Anda di halaman 1dari 41

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA

EPILEPSI

Dosen Pembimbing :

Tri Peni ., S.Kep.Ns,.M.Kes

Oleh Kelompok :

Rinda Kirana . W (202001154)


Chrisna Aditya . R (202001156)
Raisa Nur Hidayati (202001169)
Yosy Hardian . R (202001171)
Amin Pamungkas (202001173)
Atri Mega . S (202001179)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )

BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa ,
yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya , sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Konsep Asuhan Keperawatan
EPILEPSI”
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan
mata kuliah Keperawatan Anak II. Kami menyadari keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki , oleh karena itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca khusunya tenaga keperawatan pada umumnya.

Mojokerto , 17 September 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................1

1.1 LATAR BELAKANG....................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................2

1.3 TUJUAN........................................................................................2

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN.......................................................3

2.1 DEFINISI.......................................................................................3

2.2 ETIOLOGI.....................................................................................3

2.3 KLASIFIKASI...............................................................................5

2.4 PENCEGAHAN.............................................................................8

2.5 PENATALAKSANAAN...............................................................9

2.6 MANOFESTASI KLINIS............................................................10

2.7 PATHWAY..................................................................................12

2.8 PATOFISIOLOGI........................................................................13

2.9 MANAJEMEN TERAPEUTIK...................................................14

2.10 TERAPI EPILEPSI...................................................................17

2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG.............................................17

iii
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN EPILEPSI..................18

3.1 PENGKAJIAN.............................................................................18

3.2 PEMERIKSAAN FISIK...............................................................20

3.2.1 PEMERIKSAAN FISIK (ROS).............................................21

3.3 DIAGNOSA.................................................................................22

3.4 RENCANA TINDAKAN.............................................................23

3.5 EVALUASI..................................................................................34

BAB IV PENUTUP...................................................................................35

4.1 KESIMPULAN............................................................................35

DAFTAR PUSTAKA................................................................................38

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Anak merupakan hal yang penting artinya dalam keluarga. Selain sebagai

penerus keturunan anak pada akhirnya sebagai generasi penerus bangsa. Oleh

karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-

lebih bila anak yang mengalami kejang demam.

epilepsi merupakan Kaina neurologis akut yang paling sering dijumpai

pada anak. bangkitkan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh

rektal diatas 38 derajat Celcius yang disebabkan oleh proses ekstranium.

penyebab demam banyak adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas disusul

infeksi saluran pencernaan. insiden terjadinya kejang demam terutama pada

golongan anak umur 5 bulan sampai 4 tahun. hampir 3% dari anak yang berumur

dibawah 5 tahun pernah menderita kejang. Kejang demam lebih sering pada laki-

laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena wanita didapatkan

maturasi cerebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. bangkitkan kejang

berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak

kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik

mental dan sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.

epilepsi merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera

diagnosa secara Dini serta penggolongan yang tepat sangat diperlukan untuk

menghindari cacat yang lebih parah dan diakibatkan bangkitnya kejang yang

1
sering. untuk itu tenaga perawat atau paramedis dituntut untuk berperan aktif

dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan

kepada keluarga dan penderita yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif,

rehabilitatif serta terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai

satu kesatuan yang utuh secara biopsikososial spiritual.

Prioritas asuhan keperawatan pada epilepsi adalah mencegah dan

mengendalikan aktivitas kejang, mempertahankan jalan nafas, meningkatkan

harga diri yang positif, memberikan info kepada keluarga tentang proses penyakit,

prognosis, dan kebutuhan penanganannya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu epilepsi ?

2. Bagaimana asuhan keperawatan dengan epilepsi?

1.3 TUJUAN

1. Mahasiswa mengetahui apa itu epilepsi

2. Mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan

dengan epilepsi

2
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 DEFINISI

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan

oleh terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Serangan

dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan

sepintas yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, bersifat sinkron

dan berirama. Bangkitan kejang yang terjadi pada epilepsi kejang akibat

lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pucat.

Lepasnya muatan listrik yang berlebihan ini karena faktor gangguan

fisiologis, gangguan biokimiawi, gangguan anatomis atau gabungan dari

faktor-faktor tersebut.

2.2 ETIOLOGI
Berbagai kelainan fisiologi, biokimiawi dan anatomis merupakan
dampak dari penyakit yang diderita anak. Kelainan dan penyakit yang
dapat membangkitkan kejang antara lain :
1. Trauma lahir
Trauma lahir terutama yang mengenai bagian kepala janin
dapat berakibat peningkatan stressor secara fisik terhadap neuron otak.
Kelainan pada neuron ini dapat berakibat lepasnya muatan listrik pada
neuron yang berlebihan dan tidak terkontrol dengan baik.
2. Trauma kapitis
Trauma kapitis akan menjadikan sejumlah kerusakan pada
neuron otak sehingga dapat mengakibatkan proses eksitasi yang
berlebihan dari pada proses inhibisi di otak.

3
3. Inflamasi pada otak
Inflamasi karena bakteri maupun virus dapat mengakibatkan
gangguan fungsi neuron akibat toksi yang dikeluarkan oleh
mikroorganisme. Kasus peradangan yang sering menyebabkan
serangan epilepsi adalah meningitis dan encepalitis.
4. Keganasan otak
Keganasan dalam otak akan meningkatkan proses dsak ruang
pada otak meningkat sehingga mengganggu fungsi sejumlah besar
neuron otak.
5. Perdarahan otak
Perdarahan akan meningkatkan tekanan intrakranial dan
menurunkan perfusi jaringan otak yang dapat mengganggu proses
eksitasi neuron otak.
6. Gangguan sirkulasi otak
7. Hipoksia otak
Hipoksia ini dapat terjadi akibat gangguan pembulu darah otak
atau menurunnya komposisi darah dan oksigen karena anemia berat
misalnya. Penurunan oksigen dapat memicu serangan karena
menganggu kerja neuron.
8. Stroke
Stroke baik haemorragik maupun non haemorragik akan
mengakibatkan gangguan pada sirkulasi otak sehingga dapat memicu
gangguan otak.
9. Gangguan elektrolit
Terutama adalah natrium dan kalium karena fungsi utama
kedua elektrolit tersebut adalah untuk berlangsungnya proses eksitasi
neuron dengan baik.
10. Gangguan metabolisme otak
Gangguan metabolik ini terutama akibat penyakit diabetes
millitetus dimana terjadi kekurangan glukosa pada otak sebagai unsur
utama untuk menopang kebutuhan energi otak.

4
11. Demam
Demam akan peningkatan metabolik dan meningkatkan eksitasi
persarafan melalui mekanisme percepatan diffusi osmosi ion natrium
di dalam sel neuron.
12. Keracunan
13. Idiopatik
Penyebab idiopatik tidak diketahui secara pasti biasanya
penderita tidak mengalami kelainan neurologis dan ditemukan pada
keluarga yang mempunyai riwayat epilepsi.
14. Herediter
Walaupun sebagian besar kasus epilepsi tidak diwariskan akan
tetapi sejumlah bakat gangguan koordinasi neuron otak yang
merupakan faktor pencetus terjadinya serangan epilepsi dapat
diwariskan dari orangtua kepada anaknya

2.3 KLASIFIKASI
Secara klinis berdasarkan serangan epilepsi terbagi menjadi :
a. Serangan parsial atau fokal
1. Serangan parsial sederhana atau parsial elementer
Serangan ini berupa tiba-tiba muncul sensasi yang aneh
diikuti dengan gerakan menyentak pada sebagian anggota tubuh,
penyimpangan pendengaran atau penglihatan, perasaan tidak enak
diperut dan mendadak timbul rasa takut. Pada serangan parsial
sederhana ini penderita tidak mengalami penurunan kesadaran.
2. Serangan parsial kompleks
Serangan ini dicirikan dengan gerakan lebih rumit dan
diikuti penurunan kesadaran. Selama serangan penderita tampak
bingung, kadang-kadang tampak gerakan tidak bertujuan, gerakan
berputar pada leher, mulut berkomat-kamit dan mata terbelalak.
Setelah sadar penderita tidak ingat lagi gerakan yang telah
dilakukan.

5
b. Serangan umum
Serangan ini terjadi karena seluruh bagian otak terlibat pada
gangguan loncatan listrik. Serangan umum ini dapat dalam bentuk :
1. Serangan absence
Serangan ini berupa kehilangan kesadarn 5-15 detik.
Selama itu penderita terbelalak seakan-akan melihat ke angkasa
dan bola mata dapat berputar ke atas. Pada serangan ini penderita
segera sadar dan melakukan aktivitasnya kembali. Serangan ini
merupakan serangan khas pada anak-anak dan menghilang pada
usia remaja.
2. Serangan tonik-klonik
Serangan kejang terjadi dalam 2 tahap. Pada tahap klonik
penderita akan kehilangan kesadaran kemudian terjatuh dan badan
menjadi kaku. Pada tahap klonik tampak lengan dan tungkai
bergelonjotan. Setelah serangan reda penderita akan berangsur-
angsur pulih kembali.

A. Pencetus Serangan Epilepsi


Hal-hal yang dapat mencetuskan seragan epilepsi antara lain :
1. Stress
Pada pasien yang mengalami stress dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan otak sehingga dapat
mengakibatkan hiperventilisasi. Selain itu stress juga mengakibatkan
perubahan konstilasi hormon seperti kortisol yang dapat memicu
perubahan eksitasi pada neuron.
2. Cahaya tertentu
Ada beberapa penderita epilepsi yang sensitif terhadap cahaya
(fotosensitiv). Kepekaan terhadap cahaya tersebut dapat merangsang
proses eksitasi neuron yang abnormal melalui rangsangan yang masuk
nervus optikus yang kemudian diteruskan ke otak. Cahaya yang dapat
merangsang serangan epilepsi antara lain : cahaya yang menyilaukan,

6
cahaya yang berkedip-kedip (photic stimulation), juga cahaya yang
berasal dari televisi maupun komputer.
3. Kurang tidur
Tidur didalam siklus fisiologi manusia berfungsi untuk
mengistirahatkan sel dan memberi kesemapatan proses perbaikan sel.
Setelah seharian menghadapi situasi yang melelahkan maka sejumlah
neuron otak juga mengalami kelelahan, pada waktunya istirahat
ternyata sejumlah neuron tidak dapat istirahat, barangkali kondisi
semacam inilah yang kemudian merangsang timbulnya loncatan listrik
neuron yang tidak terkoordinasi dengan baik.
4. Makan dan minum yang tidak teratur
Makan yang terlambat sesuai siklus fisiologi manusia dapat
mengakibatkan penurunan kadar gula (hipoglikemia) yang dapat
mengakibatkan penurunan metabolisme pada otak (terutama untuk
penyediaan energi aktifitas otak). Kondisi tersebut dapat memicu
serangan epilepsi. Minum yang kurang dapat menurunkan komposisi
cairan tubuh termasuk dalam darah. Penurunan cairan dapat
mengganggu proses diffusi-osmosis pada nutrisi dan elektrolit tubuh
termasuk natrium yang merupakan unsur utama proses eksitasi
persarafan. Makan yang terlalu kenyang juga dapat memicu timbulnya
serangan karena organ pencernaan akan mendapat rangsangan yang
berlebihan untuk mencerna makanan.
5. Suara tertentu
Suara yang dapat menimbulkan serangan biasanya adalah suara
dengan nada tinggi yang dapat menimbulkan ketegangan mendadak
pada neuron.
6. Membaca
Aktivitas membaca yang sering menimbulkan serangan adalah
membaca yang membutuhkan proses pemahaman yang cukup berat
sehingga menimbulkan ketegangan pada neuron otak

7
7. Lupa minum obat
Obat untuk epilepsi berfungsi untuk meningkatkan inhibisi
pada neuron saat masuk fase eksitasi. Pada saat tidak minum obat
maka inhibisi pada neuron menjadi kecil sehingga dapat memicu
serangan epilepsi.
8. Penyalahgunaan obat
Obat-obat seperti amfetamin apabila dikonsumsi justru
akan berakibat pada gangguan tidur, bingung dan gangguan psikiatri.
Kondisi tersebut dapat memicu kelainan neuron.
9. Menstruasi
Serangan yang terjadi pada menstruasi akibat rendahnya
kadar progesteron dan tingginya estrogen. Hal ini terkait dengan efek
efek dari estrogen yang merangsang eksitasi dan efek dari progesteron
yang merupakan inhibisi dari neuron. estrogen juga berpengaruh
terhadap Axis stres dan mempengaruhi langsung amigdala sebagai
pusat rasa dan suasana hati.

2.4 PENCEGAHAN
Upaya social luas yang menggabungkan tindakan luas harus
digunakan untuk pencegahan epilepsy. Resiko epilepsy muncul pada
bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi ( konvulsi : spasma
atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan terlalu banyak,
disebabkan oleh proses pada system saraf pusat, yang menimbulkan
pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan sepanjang
kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang
dapat dicegah. Melalui program yang member keamanan yang tinggi
dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup
aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsy akibat cedera
kepala. Ibu ibu yang memiliki resiko tinggi ( tenaga kerja, wanita
dengan latar belakang sukar melahirkan, penggunaan obat obatan,
diabetes atau hipertensi ) harus di identifikasikan dan dipantau ketat

8
selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan
kejang yang sering terjadi pada janin selama kehmilan dan persalinan.

Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan


kejang usia dini, dan program pencegahan kejang dengan penggunaan
obat obat abti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya
hidup merupkan bagian dari rencana pencegahan ini.

2.5 PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi

Obat-obatan antiepilepsi OAE ini dikonsumsi baik saat ada serangan


maupun tidak ada serangan obat yang sering diberikan antara lain

-Luminal

- Pengobatan simptomatik bila perlu

2. Saat serangan

Pembebasan jalan nafas :

a. Pembebasan jalan nafas pada saat epilepsi kejadian yang sering adalah
menutupnya lidah pada saluran pernapasan atau penderita tercekik karena
kerah baju atau dasi. pada saat Serangan maka lidah diberikan bantalan
lunak pada sela gigi seperti sapu tangan, handuk, atau dasi yang
dilonggarkan

b. Jauhkan barang berbahaya yang dapat membuat pasien cidera

c. Jauhkan penderita dari sesuatu yang dapat merangsang neuron seperti


musik yang keras harus segera dimatikan dan cahaya yang menyilaukan.

3. Sebelum serangan

a. Sebelum serangan pelaksanaan ditujukan untuk mengurangi dampak


yang dapat timbul dengan serangan adalah:

9
1. dibimbing bagaimana cara menurunkan stress

2. makan tepat pada waktunya

3. mempunyai kacamata hitam saat bepergian agar tidak silau

4. kalau KB milih dengan kadar estrogen yang tinggi minimal 50


mikrogram

5. tidur cukup

6. menghindari suara yang terlalu keras jika terpaksa bepergian


menggunakan sepeda maka gunakan tutup telinga dengan kapas dan
memakai kacamata hitam agar tidak silau

7. minum obat secara teratur

8. tindakan lain yang diperlukan oleh masing-masing individu yang


barangkali individu tersebut sudah mengetahui tanda-tandanya

2.6 MANIFESTASI KLINIS


1. Manifestasi klinis dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epiloptogen.
4. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-
bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit
kepala dan sebagainya).
5. Napas terlihat sesak
6. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
7. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau sematosensorik seperti : mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa
yang tidak normal seperti pada keadaan normal.

10
8. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan
terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epilrptikus
tersebut lewat
9. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat
berbicara secara tiba-tiba
10. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya
menendang-nendang
11. Gigi-giginya terkancing
12. Hitam bola matanya berputar-putar
13. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil

Disaat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat berbicara secara


tiba-tiba. Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap
rangsangan. Tidak ada respon terhadap rangsangan baik rangsang
pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri. Badan tertarik ke
segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya kejang. Sementara
tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola
mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan
jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat.
Terkadang diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut
dimungkinkan karena terdapat sekelompok sel-sel otak yang secara
spontan, diluar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan listrik. (Zainal
Muttaqien, 2001) mengatakan keadaan tersebut bisa dikarenakan oleh
adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan
biokimiawi pada sel-sel otak sendiri atau pada lingkungan sekitar otak.
Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma fisik,
benturan, memar pada otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam
akibat penyempitan pembulu darah atau adanya pendesakan rangsangan
oleh tumor. Perubahan yang dialami oleh sekelompok sel-sel otak yang
nantinya menjadi biang keladi terjadinya epilepsi diakibatkan oleh
berbagai faktor.

11
2.7 PATHWAY

Idiopatik, herediter, Ketidakseimbangan aliran


Sistem saraf
trauma kelahiran, infeksi listrik pada sel saraf.

Kerusakan mobilitas fisik


Hilang tonus otot Epilepsy

Akimetis Myionik
Petitmal

Keadaan lemah dan tidak sadar


Kontraksitidaksadar yang
mendadak

Isolasi sosial Perubaha statu Ketidakmampuan


Aktivitas kejang
n s koping keluarga
kesehatan

Jatuh Hipoksia

Ketidakmampua n keluarga
Resiko cidera Kerusakan memori mengambil tindakan yang
tepat

Pengobatan, Definisi pengetahuan


keperawatan,
keterbatasan Ansietas

Penyakit kronik Grandmal


psikomotor

12
Perubaha prose
n keluarga s

Gangguan neurologis Gangguan respiratori

Gangguan Spasme otot pernafasan


perkembangan Hilang
kesadaran
Obstruksi trakheobronkial
HDR

Ketidakefektifan jalan nafas

Sumber : (K, 2016)

2.8 PATOFISIOLOGI
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impulsmotorik). Ota ialah rangkaian berjuta-
jutaneron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Acetylcholine dan
noreprineprine ialah neurotransmiter eksitatif , sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber daya listrik
saran diotak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik
akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron disampingnya dan
demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemister otak dapat mengalami
muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang
yang mula-mula setempat selanjutnya akan melebar kebagian tubuh atau anggota
gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan
himesfer yang mengalami depolarisasi , aktivitas listrik dapat merangsang

13
substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan
impuls-impuls kebelahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat
manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

2.9 MANAJEMEN TERAPEUTIK


Manajemen epilepsi berfokus pada pengendalian kejang atau mengurangi
frekuensi kejang tersebut. Fokus lain manajemen epilepsi meliputi membantu
anak yang mengalami kejang berulang dan keluarga mereka untuk membantu
mereka hidup dengan kejang. Mode terapi primer adalah penggunaan
antikonvulsan. Tujuan untuk setiap anak harus berupa menekan pengguanaan obat
seminim mungkin dengan kemungkinan efek samping paling sedikit untuk
pengendalian kejang. Terjadi kemajuan signifikan dala m terapi epilepsi karena
banyak obat antikonvulsan baru yang tersedia baru-baru ini . sebagian besar
antikonvuilsan dikonsumsi per oral dan sering kali digunakan dalam kombinasi.
Masing-masing obat mengendalikan tipe kejang berbeda dapat ditentukan oleh
variasi individual. Perlu waktu untuk menemukan kombinasi yang tepat untuk
mendapat efek pengendalian kejang terbaik pada masing-masing individu.

Jika kejang masih tidak dapat dikendalikan, pilihan lain untuk


menanganinya adalah pembedahan. Bergantung oada area otak yang terkena, area
yang bertanggung jawab terhadap aktivitas kejang dapat diangkat. Selain itu,
impuls dapat diputus agar tidak menyebar sehingga kejang pun hilang atau
berkurang. Efek samping pembedahan dapat ringan hingga berat, bergantung pada
area otak yang terkena. Terapi non-farmakologis lain yang dapat dipertimbangkan
pada anak yang menderita kejang membandel meliputi diet ketogenik atau
pemasangan simulator saraf vagus.

Mioklonik dapat melanjutkan dengan spasme infantil ; namun, EKG


normal pada penderita dengan mioklonus benigna. prognosis adalah baik, dengan
perkembangan normal dan penghentian myoclonus pada umur 2 tahun.

14
Antikonvulsan tidak terindikasi. Bentuk dominan autosomal familial diduga
terkait dengan lokus pada kromosom 20.

Epilepsi mioklonik khas masa anak awal. Anak yang berkembang


epilepsi mioklonik khas adalah hampir normal sebelum mulainya kejang dengan
kehamilan, persalinan kelahiran yang tidak luar biasa dan tanda perkembangan
utuh. Umur rata-rata mulainya adalah sekitar 2 setengah tahun, tetapi kisaran
berkisar dari 6 bulan sampai 4 tahun. Frekuensi kejang mioklonik bervariasi ;
mereka mungkin terjadi beberapa kali sehari atau anak mungkin bebas kejang
selama beberapa minggu. Beberapa penderita menderita kejang demam atau
kejang fibril tonik-klonik menyeluruh yang mendahului mulainya epilepsi
mioklonik. Sekitar setengah dari penderita kadang-kadang menderita kejang
tonik-klonik disamping epilepsi mioklonik. EEG menunjukkan Kompleks
gelombang paku cepat 2,5 Hz dan latar belakang Irama normal pada kebanyakan
kasus. Setidaknya sepertiga anak mempunyai riwayat epilepsi keluarga positif,
yang pada beberapa kasus menunjukkan etiologi genetik. Hasil akhir jangka
panjang adalah relatif baik. Retardasi mental terjadi pada sebagian kecil, dan lebih
dari 50% bebas kejang beberapa tahun kemudian. Namun, masalah belajar dan
bicara dan gangguan emosi beserta perilaku terjadi pada sejumlah besar anak dan
memerlukan tindak lanjut yang lama oleh tim multidisipliner.

Epilepsi mioklonik Kompleks. Epilepsi ini terdiri dari kelompok


penyakit yang heterogen dengan prognosis yang secara seragam buruk. Secara
khas, kejang tonik-klonik setempat atau menyeluruh mulai selama umur tahun
pertama mendahului mulainya epilepsi mioklonik. Kejang-kejang menyeluruh
sering disertai dengan infeksi saluran pernafasan atas dan demam rendah serta
seringkali berkembang menjadi status epileptikus. Sekitar sepertiga dari penderita
ini mempunyai bukti adanya tanda keterlambatan perkembangan. Riwayat
ensefalopati hipoksik iskemik pada masa perinatal dan temuan tanda neuron
motorik atas dan ekstrapiramidalis menyeluruh dengan mikrosefali menyusun
pola biasa pada anak ini. Riwayat epilepsi keluarga jauh kurang menonjol pada
kelompok ini dibandingkan dengan epilepsi mioklonik khas. Beberapa anak

15
menunjukkan kombinasi kejang mioklonik dan tonic yang sering, dan bila
gelombang paku lambat antar kejang nyata pada EEG, gangguan kejang
diklasifikasikan sebagai sindrom Lennox gastaut . Penderita dengan epilepsi
mioklonik Kompleks secara rutin mempunyai gelombang paku lambat antar
kejang dan refrakter terhadap antikonvulsan. Kejang tersebut menetap dan
frekuensi retardasi mental dan masalah perilaku sekitar 75% dari semua penderita.

Epilepsi mioklonik juvenil. Epilepsi mioklonik juvenil biasanya mulai


antara umur 12 dan 16 tahun, dan merupakan sekitar 15% dari epilepsi. Lokus gen
telah dikenali pada kromosom 6p. Penderita mencatat singkatan mioklonik yang
sering pada saat jaga, yang membuat sukar menyisir rambut dan sikat gigi. Karena
myoclonus cenderung mereda nantinya pada pagi, hari kebanyakan penderita
tidak mencari pertolongan medis pada stadium ini dan beberapa penderita
mengingkari episode nya. Beberapa tahun kemudian, kejang tonik klonik
menyeluruh di pagi hari berkembang bersama mioklonusnya. EEG menunjukkan
tonjolan pada pola gelombang 4 - 6 / detik tidak teratur, yang diperbesar dengan
rangsangan cahaya. Pemeriksaan neurologis adalah normal, dan sebagian besar
beresphons secara dramatis terhadap valproat, yang diperlukan seumur hidup.
Penghentian obat menyebabkan tingginya frekuensi kejang berulang.

Epilepsi mioklonik progresif. Kelompok heterogen gangguan genetik


yang jarang ini secara seragam mempunyai prognosis yang buruk. Keadaan ini
meliputi penyakit lafora, epilepsi mioklonik dengan serabut merah compang-
camping( MERRF) sianosis Tipe 1, lipofusinoais seroid, penyakit neuropati
juvenil gaucher, dan distrofi juvenil neuroksonal juvenil. Penyakit levora ada pada
anak antara 10 dan 18 tahun dengan kejang tonik klonik menyeluruh. Akhirnya
Jingkatan mioklonik muncul, yang menjadi lebih nyata dan konstan pada
perburukan penyakit. perburukan mental merupakan tanda khas dan menjadi nyata
dalam 1 tahun dari mulainya kejang. Kelainan neurobiologis, terutama tanda
cereblum dan ekstrapiramidalis, merupakan temuan yang menonjol. EEG
menunjukkan discharge( rabas ) gelombang polipaku, terutama pada daerah
oksipital dengan perlambatan progresif dan latar belakang yang kacau. Jingkatan

16
mioklonik sukar dikendalikan, tetapi kombinasi asam valproat dan benzodiazepine
(Misal klonazepam) adalah efektif dalam mengendalikan kejang menyeluruh.
Penyakit lavora, merupakan penyakit autosom resesif, dan diagnosis dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan biopsi kulit untuk inklusi asam schiff periodik
khas, yang adalah paling menonjol pada sel saluran kelenjar keringat ekrin.

2.10 TERAPI EPILEPSI


Langkah pertama pada manajemen epilepsi adalah untuk memastikan
bahwa penderita menderita gangguan kejang dan bukan keadaan yang menyerupai
epilepsi (lihat nanti) kadang-kadang sukar untuk menentukan etiologi kejadian
paroksimal pada anak normal. Hasil negatif pada pemeriksaan neurologis dan
EEG biasanya mendukung pendekatan pengawasan menunggu bukannya
pemberian antikonvulsan. Penyebab yang sebenarnya gangguan proksimal
akhirnya menjadi jelas. Walaupun tidak ada kesepakatan yang seragam,
kebanyakan akan setuju bahwa antiepileptik harus dihentikan dari anak yang
sebelumnya sehat dengan konvulsi tanpa demam pertama jika riwayat keluarga
negatif, pemeriksaan dan EEG normal, jika riwayat keluarga negatif, pemeriksaan
dan EEG normal, dan keluarga bekerja sama dan taat. sekitar 70% anak ini tidak
akan mengalami konvulsi lain, kejang berulang, terutama jika kejang terjadi
sangat dekat dengan kejang pertama merupakan indikasi untuk mulai
antikonvulsan. menunjukkan suatu pendekatan pada anak dengan dugaan
gangguan kejang. Langkah kedua meliputi pilihan antikonvulsan, obat pilihan
tergantung pada klasifikasi kejang, ditentukan dengan riwayat dan temuan EEG .
tujuan untuk setiap penderita sehat.

2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Elektroensefalogram (EEG). untuk mengklasifikasi tipe kejang,
waktu serangan
2. Magnetic resonance imaging (MRI) CT Scan dan Magnetik
resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal
abnormal, serobrovaskuler abnormal, gangguan degrenatif serebral.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang

17
tampak jelas pada CT scan atau magnetik resonance imaging (MRI)
maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh
masalah antenatal atau perinatal dengan defesit neurologik yang
jelas.
3. Compted tomografi (Scan)
4. Kimia darah : hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol
darah.
 Mengatur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
 Menilai fungsi hati dan ginjal
 Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi)
 Pungsi lumbal untuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak.

18
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN EPILEPSI

3.1 PENGKAJIAN

a. Biodata
Usia : Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
Pekerjaan : Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali menimbulkan
stress dapat memicu terjadinya epilepsi. Kebiasaan yang
mempengaruhi : peminum alkohol (alkoholic)

b. Keluhan utama : Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya


ketempat pelayanan kesehtan karena klien yang mengalami penurunan
kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang
klien/ keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering
tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota
keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.
Pasien dengan epilepsi Jika datang ke rumah sakit umumnya dengan
keluhan yang paling menonjol kejang. umum yang sering
mengganggu aktivitas penderita antara lain keluhan dari kejang yang
berakibat terdapat luka bakar, terkena benturan.

c. Riwayat penyakit sekarang : kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan


diri.
d. Riwayat penyakit dahulu :
- Trauma lahir, Axphyxia neonaturum
- Cedera kepala, Infeksi sistem saraf
- Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
- Tumor otak
- Kelainan pembuluh darah
- Demam

19
- Stroke
- Gangguan tidur
- Penggunaan obat
- Hiperventilasi
- Stress emosional

e. Riwayat penyakit keluarga : Pandangan yang mengatakan penyakit


ayan merupakan penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru,
sebab terdapat dugaan 4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh faktor
keturunan.

f. Riwayat psikososial
- Intrapersonal : Klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang
diderita
- Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial
yang berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau “ayan” yang
lebih umum di masyarakat)
g. Riwayat kesehatan
Meskipun epilepsi bukan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
namun kondisi kesehatan sangat berpengaruh terhadap neuron
yang menyebabkan penurunan fungsi neuron sehingga terjadi
epilepsi seperti peradangan pada selaput otak, penderita yang
mengalami tumor otak, defek kongenital atau penyakit sistemik
seperti AIDS dan sifilis.
h. Pola kebutuhan

- Pola kebutuhan yang sering mengalami gangguan pada saat


serangan antara lain :
- Fungsi pernafasan karena peningkatan rangsangan neuron pada
pasien epilepsi sehingga mengganggu rangsangan otonom pada
fungsi pernafasan. pasien akan mengalami peningkatan

20
pernapasan takipnea kalau anak-anak pernafasan mungkin lebih
dari 35 kali permenit, kalau dewasa lebih dari 30 kali permenit
dengan irama reguler cepat dan dangkal apalagi kalau terjadi
penutupan saluran pernafasan.
- - Fungsi kardiovaskuler pada serangan epilepsi penderita
mengalami peningkatan denyut jantung karena adanya peningkatan
eksitasi neuron akan meningkatkan jantung untuk dapat mengirim
hasil produk ke seluruh tubuh termasuk neuron penurunan asupan
oksigen atau peningkatan kebutuhan oksigen yang tidak seimbang
dengan asupan dapat mengakibatkan penurunan oksigen di
vaskuler sehingga penderita terlihat pucat.
- - Fungsi belajar anak dengan epilepsi memungkinkan akan
mengalami penurunan daya memori hingga kecenderungan
kemampuan kognitif relatif tertinggal dengan teman sebaya. Anak
agak sulit mengingat informasi yang telah diberikan oleh perawat.
- - Fungsi pertumbuhan dan perkembangan anak dengan epilepsi
dapat mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar dan
halus karena perkembangan motorik membutuhkan synergy yang
baik antara neuron dan otot.

3.2 PEMERIKSAAN FISIK


Pada pemeriksaan fisik yang sering terlihat sebagai indikasi serangan asma
antara lain

1. Tingkat kesadaran

Pada epilepsi serangan umum akan terjadi penurunan kesadaran yang


mendadak akan tetapi nilai GCS sulit terjadi karena justru terjadi
peningkatan motorik.

2. Mata

21
Saat timbul serangan mata penderita ada yang terbelalak dan bola mata
berputar ke atas pada jenis absence. sedangkan pada jenis parsial
pandangan mata pasien tampak sayu seperti orang bingung kalau
dilakukan penyinaran dengan senter pupil pasien tanpa melebar.

3. Mulut

Pada tipe absence mulut pasien nampak komat-kamit seperti membaca


doa.

4. Ekstermitas

pada ekstremitas atas dan bawah serta otot luar saat serangan nampak
kaku dan ngecenceng. akan tetapi setelah serangan hilang akan normal
lagi.

3.2.1 PEMERIKSAAN FISIK (ROS)


1) B1 (BREATH) : RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat
terjadi apnea, aspirasi
2) B2 (BLOOD) : Terjadi takikardi, cianosis
3) B3 (BRAIN) : Penurunan kesadarn
4) B4 (BLADDER) : Oliguri atau dapat terjadi inkontenesia urin q`e
5) B5 (BOWEL) : Nafsu makan menurun, berat badan turun,
inkontenesia alfi
6) B6 (BONE) : Klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat
menggerakkan anggota tubuh, mengeluh meriang.

22
3.3 DIAGNOSA
1. Resiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring
oleh lidah, spasme otot bronkus.
2. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
asupan oksigen dari luar.
3. Resiko gangguan perkembangan kognitif berhubungan dengan kerusakan
sebagian memori.
4. Resiko gangguan perkembangan sosial berhubungan dengan
peningkatan frekuensi kekambuhan dan proteksi yang berlebihan.
5. Resiko cidera (terjatuh, terkena benda tajam) berhubungan dengan
penurunan respon terhadap lingkungan.
6. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d spasme pada jalan nafas ,
obstrusi trakeobronkial
7. Resiko kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang
(Carpenito,2007)

3.4 RENCANA TINDAKAN

No Diagnosa Kriteria Intervensi Rasional


hasil
1. Resiko tinggi Dengan  Monitor  Frekuensi
obstruksi dilakukan jalan nafas pernafasan
jalan nafas tindakan frekuensi yang
berhubungan keperawatan pernafasan, meningkat
dengan selama Irama tinggi dengan
penutupan 1x24jam pernafasan, irama yang
faring oleh saat timbul cepat sebagai
lidah, spasme Kriteria serangan. salah satu
otot bronkus. hasil :  Tempatkan indikasi
frekuensi anak sumbatan jalan
pernafasan dengan nafas oleh

23
meningkat kepala benda asing,
28-35 kali hipereksten contohnya
permenit, si lidah.
Irama nafas  Pasang  Hiperekstensi
reguler dan Tongspatel membuat jalan
tidak cepat, atau nafas dalam
anak tidak saputangan posisi lurus dan
terlihat yang bebas dari
terengah- digulung hambatan
engah. atau benda  mencegah lidah
lunak antara tertekuk yang
lain saat dapat menutup
timbul jalan nafas.
serangan  Mengurangi
kejang. tekanan
 Bebaskan terhadap
penderita rongga thorax
dari pakaian yang dapat
yang ketat mengakibatkan
 Kolaborasi hambatan pada
pemberian perkembangan
anti kejang. paru.
Contohnya diazepa
pemberian m bekerja
diazepam menurunkan
dengan tingkat fase
dosis rata- depolarisasi
rata 0,3 yang cepat di
mg/KgBB/k sistem
ali persarafan

24
pemberian. pusat sehingga
dapat terjadi
penurunan
spasma pada
otot dan
persarafan
perifer.

2. Resiko Setelah  Pantau  kapiler kecil


gangguan dilakukan tingkat mempunyai
perfusi tindakan pengisisan volume darah
jaringan keperawatan kapiler yang relatif
berhubungan selama perifer kecil dan
dengan 2x24jam  Pemberian cukup sensitif
penurunan oksigen sebagai tanda
asupan Kriteria dengan terhadap
oksigen dari hasil memakai penurunan
luar. jaringan masker oksigen
perifer atau nasal darah.
(kulit) binacul  oksigen
terlihat dengan tabung
merah dan dosis rata- mempunyai
segar, akral rata 3 tekanan
teraba liter/menit. yang lebih
hangat.  Hindarkan tinggi dari
Hasil anak dari oksigen
pemeriksaan rangsangan lingkungan
AGD: PH yang sehingga
darah 7,35- berlebihan mudah
7,45, PO2 baik suara, masuk ke
80-104

25
MmHg, mekanik paru-paru.
PCO2 35- maupun Pemberian
45MmHg, cahaya. dengan
HCO3 ̊ 21-  Tempatkan masker
25, pasien pasien karena
tidak pada mempunyai
sianosis. ruangan prosentase
dengan sekitar 35%
sirkulasi yang dapat
udara yang masuk ke
baik. saluran
pernafasan.
 rangsangan
akan
meningkatkan
fase eksitasi
persarafan
yang dapat
menaikkan
kebutuhan
oksigen
jaringan.
 meningkatkan
j jumlah
udara yang
masuk dan
mencegah
hipoksemia
jaringan.

26
3. Resiko Setelah  Pantau  kesulitan
gangguan dilakukan tingkat dalam
perkembanga tindakan kognitif anak mengingat
n kognitif keperawatan dengan cara hal-hal yang
berhubungan selama 2x24 memberi sederhana
dengan jam respon sebagai
kerusakan terhadap indikasi
sebagian Kriteria petanyaan kerusakan
memori. hasil sesuai usia memori yang
Anak tidak dan sesuai berat.
mengalami pelajaran  merangsang
kesulitan yang sudah kemampuan
berlebihan didapatkan. memori
dalam  Rangsang sesuai tahap
belajar, anak memori anak perkembanga
dapat dengan n dengan
mengikuti mengingat tanpa
proses materi sesuai memperberat
pembelajara perkembang memori anak.
n sekolah annya misal  neurotropik
anak usia 1 meningkatkan
tahun kerja neuron,
diminta protein
mengingat membantu
gambar meregerasi
binatang sel neuron
yang otak yang
familiar mnegalami
seperti kerusakan.
kucing, usia Bahan

27
3-4 tahun makanan
mengingat seperti AA
gambar dan DHA
segitiga dan yang banyak
lain terdapat pada
sebagainya ikan laut
tanpa terlalu meningkatkan
memaksakan kemampuan
. memori otak.
 Berikan anak  mengurangi
nurisi yang serangan
cukup yang dapat
mengandung nerusak
vitamin memori anak.
neurotropik,
cukup
protein, dan
cukup
mengandung
bahan yang
bermanfaat
untuk
perkembang
an memori
otak
 Berikan obat
astiepiepsi
secara
teratur dan
juga

28
anjurkan
orang tua
untuk
emlakukan
hal yang
sama saat
dirumah.

4. Resiko Setelah  Pantau  kurangnya


gangguan dilakukan tingkat kepercayaan
perkembanga tindakan perkemban diri dapat
n sosial keperawatan gan sosial diindikasikan
berhubungan selama 2x24 dan denfan anak
dengan jam berhubunga tidak mau
peningkatan n seperti berinteraksi
frekuensi Kriteria kepercayaa dengan teman
kekambuhan hasil n diri, sebaya
dan proteksi anak terlihat interaksi maupun
yang aktif sosial. Cara orang yang
berlebihan. berinteraksi yang bisa disekitar dan
dengan dipakai tidak mau
orang setelah maengungkap
disekitar terbina kan pendapat.
saat di hubungan  meningkatkan
rumah sakit, saling interaksi anak
frekuensi percaya terhadap
kekambuhan dengan teman sebaya
1-3 kali perawat tanpa melalui
dalam anak dapat paksaan dan
setahun atau

29
tidak dicoba doktrin dari
kambuh untuk orangtua.
sama sekali. menggamba  meningkatkan
r dan nilai positif
menjelaska yang ada pada
n anak dan
gambarnya, memperbaiki
anak kelemahan
dikumpulka dengan
n jadi satu kemauan
dengan yang kuat.
teman
sebaya.
 Berikan
anak terapi
bermain
dengan
sebaya di
rumah sakit
yang
melibatkan
banyak
anak seperti
main
lempar
bola.
 Beri anak
reward
apabila
anak

30
berhasil
melakukan
aktifitas
positif
misalnya
melempar
bola dengan
tepat dan
suport anak
apabila
belum
berhasil.

5. Resiko cidera Setelah  Tempatkan  menjaga


(terjatuh, dilakukan anak pada posisi tubuh
terkena tindakan tempat tidur lurus yang
benda tajam) keperawata yang lunak dapat
berhubungan n selama dan rata berdampak
dengan 2x24jam seperti pada lurusnya
penurunan bahan jalan nafas.
respon Kriteria matras.  mencegah
terhadap hasil  Pasang anak jatuh
lingkungan. Anak tidak pengaman  menjaga jalan
terluka atau di kedua nafas dan
jatuh saat sisi tempat mencegah
serangan tidur anak terjatuh
kejang.  Jaga anak
saat timbul
serangan
kejang

31
6. Resiko Setelah a. anjurkan pasien a. agar klien merasa
dilakukan untuk nyaman dengan
kejang
tindakan menggunakan pakaian tipis dan
berulang
keperawatan pakaian yang menyerap keringat
berhubungan selama 2x24 mudah menyerap b. diberikan
jam maka kringat kompres hangat agar
dengan
tujuan :tidak b. berikan suhu tubuh klien
riwayat
mengalami kompres hangat segera turun
kejang kejang c. observasi c. untuk memantau
Dengan kejang dan TTV kesadaran klien dan
kriteria hasil tiap 4 jam sekali memantau
a. tidak terjadi d. batasi aktifitas perkembangan klien
serangan selama anak panas d. aktifitas yang
kejang e. kolaborasi berlebih dapat
berulang dengan dokter meningkatkan
b. suhu tubuh pemberian obat metabolisme dan
dalam batas antibiotic, meningkatkan suhu
normal antipeuretik dan tubuh.
c. kesadaran anti kejang. e. sebagai terapi
komposmentis farmakologis untuk
d. respirasi membantu
dalam rentan penyembuhan klien.
normal

32
3.5 EVALUASI

a. Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak memar


b. Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan aspirasi
c. Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar, pasien
tidak menarik diri / minder
d. Pola nafas normal, TTV dalam batas normal
e. Pasien toleran dengan aktifitasnya, pasien dapat melakukan aktifitas
sehari hari secara normal
f. Organ sensori dapat menerima stimulant dan mengintreprestasikan
dengan normal ‘ansietas pasien dan keluarga berkurang, pasien tampak
tenang
g. Status kesadaran pasien membaik

33
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala


akibat cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan
tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau
yang lebih luas pada kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan
gejala klinis yang kompleks yang disebabkan berbagai proses patologis di otak.
Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari
gejala klinis, rekaman elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah
suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang
(lebih dari satu episode). International League Against Epilepsy (ILAE) dan
International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali
definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor
predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan
neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang
diakibatkannya.
Berdasarkan penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu
epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan
penyebabnya dan epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya
diketahui. Penyebab spesifik dari epilepsi adalah kelainan yang terjadi selama
perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang
dapat merusak otak janin, menglami infeksi, minum alcohol, atau mengalami
cidera. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang
mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan. Cidera kepala yang dapat
menyebabkan kerusakan pada otak. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy
yang tidak umum terutama pada anak-anak. Penyumbatan pembuluh darah otak
atau kelainan pembuluh darah otak. Radang atau infeksi pada otak dan selaput

34
otak. Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan
klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-
faktor tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau
idiopatik), usia dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan
klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan
elektroensefalogram.
Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara
lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum,
onset dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan
pasien “bengong” dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik
kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa
hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus,
hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara
thalamus dan korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras
thalamo-kortikal akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan
aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada
korteks terjadi pada saat tidur non-REM.
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera
kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan
saraf yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang
mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada
cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam
mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan
pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa
menimbulkan bangkitan listrik di otak.
Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka
mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium,
penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi

35
eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal dengan pemberian kelompok inhibitorik
GABAergik. Beberapa obat antie- pilepsi. Penggunaan levetirasetam sebagai obat
antikonvulsan mendasar pada ikatan dengan protein SV2A di vsikel. Efektivitas
levetirasetam sebagai anti konvulsan dapat digunakan pada penderita-penyakit
susunan saraf lainnya yang tidak berefek pada gangguan kognitif.

36
DAFTAR PUSTAKA

Arvin, B. K. (2000). Ilmu Kesehatan Anak . Jakarta : EGC .

carman, T. k. (2014). Buku ajar Keperawatan pediatri . Jakarta : EGC.

Dongoes, M. E. (2018). Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta : EGC.

Hudac, G. B. (1997). Keperawatankritis pendekatan holistik

(terjemahan),

edisi VI . Jakarta : EGC.

K, A. H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis, Jilid 1 . Jogjakarta :

Mediaaction .

Kariasa, M. (1997 ). Asuhan Keperawatan Klien Epilepsi . Jakarta : FIK -

UI .

Sukarmin, S. R. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak . Yogyakarta :

Graha ilmu .

iv

Anda mungkin juga menyukai