“Skenario 3”
Disusun Oleh :
KELOMPOK X
Tutor :
Anggota :
4. Yohannes 2019-83-076
5. Glaselaria Angelin Oeijano 2019-83-077
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Karena
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat waktu.
Laporan ini memuat hasil diskusi kami selama tutorial 1 dan tutorial 2 Problem
Based Learning (PBL) pada skenario ketiga Blok Sistem Neuropsikiatri. Laporan ini
tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Bertha Jean Que, Sp.S., M.Kes selaku tutor yang telah
mendampingi kami selama diskusi PBL berlangsung.
2. dr. Laura B. S. Huwae, Sp.S., M.Kes dan dr. Melita A. Ayuba
selakuPenanggung Jawab Sistem Neuropsikiatri.
3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat kami sebutkan satu
per satu.
Akhir kata, kami menyadari bahwa pembuatan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
perlukan untuk perbaikan laporan kami selanjutnya.
Kelompok X
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. iv
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.7 Perbandingan Karakter CSS pada Jenis Meningitis yang Berbeda...... 29
Gambar 2.10 Terapi Antimikroba Empirik pada Meningitis Bacterial Akut .......... 38
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Permasalahan
Anakku tidak sadar
Seorang penderita laki-laki umur 20tahun, dibawa oleh orang tuanya ke ugd rumah sakit
karena tidak sadarkan diri, sebelumnya penderita mengalami batuk dan demam. Batuk
berdarah disangkal oleh ibu penderita. Dua hari sebelm masuk rumah sakit penderita
tidak dapat buang air kecil (BAK). Penderita kejang seluruh tubuh lalu tidak sadar. Tanda
meningeal positif.
1
2
kelemahan, maka pasien dapat dikatakan telah pulih. Tetapi jika kejang
berlangsung selama 2-3 menit, kejang yang diikuti kejang berikutnya tanpa
ada fase sadar diantaranya, atau pasien terluka saat terjadinya kejang, segera
cari pertolongan medis/rumah sakit.
5. Tidak ada hubungan kejang dan penurunan kesadaran secara langsung, tetapi
penyebabnya itu sama dikarenakan adanya peningkatan intrakranial. Efek
inflamasi salah satunya adanya tumor dari kriteria inflamasi atau pembesaran
selaput otak sehingga terjadi peningkatan TIK dan gangguan perfusi jaringan.
Gangguan perfusi jaringan bisa menyebabkan difusi ion Na dan K sehingga
terjadi depolarisasi sel neuron. Depolarisasi sel neuron menyebabkan potensial
aksi, jika hal ini terjadi terus-menerus maka akan terjadi gangguan kelistrikan
di otak sehingga menyebabkan kejang. Selain itu, ganggaun perfusi jaringan
akan menyebabkan suplai sel darah berkurang dan mekanisme tubuh akan
merespon hal tersebut sehingga terjadi penurunan kesadaran dikarenakan sel
neuron yang kekurangan bahan untuk menghasilkan energi. Keduanya bukan
berhubungan namun memiliki penyebab yang sama. Tumor yang dimaksud
tadi adalah antara edema maupun purulen atau eksudat yang dihasilkan oleh
patogen yang menginvasi. Inilah yang membuat TIK meningkat dan menekan
otak baik bagian sensorik maupun motorik dan menghambat perfusi parenkim
juga sehingga penurunan kesadaran terjadi. Patogen juga dapat menyebar ke
daerah hipotalamus melalui baik hematogenik maupun kontinuitatum dari
meninges maupun serebri, inilah yang menyebabkan hipertermi.
6. Mekanisme terjadinya kejang pada pasien berkaitan dengan demam yang
terjadi akibat infeksi membuat pengurasan ATP sangat banyak (karena semua
sel-sel berusaha melawan patogen yang ada), sehingga terjadi hipoxia dan
hipoglikemia. Padahal oksigen dan glukosa sangat dibutuhkan sebagai nutrisi
otak. Karena hipoksia dan hipoglikemi menimbulkan terjadi gangguan fungsi
pada kanal ion Na dan K sehingga Na yang ad di luar sel msuk ke dalam sel
dan terjadi depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan permeabilitas membran
meningkat sehingga Na masuk makin banyak, terjadi depolarisasi terus dan
tidak seimbang dengan hiperpolarisasi. Akibatnya neurotransmitter yang keluar
6
Klarifikasi Masalah :-
Mind mapping :
9
10
fleksi).11
7. Brudzinski IV
Penekanan pada simfisis pubis . Tanda ini positif jika
terjadi gerakan fleksi reflektorik pada ekstremitas inferior
(kaki).11
2.3.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah
b. EEG (Electroencephalogram)
c. Pemeriksaan Radiologi
CT-Scan kepala
dari :8
1. Keadaan immunocompromised, seperti HIV, pasien yang
menerima terapi imunosupresif, atau pasca transplantasi –
untuk menyingkirkan ensefalitis toksoplasma atau
limfoma.
2. Riwayat penyakit pada sistem saraf pusat, seperti mass
lession, stroke, atau infeksi fokal.
3. Kejang onset baru.
4. Temuan neurologis abnormal seperti papiledema, tingkat
kesadaran abnormal, dan defisit neurologis fokal.
MRI kepala
2.4.1 Meningitis
Meninges adalah membran tiga lapis penutup yang terdiri dari
piamater, duramater, dan ruang arachnoid. Meningitis mengacu pada
peradangan leptomeninges dan CSS dalam ruang subarachnoid yang
ada antara piamater dan arachnoidmater. Penyebab pasti dari
peradangan dapat bervariasi. Inflamasi dapat menyebabkan edema
yang signifikan pada struktur sekitarnya dan terjadi peningkatan
intrakranial (TIK). Organisme seperti Escherichia coli dan Neisseria
meningitidis, bersifat piogenik dan dapat menyebabkan eksudat
supuratif kental yang menutupi batang otak dan menebalkan
leptomeninges. Meningitis adalah proses inflamasi yang mengenai
leptomengines di dalam area subarachnoid; jika infeksi menyebar ke
lapisan otak di bawahnya maka disebut meningoensefalitis. Kerusakan
jaringan saraf dapat merupakan akibat dari cedera langsung neuron
atau sel glia oleh agen infeksius atau racun mikroba, atau mungkin
akibat dari respons imun pejamu (host) bawaan lahir atau adaptif.
Agen infeksius dapat mencapai sistem saraf melalui beberapa jalan
masuk seperti :13
1. Penyebaran hematogen melalui suplai darah arteri adalah cara
masuk yang tersering, dan dapat juga terjadi penyebaran retrograd
melalui anastomosis antara pembuluh vena wajah dan sinus
venosus tulang tengkorak.
2. Implantasi langsung mikroorganisme hampir selalu terjadi akibat
masuknya benda asing melalui trauma. Pada kasus yang jarang
keadaan ini dapat terjadi iatrogenic, ketika mikroba terbawa jarum
punksi lumbal
3. Perluasan lokal dapat terjadi pada infeksi tengkorak atau tulang
belakang. Sumbernya yaitu udara sinus, paling sering mastoid atau
25
c. Meningitis kronik
Beberapa patogen termasuk mycobacterium dan beberapa
spirochaeta berhubungan dengan meningitis kronik. Infeksi oleh
organisme ini dapat mengenai parenkim otak. Meningitis kronik
dibedakan secara klinis dari meningitis akut dan subakut dengan
titik waktu yang berubah-ubah lebih dari 4 minggu gejala klinis
dengan bukti pleositosis CSS.14
1) Meningitis tuberkulosa
Meningitis tuberkulosa biasanya bermanifestasi sebagai
tanda dan gejala umum seperti sakit kepala, malaise, kekacauan
menta, dan muntah. Ada peningkatan sedang selularitas CSS,
dengan sel MN atau campuran sel PMN dan MN, kadar protein
meningkat (sering mencolok) dan kadar glukosa biasanya
menurun atau bisa juga normal. Infeksi dengan mycobacterium
tuberculosis dapat menyebabkan massa intraparenkim yang
berbatas tegas (tuberkuloma) yang mungkin berhubungan
dengan meningitis.14
28
2) Infeksi spirochaeta
Neurosifilis, sifilis stadium tersier, terjadi pada 10% orang
dengan infeksi Treponema pallidum yang tidak diobati. Pasien
dengan infeksi HIV berisiko lebih besar terkena neurosifilis,
yang seringkali lebih agresif dan lebih berat. Infeksi dapat
menghasilkan meningitis kronik (neurosifilis
meningovaskular), biasanya mengenai basal otak, sering
disertai endarteritis obliteratif yang kaya akan sel plasma dan
limfosit. Infeksi spirochaeta dapat juga melibatkan parenkim
otak (neurosifilis paretik), menyebabkan berkurangnya neuron
dan proliferasi nyata sel mikroglia yang berbentuk batang.
Secara klinis, bentuk penyakit ini menyebabkan penurunan
progresif fungsi mental dan fisis yang membahayakan,
perubahan mood (termasuk waham kebesaran), dan pada
akhirnya demensia berat.14
Tabes dorsalis adalah bentuk lain dari neurosifilis, berasal
dari kerusakan saraf sensoris di akar dorsal yang menyebabkan
sensasi gangguan posisi sendi dan ataksia (ataksia lokomotor),
hilangnya sensasi nyeri, menyebabkan kerusakan kulit dan
sendi (sendi Charcot); gangguan sensoris lainnya, terutama
nyeri seperti tersengat listrik; dan tidak adanya refleks tendon
dalam neuroborreliosis menunjukkan keterlibatan sistem saraf
oleh spirochaeta Borrelia burgdorferi, patogen penyebab
penyakit Lyme.14
Neuroborreliosis, juga dikenal sebagai penyakit Lyme,
disebabkan oleh bakteri Borrelia burgdorferi, bakteri yang
disebut spirochaete dan ditularkan ke manusia melalui gigitan
kutu yang terinfeksi. Kutu menjadi terinfeksi ketika mereka
29
Trias klasik demam, leher kaku dan perubahan sensorium terlihat pada
<50% dari semua pasien dengan meningitis. Sembilan puluh lima persen
pasien akan, bagaimanapun, memiliki dua dari empat gejala sakit kepala,
demam, leher kaku dan kesadaran yang berubah. Terjadinya kejang
menunjukkan iritasi kortikal pada pasien dengan infeksi SSP dan merupakan
prediktor independen kematian. Infark serebral multipel akibat vaskulitis
atau trombosis vena dapat menyebabkan edema serebral dan peningkatan
37
3.1 Kesimpulan
43
DAFTAR PUSTAKA
44
45
11. Tursinawati Y, Tajally A, Arum K, Takdir N, Setiawan K. BUKU AJAR Sistem Syaraf.
Malang: Unimus Press; 2017. 9-20p.
12. Netter’s Neurology. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier; 2012. 197, 409-410p.
13. Kumar V, Abbas A, Aster J. Robbins Basic Pathology. Ed.9. 2015. 817-9, 823-5p
14. Thakur KT, Wilson MR. Chronic Meningitis. Continuum (Minneap Minn).
2018;24(5):1298-1326.
15. Meisadona G, Soebroto AD, Estiasari R. Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis
Bakterialis. CDK-224. 2015;42(1):15-19
16. Sapra H, Singhal V. Managing Meningoencephalitis in Indian ICU. Indian J Crit Care
Med. 2019 Jun;23(Suppl 2):S124-S128.