Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 22 TAHUN 2017

Tutor :

Dr. Jalalin , Sp. KFR

Disusun oleh :

KELOMPOK B7

Anggota :

Khairunnisa Elvia Putri 04011281520115

Ricky Pratama Wijaya 04011381520090

Vincensius Hans Kristian Pratama 04011381520091

Dita Marisca 04011381520098

Regina Diah Putri 04011381520099

Ichlas Afriansyah Afif 04011381520105

Danang Bagus Untoro 04011381520108

Bhagatdeep Kaur Kaur Singh 04011381520185

Norlaila Binti Chahril 04011381520194

Kang Yee Yung 04011381520195

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................I

KATA PENGANTAR...................................................................................................II

KEGIATAN TUTORIAL............................................................................................III

I. SKENARIO A BLOK 22 TAHUN 2017...............................................................1

II. KLARIFIKASI ISTILAH.....................................................................................2

III. IDENTIFIKASI MASALAH................................................................................3

IV. ANALISIS MASALAH........................................................................................4

V. KETERBATASAN ILMU……………………………….................................21

VI. LEARNING ISSUES..........................................................................................22

KERANGKA KONSEP...............................................................................................41

KESIMPULAN............................................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................43
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya laporan
tutorial Skenario B Blok 22 ini dapat terselesaikan dengan baik. Laporan ini bertujuan untuk
memenuhi tugas Tutorial yang merupakan bagian dari pembelajaran KBK di Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan
saran sehingga pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada para dosen yang telah membimbing kami, kepada tutor kelompok dua, yang telah
memfasilitasi, dan kepada pihak-pihak yang telah membantu kami.

Kami menyadari laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun dari pembaca akan sangat kami harapkan guna perbaikan di masa yang akan
datang.

Akhir kata, harapan kami laporan tutorial ini dapat berguna bagi semua pihak yang
membacanya. Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami. Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan
Yang Maha Esa. Amin.

Palembang, 4 DECEMBER 2017

Kelompok B7
KEGIATAN TUTORIAL

Tutor : Dr. Jalalin, Sp.KFR

Moderator : Khairunnisa Elvia Putri

Sekretaris : Bhagatdeep Kaur Kaur Singh

Peraturan : 1. Boleh minum saat diskusi

2. Boleh ke toilet

3. Mengangkat tangan ketika interupsi

4. Berbicara setelah dipersilahkan moderator


I.SKENARIO B BLOK 22
Mr Rudi, 54 years-old complaint a sudden onset of pain in his right knee that awakened him
from sleep. He does not report any trauma and was essentially asymptomatic when he went to
bed. His history is remarkable or two episodes of similar, severe pain 9 months and 2 years ago,
especially when he consumed a lot of sea food such as shrimps and lobsters. He is pain-free
between episodes.

Physical Examination :
Body weight : 70kg; Height : 163 cm.
BP : 120/80 mmHg; HR : 84 bpm; RR : 20 rpm; T : 36,7C
Right Knee : warm , tender to touch , erythematous and limited active and passive range of
motion cause of pain.

Laboratory finding :
Ureum 34 mg/dl , creatinin 1,0 mgdl , blood uric acid 11,1 mg/dl and urine uric acid is 240
mg/24 hours.
II. Klarifikasi istilah

No Klarifikasi Istilah Pengertian


1 Trauma Kerusakan emotional ataupun psikologis

2 Erythematous Kemerahan pada kulit yang dihasilkan leh kongesti pembuluh


darah pada kapiler, Tipe eritema girata yang ditandai lesi
berbentuk cincin.
III. Identifikasi Masalah

No Identifikasi Masalah Konsen

1 Mr. Rudi 54-year-old complain a sudden onset of


pain in his right knee that awakned him from sleep. ****
2 He does not report any trauma and was essentially
asymptomatic when he went to bed. ***
3 His History is remarkable for two episodes of
similar severe pain 9 month and 2 years ago, **
wspecially when he consumed a lot of sea food sush
as shrimp and lobster. He is pain-free between
episode

4 Physical examination
*
5 Laboratory finding
*
IV. Analisis Masalah

1. Mr. Rudi 54-year-old complain a sudden onset of pain in his right knee that awakened
him from sleep.

a. Apa etiologi dari keluhan pada kasus?

Etiologi dari keluhan diatas adalah Hiperurisemia (kadar MSU yg berlebihan di


dalam sendi), Obesitas, hipertensi, trauma

b. Bagaimana hubungan antara usia dan jenis kelamin pada kasus?

Artritis gout menyebar secara merata di seluruh dunia. Prevalensi bervariasi antar
negara yang kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan, diet, dan
genetik (Rothschild, 2013). Di Inggris dari tahun 2000 sampai 2007 kejadian artritis
gout 2,68 per 1000 penduduk, dengan perbandingan 4,42 penderita pria dan 1,32
penderita wanita dan meningkat seiring bertambahnya usia (Soriano et al, 2011). Di
Italia kejadian artritis gout meningkat dari 6,7 per 1000 penduduk pada tahun 2005
menjadi 9,1 per 1000 penduduk pada tahun 2009 (Rothschild, 2013).

Sedangkan jumlah kejadian artritis gout di Indonesia masih belum jelas karena data
yang masih sedikit. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki berbagai macam
jenis etnis dan kebudayaan, jadi sangat memungkinkan jika Indonesia memiliki lebih
banyak variasi jumlah kejadian artritis gout (Talarima et al, 2012). Pada tahun 2009
di Maluku

Tengah ditemukan 132 kasus, dan terbanyak ada di Kota Masohi berjumlah 54 kasus
(Talarima et al, 2012). Prevalensi artritis gout di Desa Sembiran, Bali sekitar 18,9%,
sedangkan di Kota Denpasar sekitar 18,2%. Tingginya prevalensi artritis gout di
masyarakat Bali berkaitan dengan kebiasaan makan makanan tinggi purin seperti
lawar babi yang diolah dari daging babi, betutu ayam/itik, pepes ayam/babi, sate
babi, dan babi guling (Hensen, 2007).

c. Apa makna klinis dari sudden onset terkait kasus?

Sudden Onset itu menunjukkan gout arthritis yang dialami Mr Rudi adalah pada
stadium akut. Menandakan bahwa nyeri terjadi secara tiba tiba.

d. Bagaimana mekanisme dari nyeri sampai Mr.Rudi terbangun dari tidur?

Peningkatan produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam urat
dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang kelarutannya sangat rendah
sehingga cenderung membentuk Kristal monoatrium urat (MSU). Kristal MSU akan
merangsang pelepasan beberapa mediator inflamasi sehingga akan menimbulkan
serangan akut berupa nyeri sehingga pasien dapat terbangun ketika tidur dimalam
hari.
e. Bagaimana anatomi sendi lutut?

Secara umum sendi lutut termasuk kedalam golongan sendi engsel, tetapi sebenarnya
terdiri dari tiga bagian sendi yang kompleks yaitu :

1. condyloid articulatio diantara dua femoral condylus dan meniscus dan


berhubungan dengan condylus tibiae

2. satu articulatio jenis partial arthrodial diantara permukaan dorsal dari patella dan
femur.

Pada bagian atas sendi lutut terdapat condylus femoris yang berbentuk bulat, pada
bagian bawah terdapat condylus tibiae dan cartilago semilunaris. Pada bagian bawah
terdapat articulatio antara ujung bawah femur dengan patella. Fascies articularis
femoris . tibiae dan patella diliputi oleh cartilago hyaline. Fascies articularis condylus
medialis dan lateralis tibiae di klinik sering disebut sebagai plateau tibialis medialis
dan lateralis.

Capsula Articulatio

Capsula articularis terletak pada permukaan posterior dari tendon m.


quadriceps femoris dan didepan menutupi patella menuju permukan anterior dari
femur diatas tubrositas sendi. Kemudian capsula ini berlanjut sebagai loose membran
yang dipisahkan oleh jaringan lemak yang tebal dari ligamentum patellae dan dari
bagian tengah dari retinacula patellae menuju bagian atas tepi dari dua meniscus dan
kebawah melekat pada ligamentum cruciatum anterior . Selanjutnya capsula
articularis ini menutupi kedua ligamentun cruciatum pada sendi lutut sebagai suatu
lembaran dan melintasi tepi posterior ligamentum cruciatum posterior. Dari tepi
medial dan lateral dari fascies articularis membentuk dua tonjolan , lipatan synovial,
plica alares yang terkumpul pada bagian bawah. Kesemuanya hal ini membentuk
suatu synovial villi.

Plica synovialis patellaris, membentang pada bagian belakang yang mengarah


pada bidang sagital menuju cavum sendi dan melekat pada bagian paling bawah dari
tepi fossa intercondyloidea femoris. Plica ini merupakan lipatan sagital yang lebar
pada synovial membran. Lipatan ini membagi cavum sendi menjadi dua bagian ,
berhubungan dengan dua pasang condylus femoris dan tibiae.

Lipatan capsul sendi pada bagian samping berjalan dekat pinggir tulang
rawan. Sehingga regio epicondylus tetap bebas. Kapsul sendi kemudian menutupi
permukaan cartilago , dan bagian permukaan anterior dari femur tidak ditutupi oleh
cartilago.

Pada tibia capsul sendi ini melekat mengelilingi margo infraglenoidalis,


sedikit bagian bawah dari permukaan cartilago, selanjutnya berjalan kebawah tepi
dari masingmasing meniscus.

Bursa Sendi Lutut

Bursa sendi merupakan suatu tube seperti kantong yang terletak di bagian bawah dan
belakang pada sisi lateral didepan dan bawah tendon origo m. popliteus. Bursa ini
membuka kearah sendi melalui celah yang sempit diatas meniscus lateralis dan
tendon m. popliteus. Banyak bursa berhubungan sendi lutut. Empat terdapat di
depan, dan enam terdapat di belakang sendi. Bursa ini terdapat pada tempat
terjadinya gesekan di antara tulang dengan kulit, otot, atau tendon.

1. Bursa Anterior
a. Bursa Supra Patellaris
Terletak di bawah m. quadriceps femoris dan berhubungan erat dengan rongga sendi.
b. Bursa Prepatellaris
Terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah
patella dan bagian atas ligamentum patellae.
c. Bursa Infrapatellaris Superficialis
Terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah
ligamentum patellae
d. Bursa Infapatellaris Profunda
Terletak di antara permukaan posterior dari ligamentum patellae dan permukaan
anterior tibiae. Bursa ini terpisah dari cavum sendi melalui jaringan lemak dan
hubungan antara keduanya ini jarang terjadi.
2. Bursa Posterior
Recessus Subpopliteus Ditemukan sehubungan dengan tendon m. popliteus dan
berhubungan dengan rongga sendi. 2. Bursa M. Semimembranosus Ditemukan
sehubungan dengan insertio m. semimembranosus dan sering berhubungan dengan
rongga sendi.

Ligamentum Sendi Lutut

1. Ligamentum Ekstracapsular
a. Ligamentum Patellae
Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah melekat pada
tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan dari
bagian pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran
synovial sendi oleh bantalan lemak intra patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah
bursa yang kecil. Bursa infra patellaris superficialis memisahkan ligamentum ini dari
kulit.
b. Ligamentum Collaterale
Fibulare Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada condylus
lateralis dan dibagian bawah melekat pada capitulum fibulae. Ligamentum ini
dipisahkan dari capsul sendi melalui jaringan lemak dan tendon m. popliteus. Dan
juga dipisahkan dari meniscus lateralis melalui bursa m. poplitei.
c. Ligamentum Collaterale Tibiae
Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat dibagian atas
pada condylus medialis femoris dan pada bagian bawah melekat pada margo
infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini menembus dinding capsul sendi dan sebagian
melekat pada meniscus medialis. Di bagian bawah pada margo infraglenoidalis,
ligamentum ini menutupi tendon m. semimembranosus dan a. inferior medialis genu
.
d. Ligamentum Popliteum Obliquum
Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut,
letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari
ligamentum ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m. popliteus dan
sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m. semimembranosus.
e. Ligamentum Transversum Genu
Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus , terdiri dari
jaringan connective, kadang- kadang ligamentum ini tertinggal dalam
perkembangannya , sehingga sering tidak dijumpai pada sebagian orang.
2. Ligamentum Intraapsular
Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra capsular yang sangat kuat,
saling menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian yaitu
posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibiae. Ligamentum ini
penting karena merupakan pengikat utama antara femur dan tibiae.
a. Ligamentum Cruciata Anterior
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan
kearah atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan
medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk
dan akan menegang bila lutut diluruskan sempurna. Ligamentum cruciatum anterior
berfungsi untuk mencegah femurbergeser ke posterior terhadap tibiae. Bila sendi
lutut berada dalam keadaan fleksi ligamentum cruciatum anterior akan mencegah
tibiae tertarik ke posterior.
b. Ligamentum Cruciatum Posterior
Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior dan
berjalan kearah atas , depan dan medial, untuk dilekatkan pada bagian anterior
permukaan lateral condylus medialis femoris. Seratserat anterior akan mengendur
bila lutut sedang ekstensi, namun akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan
fleksi. Serat-serat posterior akan menjadi tegang dalam keadaan ekstensi.
Ligamentum cruciatum posterior berfungsi untuk mencegah femur ke anterior
terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi , ligamentum cruciatum
posterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior.
Kartilago Semilunar (Meniscus)
Cartilago semilunaris adalah lamella fibrocartilago berbentuk C , yang pada
potongan melintang berbentuk segitiga. Batas perifernya tebal dan cembung, melekat
pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas . Permukaan
atasnya cekung dan berhubungan langsung dengan condylus femoris. Fungsi
meniscus ini adalah memperdalam fascies articularis condylus tibialis untuk
menerima condylus femoris yang cekung.
1. Cartilago Semilunaris Medialis
Bentuknya hampir semi sirkular dan bagian belakang jauh lebih lebar daripada
bagian depannya. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibiae
dan berhubungan dengan cartilago semilunaris lateralis melalui beberapa serat yang
disebut ligamentum transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris
posterior tibiae. Batas bagian perifernya melekat pada simpai dan ligamentum
collaterale sendi. Dan karena perlekatan inilah cartilago semilunaris relatif tetap.
2. Cartilago Semilunaris Lateralis
Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat
pada area intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris. Cornu
posterior melekat pada area intercondylaris posterior, tepat di belakang eminentia
intercondylaris. Seberkas jaringan fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan
mengikuti ligamentum cruciatum posterior ke condylus medialis femoris. Batas
perifer cartilago dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale oleh tendon m.
popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada cartilago ini. Akibat susunan yang
demikian ini cartilago semilunaris lateralis kurang terfiksasi pada tempatnya bila di
bandingkan dengan cartilago semilunaris medialis.

Persarafan Sendi Lutut

Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang yang
mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan pada
sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh: (1) N. Femoralis, (2) N. Obturatorius,
(3) N. Peroneus communis, dan (4) N. Tibialis

Suplai Darah

Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah disekitar sendi
ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending genicular arteri femoralis,
cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri circumflexia
femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior. Aliran vena pada sendi lutut
mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian akan memasuki vena femoralis.

2. He does not report any trauma and was essentially asymptomatic when he went to bed.

a. Apa makna klinis dari tidak ada trauma dan gejala sebelum tidur?

Untuk menyingkirkan kemungkinan bahwa nyeri pada lutut disebabkan oleh


terjadinya trauma. Pada pasien gout arthritis biasanya tidur tanpa gejala apa-apa.

b. Apa kemungkinan diagnosis banding jika terdapat riwayat trauma sebelumnya?

Osteoarthritis, Rheumatoid Arthritis, Ruptur ACL.


3. His History is remarkable for two episodes of similar severe pain 9 month and 2 years
ago, especially when he consumed a lot of sea food such as shrimp and lobster. He is
pain-free between episode.

a. Bagaimana hubungan keluhan pasien dengan kebiasaan makan pasien?

Konsumsi seafood menyebabkan hyperuricemia akibat akumulasi urate dari


kandungan seafood yang mengandung purine yang banyak . Akibat dari ini akan
terjadi crystallization of urate yang akan stimulasi pelepasan mediator inflamasi
dalam sel synovial yang akhirnya menyebabkan inflamasi nyeri (dolor).

b. Apa makna klinis dari pain free between episode?

Tidak adanya rasa sakit antara episode serangan menandakan Mr. Rudi brada pada
Stadium interkritikal. Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi
periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan
tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini
menunjukkan bahwa proses peradangan masih terus berlanjut, walaupun tanpa
keluhan.(Putra, 2009)

Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10
tahun tanpa serangan akut. Apabila tanpa penanganan yang baik, dan pengaturan
asam urat yang tidak benar, maka timbul serangan akut lebih sering yang dapat
mengenai beberapa sendi dan biasanya lebih berat. Menajemen yang tidak baik,
maka keadaan interkritik akan berlanjut menjadi stadium menahun dengan
pembentukan tofi.

c. Bagaimana proses siklus kreb terkait kasus?


d. Bagaimana metabolisme purin dalam tubuh terkait kasus?

Purin berasal dari metabolisme makanan dan asam nukleat endogen, dan didegradasi
menjadi asam urat melalui ensim xantin oksidase. Sebelum menjadi asam urat, purin
diubah menjadi adenosin. Kemudian adenosin akan diubah menjadi adenin dan
isonine yang oleh ensim adenin deaminase dan phosphorylase keduanya diubah
menjadi hipoxantine. Oleh xantin oksidase hipoxantin diubah menjadi xantin dan
akhirnya xantin diubah menjadi asam urat. Adenosin, selain dari metabolisme purin,
juga dapat berasal jaringan yang mengalami hipoksia. Tidak seperti mamalia lain
manusia tidak mempunyai ensim urikase sehingga asam urat tidak bisa diubah
menjadi allantoin, dan asam urat akan langsung diekskresi melalui fitrasi glomerulus
(Emmerson, 1996; Waring, 2000;Johnson 2003).

Purin adalah protein yang termasuk dalam golongan nucleoprotein. Selain didapat
dari makanan, purin juga berasal dari penghancuran sel – sel tubuh yang sudah tua.
Pembuatan atau sintesa purin juga bisa dilakukan oleh tubuh sendiri dari bahan –
bahan seperti CO2, Glisin, Glutamin, asam asparat, dan asam folat. Diduga
metabolisme purin diangkut ke hati, kemudian mengalami oksidasi menjadi asam
urat. Kelebihan asam urat dibuang melalui ginjal dan usus. Asam urat merupakan
asam lemah yang pada pH normal akan terionisasi di dalam darah dan jaringan
menjadi ion urat. Dengan berbagai kation yang ada, ion urat akan membentuk garam
dan 98% asam urat ekstraseluler akan membentuk garam monosodium urat (MSU).
Pada pembentukan kristal antara lain konsentrasi MSU di tempat terjadinya
kristal,temperatur lokal, ada tidaknya zat yang mempertahankan kelarutan asam urat
di dalam cairan sendi seperti proteoglikan, serta berkurangnya jumlah air dalam
cairan sendi. Kelarutan garam urat dan asam urat sangat penting pada pembentukan
kristal. Garam urat lebih mudah larut di dalam plasma,cairan sendi, dan urin.
Kelarutan asam urat di urin akan meningkat bila p > 4. Umumnya darah manusia
dapat menampung asam urat sampai tingkat tertentu. Bila kadar asam urat plasma
melebihi daya larutnya, misalnya >7 mg/dl,maka plasma darah menjadi sangat jenuh.
Keadaan ini disebut hiperurisemia. Pada keadaan hiperurisemia, darah tidak mampu
lagi menampung asam urat sehingga terjadi pengendapan kristal urat di berbagai
organ seperti sendi dan ginjal. Guna mempertahankan konsentrasi asam urat darah
dalam batas-batas normal, asam urat harus dikeluarkan dari tubuh (Dr.setiawan
Dalimartha.2003).

4. Physical examination

a. Bagaimana Interprestasi dari hasil pemeriksaan fisik?

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi


Body weight : 70kg, Height 18,5 – 24,9 Overweight
: 163cm. BMI : 26,35
BP : 120/80mmHg 120/80 mmHg Normal
HR : 84 bpm 60 – 100 Normal
RR : 20 rpm 16 – 20 Normal
T : 36,7oC 36,5 – 37,2 Normal
Right Knee : Warm, tender - Cardinal Sign of
to touch, erythematous and Inflammation
limited active and passive
range of motion cause of
pain

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik?

Body Mass Index diatas normal: Obesitas, pola diet yang tidak baik.

Warm, Tender, erythematous and limited active and passive range of motion
merupakan tanda dari inflamasi.

Monosodium urat akan membentuk kristal ketika konsentrasinya dalam plasma


berlebih, sekitar 7,0 mg/dl. Kadar monosodium urat pada plasma bukanlah satu-
satunya faktor yang mendorong terjadinya pembentukan kristal. Hal ini terbukti pada
beberapa penderita hiperurisemia tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang lama
sebelum serangan artritis gout yang pertama kali. Faktor-faktor yang mendorong
terjadinya serangan artritis gout pada penderita hiperurisemia belum diketahui pasti.
Diduga kelarutan asam urat dipengaruhi pH, suhu, dan ikatan antara asam urat dan
protein plasma (Busso dan So, 2010).

Kristal monosodium urat yang menumpuk akan berinteraksi dengan fagosit melalui
dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah dengan cara mengaktifkan sel-sel
melalui rute konvensional yakni opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan
mediator inflamasi. Mekanisme kedua adalah kristal monosodium urat berinteraksi
langsung dengan membran lipid dan protein melalui membran sel dan glikoprotein
pada fagosit. Interaksi ini mengaktivasi beberapa jalur transduksi seperti protein G,
fosfolipase C dan D, Srctyrosine-kinase, ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase, dan

p38 mitogen-activated protein kinase. Proses diatas akan menginduksi pengeluaran


interleukin (IL) pada sel monosit yang merupakan faktor penentu terjadinya
akumulasi neutrofil (Choi et al, 2005).

Pengenalan kristal monosodium urat diperantarai oleh Toll-like receptor (TLR) 2 dan
TLR 4, kedua reseptor tersebut beserta TLR protein penyadur MyD88 mendorong
terjadinya fagositosis. Selanjutnya proses pengenalan TLR 2 dan 4 akan
mengaktifkan faktor transkripsi nuclear factor-kB dan menghasilkan berbagai macam
faktor inflamasi (Cronstein dan Terkeltaub, 2006). Proses fagositosis kristal monoso-
dium urat menghasilkan reactive oxygen species (ROS) melalui NADPH oksidase.
Keadaan ini mengaktifkan NLRP3, kristal monosodium urat juga menginduksi
pelepasan ATP yang nantinya akan mengaktifkan P2X7R. Ketika P2X7R diaktifkan
akan terjadi proses pengeluaran cepat kalium dari dalam sel yang merangsang
NLRP3. Kompleks makro melekular yang disebut dengan inflamasom terdiri dari
NLRP3, ASC dan pro-caspase-1 dan CARDINAL. Semua proses diatas nantinya
akan menghasilkan IL-1α (Busso dan So, 2010).

Sel-sel yang sering diteliti pada artritis gout adalah lekosit, neutrofil, dan makrofag
(Busso dan So, 2010). Salah satu komponen utama pada inflamasi akut adalah
pengaktifan vascular endhotelial yang menyebabkan vasodilatasi dengan peningkatan
aliran darah, peningkatan permeabilitas terhadap protein plasma dan pengumpulan
lekosit ke dalam jaringan. Aktivasi endotel akan menghasilkan molekul adhesi
seperti E-selectin, intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascu-lar cell
adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang kemungkinan disebabkan karena adanya
faktor TNF-α yang dikeluarkan oleh sel mast (Dalbeth dan Haskard, 2005).

Neutrofil berkontribusi pada proses inflamasi melalui faktor kemotaktik yakni sitokin
dan kemokin yang berperan pada adhesi endotel dan proses transmigrasi. Sejumlah
faktor yang diketahui berperan dalam proses artritis gout adalah IL-1α, IL-8,
CXCL1, dan granulocyte stimulating-colony factor (Busso dan So, 2010).

c. Bagaimana prosedur pemeriksaan ROM ( knee joint)?


1.Menjelaskan kepada penderita tentang tujuan dan pelaksanaan pemeriksaan yang
akan dilakukan.

2.Memposisikan klien dengan posisi tidur.

3. ROM fleksi : memposisikan klien tidur tengkurap, meletakkan goniometer di


epicondylus lateral, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan ekstensi.

4. ROM ekstensi : memposisikan klien tidur terlentang, meletakkan goniometer di


epicondylus lateral, kemudian meminta pasien untuk melakukan gerakan ekstensi.

5.Mencatat hasil pemeriksaan dan interpretasinya.

5. Laboratory finding

a. Bagaimana Interprestasi dari hasil pemeriksaan Laboratorium?

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi


laboratorium
Ureum 34 mg/dl 7 – 20 mg/dL Meningkat
creatinin 1,0 mg/dl 0,6 – 1,2 mg/dL normal
Blood uric acid 11,1 mg/dl 3,4 – 7 mg/dL meningkat
urine uric acid 240 mg/24 250 – 800 mg/24 menurun
hours
hours
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan Laboratorium?

Ureum 34 mg/dl tinggi

 Konsumsi seafood yang memiliki kadar protein sangat tinggi menyebabkan tingginya
kadar amonia yang dihasilkan dari katabolisme asam amino. Hal ini mengaktifkan jalur
biosintesis urea yang bertempat di hepar dan menghasilkan sangat banyak ureum yang
akan diekskresikan melalui ginjal.

Blood uric acid 11.1 mg/dl tinggi

 Terjadi banyak konversi dari xanthine menjadi asam urat melalui xanthine oxidase
terkait banyaknya intake purin dalam seafood yang dikonsumsi
Urine uric acid is 240 mg/24hours rendah

 Hal ini mengindikasikan rendahnya fungsi ginjal untuk mengekskresikan asam urat yang
tinggi di dalam darah dan terjadinya gangguan fungsi ginjal. Hal ini dapat terjadi diduga
karena sudah ada gangguan fungsi ginjal yang menyebabkan fungsi filtrasi dan
reabsorbsi ginjal terganggu.
Template

1. DD
Artritis gout memiliki diagnosis banding seperti artritis septik, psoriasis, calcium
pyrophosphate deposition disease (CPPD), dan artritis rematik.

2. WD
Gout Arthritis

3. HOW TO DIAGNOSE
Berdasarkan penegakan diagnosa arthritis gout akut, dapat digunakan

Ditemukannya kristal urat dicairan sendi

 Adanya tofus yang berisi kristal urat

 Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris dan radiologis yaitu :

o Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut

o Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu satu hari

o Arthritis monoartikuler

o Kemerahan pada sendi

o Bengkak dan nyeri pada MTP-1

o Arthritis unilateral yang melibatkan MTP-1

o Arthritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal

o Kecurigaan adanya tofus

o Hiperurisemia

o Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologi)

o Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)

o Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi

4. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gout bervariasi dari satu populasi ke populasi lain dan di antara wilayah
geografis. Laporan sebelumnya menunjukkan bahwa kejadian hyperuricemia dan asam
urat lebih tinggi di sejumlah ras Asia tinggal di USA daripada di kelompok dibandingkan
mereka yang tinggal di Eropa. The-WHO ILAR-COPCORD tahap I fase 3 penelitian di
Bandungan, Jawa Tengah, Indonesia, menunjukkan bahwa frekuensi hyperuricemia dan
asam urat pada laki-laki 15 tahun dan lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk
Kaukasia. Perbandingan laki-laki terhadap perempuan adalah 34-1. Saat itu terutama
ditemukan pada pria lebih dari 45 tahun. Di Taiwan, ditemukan bahwa kejadian gout di
daerah pedesaan dan perkotaan adalah 13,6 / 1.000 dan 6.4 / 1.000 masing-masing
sedangkan prevalensi gout adalah 0,6% (pedesaan) dan 0,67% (perkotaan) . Dalam studi
klinis 45 pasien gout di Ujung Pandang (Sulawesi Selatan, Indonesia) tingkat
hyperuricemia adalah 88,0% 7 sedangkan di Sulawesi Utara, ditemukan bahwa di antara
208 pasien asam urat kronis, 92,3% memiliki hyperuricemia8. gout itu sering terjadi
pada keluarga pasien 'di Sulawesi Utara.

5. ETIOLOGI
Asam urat merupakan zat sisa yang dibentuk oleh tubuh pada saat regenerasi sel.
Beberapa orang yang menderita gout membentuk lebih banyak asam urat dalam
tubuhnya dan tubuh tidak efektif dalam membuang asam urat melalui air seni, sehingga
asam urat menumpuk dalam darah. Genetik, jenis kelamin dan nutrisi (peminum alkohol,
obesitas) memegang peranan penting dalam pembentukan penyakit gout.
Oleh karena itu penyebab gout adalah hiperurisemia umum. Asam urat, urin
produk degradasi, disintesis terutama di hati. 2 / 3 dari total asam saraf diekskresi oleh
ginjal, dan sisanya disekresi ke dalam usus. Menyebabkan hiperurisemia dapat dibagi
menjadi sebagai akibat dari gangguan atas produksi dan gangguan akibat penurunan
klirens saraf di ginjal. Sebagian besar kasus gout (90%) berasal dari saraf sekresi asam
menurun. 5% dari pasien mengalami over produksi asam sebagai akibat dari defek enzim
otot yang diturunkan (fosforibosiltransferase adenin defisiensi hipoksantin-guanin (juga
dikenal sebagai sindrom Lesch-Nyhan) atau lebih kegiatan sintetase 1-pirofosfat 5-
phosphoribosyl). Pasien-pasien ini dapat diidentifikasi karena mereka mengekskresi >
800 mg asam pada saraf air seni mereka selama periode 24 jam.

Faktor-faktor yang berperan dalam perkembangan gout bergantung pada faktor penyebab
terjadinya hiperurisemia:

1. Diet tinggi purin


Diet tinggi purin dapat memicu terjadinya serangan gout pada orang yang mempunyai
kelainan bawaan dalam metabolisme purin sehingga terjadi peningkatan produksi asam
urat.
2. Minuman beralkohol
Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk sampingan dari metabolisme normal
alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi
peningkatan kadarnya dalam serum.
3. Obat-obatan
Sejumlah obat-obatan dapat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal. Yang termasuk
diantaranya adalah aspirin dosis rendah(<1-2/hari), sebagian besar diuretik, levopoda,
diazoksid, asam nikotinat, asetazolamid, dan etambutol.
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Iklim
7. Herediter

6. FAKTOR RESIKO

1. Diet tinggi purin


Diet tinggi purin dapat memicu terjadinya serangan gout pada orang yang mempunyai
kelainan bawaan dalam metabolisme purin sehingga terjadi peningkatan produksi asam
urat.
2. Minuman beralkohol
Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk sampingan dari metabolisme normal
alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi
peningkatan kadarnya dalam serum.
3. Obat-obatan
Sejumlah obat-obatan dapat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal. Yang termasuk
diantaranya adalah aspirin dosis rendah(<1-2/hari), sebagian besar diuretik, levopoda,
diazoksid, asam nikotinat, asetazolamid, dan etambutol.
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Iklim
7. Herediter

7. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis artritis gout terdiri dari artritis gout asimptomatik, artritis gout akut,
interkritikal gout, dan gout menahun dengan tofus. Nilai normal asam urat serum pada
pria adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl, dan pada wanita adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini
meningkat sampai 9-10 mg/dl pada seseorang dengan artritis gout (Carter, 2006).
Pada tahap pertama hiperurisemia bersifat asimptomatik, kondisi ini dapat terjadi untuk
beberapa lama dan ditandai dengan penumpukan asam urat pada jaringan yang sifatnya
silent. Tingkatan hiperurisemia berkolerasi dengan terjadinya serangan artritis gout pada
tahap kedua (Sunkureddi et al,2006).
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat cepat dalam waktu
singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang
hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama
berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa
demam,menggigil dan merasa lelah (Tehupeiory, 2006).
Serangan artritis gout akut terjadi ditandai dengan nyeri pada sendi yang berat dan
biasanya bersifat monoartikular. Pada 50% serangan pertama terjadi pada
metatarsophalangeal-1 (MTP-1) yang biasa disebut dengan podagra. Semakin lama
serangan mungkin bersifat poliartikular dan menyerang ankles, knee, wrist, dan sendi-
sendi pada tangan (Sunkureddi et all, 2006). Serangan akut ini dilukiskan sebagai
sembuh beberapa hari sampai beberapa minggu, bila tidak terobati, rekuren yang
multipel, interval antara serangan singkat dan dapat mengenai beberapa sendi
(Tehupeiory, 2006).
Ketika serangan artritis gout terjadi eritema yang luas di sekitar area sendi yang terkena
dapat terjadi. Meskipun serangan bersifat sangat nyeri biasanya dapat sembuh sendiri
dan hanya beberapa hari. Setelah serangan terdapat interval waktu yang sifatnya
asimptomatik dan disebut juga stadium interkritikal (Sunkureddi et al, 2006).
Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin,
kelelahan fisik, stres, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik atau penurunan dan
peningkatan asam urat. Penurunan asam urat darah secara mendadak dengan alopurinol
atau obat urikosurik dapat menimbulkan kekambuhan (Tehupeiory, 2006).
Stadium interkritikal merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode
interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda radang
akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa
proses peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan. Keadaan ini dapat terjadi
satu atau beberapa kali pertahun, atau dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut.
Apabila tanpa penanganan yang baik dan pengaturan asam urat yang tidak benar, maka
dapat timbul serangan akut lebih sering yang dapat mengenai beberapa sendi dan
biasanya lebih berat (Tehupeiory, 2006). Kebanyakan orang mengalami serangan
artritis gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak diobati (Carter, 2006).

8. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari
depositnya dalam tofi (crystals shedding). Pada beberapa pasien gout atau dengan
hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan
patella yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian, gout
ataupun pseudogout dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Pada penelitian penulis
didapat 21% pasien gout dengan asam urat normal. Terdapat peranan temperature, pH,
dan kelarutan urat untuk timbul serangan gout. Menurunnya kelarutan sodium urat pada
temperature lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan
mengapa kristal monosodium urat diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi
untuk pengendapan kristal monosodium urat pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1)
berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.
Penelitian Simkin mendapatkan bahwa kecepatan difusi molekul urat dari ruang synovial
kedalam plasma hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian, konsentrasi urat dalam
cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari
selanjutnya bila cairan sendi diresorpsi waktu berbaring, akan terjadi peningkatan kadar
urat local. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya awitan atau onset gout akut pada
malam hari pada sendi yang bersangkutan. Keasaman dapat meninggikan nukleasi urat in
vitro melalui pembentukan dari protonated solid phase. Walaupun kelarutan sodium urat
bertentangan terhadap asam urat, biasanya kelarutan ini meninggi, pada penurunan pH
dari 7,5 menjadi 5,8 dan pengukuran pH serta kapasitas buffer pada sendi dengan gout,
gagal untuk menentukan adanya asidosis. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pH
secara akut tidak signifikan mempengaruhi pembentukan kristal monosodium urat pada
sendi.
Kristal urat dapat mengaktifkan system komplemen melalui jalur klasik dan jalur
alternative. Melalui jalur klasik, terjadi aktivasi komplemen C1 tanpa peran
immunoglobulin. Pada keadaan monosodium urat tinggi, aktivasi system komplemen
melalui jalur alternatif terjadi apabila jalur klasik terhambat. Aktivasi C1q melalui jalur
klasik menyebabkan aktivasi kolikrein dan berlanjut dengan mengaktifkan Hageman
factor (Faktor XII) yang penting dalam reaksi kaskade koagulasi. Ikatan partikel dengan
C3 aktif (C3a) merupakan proses opsonisasi. Proses opsonisasi partikel mempunyai
peranan penting agar partikel tersebut mudah untuk dikenal, yang kemudian difagositosis
dan dihancurkan oleh neutrofil, monosit dan makrofag. Aktivasi komplemen C5 (C5a)
menyebabkan peningkatan aktivitas proses kemotaksis sel neutrofil, vasodilatasi serta
pengeluaran sitokin IL-1 dan TNF. Aktivitas C3a dan C5a menyebabkan pembentukan
membrane attack complex (MAC). Membrane ini merupakan komponen akhir proses
aktivasi komplemen yang berperan dalam ion chanel yang bersifat sitotoksik pada sel
patogen maupun sel host. Hal ini membuktikan bahwa melalui jalur aktivasi cascade
komplemen kristal urat menyebabkan proses peradangan melalui mediator IL-1 dan TNF
serta sel radang neutrofil dan makrofag.
Pada proses inflamasi, makrofag pada sinovium merupakan sel utama dalam proses
peradangan yang dapat menghasilkan berbagai mediator kimiawi antara lain IL-1, TNF,
IL-6 dan GM-CSF (Granulocyte-Macrophage Colony-Stimulating Factor). Mediator ini
menyebabkan kerusakan jaringan dan mengaktivasi berbagai sel radang. Kristal urat
mengaktivasi sel radang dengan berbagai cara sehingga menimbulkan respon fungsional
sel dan gene expression. Respon fungsional sel radang tersebut antara lain berupa
degranulasi, aktivasi NADPH oksidasi gene expression. Sel radang melalui jalur signal
transduction pathway dan berakhir dengan aktivasi transcription factor yang
menyebabkan gen berekspresi dengan mengeluarkan berbagai sitokin dan mediator
kimiawi lain. signal transduction pathway melalui 2 cara yaitu: dengan mengadakan
ikatan dengan reseptor (cross-link) atau dengan langsung menyebabkan gangguan
nonspesifik pada membrane sel.
Ikatan dengan reseptor pada sel membrane akan bertambah kuat apabila kristal urat
berikatan sebelumnya dengan opsonin, misalnya ikatan immunoglobulin (Fc dan IgG)
datau dengan komplemen (C1q C3b). Kristal urat mengadakan ikatan cross-link dengan
berbagai reseptor, seperti reseptor adhesion molecule (integrin), nontyrosin kinase,
reseptor Fc, komplemen dan sitokin serta aktivasi reseptor melalui tirosin kinase dan
second messenger akan mengaktifkan transcription factor.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Lab

a. Serum asam urat


Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini mengindikasikan
hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan ekskresi. Kadar
asam urat normal pada pria dan perempuan berbeda. Kadar asam urat normal pada pria
berkisar 3,5 – 7 mg/dl dan pada perempuan 2,6 – 6 mg/dl. Kadar asam urat diatas
normal disebut hiperurisemia.
b. Angka leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3 selama serangan
akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam batas normal yaitu 5000
- 10.000/mm3.
c. Eusinofil Sedimen rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate
mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat di persendian.
d. Urin spesimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan ekskresi dan asam
urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 - 750 mg/24 jam asam urat di
dalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat maka level asam urat urin
meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresi
pada pasien dengan peningkatan serum asam urat. Instruksikan pasien untuk
menampung semua urin dengan peses atau tisu toilet selama waktu pengumpulan.
Biasanya diet purin normal direkomendasikan selama pengumpulan urin meskipun diet
bebas purin pada waktu itu diindikasikan.
e. Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau material aspirasi
dari sebuah tofi menggunakan jarum kristal urat yang tajam.
2. Pemeriksaan Radiografi
Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan menunjukkan tidak
terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit berkembang progresif
maka akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang berada di bawah sinavial
sendi.4,6
a. Foto Polos
Foto polos dapat digunakan untuk mengevaluasi gout, namun, temuan umumnya
baru muncul setelah minimal 1 tahun penyakit yang tidak terkontrol. Bone scanning
juga dapat digunakan untuk memeriksa gout, temuan kunci pada scan tulang adalah
konsentrasi radionuklida meningkat di lokasi yang terkena dampak.
Gambar 8. Foto polos gout.

Pada fase awal temuan yang khas pada gout adalah asimetris
pembengkakan di sekitar sendi yang terkena dan edema jaringan lunak
sekitar sendi. Pada pasien yang memiliki beberapa episode yang
menyebabkan arthritis gout pada sendi yang sama, daerah berawan dari
opacity meningkat dapat dilihat pada plain foto.

Gambar 9. Gambaran sklerotik Gout.


Pada tahap berikutnya perubahan tulang yang paling awal muncul.
Perubahan tulang awalnya muncul pada daerah sendi pertama
metatarsophalangeal (MTP). Perubahan ini awal umumnya terlihat
di luar sendi atau di daerah juxta-artikularis. Temuan ini antara-fase
sering digambarkan sebagai lesi menekan-out, yang dapat
berkembang menjadi sklerotik karena peningkatan ukuran.
Gambar 10. Gout kronis

Pada gout kronis, temuan tanda yang tophi interoseus


banyak. Perubahan lain terlihat pada radiografi polos-
film pada penyakit stadium akhir adalah ruang yang
menyempit serta deposit kalsifikasi pada jaringan
lunak.

b. USG

Gambar 11. USG


a. Double Countour Sign, b. Gambaran hiperechoic (tampak
adanya deposit asam urat pada bagian membran synovial yang
menebal), c. Gambaran hiperechoic menujukkan area synovial.
C. CT-Scan

Gambar 12. CT-Scan (3D)

Volume Tiga-dimensi pada gambaran computed tomography dari kaki kanan


pasien dengan gout kronis, menunjukkan adanya deposit tophaceous yang luas
(divisualisasikan dengan warna merah) terutama pada bagian sendi metatarsal
phalangeal, midfoot dan tendon Achilles.

d. MRI

Gambar
T2-weighted magnetic resonance imaging 13. MRI
scans.

a. Dua gambaran nodul menunjukkan sinyal intermediate (tophi) di bawah


ligamen kolateral eksternal dan di dalam ligamentum cruciatum posterior lutut.
Sebuah robekan meniskus eksternal dapat dilihat yang menunjukkan adanya
deposisi asam urat.

b. Gambaram Hipointens menujukkan membran synovial pada Baker Cyst.

c. Tampak adanya penebalan dan peningkatan nodul dari membran synovial .


10. TATALAKSANA
Ada dua konsep kunci penting untuk mengobati asam urat.. Pertama, adalah penting
untuk menghentikan peradangan akut sendi yang terkena artritis yg menyebabkan
encok. Kedua, adalah penting untuk mengatasi pengelolaan jangka panjang dari
penyakit dalam untuk mencegah serangan di masa depan yg menyebabkan encok
arthritis dan deposito menyusut yg menyebabkan encok kristal tophi dalam jaringan.

Pengobatan serangan akut artritis yg menyebabkan gout melibatkan tindakan dan obat-
obatan yang mengurangi peradangan. Mencegah serangan di masa depan gout akut
adalah sama pentingnya dengan merawat arthritis akut. Pencegahan gout akut
melibatkan menjaga asupan cairan yang cukup, penurunan berat badan, perubahan pola
makan, pengurangan konsumsi alkohol, dan obat-obatan untuk menurunkan kadar
asam urat dalam darah (mengurangi hyperuricemia).

Menjaga asupan cairan yang cukup membantu mencegah serangan gout akut. Asupan
cairan juga menurunkan resiko pembentukan batu ginjal pada pasien dengan gout..
Alkohol diketahui memiliki efek diuretik yang dapat berkontribusi terhadap dehidrasi
dan presipitat serangan gout akut. Alkohol juga dapat mempengaruhi metabolisme
asam urat menyebabkan hyperuricemia. Oleh karena itu, alkohol memiliki dua dampak
utama yang memperburuk gout oleh menghambat (memperlambat) ekskresi asam urat
dari ginjal serta dengan menyebabkan dehidrasi, yang keduanya memberikan
kontribusi pada pengendapan kristal asam urat pada sendi.

GOUT DIET
Non-Medika-Mentosa
Jika Anda berada pada risiko untuk gout, Anda harus melakukan berikut ini:

 Diet Rendah Purin : Orang-orang dengan gout memiliki risiko lebih tinggi untuk
penyakit jantung. TDiet ini tidak hanya akan menurunkan resiko Anda untuk gout,
tetapi juga risiko penyakit jantungKontrol kolesterol Anda.
 Hindari makanan yang tinggi purin (biokimia dalam makanan yang dimetabolisme
menjadi asam urat), termasuk kerang dan daging merah.
 Perlahan-lahan menurunkan berat badan. Hal ini dapat menurunkan kadar asam urat
Kehilangan berat badan terlalu cepat kadang-kadang dapat memicu serangan gout.

 Batasi asupan alkohol, terutama bir.

 Hidrasi
 Meningkatkan asupan produk susu, seperti susu tanpa lemak dan yogurt, karena
mereka dapat menurunkan frekuensi serangan gout.
 Hindari fruktosa, seperti dalam sirup jagung dan diet soda.

Karena bahan kimia purin dikonversi oleh tubuh menjadi asam urat, makanan yang
kaya purin dihindari. Contoh makanan kaya purin termasuk daging kerang dan
organ seperti hati, otak, ginjal, dan roti manis. Para peneliti telah melaporkan, secara
umum, bahwa konsumsi daging atau seafood meningkatkan risiko serangan gout,
sedangkan susu konsumsi pangan tampaknya mengurangi risiko. Protein asupan
atau konsumsi sayuran yang kaya purin tidak berhubungan dengan peningkatan
risiko encok. Total asupan alkohol sangat terkait dengan peningkatan risiko gout
(bir dan minuman keras adalah faktor yang sangat kuat). Fruktosa dari sirup jagung
dalam minuman ringan juga meningkatkan risiko gout.

Penurunan berat badan dapat membantu dalam mengurangi resiko serangan gout
berulang. program. Ini paling baik dicapai dengan mengurangi asupan lemak dan
kalori makanan, dikombinasikan dengan rutin latihan aerobik program

Medika-Mentosa :

Sementara beberapa obat yang digunakan untuk mengobati panas, bengkak sendi,
obat-obat lain yang digunakan untuk mencegah serangan lebih lanjut dari gout.

Obat yang digunakan untuk mengobati asam urat akut dan / atau mencegah serangan
lebih lanjut adalah sebagai berikut:

 Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)

 obat yang lebih baru seperti celecoxib Aspirin tidak boleh digunakan untuk
kondisi ini.
 dosis tinggi obat anti-inflamasi diperlukan untuk mengendalikan peradangan dan
dapat berkurang secara bertahap dalam beberapa minggu.
 Komplikasi utama obat-obat ini termasuk sakit perut, perdarahan borok, dan
penurunan fungsi ginjal.

 Colchicine

 Obat ini diberikan dalam dua cara yang berbeda, baik untuk mengobati serangan
akut radang sendi atau untuk mencegah serangan berulang.
 Untuk mengobati sendi, panas bengkak, colchicine yang diberikan dengan cepat
(sampai satu jam sekali sampai gejala membaik, efek samping mengembangkan,
atau maksimal 10 dosis dicapai). Meskipun pendekatan ini sering efektif,
kebanyakan orang mengembangkan mual, muntah , atau diare dan sehingga saat
ini jarang digunakan untuk tujuan ini.
 Untuk membantu mencegah serangan dari datang kembali, colchicine bisa
diberikan sekali atau dua kali sehari. Sementara penggunaan kronis colchicine
dapat mengurangi serangan gout, tidak mencegah akumulasi asam urat yang
dapat menyebabkan kerusakan sendi bahkan tanpa serangan panas, sendi
bengkak.

 Kortikosteroid

 dosis tinggi digunakan pada awalnya dan tapered off dalam beberapa minggu.
 Beberapa komplikasi dengan penggunaan jangka panjang dari corticosteroids
termasuk suasana hati berubah, tekanan darah tinggi, dan masalah dengan kontrol
glukosa pada pasien dengan diabetes .
 Kortikosteroid juga bisa disuntikkan ke sendi bengkak. Istirahat sendi sementara,
setelah disuntik dengan steroid, dapat membantu.
 Sesekali, kortikosteroid atau senyawa terkait, kortikotropin (ACTH), juga bisa
disuntikkan ke dalam otot atau diberikan intravena.
 Obat-obatan di samping colchicine dosis rendah digunakan untuk mencegah
serangan lebih lanjut dari gout dan menurunkan kadar asam urat dalam darah
antara lain sebagai berikut.

 Probenesid

 Obat ini membantu tubuh menghilangkan kelebihan asam urat melalui ginjal dan
ke dalam urin.
 Anda harus minum minimal 2 liter cairan sehari saat mengambil obat ini (untuk
membantu mencegah batu ginjal asam urat dari pembentukan).
 Anda Beritahulah dokter jika Anda mengalami masalah ginjal atau riwayat batu
ginjal atau jika Anda mengambil aspirin. Anda mungkin perlu mengambil
allopurinol sebagai gantinya.
 Ada sejumlah interaksi obat dengan probenesid, sehingga Anda harus
memberitahu dokter Anda tentang obat lain. Jika Anda resep pengobatan baru,
membiarkan dokter Anda tahu bahwa Anda mengambil probenesid.

 Allopurinol
 Obat ini mengurangi pembentukan asam urat oleh tubuh dan merupakan cara
yang sangat handal untuk menurunkan kadar asam urat darah. Allopurinol saat
ini merupakan standar emas terapi pemeliharaan.
 Allopurinol bisa masih digunakan, tetapi dosis mungkin perlu disesuaikan.
 Efek samping yang umum termasuk rasa sakit perut, sakit kepala , diare, dan
ruam .
 Hentikan allopurinol jika terdapat ruam atau demam,.

 Febuxostat (Uloric)

 Febuxostat adalah pengobatan baru pertama kali dikembangkan secara khusus


untuk kontrol gout di lebih dari 40 tahun.
 Febuxostat mengurangi pembentukan asam urat oleh tubuh dan merupakan cara
yang sangat handal untuk menurunkan kadar asam urat darah.
 Dapat digunakan pada pasien dengan kerusakan ginjal ringan sampai sedang.
 Febuxostat tidak boleh dikonsumsi dengan teofilin, 6-mercaptopurine (6-MP),
atau azathioprine.

Penting untuk memahami bahwa obat ini pemeliharaan digunakan untuk menurunkan
asam urat jauh di bawah normal untuk mencegah serangan berulang menyebabkan
encok arthritis. Umumnya, dokter ingin kadar asam urat darah berada di bawah 6,0
mg / dL.

11. KOMPLIKASI
1. Radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis)

Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang sendi (gout). Telah
dijelaskan sebelumnya bahwa, sifat kimia asam urat cenderung berkumpul di cairan
sendi ataupun jaringan ikat longgar. Meskipun hiperurisemia merupakan faktor resiko
timbulnya gout, namun, hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia dengan serangan
gout akut masih belum jelas. Atritis gout akut dapat terjadi pada keadaan konsentrasi
asam urat serum yang normal. Akan tetapi, banyak pasien dengan hiperurisemia tidak
mendapat serangan atritis gout.
Gejala klinis dari Gout bermacam-macam, yaitu, hiperurisemia tak bergejala, serangan
akut gout, gejala antara(intercritical), serangan gout berulang, gout menahun disertai
tofus. Keluhan utama serangan akut dari gout adalah nyeri sendi yang amat sangat
yang disertai tanda peradangan (bengkak, memerah, hangat dan nyeri tekan). Adanya
peradangan juga dapat disertai demam yang ringan. Serangan akut biasanya puncaknya
1-2 hari sejak serangan pertama kali. Namun pada mereka yang tidak diobati, serangan
dapat berakhir setelah 7-10 hari. Serangan biasanya berawal dari malam hari. Awalnya
terasa nyeri yang sedang pada persendian. Selanjutnya nyerinya makin bertambah dan
terasa terus menerus sehingga sangat mengganggu.

Gambar 16 . Komplikasi Gout.

Biasanya persendian ibu jari kaki dan bagian lain dari ekstremitas bawah merupakan
persendian yang pertama kali terkena. Persendian ini merupakan bagian yang
umumnya terkena karena temperaturnya lebih rendah dari suhu tubuh dan kelarutan
monosodium uratnya yang berkurang. Trauma pada ekstremitas bawah juga dapat
memicu serangan. Trauma pada persendian yang menerima beban berat tubuh sebagai
hasil dari aktivitas rutin menyebabkan cairan masuk ke sinovial pada siang hari. Pada
malam hari, air direabsobsi dari celah sendi dan meninggalkan sejumlah MSU tofi
pada kedua tangan.

Gambar 17. Tofi pada tangan


Serangan gout akut berikutnya biasanya makin bertambah sesuai dengan waktu.
Sekitar 60% pasien mengalami serangan akut kedua dalam tahun pertama, sekitar 78%
mengalami serangan kedua dalam 2 tahun. Hanya sekitar 7% pasien yang tidak
mengalami serangan akut kedua dalam 10 tahun.
Pada gout yang menahun dapat terjadi pembentuk tofi. Tofi adalah benjolan dari kristal
monosodium urat yang menumpuk di jaringan lunak tubuh. Tofi merupakan
komplikasi lambat dari hiperurisemia. Komplikasi dari tofi berupa nyeri, kerusakan
dan kelainan bentuk jaringan lunak, kerusakan sendi dan sindrom penekanan saraf.11

2. Komplikasi pada Ginjal


Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut dan
kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan gout primer.
Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa. Sebaliknya,
pada suasana urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap dan terbentuk batu.

Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan bertambah buruk.
Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang berlebihan
dari sel ganas saat kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat
pengendapan asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal
ginjal akut. Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan
gangguan ginjal kronik.11

3. Deformitas pada persendian yang terserang

4. Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih

5. Nephrophaty akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal

12. PROGNOSIS

Prognosis artritis gout dapat dianggap sebuah sistem bukan penyakit sendiri. Dengan
kata lain prognosis penyakit artritis gout merupakan prognosis penyakit yang
menyertainya (Tehupeiroy, 2003). Artritis gout sering dikaitkan dengan morbiditas
yang cukup besar, dengan episode serangan akut yang sering menyebabkan penderita
cacat. Namun, artritis gout yang diterapi lebih dini dan benar akan membawa prognosis
yang baik jika kepatuhan penderita terhadap pengobatan juga baik (Rothschild, 2013).
Jarang artritis gout sendiri yang menyebabkan kematian atau fatalitas pada
penderitanya. Sebaliknya, artritis gout sering terkait dengan beberapa penyakit yang
berbahaya dengan angka mortalitas yang cukup tinggi seperti hipertensi, dislipidemia,
penyakit ginjal, dan obesitas. Penyakit-penyakit ini bisa muncul sebagai komplikasi
maupun komorbid dengan kejadian artritis gout (Tehupeiroy, 2003).

Dengan terapi yang dini, artritis gout dapat dikontrol dengan baik. Jika serangan artritis
gout kembali, pengaturan kembali kadar asam urat (membutuhkan urate lowering
therapy dalam jangka panjang) dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan penderita.
Selama 6 sampai 24 bulan pertama terapit artritis gout, serangan akut akan sering
terjadi (Schumacher et al, 2007). Luka kronis pada kartilago intraartikular dapat
mengakibatkan sendi lebih mudah terserang infeksi. Tofus yang mengering dapat
menjadi infeksi karena penumpukan bakteri. Tofus artritis gout kronis yang tidak
diobati dapat mengakibatkan kerusakan pada sendi. Deposit dari kristal monosodium
urat di ginjal
dapat mengakibatkan inflamasi dan fibrosis, dan menurunkan fungsi ginjal (Rothschild,
2013).

Pada tahun 2010, artritis gout diasosiasikan sebagai penyebab utama kematian akibat
penyakit kardiovaskuler. Analisis 1383 kematian dari 61527 penduduk Taiwan
menunjukkan bahwa individu dengan artritis gout dibandingkan dengan individu yang
memiliki kadar asam urat normal, hazard ratio (HR) dari semua penyebab kematian
adalah 1,46 dan HR dari kematian karena penyakit kardiovaskuler adalah 1,97. Sedangkan
individu dengan artritis gout, HR dari semua penyebab kematian adalah 1,07, dan HR dari
kematian karena penyakit kardiovaskuler adalah 1,08 (Kuo et al, 2010).

13. PENCEGAHAN DAN EDUKASI


EDUKASI :
 Penyuluhan kepada pasien agar tidak mengomsumsi makanan yang mengandung
sedang atau tinggi purin.
 Menjelaskan kepada pasien yang mengambil alkohol untuk mengurangi asupan
alkohol. Etanol menyebabkan retensi urat pada ginjal.
 Pengaturan diet
 Membataskan pengambilan makanan tinggi purin seperti jeroan, sarden, ikan teri,
emping, alcohol, ragi dan makanan yang diawetkan.
 Sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl.
 Banyakkan minum air putih.
 Istirahat sendi
 Pergerakan dan aktivitas fisik berat haruslah dihindari bagi agar radang sendi tidak
bertambah kronik.

Pencegahan timbulnya fase akut :

Koreksi penyebab hiperurisemia


 Akibat obat
Penderita hiperurisemia dengan hipertensi amat tidak dianjurkan memakai obat
golongan tiazid, asetosal dosis rendah dan fenilbutazon karena dapat
menyebabkan kenaikan asam urat darah.
 Obesitas
Produksi asam urat pada orang yang gemuk lebih tinggi selain ekskresi urat
melalui ginjal meningkat.
 Pemakaian alcohol
Minuman beralkohol mengandung banyak purin, jika diminum setiap hari akan
meningkatkan kadar asam urat selain mengurangi ekskresi asam urat melalui
ginjal juga.
 Makanan
Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, jeroan, ikan haring, sardine, ikan
teri karena mengandung purin yang tinggi (150 – 1000 mg/100 g).

14.SKDI

3A. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
V. Keterbatasan ilmu pengetahuan

No Topic What I know What I dont know How to


learn

1 Gout Arthritis Pengetahuan Pengetahuan secara


secara umum detail

Textbook,
Jurnal,
Internet

VI. Learning Issue

A. Definisi

Gout adalah penyakit yang disebabkan penimbunan kristal monosodium urat monohidrat di
jaringan akibat adanya supersaturasi asam urat. Gout ditandai dengan peningkatan kadar
urat dalam serum, serangan artritis gout akut, terbentuknya tofus, nefropati gout dan batu
asam urat.

Tofus adalah nodul berbentuk padat yang terdiri dari deposit kristal asam urat yang keras,
tidak nyeri dan terdapat pada sendi atau jaringan. Tofus merupakan komplikasi kronis dari
hiperurisemia akibat kemampuan eliminasi urat tidak secepat produksinya. Tofus dapat
muncul di banyak tempat, diantaranya kartilago, membrana sinovial, tendon, jaringan lunak
dan lain-lain.
B. Epidemiologi

Arthritis gout lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, puncaknya pada
dekade ke-5. Di Indonesia, arthritis gout terjadi pada usia yang lebih muda, sekitar 32%
pada pria berusia kurang dari 34 tahun. Pada wanita, kadar asam urat umumnya rendah dan
meningkat setelah usia menopause. Prevalensi arthritis gout di Bandungan, Jawa Tengah,
prevalensi pada kelompok usia 15-45 tahun sebesar 0,8%; meliputi pria 1,7% dan wanita
0,05%. Di Minahasa (2003), proporsi kejadian arthritis gout sebesar 29,2% dan pada etnik
tertentu di Ujung Pandang sekitar 50% penderita rata-rata telah menderita gout 6,5 tahun
atau lebih setelah keadaan menjadi lebih parah.

C. Etiologi

Gejala arthritis gout akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan
kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu, dilihat dari penyebabnya, penyakit ini
termasuk dalam golongan kelainan metabolic.

Asam urat merupakan zat sisa yang dibentuk oleh tubuh pada saat regenerasi sel. Beberapa
orang dengan gout membentuk lebih banyak asam urat dalam tubuh nya (10%). Sisanya
(90%), tubuh anda tidak efektif membuang asam urat melalui air seni. Genetik, jenis
kelamin dan nutrisi (peminum alkohol, obesitas) memegang peranan penting dalam
pembentukan penyakit gout.

D. Faktor Resiko

1. Suku Bangsa

Suku bangsa yang paling tinggi prevalensi nya pada suku maori di Australia. Prevalensi
suku Maori terserang penyakit asam urat tinggi sekali sedangkan Indonesia prevalensi yang
paling tinggi pada penduduk pantai dan yang paling tinggi di daerah Manado-Minahasa
karena kebiasaan atau pola makan dan konsumsi alkohol.(Wibowo, 2005)

2. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol menyebabkan serangan gout karena alkohol meningkatkan produksi
asam urat. Kadar laktat darah meningkat sebagai akibat produk sampingan dari metabolisme
normal alkohol. Asam laktat menghambat ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga terjadi
peningkatan kadarnya dalam serum. (Carter, 2005)

3. Konsumsi Ikan Laut

Ikan laut merupakan makanan yang memiliki kadar purin yang tinggi. Konsumsi ikan laut
yang tinggi mengakibatkan asam urat. (Luk, 2005)

4. Penyakit

Penyakit-penyakit yang sering berhubungan dengan hiperurisemia. Mis. Obesitas, diabetes


melitus, penyakit ginjal, hipertensi, dislipidemia, dsb. Adipositas tinggi dan berat badan
merupakan faktor resiko yang kuat untuk gout pada laki-laki, sedangkan penurunan berat
badan adalah faktor pelindung. (Purwaningsih, 2005)

5. Obat-obatan

Beberapa obat-obat yang turut mempengaruhi terjadinya hiperurisemia. Mis. Diuretik,


antihipertensi, aspirin, dsb. Obat-obatan juga mungkin untuk memperparah keadaan.
Diuretik sering digunakan untuk menurunkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin,
tetapi hal tersebut juga dapat menurunkan kemampuan ginjal untuk membuang asam urat.
Hal ini pada gilirannya, dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan menyebabkan
serangan gout. Gout yang disebabkan oleh pemakaian diuretik dapat "disembuhkan" dengan
menyesuaikan dosis. Serangan Gout juga bisa dipicu oleh kondisi seperti cedera dan
infeksi.hal tersebut dapat menjadi potensi memicu asam urat. Hipertensi dan penggunaan
diuretik juga merupakan faktor risiko penting independen untuk gout. (Luk, 2005)

Aspirin memiliki 2 mekanisme kerja pada asam urat, yaitu: dosis rendah menghambat
ekskresi asam urat dan meningkatkan kadar asam urat, sedangkan dosis tinggi (> 3000 mg /
hari) adalah uricosurik.(Doherty, 2009)

6. Jenis Kelamin

Pria memiliki resiko lebih besar terkena nyeri sendi dibandingkan perempuan pada semua
kelompok umur, meskipun rasio jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama pada usia
lanjut. Dalam Kesehatan dan Gizi Ujian Nasional Survey III, perbandingan laki-laki dengan
perempuan secara keseluruhan berkisar antara 7:1 dan 9:1. Dalam populasi managed care di
Amerika Serikat, rasio jenis kelamin pasien laki-laki dan perempuan dengan gout adalah 4:1
pada mereka yang lebih muda dari 65 tahun, dan 3:1 pada mereka lima puluh persen lebih
dari 65 tahun. Pada pasien perempuan yang lebih tua dari 60 tahun dengan keluhan sendi
datang ke dokter didiagnosa sebagai gout, dan proporsi dapat melebihi 50% pada mereka
yang lebih tua dari 80 tahun. ( Luk, 2005)

7. Diet Tinggi Purin

Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa HDL yang merupakan bagian dari kolesterol,
trigliserida dan LDL disebabkan oleh asupan makanan dengan purin tinggi dalam
kesimpulan penelitian tentang faktor resiko dari hiperurisemia dengan studi kasus pasien di
rumah sakit Kardinah Tegal. (Purwaningsih, 2010)

E. Patofisiologi

Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari
depositnya dalam tofi (crystals shedding). Pada beberapa pasien gout atau dengan
hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan
patella yang sebelumnya tidak pernah mendapat serangan akut. Dengan demikian, gout
ataupun pseudogout dapat timbul pada keadaan asimptomatik. Pada penelitian penulis
didapat 21% pasien gout dengan asam urat normal. Terdapat peranan temperature, pH, dan
kelarutan urat untuk timbul serangan gout. Menurunnya kelarutan sodium urat pada
temperature lebih rendah pada sendi perifer seperti kaki dan tangan, dapat menjelaskan
mengapa kristal monosodium urat diendapkan pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk
pengendapan kristal monosodium urat pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan
juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.

Penelitian Simkin mendapatkan bahwa kecepatan difusi molekul urat dari ruang synovial
kedalam plasma hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian, konsentrasi urat dalam
cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari
selanjutnya bila cairan sendi diresorpsi waktu berbaring, akan terjadi peningkatan kadar urat
local. Fenomena ini dapat menerangkan terjadinya awitan atau onset gout akut pada malam
hari pada sendi yang bersangkutan. Keasaman dapat meninggikan nukleasi urat in vitro
melalui pembentukan dari protonated solid phase. Walaupun kelarutan sodium urat
bertentangan terhadap asam urat, biasanya kelarutan ini meninggi, pada penurunan pH dari
7,5 menjadi 5,8 dan pengukuran pH serta kapasitas buffer pada sendi dengan gout, gagal
untuk menentukan adanya asidosis. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pH secara akut
tidak signifikan mempengaruhi pembentukan kristal monosodium urat pada sendi.

Kristal urat dapat mengaktifkan system komplemen melalui jalur klasik dan jalur
alternative. Melalui jalur klasik, terjadi aktivasi komplemen C1 tanpa peran
immunoglobulin. Pada keadaan monosodium urat tinggi, aktivasi system komplemen
melalui jalur alternatif terjadi apabila jalur klasik terhambat. Aktivasi C1q melalui jalur
klasik menyebabkan aktivasi kolikrein dan berlanjut dengan mengaktifkan Hageman factor
(Faktor XII) yang penting dalam reaksi kaskade koagulasi. Ikatan partikel dengan C3 aktif
(C3a) merupakan proses opsonisasi. Proses opsonisasi partikel mempunyai peranan penting
agar partikel tersebut mudah untuk dikenal, yang kemudian difagositosis dan dihancurkan
oleh neutrofil, monosit dan makrofag. Aktivasi komplemen C5 (C5a) menyebabkan
peningkatan aktivitas proses kemotaksis sel neutrofil, vasodilatasi serta pengeluaran sitokin
IL-1 dan TNF. Aktivitas C3a dan C5a menyebabkan pembentukan membrane attack
complex (MAC). Membrane ini merupakan komponen akhir proses aktivasi komplemen
yang berperan dalam ion chanel yang bersifat sitotoksik pada sel patogen maupun sel host.
Hal ini membuktikan bahwa melalui jalur aktivasi cascade komplemen kristal urat
menyebabkan proses peradangan melalui mediator IL-1 dan TNF serta sel radang neutrofil
dan makrofag.

Pada proses inflamasi, makrofag pada sinovium merupakan sel utama dalam proses
peradangan yang dapat menghasilkan berbagai mediator kimiawi antara lain IL-1, TNF, IL-
6 dan GM-CSF (Granulocyte-Macrophage Colony-Stimulating Factor). Mediator ini
menyebabkan kerusakan jaringan dan mengaktivasi berbagai sel radang. Kristal urat
mengaktivasi sel radang dengan berbagai cara sehingga menimbulkan respon fungsional sel
dan gene expression. Respon fungsional sel radang tersebut antara lain berupa degranulasi,
aktivasi NADPH oksidasi gene expression. Sel radang melalui jalur signal transduction
pathway dan berakhir dengan aktivasi transcription factor yang menyebabkan gen
berekspresi dengan mengeluarkan berbagai sitokin dan mediator kimiawi lain. signal
transduction pathway melalui 2 cara yaitu: dengan mengadakan ikatan dengan reseptor
(cross-link) atau dengan langsung menyebabkan gangguan nonspesifik pada membrane sel.

Ikatan dengan reseptor pada sel membrane akan bertambah kuat apabila kristal urat
berikatan sebelumnya dengan opsonin, misalnya ikatan immunoglobulin (Fc dan IgG) datau
dengan komplemen (C1q C3b). Kristal urat mengadakan ikatan cross-link dengan berbagai
reseptor, seperti reseptor adhesion molecule (integrin), nontyrosin kinase, reseptor Fc,
komplemen dan sitokin serta aktivasi reseptor melalui tirosin kinase dan second messenger
akan mengaktifkan transcription factor.
F. Gambaran Klinis

1. Hiperurisemia asimptomatik

 Pada stadium ini kadar asam urat tinggi.

 Tidak ada gejala arthritis, tofi, urolitiasis.

2. Arthritis gout akut

 Perjalanannya eksplosif, diduga ada faktor presipitasi.

 Serangan bersifat monoartikuler.

 50% lokasi pada MTP 1.

 Serangannya biasanya pada malam hari.

 Self-limiting dalam 10 hari -> jika diobati sembuh dalam 3 hari.

 Kadar asam urat tidak selalu tinggi dalam darah.

 Pada pria timbul pada usia 30-45tahun, wanita pada saat pasca menopause.
3. Interkritikal gout

 Fase tenang setelah serangan pertama.

 Berlangsung 6 bulan-2 tahun, bahkan sampai 5 atau 10 tahun.

 Pada fase ini dapat terjadi kerusakan sendi.

4. Arthritis pirai kronik dengan tofus

 Mulai dari serangan pertama sampai kronisitas memerlukan waktu 11 tahun.

 Serangan bersifat poliartikuler.

 Tofus terbentuk bila kadar asam urat >9mg%, terdiri dari monosodium urat
yang dikelilingi oleh sel inflamasi.

 Lokasi tofus: tulang rawan, tendon, sinovial, lemak, katup mitral, miokard,
mata dan laring.

 Tofus subkutan bisa ditemukan pada jari, pergelangan tangan, telinga,


prepatella dan olekranon.

G. Diagnosis

Menurut criteria ACR ( American Collage of Rheumatology ) diagnosis dapat ditegakkan


jika:

1. menemukan monosodium urat dalam cairan sinovial atau

2. ditemukan tofus yang mengandung kristal MSU atau

3. ditemukan 6 dari 12 kriteria dibawah ini:

a. inflamasi maksimal hari pertama

b. arthritis monoartikuler

c. kulit diatas sendi kemerahan


d. bengkak + nyeri pada MTP1

e. dicurigai tofi

f. hiperurisemia

g. pembengkakan sebuah sendi asimetrik pada foto roentgen

h. kista subkortikal tanpa erosi pada foto roentgen

i. kultur cairan sendi selama serangan inflamasi negative

H. Pemeriksaan Penunjang

Radiologi

1. Foto Polos

Foto polos dapat digunakan untuk mengevaluasi gout, namun, temuan umumnya baru
muncul setelah minimal 1 tahun penyakit yang tidak terkontrol. Bone scanning juga dapat
digunakan untuk memeriksa gout, temuan kunci pada scan tulang adalah konsentrasi
radionuklida meningkat di lokasi yang terkena dampak.

Pada fase awal temuan yang khas


pada gout adalah asimetris
pembengkakan di sekitar sendi
yang terkena dan edema jaringan
lunak sekitar sendi.

Pada pasien yang memiliki


beberapa episode yang
menyebabkan arthritis gout pada
sendi yang sama, daerah berawan
dari opacity meningkat dapat
dilihat pada plain foto.

Pada tahap berikutny, perubahan tulang yang paling


awal muncul. Perubahan tulang awalnya muncul
pada daerah sendi pertama metatarsophalangeal
(MTP). Perubahan ini awal umumnya terlihat di luar
sendi atau di daerah juxta-artikularis. Temuan ini
antara-fase sering digambarkan sebagai lesi
menekan-out, yang dapat berkembang menjadi
sklerotik karena peningkatan ukuran.

Pada gout kronis, temuan tanda


yang tophi interoseus banyak.
Perubahan lain terlihat pada
radiografi polos-film pada penyakit
stadium akhir adalah ruang yang
menyempit serta deposit kalsifikasi
pada jaringan lunak.

2. USG
Ultrasonography patterns
indicating the presence of gout.
(a) Double contour sign:
transversal ultrasound imaging of
the knee joint in the anterior
intercondile area. The double
contour image is shown as an
anechoic line paralleling bony
contour femoral cartilage. B-
mode, linear transducers with a
frequency of 9 MHz. C, knee
condyles. (b) Hyperechoic
images: longitudinal ultrasound
imaging of the dorsal aspect of the
first metatarsal phalangeal joint.
The hyperechoic cloudy area
represents monosodium urate
deposits within the thickened
synovial membrane (arrows). B-
mode, linear transducers with a
frequency of 9 MHz. MH,
metatarsal head. (c) Power-
Doppler signal: longitudinal view,
dorsal aspect of an asymptomatic
first metatarsal phalangeal joints.
The Doppler signal may be seen
even seen in hyperechoic synovial
areas. Transducer with a
frequency of 14 MHz in grey
scale and colour Doppler with a
frequency of 7.5 MHz.

4. Computed Tomografi

Figure 2.

Computed tomography images demonstrating extensive tophaceous deposits. Three-


dimensional volume-rendered computed tomography images of the right foot from a patient
with chronic gout, demonstrating extensive tophaceous deposits (visualized as red) –
particularly at the first metatarsal phalangeal joint, midfoot and Achilles tendon. (a) Dorsal
view and (b) lateral view.

Perez-Ruiz et al. Arthritis Research & Therapy 2009 11:232 doi:10.1186/ar2687

4. MRI

Figure 3. T2-weighted magnetic resonance imaging scans. (a) Coronal gradient echo T2-
weighted magnetic resonance imaging (MRI): two nodular images with an intermediate
signal (tophi) under the external collateral ligament and inside the posterior cruciate
ligament of the knee. An external meniscus tear may be seen close to urate deposition. (b)
Axial T2-weighted MRI: low signal intensity of both tophi, and marked hypointensity of
synovium in a Baker cyst. (c) Axial post-contrast (gadolinium) T1-weighted MRI:
thickening and nodular enhancement of the synovium in the suprapatelar recess.

I. Diagnosis Banding

Gout kronis mungkin keliru untuk rheumatoid arthritis sebagai ruang bersama yang sempit.
Namun, pada rheumatoid arthritis, keterlibatan bersama adalah simetris, erosi tidak
memiliki margin sklerotik, dan osteoporosis juxta-artikular mungkin ada.

Osteoarthritis mungkin juga keliru untuk gout dan juga dapat terjadi secara bersamaan.
J. Komplikasi

1. Radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis)

Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang sendi (gout). Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa, sifat kimia asam urat cenderung berkumpul di cairan sendi ataupun
jaringan ikat longgar. Meskipun hiperurisemia merupakan faktor resiko timbulnya gout,
namun, hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia dengan serangan gout akut masih
belum jelas. Atritis gout akut dapat terjadi pada keadaan konsentrasi asam urat serum yang
normal. Akan tetapi, banyak pasien dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan atritis
gout.

Gejala klinis dari Gout bermacam-macam, yaitu, hiperurisemia tak bergejala,


serangan akut gout, gejala antara(intercritical), serangan gout berulang, gout menahun
disertai tofus. Keluhan utama serangan akut dari gout adalah nyeri sendi yang amat sangat
yang disertai tanda peradangan (bengkak, memerah, hangat dan nyeri tekan). Adanya
peradangan juga dapat disertai demam yang ringan. Serangan akut biasanya puncaknya 1-2
hari sejak serangan pertama kali. Namun pada mereka yang tidak diobati, serangan dapat
berakhir setelah 7-10 hari. Serangan biasanya berawal dari malam hari. Awalnya terasa
nyeri yang sedang pada persendian. Selanjutnya nyerinya makin bertambah dan terasa terus
menerus sehingga sangat mengganggu.

Gambar 16 . Komplikasi Gout.

Biasanya persendian ibu jari kaki dan bagian lain dari ekstremitas bawah merupakan
persendian yang pertama kali terkena. Persendian ini merupakan bagian yang umumnya
terkena karena temperaturnya lebih rendah dari suhu tubuh dan kelarutan monosodium
uratnya yang berkurang. Trauma pada ekstremitas bawah juga dapat memicu serangan.
Trauma pada persendian yang menerima beban berat tubuh sebagai hasil dari aktivitas rutin
menyebabkan cairan masuk ke sinovial pada siang hari. Pada malam hari, air direabsobsi
dari celah sendi dan meninggalkan sejumlah MSU tofi pada kedua tangan.

Gambar 17. Tofi pada tangan

Serangan gout akut berikutnya biasanya makin bertambah sesuai dengan waktu.
Sekitar 60% pasien mengalami serangan akut kedua dalam tahun pertama, sekitar 78%
mengalami serangan kedua dalam 2 tahun. Hanya sekitar 7% pasien yang tidak mengalami
serangan akut kedua dalam 10 tahun.
Pada gout yang menahun dapat terjadi pembentuk tofi. Tofi adalah benjolan dari
kristal monosodium urat yang menumpuk di jaringan lunak tubuh. Tofi merupakan
komplikasi lambat dari hiperurisemia. Komplikasi dari tofi berupa nyeri, kerusakan dan
kelainan bentuk jaringan lunak, kerusakan sendi dan sindrom penekanan saraf.11

2. Komplikasi pada Ginjal


Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut
dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi sekitar 10-25% pasien dengan gout primer.
Kelarutan kristal asam urat meningkat pada suasana pH urin yang basa. Sebaliknya, pada
suasana urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap dan terbentuk batu.
Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan bertambah buruk.
Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari penghancuran yang berlebihan dari
sel ganas saat kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan
asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal akut.
Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal
kronik.11

3. Deformitas pada persendian yang terserang

4. Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih

5. Nephrophaty akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal


K. Tatalaksana

Setiap stadium gout yaitu stadium akut dan interkritikal memerlukan pengobatan agar tidak
menimbulkan komplikasi.

Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit ini:

1. Mengatasi serangan akut

2. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal urat pada jaringan,
terutama persendian.

3. Terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik.

Tujuan pengobatan adalah :

1. Meredakan nyeri dan inflamasi serangan akut

2. Menghentikan serangan akut secepat mungkin

3. Mencegah memburuknya serangan dan

4. Mencegah efek jangka panjang:

• Kerusakan sendi

• Kerusakan organ terkait misalnya ginjal

5. Menurunkan kadar urat serum pada pasien simptomatis

6. Menurunkan resiko batu asam urat

7. Menurunkan pembentukan tophi.

1. Non Medikamentosa

Bagi yang telah menderita gangguan asam urat, sebaiknya membatasi diri terhadap
hal-hal yang bisa memperburuk keadaan. Misalnya, membatasi makanan tinggi purin dan
memilih yang rendah purin.

Penggolongan makanan berdasarkan kandungan purin :

1. Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/100 gram makanan)
adalah hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jeroan, udang, remis, kerang, sardin,
herring, ekstrak daging (abon, dendeng), ragi (tape), alkohol serta makanan dalam kaleng.
2. Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang (50-150 mg/100 gram makanan)
adalah ikan yang tidak termasuk golongan A, daging sapi, kerang-kerangan, kacang-
kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun
pepaya, kangkung.

3. Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50 mg/100 gram makanan)
adalah keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan.

4. Pengaturan diet sebaiknya segera dilakukan bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl dengan
tidak mengonsumsi bahan makanan golongan A dan membatasi diri untuk mengonsumsi
bahan makanan golongan B. Juga membatasi diri mengonsumsi lemak serta disarankan
untuk banyak minum air putih.

5. Apabila dengan pengaturan diet masih terdapat gejala-gejala peninggian asam urat darah,
sebaiknya berkonsultasi dengan dokter terdekat untuk penanganan lebih lanjut.

6. Hal yang juga perlu diperhatikan, jangan bekerja terlalu berat, cepat tanggap dan rutin
memeriksakan diri ke dokter. Karena sekali menderita, biasanya gangguan asam urat akan
terus berlanjut.

2. Medikamentosa

Gout tidak dapat disembuhkan, namun dapat diobati dan dikontrol. Gejala-gejala
dalam 24 jam biasanya akan hilang setelah mulai pengobatan. Gout secara umum diobati
dengan obat anti inflamasi. Yang termasuk di dalamnya adalah :
Gambar 15. Penatalaksanaan Gout.

a. Serangan akut

Istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID, misalnya indometasin 200
mg/hari atau diklofenak 150 mg/hari, merupakan terapi lini pertama dalam menangani
serangan akut gout, asalkan tidak ada kontraindikasi terhadap NSAID. Aspirin harus
dihindari karena ekskresi aspirin berkompetisi dengan asam urat dan dapat memperparah
serangan akut gout. Sebagai alternatif, merupakan terapi lini kedua, adalah kolkisin
(colchicine). Keputusan memilih NSAID atau kolkisin tergantung pada keadaan pasien,
misalnya adanya penyakit penyerta lain/komorbid, obat lain yang juga diberikan pada
pasien pada saat yang sama, dan fungsi ginjal. Tidak ada studi terkontrol yang
membandingkan kolkisin dengan NSAID untuk penanganan gout. Kolkisin mrupakan obat
pilihan jika pasien juga menderita penyakit kardiovaskuler, termasuk hipertensi, pasien
yang mendapat diuretik untuk gagal jantung dan pasien yang mengalami toksisitas
gastrointestinal, kecenderungan perdarahan atau gangguan fungsi ginjal.

Obat yang menurunkan kadar asam urat serum (allopurinol dan obat urikosurik seperti
probenesid dan sulfinpirazon) tidak boleh digunakan pada serangan akut. Pasien biasanya
sudah mengalami hiperurisemia selama bertahun‐tahun sehingga tidak ada perlunya
memberikan terapi segera untuk hiperurisemianya. Lagipula, obat‐obat tersebut dapat
menyebabkan mobilisasi simpanan asam urat ketika kadar asam urat dalam serum
berkurang. Mobilisasi asam urat ini akan memeprpanjang durasi serangan akut atau
menyebabkan serangan artritis lainnya. Namun, jika pasien sudah terstabilkan/
menggunakan allopurinol pada saat terjadi serangan akut, allopurinol tetap terus diberikan.
Penanganan gout akut diringkas pada Tabel 3. Penggunaan NSAID, inhibitor cyclo
oxigenase‐2 (COX‐2), kolkisin dan kortikosteroid untuk serangan akut dibicarakan berikut
ini.

1. NSAIDs

NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk pasien yang mengalami
serangangout akut. Hal terpenting yang menentukan keberhasilan terapi bukanlah pada
NSAID yang dipilih melainkan pada seberapa cepat terapi NSAID mulai diberikan. NSAID
harus diberikan dengan dosis sepenuhnya (full dose) pada 24‐48 jam pertama atau sampai
rasa nyeri hilang. Dosis yang lebih rendah harus diberikan sampai semua gejalareda.
NSAID biasanya memerlukan waktu 24‐48 jam untuk bekerja, walaupun untuk
menghilangkan secara sempurna semua gejala gout biasanya diperlukan 5 hari terapi. Pasien
gout sebaiknya selalu membawa persediaan NSAID untuk mengatasi serangan akut.
Indometasin banyak diresepkan untuk serangan akut artritis gout, dengan dosis awal 75‐100
mg/hari. Dosis ini kemudian diturunkan setelah 5 hari bersamaan dengan meredanya gejala
serangan akut. Efek samping indometasin antara lain pusing dan gangguan saluran cerna,
efek ini akan sembuh pada saat dosis obat diturunkan. Azapropazon adalah obat lain yang
juga baik untuk mengatasi serangan akut. NSAID ini menurunkan kadar urat serum,
mekanisme pastinya belum diketahui dengan jelas. Komite Keamana Obat (CSM)
membatasi penggunaan azapropazon untuk gout akut saja jika NSAID sudah dicoba tapi
tidak berhasil. Penggunaannya dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat ulkus
peptik, padaganggunan fungsi ginjal menengah sampai berat dan pada pasien lanjut usia
dengan gangguan fungsi ginjal ringan. NSAID lain yang umum digunakan untuk mengatasi
episode gout akut adalah: 10,11

 Naproxen – awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari

 Piroxicam – awal 40 mg, kemudian 10‐ 20 mg/hari

 Diclofenac – awal 100 mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari selama 48 jam, kemudian 50 mg


dua kali/hari selama 8 hari.

 Indometasin

1. Pemberian oral
Dosis initial 50 mg dan diulang setiap 6-8 jam tergantung beratnya serangan akut. Dosis
dikurangi 25 mg tiap 8 jam sesudah serangan akut menghilang. Efek samping yang paling
sering adalah gastric intolerance dan eksaserbasi ulkus peptikum.

2. Pemakaian melalui rektal

Indometasin diabsorpsi baik melalui rektum. Tablet supositoria mengandung 100 mg


indometasin. Cara ini dapat dipakai pada serangan gout akut yang sedang maupun yang
berat, biasanya pada penderita yang tidak dapat diberikan secara oral.

2. COX-2 inhibitor

Etoricoxib merupakan satu‐satunya COX‐2 inhibitor yang dilisensikan untuk


mengatasi serangan akut gout. Obat ini efektif tapi cukup mahal, dan bermanfaat terutama
untuk pasien yang tidak tahan terhadap efek gastrointestinal NSAID non‐selektif. COX‐2
inhibitor mempunyai resiko efek samping gastrointestinal bagian atas yang lebih rendah
disbanding NSAID non‐selektif. Banyak laporan mengenai keamanan kardiovaskular obat
golongan ini, terutama setelah penarikan rofecoxib dari peredaran. Review dari Eropa dan
CSM mengenai keamanan COX‐2 inhibitor mengkonfirmasi bahwa obat golongan ini
memang meningkatkan resiko thrombosis misalnya infark miokard dan stroke) lebih tinggi
dibanding NSAID non‐selektif dan plasebo. CSM menganjurkan untuk tidak meresepkan
COX‐2 inhibitor untuk pasien dengan penyakit iskemik, serebrovaskuler atau gagal jantung
menengah dan berat. Untuk semua pasien, resiko gastrointestinal dan kardiovaskuler harus
dipertimbangkan sebelum meresepkan golongan obat COX‐2 inhibitor ini. CSM juga
menyatakan bahwa ada keterkaitan antara etoricoxib dengan efek pada tekanan darah yang
lebih sering terjadi dan lebih parah dibanding COX‐2 inhibitor lain dan NSAID non‐
selektif, terutama pada dosis tinggi. Oleh karena itu, etoricoxib sebaiknya tidak diberikan
pada pasien yang hipertensinya belum terkontrol dan jika pasien yang mendapat etoricoxib
maka tekanan darah harus terus dimonitor.

 Colchicine.

Sering juga digunakan untuk mengobati peradangan pada penyakit gout. Obat ini
memberi hasil cukup baik bila pemberiannya pada permulaan serangan. Sebaliknya kurang
memuaskan bila diberikan sesudah beberapa hari serangan pertama. Cara pemberian
colchicines:

-Intravena

Cara ini diberikan untuk menghindari gangguan GTT. Dosis yang diberikan tunggal
3 mg, dosis kumulatif tidak boleh melebihi 4 mg dalam 24 jam.
-Pemberian oral

Dosis yang biasa diberikan sebagai dosisin itia l adalah 1 mg kemudian diikuti
dengan dosis 0.5 mg setiap 2 jam sampai timbul gejala intioksikasi berupa diare. Jumlah
dosis colchicine total biasanya antara 4-8 mg.

3. Kortikosteroid,

Dapat diberikan pada orang yang tidak dapat menggunakan NSAIDs. Steroid
bekerja sebagai anti peradangan. Steroid dapat diberikan dengan suntikan langsung pada
sendi yang terkena atau diminum dalam bentuk tablet. Obat ini digunakan bila terdapat
kontraindikasi bagi pemberian colchicine dan indometasin :

a. Hiperurikemia merupakan indikasi untuk diagnosis gout

b. Semua podagra disebabkan oleh gout

c. Semua erosi para artikuler tulang disebabkan oleh gout.

d. Artritis pasca operasi selalu disebabkan oleh gout

e. Colchicine menurunkan asam urat serum.

b. Penatalaksanaan gout kronik

Kontrol jangka panjang hiperurisemia merupakan faktor penting untuk mencegah


terjadinya serangan akut gout, gout tophaceous kronik, keterlibatan ginjal dan pembentukan
batu asam urat. Kapan mulai diberikan obat penurun kadar asam urat masih kontroversi.
Serangan awal gout biasanya jarang dan sembuh dengan sendirinya, terapi jangka panjang
seringkali tidak diindikasikan. Beberapa menganjurkan terapi mulai diberikan hanya jika
pasien mengalami lebih dari 4 kali serangan dalam setahun, sedangkan ahli lainnya
menganjurkan untuk memulai terapi pada pasien yang mengalami serangan sekali dalam
setahun. Pendapat para ahli mendukung pemberian terapi hipourisemik jangka panjang pada
pasien yang mengalami serangan gout lebih dari dua kali dalam setahun. Para ahli juga
menyarankan obat penurun asam urat sebaiknya tidak diberikan selama serangan akut.
Pemberian obat jangka panjang juga tidak dianjurkan untuk hiperurisemia asimptomatis,
atau untuk melindungi fungsi ginjal atau resiko kardiovaskular pada pasien asimptomatis.
Ringkasan pilihan terapi untuk gout kronik dapat dilihat pada Tabel 4. Penggunaan
allopurinol, urikourik dan feboxostat (sedang dalam pengembangan) untuk terapi gout
kronik dijelaskan berikut ini. 10,11

 Allopurinol
Obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah allopurinol. Selain mengontrol
gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol menurunkan produksi asam urat
dengan cara menghambat enzim xantin oksidase. Allopurinol tidak aktif tetapi 60‐70% obat
ini mengalami konversi di hati menjadi metabolit aktif oksipurinol. Waktu paruh allopurinol
berkisar antara 2 jam dan oksipurinol 12‐30 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal.
Oksipurinol diekskresikan melalui ginjal bersama dengan allopurinol dan ribosida
allopurinol, metabolit utama ke dua.10,11

Dosis

Pada pasien dengan fungsi ginjal normal dosis awal allopurinol tidak boleh melebihi
300 mg/24 jam. Pada praktisnya, kebanyakan pasien mulai dengan dosis 100 mg/hari dan
dosis dititrasi sesuai kebutuhan. Dosis pemeliharaan umumnya 100‐=600 mg/hari dan dosis
300 mg/hari menurunkan urat serum menjadi normal pada 85% pasien. Respon terhadap
allopurinol dapat dilihat sebagai penurunan kadar urat dalam serum pada 2 hari setelah
terapi dimulai dan maksimum setelah 7‐10 hari. Kadar urat dalam serum harus dicek setelah
2‐3 minggu penggunaan allopurinol untuk meyakinkan turunnya kadar urat. Allopurinol
dapat memperpanjang durasi serangan akut atau mengakibatkan serangan lain sehingga
allopurinol hanya diberikan jika serangan akut telah mereda terlebih dahulu. Resiko induksi
serangan akut dapat dikurangi dengan pemberian bersama NSAID atau kolkisin (1,5
mg/hari) untuk 3 bulan pertama sebagai terapi kronik.

Efek samping

Efek samping dijumpai pada 3‐5% pasien sebagai reaksi alergi/hipersensitivitas.


Sindrom toksisitas allopurinol termasuk ruam, demam, perburukan insufisiensi ginjal,
vaskulitis dan kematian. Sindrom ini lebih banyak dijumpai pada pasien lanjut usia dengan
insufisiensi ginjal dan pada pasien yang juga menggunakan diuretik tiazid. Erupsi kulit
adalah efek samping yang paling sering, lainnya adalah hepatotoksik, nefritis interstisial
akut dan demam. Reaksi alergi ini akan reda jika obat dihentikan. Jika terapi dilanjutkan,
dapat terjadi dermatitis eksfoliatif berat, abnormalitas hematologi, hepatomegali, jaundice,
nekrosis hepatik dan kerusakan ginjal. Banyak pasien dengan reaksi yang berat mengalami
penurunan fungsi ginjal jika dosis allopurinol terlalu tinggi. Sindrom biasanya muncul
dalam 2 bulan pertama terapi, tapi bias juga setelah itu. Pasien dengan hipersensitivitas
minor dapat diberikan terapi desensitisasi di mana dosis allopurinol ditingkatkan
secarabertahap dalam 3‐4 minggu. Allopurinol biasanya ditoleransi dengan baik, Efek
samping yang terjadi pada 2% pasien biasanya disebabkan karena dosis yang tida tepat
terutama pada pasien dengan kelainan fungsi ginjal. Fungsi ginjal harus dicek sebelum
terapi allopurinol mulai diberikan dan dosis disesuaikan.
Sitotoksisitas

Allopurinol meningkatkan toksisitas beberapa obat sitotoksik yang dimetabolisme


xantin oksidase. Dosis obat sitotoksis (misalnya azatioprin) harus diturunkan jika digunakan
bersama dengan allopurinol. Allopurinol juga meningkatkan toksisitas siklofosfamid
terhadap sumsum tulang.

 Urikosurik

Kebanyakan pasien dengan hiperurisemia yang sedikit mengekskresikan asam


urat dapat diterapi dengan obay urikosurik. Urikoirik seperti probenesid (500 mg‐1g
2kali/hari) dan sulfinpirazon (100 mg 3‐4 kali/hari) merupakan alternative allopurinol,
terutama untuk pasien yang tidak tahan terhadapa allopurinol. Urikosurik harus dihindari
pada pasien dengan nefropati urat dan yang memproduksi asam urat berlebihan. Obat ini
tidak efektif pada pasien dengan fungsi ginjal yang buruk (klirens kreatinin <20‐30
mL/menit). Sekitar 5% pasien yang menggunakan probenesid jangka lama mengalami
munal, nyeri ulu hati, kembung atau konstipasi. Ruam pruritis ringan, demam dan gangguan
ginjal juga dapat terjadi Salah satu kekurangan obat ini adalah ketidakefektifannya yang

disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat, penggunaan salisilat


dosis rendah secara bersamaan atau insufisiensi ginjal.

 Probenesid

Indikasi : Berfungsi untuk mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukan
tofi pada penyakit pirai, dan tidak efektif untuk serangan akut. Probenesid juga berguna
untuk pengobatan hiperurisemia sekunder. Probenesid tidak berguna bila laju filtrasi
glomerulus <30 ml/menit.

Farmakodinamik: Salisilat mengurangi efek probenesid. Probenesid menghambat eksresi


renal dari sulfinpirazon, indometasin, penisilin, PAS, sulfanomid, dan juga berbagai asam
organik, sehingga dosis obat tersebut harus disesuaikan bila diberikan bersamaan.

Dosis : 2x 250 mg/hari selama seminggu.

dilanjutkan dengan 2x 500 mg/hari

Kontra Indikasi : Gangguan saluran cerna, nyeri kepala dan reaksi alergi.
 Sulfinpirazon

Indikasi : Berfungsi untuk mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta pembentukan
tofi pada penyakit pirai, dan tidak efektif untuk serangan akut. Probenesid juga berguna
untuk pengobatan hiperurisemia sekunder.

Farmakodinamik: Salisilat mengurangi efek probenesid. Probenesid menghambat eksresi


renal dari sulfinpirazon, indometasin, penisilin, PAS, sulfanomid, dan juga berbagai asam
organik, sehingga dosis obat tersebut harus disesuaikan bila diberikan bersamaan.

Dosis : 2x 250 mg/hari selama seminggu

dilanjutkan dengan 2x 500 mg/hari

Kontra Indikasi: Gangguan saluran cerna, nyeri kepala dan reaksi alergi.
Kerangka Konsep
Kesimpulan

Mr.Rudi 54 tahun menderita gout arthritis fase akut.

Daftar Pustaka

 Snell, Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta: EGC.
 Appley, A. Graham dan Louis Solomon. 2004. Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley. Edisi 7.
Jakarta: Widya Medika

 Mc. Phee, J, Stephen. Papadakis, A, Maxine. Rabow, W, Michael. Current Medical


Diagnosis & Treatment. 2011. United States of America: Mc Graw Hill.
 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V

 Baker JF, Schumacher R 2010, Update on Gout and Hyperuricemia, International Journal
Clinical Practice, Vol. 64, No. 3, pp.371-377

 Busso N, So A 2010, Mechanisms of Inflammation in Gout, Arthritis Research and Therapy,


diakses 5 Agustus 2013,

 http://arthritis-research.com/content/12/2/206

 Carter, MA 2006, Gout dalam Patofosiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC,
Jakarta pp. 1402-1405
 Chen et al. 2013, Impact of Obesity and Hypertriglyceridemia on Gout Development With or
Without Hyperurice-mia: A Prospective Study, Arthritis Care and Research, Vol. 65, No. 1,
pp. 133-140

 Choi et al. 2005, Pathogenesis of Gout, American College of Physicians, pp. 499-516
 Edwards, NL 2009, Febuxostat: A New Treatment for Hyperuricemia in Gout, Oxford
Journals, pp. ii15-119 Fauci et al. 2008, Gout, Pseudogout, and Related Disease in
Harrisons’s Manual of Medicine 17th Edition, The McGraw

 Hill Companies, USA pp. 903-904


 Hensen, TRP 2007, Hubungan Konsumsi Purin Dengan Hiperurisemia Pada Suku Bali di
Daerah Pariwisata Pedesaan, Jurnal Penyakit Dalam, Vol. 8, No. 1, pp. 38 Hidayat, R 2009,
Gout dan Hiperurisemia, Medicinus, Vol. 22, No. 1, Divisi Reumatologi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

 Jordan et al. 2007, Rheumatology Guideline for the Man-agement of Gout, The British
Society for Rheumatology, Khanna et al. 2012, Guidelines for Management of Gout. Part 1:
Systematic Nonpharmacologic and Pharmaco-logic Therapeutic Approaches to
Hyperuricemia, Ameri-can College of Rheumatology, Vol. 64, No. 10, pp. 1431-1446

 Khanna et al. 2012, Guidelines for Management of Gout. Part 2: Therapy and
Antiinflammatory Prophylaxis of Acute Gouty Arthritis, American College of Rheumatol-
ogy, Vol. 64, No. 10, pp. 1447-1461

 Kuo et al, 2010, Gout: An Independent Risk Factor for All-cause and Cardiovascular
Mortality, Rheumatology Ox-ford, Vol. 49, No. 1, pp. 141-146

 Liebman et al. 2007, Urid Acid Nephrolithiasis, Current Rheumatology Reports, Vol. 9, No.
3, pp. 251-257 Mandell, BF 2008, Clinical Manifestations of Hyperuricemia

 and Gout, Cleveland Clinic Journal of Medicine, Vol. 75, No. 5, pp. S5-S8

 Muniroh et al 2010, Minyak Atsiri Kunyit Sebagai Anti Radang Pada Penderita Gout Artritis
Dengan Diet Tinggi Purin, Makara-Kesehatan, Vol. 14, No. 2, pp. 58 Nainggolan, O 2009,
Prevalensi dan Determinan Penyakit Rematik di Indonesia, Majalah Kedokteran Indonesia,

 Vol. 59, No 12, pp. 589

 Neogi, T 2011, Clinical Practice of Gout, The New England Journal of Medicine, pp. 443-
447
 Nuki G, Simkin PA. 2006, A Concise History of Gout and Hyperuricemia and Their
Treatment, Arthritis Research and Therapy, diakses 4 Agustus 2013, http://arthritis-
research.com/content/8/S1/S1

 Purwaningsih, T 2009, “Faktor-faktor Risiko Hiperurisemia”, Tesis, Universitas Diponegoro


 Roddy, E dan Doherty, M 2010, Epidemiology of Gout, Arthritis Research and Therapy,
diakses 28 November 2017, http://arthritisresearch.com/content/12/6/223
 Rotschild, BM 2013, Gout and Pseudogout, Emedicine

 Price SA, Wilson LM. Patafisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6; Vol. 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kodokteran EGC. 2006. Hal 1402.
 Rosani, Selti., Isbagio, Harry. 2014. Kapita Selekta : Gout Arthritis, Ed. IV, Vol. II, Hal.
833. Jakarta : Media Aesculapius
 Sudoyo AW, Bambang S, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4; jilid 3 Hal.
2559. Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai