian dari neuron antara lain
badan sel (soma atau perikarion), dendrit serta akson. Secara fungsional, neuron terdiri
dari 12 nervus kranial, semua nervus spinal, dan cabangnya. Fungsinya adalah sebagai
penghantar informasi berupa rangsangan atau impuls. Dengan adanya sel-sel saraf ini,
baik organ maupun sistem gerak bisa memberikan respons sebagaimana mestinya.
Fungsi ini akan berjalan dengan baik jika ada koordinasi antara fungsi sensorik, fungsi
pengatur, dan fungsi motorik.
Nervus Trigeminus merupakan nervus cranial terbesar, sensorik pada leher dan
kepala serta merupakan nervus motorik pada otot otot pengunyahan. Nervus trigeminus
bercabang 3, yaitu: Nervus Optalmicus, Nervus Maksilaris, Nervus Mandibularis.

SKENARIO 2.2

Sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu Sistem Saraf Pusat (SSP) dan Sistem Saraf
Tepi (SST).
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam
bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar
belakang kultural, umur dan jenis kelamin.
Neurotransmitter adalah senyawa kimiawi dalam tubuh yang bertugas untuk
menyampaikan pesan antara satu sel saraf (neuron) ke sel saraf target. Sel-sel target ini
dapat berada di otot, berbagai kelenjar, dan bagian lain dalam tubuh.
Sedangkan sinapsis diartikan sebagai salah satu struktur bagian dari neuron yang
membantu koordinasi dan konjugasi kegiatan penghantaran sinyal antar neuron.

47
DAFTAR PUSTAKA

2020. Pengertian, Struktur, Jenis, Fungsi & Gambar Neuroglia.


https://www.dosenpendidikan.co.id/neuroglia-adalah/. (diakses pada 13 Desember
2020).

Bagus Redika Janasuta, Putu. 2017. “Fisiologi Nyeri” dalam Jurnal: Ilmu Anestesi dan
Terapi Intensif Volume 12 Nomor 1 (hal. 7). Denpasar: Universitas Udayana.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/052461207068a4a034b0b87eda
7a01a4.pdf (Diakses 16 Desember 2020).

Bahrudin, Mochammad. 2017. “Patofisiologi Nyeri (Pain)” dalam Jurnal Fakultas


Kedokteran Volume 13 Nomor 1 (hal. 9). Malang: Universitas Muhammadiyah.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/viewFile/5449/5246 (diakses 16
Desember 2020)

Hidayati, Irma, Abdulah, dan Sabri, Mustafa. 2015. “Identifikasi Miskonsepsi Sistem
Saraf pada Buku Teks Biologi Kelas XI” dalam Jurnal Biotik Volume 1 Nomor 1 (hlm.
41-42). Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Kessel, R.G., 1998. Basic medical histology. New York: Oxford University Press,
hal.249- 275.

Mahadewa, Tjokorda Gde Bagus . Saraf Perifer Masalah Dan Penanganannya.


(Internet). Jakarta: PT Indeks; 2013 (diakses pada 16 Desember 2020).
https://repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/ID2_197409062002121
00114091311938buku-saraf-perifer.pdf.

Mescher, A.L., 2010. Junqueira's Basic Histology: a text and atlas. Edisi ke-12. USA:
McGraw-Hill Companies.

Neuralgia Trigeminal. Bahan Ajar. https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-


content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-3_-Neuralgia-Trigeminal.pdf. (diakses pada 13
Desember 2020).

48
Online, Pelajaran Sekolah. 2020. Pengertian Sinapsis : Fungsi, Komponen, cara kerja
dan Jenis Sinapsis Pada Sel Saraf. https://www.pelajaran.co.id/2020/07/sinapsis.html
(diakses 16 desember 2020)

Putu Winda Pradnyawati, Ni dan Dr. I Made Agus Kresna Sucandra,SpAn.KIC. 2017.
Neurofisiologi.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/38a97117b59e84c098ce44b92e
040968.pdf (diakses 16 Desember 2020)

Pradnyawati, Ni Putu Winda dan Sucandra, I Made Agus Kresna.2017. Neurofisiologi.


Universitas Udayana.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/38a97117b59e84c098ce44b92e
040968.pdf.( diakses pada 16 Desember 2020).

Rimbun, Vikasari Pintoko Kalanjati. 2012. Teknik Pewarnaan Neuron dan Neuroglia
pada Sistem Saraf Pusat. Deteksi Neuron dan Neuroglia. 25(2): 34. https://e-
journal.unair.ac.id/MBIO/article/view/15910 (Diakses 13 Desember 2020).

Ross, M.H. & Pawlina, W., 2011. Histology a text and atlas. Edisi ke-6. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins, hal.352- 390.

Trigeminal Neuroglia Neuropatik


.http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/17684/BAB%20II.pdf?sequen
ce=6&isAllowed=y#:~:text=Trigeminal%20neuralgia%20merupakan%20nyeri%20neur
opatik,listrik%20(Bryce%2C%202004). (Diakses pada 13 Desember 2020).

Universitas Udayana.
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/a1b7e5bef5ee5bdd80f65cd18dbc6aca.pdf.
(diakses pada 16 Desember 2020).

Wulandari, Endah dan Laifa Annisa Hendarmin. 2010. “Integrasi Biokimia” dalam
Modul Kedokteran Bab IV: Biokimia Neurosciens. Tangerang Selatan: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38256/5/BAB%204%20Neur
osains.pdf (diakses 16 Desember 2020)

Young, B. & Heath, J.W., 2000. Wheather’s functional histology. Edisi ke-4. London:
Churchil Livingstone Elsevier, hal.116- 142.

49
50

Anda mungkin juga menyukai