Disusun Oleh :
Kelompok 15
Tutor :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat waktu.
Laporan ini memuat hasil diskusi kami selama tutorial 1 dan tutorial 2 Problem
Based Learning (PBL) pada skenario ketiga Blok Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Skenario yang kami bahas kali ini yaitu “Muntah Berak Mendadak”. Laporan
ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Dr. dr. Bertha Jean Que A. Sp.S., M.Kes. selaku tutor yang telah
meluangkan waktu untuk mendampingi kami selama diskusi PBL
berlangsung.
2. dr. Ritha Tahitu, M.Kes dan dr. Lidya B.E Saptenno, M.Sc selaku
penanggung jawab Blok Ilmu Kesehatan Masyarakat.
3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat kami sebutkan satu
per satu.
Akhir kata, kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
perlukan untuk penyusunan laporan selanjutnya. Kamipun berharap semoga
laporan ini dapat dipahami dan bermanfaat bagi pembaca sekalian. Terima kasih.
Kelompok 15
ii
NAMA ANGGOTA KELOMPOK
Anggota :
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
“Muntah Berak Mendadak”
1
1.2 Step 1: Identifikasi kata sukar dan kalimat kunci
A. Identifikasi Kata Sukar
1. MCK : Tempat mandi, cuci, dan kakus/tempat buang air . Sarana atau
fasilitas umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga di
suatu pemukiman, dimana pemukiman ini dihuni oleh masyarakat
dengan tingkat ekonomi rendah.
2. Oralit : Larutan gula garam yang formulasikan khusus yang digunakan
untuk menggantikan cairan dan mineral tubuh yang hilang karna
dehidrasi atau diare.
2
hari, kemudian bisa juga karena kebersihan perorangan dan lingkungan
yang kurang dijaga sehingga dapat menyebabkan terjadinya Muntaber.
Jadi, faktor perilaku. Jadi dapat dikatakan sungai yang dijadikan sebagai
tempat konsumsi tercemar dan tidak diolah dengan baik, sehingga dapat
mengakibatkan masyarakat setempat terjangkit diare . Jika seseorang
bertempat tinggal disuatu lingkungan yang mungkin banyak adanya
sampah-sampah maka seseorang tersebut bisa terkontaminasi dari
lingkungan di sekitarnya .
2. Upaya untuk mencegah muntaber antara lain menjaga kebersihan
lingkungan terutama sumber air yang dikonsumsi harus bersih kemudian
makanan yang dikonsumsi harus bersih dan matang biasakan untuk
mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar dan buang air
kecil.
Perilaku sehat: pemberian ASI dan MPASI sesuai usia, gunakan air yang
benar-benar higenis, mencuci tangan. Lingkungan: pengolahan sampah
dengan baik, sarana pembuangan limbah, dan ketersediaan air bersih .
Mencuci tangan tujuh langkah, perhatikan untuk gunakan air mengalir, hal
lain yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya diare yaitu gunakan
jamban saat membuang tinjah, jangan buang kotoran ke sumber air.
Seperti pada di skenario sumber airnya sungai jadi jangan dikotori
sungainya, perlu juga masyarakat untuk mengambil air menggunakan
gayung agar sumber air tidak tercemar. Dan mengenai pengolahan sampah,
minimal jarak sumber air dengan pembuangan kotoran itu 10 meter .
Edukasi: edukasi masyarakat terutama anak-anak untuk menjaga
kebersihan serta kesehatanya dalam aktifitas sehari-hari kemudian
mengajarkan untuk anak tidak mengkomsusi makanan yang sudah basi
atau kotor.
3. Peran puskesmas dalam menangani kasus muntah berak yaitu dengan
penyuluhan Kesehatan pemberian informasi tentang diare dan penanganan
terjadinya diare dilakukan melalui penyuluhan yang bertujuan untuk
memberdayakan masyarakat sehingga mampu untuk mengatasi masalah
3
kesehatannya sendiri. Dengan kata lain dengan adanya penyuluhan
tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku
kesehatan dari sasaran sehingga mengurangi kasus diare. Media yang
digunakan dalam melakukan penyuluhan adalah media seperti poster,
leaflet dan lembar balik penyuluhan. Penyuluhan diare sebaiknya
menggunakan media yang lengkap dan organisasi masyarakat juga terlibat
dalam melakukan penyuluhan.
Selain itu, melakukan penyehatan lingkungan yaitu salah satunya jangan
buang air besar (BAB) sembarangan seperti di sungai dan kebun. Hal
tersebut tentunya berkaitan dengan kepemilikan jamban dan merupakan
salah satu faktor terjadinya penyakit diare. Berdasarkan penelitian
Kamaruddin menunjukkan bahwa faktor lingkungan yaitu ketersediaan
jamban, sumber air bersih, tempat pembuangan sampah dan hygiene
perorangan ada hubungan kejadian diare. Hal ini sesuai dengan skeanrio
bahwa di seluruh desa tersebut belum ada MCK yang memnuhi syarat
Kesehatan. Untuk itu, Dalam rangka menyukseskan pembangunan
nasional, khususnya di bidang kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan
diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat bukanlah sebagai objek tetapi
merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada hakikatnya,
kesehatan dipolakan mengikut sertakan masyarakat secara aktif dan
bertanggung jawab.
a. Klarifikasi
-
4
b. Mind Mapping
5
1.7 Step 6: Belajar Mandiri
(Mahasiswa mencari jawaban dari Learning Objective yang sudah
ditentukan)
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
melaporkan prevalensi diare lebih banyak terjadi pada kelompok balita yang terdiri
dari 11,4 % atau sekitar 47.764 kasus pada laki-laki dan 10,5% atau sekitar 45.855
kasus pada perempuan.1
Kejadian diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.
Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang
tercemar. Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit
diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan
kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh. 1
Diare sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang seperti Indonesia, karena sering menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB) dan disertai dengan kematian yang tinggi, terutama di
Indonesia Bagian Barat. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang
dengan angka kejadian diare masih tinggi hal ini dilihat dari angka morbiditas
dan mortalitasnya. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi diare
tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan
10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%) dan
Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%).2
Faktor risiko diare antara lain jenis kelamin perempuan lebih berisiko
dari pada laki-laki karena perempuan lebih banyak terlibat dalam kegiatan
rumah tangga sehari-hari seperti memasak, selain itu pendidikan juga faktor
risiko semakin tinggi pendidikan maka pengetahuan akan meningkat.
Mencuci tangan juga merupakan faktor risiko mencuci tangan dapat
memutuskan rantai transmisi kuman patogen masuk kedalam tubuh sehingga
mencegah diare.2
Menurut Elsi faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak
memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana
kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan
lingkungan yang jelek, serta penyimpanan makanan yang tidak semestinya. 2
8
Gambar 1. Prevalensi Diare pada Lansia di Indonesia
Sumber: Sumolang PP, Nurjana MA, Widjaja J. Analisis Air Minum dan Perilaku Higienis
dengan Kejadian Diare pada Lansia di Indonesia. Media Penelit dan Pengemb Kesehat.
2019;29(1):99–106.
Pada penelitian ini, balita yang mengalami diare lebih banyak berusia 7-
24 bulan yaitu 47,5% dan paling sedikit berusia 48-59 bulan (5%) (Gambar
1). Hal ini sejalan dengan penelitian Siziya et al (2013) menunjukkan anak
dengan usia 48-59 bulan memiliki prevalensi lebih rendah (25%) untuk
9
mengalami diare, sedangkan anak-anak berusia 6-24 bulan dan mereka yang
berusia 24-35 bulan memiliki 1,5 kali lipat dan 1,17 kali lipat prevalensi diare
yang lebih tinggi (Siziya, Muula, & Rudatsikira, 2013). Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa semakin bertambah usia anak prevalensi kejadian
diare semakin menurun dan risiko lebih tinggi terutama pada anak dibawah
usia 3 tahun.3
10
menyebabkan sakit. Keberadaan E. coli dalam sampel air bersih
mengindikasikan adanya pencemaran yang berasal dari feses. 4,5
d. Nutrisi
Faktor terpenting yang berkontribusi terhadap gastroenteritis bayi
adalah status gizi mereka. Kecukupan gizi dapat sebagian ditentukan oleh
metode pemberian makan yang digunakan, tetapi juga berinteraksi secara
sinergis dengan episode diare. Malnutrisi secara independen meningkatkan
risiko morbiditas dengan mengurangi penyerapan nutrisi, menurunkan
kekebalan alami tubuh melalui perubahan integritas permukaan tubuh,
mengurangi kemampuan untuk memperbaiki epitel, dan mengurangi
sekresi asam lambung.4,5
11
e. Faktor lingkungan
Lingkungan perumahan merupakan lingkungan yang cukup padat
karena terdapat banyak rumah tetangga yang cukup berdempetan. Akses
rumah pasien berupa gang yang dikiri kanannya diapit rumah tetangga dan
lebar gangnya dapat dilalui 2 motor kurang lebih sejauh 2 meter dari jalan
utama. Gang tersebut tidak berisi selokan, sehingga terdapat beberapa
genangan air pada gang. Keadaan ini akan sangat memudahkan penularan
penyakit infeksi yang menggunakan lingkungan seperti air dan udara
ataupun binatang sebagai perantara penularan penyakit. 6
Adanya lahan kosong yang sering difungsikan sebagai tempat
penampungan sampah sementara dan tempat pembakaran sampah
plastik. Selain dijadikan tempat menanmpung sampah semenara
untuk dibakar, limbah rumah tangga seperti air bekas mencuci
pakaian, air kamar mandi dan air bekas cucian di dapur dibuang ke lahan
kosong sebelah rumah tersebut.6
Selain dari lingkungan sekitar tempat tinggal pasien,
kebersihan lingkungan rumah juga masih kurang baik. Tata peletakan
barang- barang juga terlihat kurang rapi terkesan cukup berantakan. Letak
ruang kerja, tempat penyablonan, kamar mandi dan tempat menaruh
makanan letaknya saling berdekatan. Pintu kamar mandi juga dikatakan
sering pada posisi terbuka. Tata letak yang saling berdekatan ini
memberikan peluang apabila terdapat binatang perantara infeksi bisa
dengan mudah melalui tempat-tempat yang saling
berdekatan tersebut, ditambah lagi dengan kondisi bahwa pintu kamar
mandi yang sering terbuka meningkatkan risiko perpindahan kuman dari
kamar mandi ke lingkungan sekitar melalui binatang perantara. 6
12
lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari
aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial. Sehingga kegiatan penyehatan
lingkungan harus meliputi semua aspek tersebut melalui upaya penyehatan,
pengamanan dan pengendalian.7
1. Syarat kualitas
a. Syarat fisik: bersih, jernih, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak
berwarna, suhu udara lebih dari 30C dan dan TDS 500 mg/L
13
b. Syarat kimia: tidak mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan seperti racun, serta tidak mineral dan zat organik yang
jumlahnya tinggi dari ketentuan
c. Syarat biologis: tidak mengandung organisme patogen
2. Syarat kuantitas
Pada daerah pedesaan untuk hidup secara sehat cukup dengan
memperoleh 60 liter/hari/orang, sedangkan daerah perkotaan 100- 150
liter/hari/orang.
14
2. Konstruksi
Konstruksi bangunan TPM harus kuat, aman dan terpelihara
sehingga mencegah terjadinya kecelakaan dan pencemaran.Konstruksi
tidak boleh retak, lapuk, tidak utuh, kumuh atau mudah terjadi
kebakaran.Selain kuat konstruksi juga harus selalu dalam keadaan
bersih secara fisik dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang
ditempatkan secara tidak teratur.
3. Ruangan Pengolahan Makanan
Luas ruangan dapur pengolahan makanan harus cukup untuk
orang bekerja dengan mudah dan efisien, mencegah kemungkinan
kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan.Ruang
pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan
jamban dan kamar mandi, dan dibatasi dengan ruangan antara.
4. Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan
Terbuat dari bahan yang kuat, tidak berkarat dan mudah
dibersihkan.Pencucian peralatan harus menggunakan bahan
pembersih/deterjen.
5. Tempat sampah
Tempat sampah untuk menampung sampah sementara dibuat dari
bahan yang kuat, kedap air dan tidak mudah berkarat.Mempunyai
tutup dan memakai kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan
makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk.
15
memenuhi syarat dari segi kebersihan, pencahayaan, kebisingan,
kelembapan.7
Kriteria utama minimal :7
1. Media air yaitu Parameter biologi : e – coliform Parameter fisik :
bau, warna, kekeruhan, rasa
2. Media udara yaitu :
3. Pencahayaan : Ruang tamu > 60 lux Lampu tidur > 5 lux Lampu
baca > 100 lux Ruang relax > 30 lux
4. Kelembaban : 40-70%
5. Laju ventilasi udara : 0,15-0,25 m/detik
6. Tingkatan kebisingan tidak melebihi persyaratan (kamar tidur < 40
dBA, Kantor < 75 dBA, dapur < 80 dBA Ruang pertunjukan <
kuman di permukaan padat : kurang 700 CFU/m3.
16
2. Cuci tangan pakai sabun, dengan mencuci tangan pakai sabun ini dapat
menurunkan risiko penyakit menular dan mengeliminir penyakit
3. Pengelolaan air minum rumah tangga, air jernih belum tentu bebas dari
kuman dan masyarakat diajak untuk memasak air sebelum dikonsumsi
4. Hiegene sampah atau pengamanan sampah, dengan 3R yaitu reduce
(mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah), reuse
(menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk
fungsi yang sama ataupun fungsi lain), da yang terakhir recycle
(mengolah kembali sampah menjadi barang yang baru atau daur
ulang)
5. Pengolahan limbah cair rumah tangga, seperti limbah di jamban yang
mencakup air seni dan tinja, dan limbah non jamban seperti air bekas
cucian dan sejenisnya.8
Air limbah adalah sisa air yang digunakan dalam industri atau rumah
tangga yang dapat mengandung zat tersuspensi dan zat terlarut. Air
limbah adalah air yang dikeluarkan oleh industri akibat proses produksi
dan pada umumnya sulit diolah karena biasanya mengandung beberapa
zat seperti: pelarut organik zat padat terlarut, suspended solid, minyak
dan logam berat.8
Tolak ukur :
1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air
minum.
2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.
3. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di
air di dalam penggunaannya sehari-hari.
4. Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan
penyakit.
5. Tidak terbuka dan harus tertutup.
17
6. Tidak menimbulkan bau dan aroma tidak sedap
f. Pengendalian Vector
Puskesmas Kecamatan Tanah Abang menjalani kegiatan
pengendalian vektor berupa pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan
3M plus, fogging focus, pemeriksaan jentik berkala (PJB), dan
penyelidikan epidemiologi (PE). Penyelidikan epidemiologi adalah
kegiatan pencarian penderita/tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan
jentik nyamuk penular DBD dirumah penderita, dalam radius
sekurangkurangnya 100 meter, serta tempat-tempat umum yang
diperkirakan menjadi sumber penularan penyakit lebih lanjut (Depkes RI,
2006).8
Fogging
Pengasapan (fogging) adalah penyemprotan dengan cara
mencampurkan minyak dengan insektisida kemudian dipanaskan
sehingga menjadi semacam kabut asap yang sangat halus.
Tolak Ukur Fogging akan dilakukan jika ditemukan angka bebas
jentik di wilayah tersebut kurang dari 95 persen dan telah terjadi
penularan penyakit DBD dari satu orang ke orang lain. 8
18
g. Kesehatan Lingkungan Permukiman
19
Khusus yang tinggal di pemukiman di daerah sungai
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 1991 Tentang
Sungai Pasal 26, bahwa mendirikan, mengubah atau membongkar
bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai hanya dapat dilakukan
setelah memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang. Pendirian
bangunan di wilayah bantaran sungai pada dasarnya diizinkan, tentunya
harus memiliki izin serta memperhatikan aspek kelestarian dan
kebersihan lingkungan sungai.8
Maka warga dilarang mencemari lingkungan sungai, seperti yang
tertera pada pasal 27 PP No. 35 Tahun 1991, yaitu dilarang membuang
benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair ataupun yang berupa
limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut
diduga akan menimbulkan pencemaran atau menurunkan kualitas air.
Dinas kesehatan setempat menyatakan bahwa adanya program khusus
mengenai rumah sehat, yang seharusnya pelaksanaannya terutama
dilakukan oleh petugas puskesmas. Namun dari dinas kesehatan juga
melakukan kunjungan dalam rangka program penyehatan lingkungan
rumah.8
Berdasarkan keterangan dari petugas dinas kesehatan yang menjadi
informan bahwa program penyehatan lingkungan yang dilaksanakan oleh
dinas kesehatan dengan tenaga pelaksananya berupa penyuluhan
mengenai rumah sehat. Serta dilakukan pembinaan kepada warga yang
dinilai kondisi rumahnya kurang/tidak sehat. Sedangkan untuk program
yang berupa pembangunan fisik, seperti perbaikan rumah dan
pembangunan jamban sehat, dinas kesehatan menyatakan program
tersebut tidak lagi menjadi kewenangan mereka melainkan merupakan
bagian dari program dinas PU. Aktivitas masyarakat di bantaran sungai
yang jika tidak diawasi maka berpotensi menimbulkan pencemaran
sungai. PP No 35 Tahun 1991 secara jelas telah mengatur dan melarang
pembuangan sampah ke sungai. Selain itu permasalahan visual pada
20
kawasan bantaran sungai sebenarnya dapat diselesaikan melalui solusi
terkait dengan lingkungan, visual, perilaku warga serta regulasi. 8
2. Preventif
Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan
gangguan Kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Pencegahan terhadap muntaber itu sendiri yaitu dengan mengkonsumsi
atau menggunakan air yang bersih, karena air yang terkontaminasi bisa
jadi penyebab terjadinya penularan penyakit, kemudian jika ingin
mengkonsumsi air maka sebaiknya air tersebut dimasak hingga matang.
Dan Mencuci tangan dengan baik dan benar dengan air yang mengalir
serta menggunakan sabun, untuk mencuci tangan sendiri dilakukan saat
sebelum dan sesudah menyediakan makanan, sebelum dan sesudah makan,
setelah menggunakan toilet (BAB/BAK) serta setelah buang sampah.
Kemudian menggunakan jamban atau MCK yang bersih dan layak, serta
menjaga kebersihan lingkungan di sekitar tempat tinggal.9
21
3. Kuratif
kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian
kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Tujuan
dari tindakan kuratif ini adalah untuk mencegah suatu penyakit agar tidak
menjadi lebih parah. Dan untuk sasarannya sendiri adalah orang-orang
yang telah menderita suatu penyakit tersebut.9
Rehidrasi Pemberian cairan pada kondisi tanpa dehidrasi adalah
pemberian larutan oralit dengan osmolaritas rendah. Oralit untuk pasien
diare tanpa dehidrasi diberikan sebanyak 10 ml/kgbb tiap BAB. Rehidrasi
pada pasien dengan dehidrasi ringan-sedang dapat diberikan sesuai dengan
berat badan penderita. Selanjutnya pemberian Parenteral Kasus muntaber
dengan dehidrasi berat dengan atau tanpa tanda-tanda syok, diperlukan
rehidrasi tambahan dengan cairan parenteral. 10
Selanjutnya Konsumsi probiotik dan prebiotic, Probiotik dapat
ditemui pada produk makanan, seperti yoghurt serta beberapa suplemen
dalam bentuk minuman, kapsul, atau bubuk. Sedangkan prebiotik dapat
ditemui dalam gandum, kacang kedelai, serta sayur dan buah, seperti
bawang putih, bawang bombai, daun bawang, asparagus, dan pisang.11
4. Rehabilitatif
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan penderita
muntaber kedalam keadaan semula dari fisik, sosial dan mental serta
mampu melakukan kehidupannya kembali. Tindakan tersebut dapat
dilakukan melalui terapi fisik, bimbingan konseling serta latihan
keterampilan untuk penanganan, Usaha yang dapat dilakukan yaitu :12
1. mengkonsumsi makanan bergizi,
2. menjaga keseimbangan cairan
3. selalu menjaga kebersihan lingkungan.
22
2.5 Peran puskesmas
b. Fungsi Puskesmas
23
3. Melakukan kolaborasi dengan FKTP dan RS di wilayah kerjanya. 15
24
- Membiasakan diri mencuci tangan sebelum makan
- Menjaga kebersihan dapur dan peralatan makan.
b. Zink
Zink erupakan mineral penting bagi tubuh baik untuk proses
pertumbuhan maupun imunitas. Dalam hal ini, zink dibutuhkan terutama
bagi kulit dan mukosa saluran cerna dalam menjaga stabilitas membran
sel dan meningkatkan sistem imunitas. Lebih dari 300 enzim di tubuh
bergantung pada zink. Pada sistem imunitas zink membantu stimulasi
antibodi, sel T-limfosit dan aktivasi komplemen, sehingga menurunkan
25
durasi dan keparahan diare dan juga muntaber. Zink juga mampu
menurunkan volume dan frekuenzi tinja rata-rata 30%.19-21
d. Natrium
Seperti yang diketahui bersama bahwa natrium dalam tubuh
berfungsi mengikat air dan mencegah tubuh kehilangan elektrolit serta
cairan (dehidrasi). Natrium bisa didapatkan lewat oralit oral yang dapat
diserap dengan baik oleh usus penderita diare. Formula baru oralit dengan
osmolaritas lebih rendah yaitu 75 mEq/l dibanding sbelumnya 90 mEq/l
akan lebih mudah diserap karena prinsip osmolaritas yakni mengalir dari
tempat yang rendah ke yang tinggi. Oralit sangat efektif terutama karena
natriumnya dan juga kadnungan lain berefek pada berkurangnya volume
tinja dan muntah-muntah akibat retensi air.19
e. Flavonoid
Flavonoid memiliki aktivitasanti bakteri yaitu dengan cara
menghambat sintesis asam nukleat dari bakteri, menghambat fungsi
membran sel dan menghambat metabolisme energi. Flavonoid
menyebabkan penumpukan pada asam basa nukleat sehingga mencegah
pembentukan DNA dan RNA bakteri. Hasilnya DNA bakteri rusak dan
permeabilitas dinding selpun terganggu. Penghambatan metabolisme
26
energi dilakukan dengan menghambat penyaluran oksigen ke bakteri dan
enzim sitokorm C reduktase. Akhirnya bakteri perlahan mengurang dan
durasi muntaber menjadi berkurang. Dalam suatu penelitian flavonoid
banyak terkandung pada daun Moringa oelefera.23
27
dan parasit. Membuang sampah sembarangan akan menjadi faktor risiko
timbulnya berbagai vector bibit penyakit sehingga ada hubungan yang
signifikan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare pada anak.25
b. Pengelolaan Sampah
28
c. Penggunaan Jamban
Pembuangan kotoran atau tinja manusia perlu mendapat perhatian
yang penting karena pembuangan kotoran disembarang tempat atau tidak
pada tempatnya dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
manusia. Untuk itu sebelum menentukan letak pembuangan kotoran/tinja,
terlebih dahulu kita harus memperhatikan ada atau tidaknya sumber-
sumber air. Kita perlu mempertimbangkan jarak dari tempat pembuangan
kotoran ke sumber-sumber air terdekat. Pertimbangkan jarak yang harus
diambil antara tempat pembuangan kotoran dan sumber air, kita harus
memperhatikan bagaimana keadaan tanah, kemiringannya, permukaan air
tanah, pengaruh banjir pada musim hujan, dan sebagainya.(Mubarak dan
Nurul,2009). Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat
pembuangan kotoran secara tidak baik adalah pencemaran tanah,
pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan lalat.26
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak
berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
29
dan/atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor, dan
marasmus- kwasiorkor (Depkes RI, 2008).27
Gizi buruk bukan hanya dapat dialami oleh balita atau anak-
anak saja akan tetapi dapat juga dialami pada orang dewasa yang
sedang mengalami gangguan pada tubuhnya atau dalam beberapa
keadaan:
A. Balita
1. Marasmus
Salah satu bentuk kekurangan gizi yang paling sering
ditemui pada balita berusia 0-2 tahun yang tidak mendapatkan
cukup Air Susu Ibu (ASI). Penyebabnya antara lain karena
masukan makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan
lahir, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta
kesehatan lingkungan.27
Ciri khasnya adalah hilangnya lemak subkutan dari
bokong dan perut serta aspek medial paha, lengan dan bahkan
wajah.Wajahnya terlihat tua sebelum waktunya.Pipi dan
pelipis berlubang karena kehilangan lemak total. Terdapat
pengecilan massa otot dan kulit kendur serta berkerut, dengan
hilangnya elastisitas. Rambut tipis dan mudah rontok. 27
2. Kwashiorkor
Penyakit ini dicirikan oleh trias gejala khas, yaitu: edema,
kelesuan dan kegagalan pertumbuhan. Kwashiorkor umumnya
berkembang antara usia 1-3 tahun yang kurang mendapatkan
asupan protein. Di India, tidak seperti di Afrika, sejumlah
besar kasus terjadi pada anak antara usia tiga hingga lima
tahun. Anak-anak ini biasanya apatis, lesu, lemah, mudah
marah, rewel dan tidak aktif.28
Anak yang mengalami Kwashiorkor sering kali
mengalami pembengkakan (edema) pada di seluruh tubuh
30
hingga tampak gemuk, wajah anak membulat dan sembab
(moon face), bengkak pada bagian punggung kaki bila bagian
punggung kakinya ditekan akan meninggalkan bekas seperti
lubang, otot mengecil dan menyebabkan lengan atas kurus
sehingga ukuran lingkar lengan atas (LLA)-nya kurang dari 14
cm, serta munculnya ruam yang berwarna merah muda pada
kulit kemudian berubah menjadi coklat kehitaman dan
mengelupas, tidak bernafsu makan atau kurang, rambutnya
menipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah
dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit, sering disertai infeksi,
anemia dan diare, perutyang membesar juga sering ditemukan
akibat dari timbunan cairan pada rongga perut salah salah
gejala kemungkinan menderita busung lapar.28
3. Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia
(kadar gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga
setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan
glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit.
Pemberian makan yang sering sangat penting dilakukan pada
anak gizi buruk. Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan
untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi
buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera
ditangani sesuai panduan.29
B. Dewasa
1. Kaheksia
Kaheksia didefinisikan sebagai kehilangan otot, ataupun
tanpa lipolysis, yang tidak dapat dipulihkan dengan dukungan
nutrisi konvensional.penyebabnya terjadinya disebabkan
karena beberapa faktor yaitu karena menurunnya asupan
nutrisi dan terjadi perubahan metabolisme di dalam tubuh.
31
Contohnya pada pasien kanker, karena terjadi penurunnya
asupan nutrisi akibat dari menurunnya asupan makanan per
oral (karena anoreksia, mual muntah, perubahan persepsi rasa
dan bau), efek lokal dari tumor (odinofagi, disfagi, obstruksi
gaster/intestinal, malabsorbsi, early satiety, faktor psikologis
(depresi, ansietas), dan efek samping terapi. 29
2. Anemia
3. Gondok
Yodium adalah komponen esensial dalam asupan
makanan manusia, yang merupakan bagian dari hormone
tiroid yaitu tiroksin (T4) and triiodotironin (T3).Hormon
32
tersebut dibutuhkan untuk menjaga metabolism basal,
metabolism sel, dan kesatuan jaringan tubuh.Kekurangan
asupan yodium dapat menyebabkan penyakit gondok, yaitu
pembesaran kelenjar tiroid.Gondok endemic merupakan
hasil dari peningkatan kerja kelenjar tiroid oleh Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) dalam memaksimalkan
penggunaan yodium yang tersedia, hal ini merupakan
penyesuaian terhadap kekurangan yodium. Gondok bukan
hanya dapat dialami oleh orang dewasa tapi dapat juga
dialami oleh bayi dan anak-anak, contohnya hormonetiroid
diperlukan dalam perkembangan sistem saraf janin dan
bayi.31
5. Skorbut.
Defisiensi atau kekurangan asam askorbat
menyebabkan penyakit skorbut, penyakit ini berhubungan
dengan gangguan sintesis kolagen yang diperlihatkan dalam
bentuk perdarahan subkutan serta perdarahan lainnya ,
kelemahan otot, gusi yang bengkak dan menjadi lunak dan
tanggalnya gigi, penyakit skorbut dapat disembuhkan dengan
memakan buah dan sayur-sayuran yang segar. Cadangan
33
normal vitamin C cukup untuk 34 bulan sebelum tanda-tanda
penyakit skorbut.32
Balita, ibu hamil, dan lansia (lanjut usia) adalah 3 kelompok rentan
yang banyak terdapat di masyarakat.33
Asupan energi yang tidak mencukupi kebutuhan dapat
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan energi. Ketidakseimbangan
energi yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya kekurangan
energi kronis (KEK) serta berdampak pada berat badan seseorang.33
Energi makro berasal dari karbohidrat, protein dan lemak yang ada
pada makanan.Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang
berfungsi sebagai zat pembangun, pemelihara sel dan jaringan tubuh
serta membantu dalam metabolisme sistem kekebalan tubuh seseorang.
Protein yang berasal dari makanan akan dicerna dan diubah menjadi
asam amino yang berfungsi sebagai prekursor dari neurotransmitter yang
berperan dalam perkembangan otak anak.Kekurangan protein dapat
menyebabkan infeksi dan kekurangan energi protein (KEP), yaitu kondisi
kekurangan energi dan protein pada balita dan anak-anak menyebabkan
gangguan pada perkembangan kognitif yang berdampak pada kecerdasan
otak anak.33
Lemak merupakan zat gizi makro yang berfungsi sebagai
penyumbang energi terbesar, melindungi organ dalam tubuh, melarutkan
vitamin dan mengatur suhu tubuh. Kekurangan lemak akan berdampak
pada kurangnya asupan kalori atau energi untuk proses aktivitas dan
metabolisme tubuh. Asupan lemak yang rendah disertaikurangnya energi
di dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan pada massa, jaringan
tubuh dan gangguan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. 33
1. Balita
34
dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kognitif
yang terhambat.33
Penyakit infeksi yang sering diderita oleh balita adalah diare
dan gejala infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).Diare yang
disertai dengan gejala mual dan muntah dapat meningkatkan
kehilangan cairan tubuh yang berdampak pada dehidrasi dan
penurunan berat badan seseorang. Sedangkan gejala ISPA yang
ditimbulkan dapat berupa batuk, sesak nafas dan demam sehingga
dapat menyebabkan balita kurang tidur dan menganggu aktivitas
sehari-hari.33
Balita dengan status gizi kurang memiliki tingkat kecukupan
asupan energi, protein dan lemak lebih rendah dibandingkan
dengan balita dengan status gizi baik.33
2. Ibu Hamil
3. Lansia
35
c. Pengukuran Status Gizi
Menilai status gizi dapat dilakukan melalui beberapa metode
pengukuran, tergantung pada jenis kekurangan gizi. Hasil penilaian
status gizi dapat menggambarkan berbagai tingkat kekurangan gizi,
misalnya status gizi yang berhubungan dengan tingkat kesehatan, atau
berhubungan dengan penyakit tertentu. 36
1. Metode Antropometri
Dalam menilai status gizi dengan metode antropometri adalah
menjadikan ukuran tubuh manusia sebagai metode untuk
menentukan status gizi.Konsep dasar yang harus dipahami dalam
menggunakan antropometri untuk mengukur status gizi adalah
konsep dasar pertumbuhan.36
Mengapa antropometri digunakan sebagai indikator status gizi?
Terdapat beberapa alasan kenapa antropometri digunakan sebagai
indikator status gizi, yaitu:36
36
a Berat Badan
Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air, dan
mineral yang terdapat di dalam tubuh.Berat badan merupakan
komposit pengukuran ukuran total tubuh.Beberapa alasan mengapa
berat badan digunakan sebagai parameter antropometri.Alasan
tersebut di antaranya adalah perubahan berat badan mudah terlihat
dalam waktu singkat dan menggambarkan status gizi saat
ini.Pengukuran berat badan mudah dilakukan dan alat ukur untuk
menimbang berat badan mudah diperoleh.Pengukuran berat badan
memerlukan alat yang hasil ukurannya akurat.Beberapa jenis alat
timbang yang biasa digunakan untuk mengukur berat badan adalah
dacin untuk menimbang berat badan balita, timbangan detecto,
bathroom scale (timbangan kamar mandi), timbangan injak digital,
dan timbangan berat badan lainnya.37
37
antropometri untuk menggambarkan pertumbuhan
linier.Pertambahan tinggi badan atau panjang terjadi dalam waktu
yang lama sehingga sering disebut akibat masalah gizi kronis.
Istilah tinggi badan digunakan untuk anak yang diukur dengan cara
berdiri, sedangkan panjang badan jika anak diukur dengan
berbaring (belum bisa berdiri). Anak berumur 0–2 tahun diukur
dengan ukuran panjang badan, sedangkan anak berumur lebih dari
2 tahun dengan menggunakan microtoise. 37
c Lingkar kepala
Lingkar kepala dapat digunakan sebagai pengukuran ukuran
pertumbuhan lingkar kepala dan pertumbuhan otak, walaupun tidak
sepenuhnya berkorelasi dengan volume otak.Pengukuran lingkar
kepala merupakan predikator terbaik dalam melihat
perkembangan syaraf anak dan pertumbuhan global otak dan
struktur internal. Menurut rujukan CDC 2000, bayi laki-laki yang
baru lahir ukuran ideal lingkar kepalanya adalah 36 cm, dan pada
usia 3 bulan menjadi 41 cm. Sedangkan pada bayi perempuan
ukuran ideal lingkar kepalanya adalah 35 cm, dan akan bertambah
menjadi 40 cm pada usia 3 bulan. Pada usia 4-6 bulan akan
bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6- 12 bulan pertambahan
38
0,5 cm per bulan.37
e Tinggi Lutut
Ukuran tinggi lutut (knee height) berkorelasi dengan tinggi
badan. Pengukuran tinggi lutut bertujuan untuk mengestimasi
tinggi badan klien yang tidak dapat berdiri dengan tegak, misalnya
karena kelainan tulang belakang atau tidak dapat
berdiri.Pengukuran tinggi lutut dilakukan pada klien yang sudah
dewasa. Pengukuran tinggi lutut dilakukan dengan menggunakan
alat ukur caliper (kaliper). Pengukuran dilakukan pada lutut kiri
dengan posisi lutut yang diukur membentuk sudut siku-siku (90o).
Pengukuran tinggi lutut dapat dipakai pada klien dengan posisi
duduk atau dapat juga pada posisi tidur.38
39
Gambar 5. Mengukur tinggi lutut
Sumber: Par’I HM, Wiyono S, Harjatmo TP. Penilaian status gizi. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2017.56.
2. Metode Laboratorium
Penentuan status gizi dengan metode laboratorium adalah
salah satu metode yang dilakukan secara langsung pada tubuh
atau bagian tubuh.Tujuan penilaian status gizi ini adalah untuk
mengetahui tingkat ketersediaan zat gizi dalam tubuh sebagai
akibat dari asupan gizi dari makanan. Metode laboratorium
mencakup dua pengukuran yaitu uji biokimia dan uji fungsi fisik.
Uji biokimia adalah mengukur status gizi dengan menggunakan
peralatan laboratorium kimia. Tes biokimia mengukur zat gizi
dalam cairan tubuh atau jaringan tubuh atau ekskresi
urin.Misalnya mengukur status iodium dengan memeriksa urin,
mengukur status hemoglobin dengan pemeriksaan darah dan
lainnya. Tes fungsi fisik merupakan kelanjutan dari tes biokimia
atau tes fisik.Sebagai contoh tes penglihatan mata (buta senja)
sebagai gambaran kekurangan vitamin A atau kekurangan zink.38
3. Metode Klinis
Pemeriksaan fisik dan riwayat medis merupakan metode
klinis yang dapat digunakan untuk mendeteksi gejala dan tanda
40
yang berkaitan dengan kekurangan gizi.38
Pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya gangguan kesehatan termasuk
gangguan gizi yang dialami seseorang. Pemeriksaan klinis
dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya melalui kegiatan
anamnesis, observasi, palpasi, perkusi, dan/atau auskultasi.38
41
hour, estimated food record, penimbangan makanan (food
weighing), dietary history, dan frekuensi makanan (food
frequency).
2. Metode yang umum dipakai untuk mengukur konsumsi
pangan pada tingkat rumah tangga adalah metode jumlah
makanan (food account), pencatatan makanan rumah tangga
(household food record method), dan recall 24 hour rumah
tangga.
3. Menilai konsumsi pangan pada suatu wilayah dapat
dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode neraca bahan
makanan dan dengan metode pola pangan harapan.
42
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
43
yaitu vitamin a, zink, zat bioaktif ASI, natrium dan flavonoid. Beberpa
penyakit disebabkan oleh defisiensi zat gizi yaitu marasmus, kwasiorkor,
anemia, kaheksia, gondok dan beri-beri. Untuk itu Puskesmas dan masyarakat
perlu bekerja sama untuk melakukan pengukuran status gizi terutama pada
bayi dan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan serta kelompok
rentan lainnya yakni ibu hamil, dan lansia.
44
DAFTAR PUSTAKA
45
12. Lukitaruna D, Hendrati LY, dkk. Gambaran Pelaksanaan Program
Pengendalian dan Pemberantasan COVID-19 di Wilayah Kerja Puskesmas
Keputih Surabaya 2020. Prev J Kesehat Masy.2022;13(1):131–43p.
13. Menteri Kesehatan RI, 2019. PERMENKES No. 43 Tahun 2014 Tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat.
14. D. I., Kali, L. Pelaksanaan Fungsi Puskesmas (Pusat Kesehatan
Masyarakat) Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan. vol, 5,
305-314p.
15. KESMAS UWIGAMA. Jurnal Kesehatan masyarakat (2020), 6(2) : 167-
178p.
16. Setiawan, H., Suhanda, S., dkk (2018). Promosi kesehatan pencegahan
hipertensi sejak dini. ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat. 1(2):
41-45p.
17. Anjari LTA, Zulaikha F. Hubungan Asupan Vitamin A dan Pemberian
ASI Ekslusif Terhadap ejadian Diare Pada Balita. Borneo Student
Research. 2022;3(2):1337–8p.
18. Bonowati L. Ilmu Gizi Dasar. Pratama FA, editor. Yogyakarta: CV Budi
Utama; 2019. 1p.
19. Depkes RI. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Departemen
Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2011. 16-22 p.
20. Kroner Z. Vitamins and Minerals. Greenwood. 2011. 334–5p.
21. Siswidiasari A, Astuti KW, dkk. Profil Terapi Obat Pada Pasien Rawat
Inap Dengan Diare Akut Pada Anak Di Rumah Sakit Umum Negara. J
Kim 8. 2014;8(2):186–7p.
22. P GOBD, Duarsa DP, dkk. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap
Kejadian Diare Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Puskesmas Denpasar Barat
Ii. J Biomedik Jbm. 2019;12(1):74p.
23. Kusbijantoro YB, Naufizdihar NA, dkk. Potensi Ekstrak Moringa Oleifera
Untuk Mengatasi Gastroenteritis Bakteri. JIMKI J Ilm Mhs Kedokt
Indones. 2022;9(3):57–8p.
24. Ibad M, Kusyani A, dkk. Literature Review: Environmental Sanitation
Relations With Child Diarrhea: Literatur Review: Hubungan Sanitasi
Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak. 2021 Jul. 21;6(1):16-23p.
46
25. Utami N, Luthfiana N. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Diare
pada Anak. Jurnal Majority. 2016;5(4):101–6p.
26. Suprapto S. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada
Lanjut Usia Di Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate Kota
Makassar. 21Dec.2017;6(2):51-8p.
27. Kementerian kesehatan RI. Situasi kesehatan anak balita di Indonesia.
indonesia: KemenKesRI; 2015. 2-3 p.
28. IDAI. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia.
indonesia:IDAI;2009.184p.
29. Tim Adaptasi Indonesia. Pelayanan kesehatan anak di RS. Tim Adaptasi
Indonesia: editor. Jakarta: WHO Indonesia; 2008. 193, 197-218p.
30. Marischa S, Anggraini DI, Putri GT. Malnutrisi pada pasien kanker. 2017
November; 7(4): 107 p.
31. Amalia A, Tjiptaningrum A. Diagnosis dan tatalaksana anemia defisiensi
besi. Desember 2016; 5(5):166-7p.
32. Alioes Y. Majalah kedokteran andalas. Hubungan penyakit gondok dengan
kadar yodium dalam utin murid madrasah ibtidaiyah negeri (MIN) korong
gadang kecamatan Kuranji kota Padang. Juli-Desember 2010; 34(2): 184-
190p.
33. Triana V. Jurnal kesehatan masyarakat. Macam-macam vitamin dan
fungsinya dalam tubuh manusia. September 2006; 1(1): 47p.
34. Wulandari C, Setiyarini DW, Bariroh K, Laraswati, Azhari MF, Aziz RAI.
Upaya peningkatan status kesehatan kelompok rentan dengan pendekatan
pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat. Jurnal pengabdian kepada
masyarakat:2019;5(2):167-87p.
35. Diniyyah SR, Nindya TS. Asupan energi, protein dan lemak dengan
kejadian gizi kurang pada balita usia 24-59 bulan di desa suci, gresik.
Amerta Nutr: 2017.341-50p.
36. Ernawati A. Masalah gizi pada ibu hamil. Jurnal litbang: 2017;13(1). 60-
9p.
37. Rohmawati N, Asdie AH, Susetyowati. Tingkat kecemasan, asupan
47
makan, dan status gizi pada lansia di kota yogyakarta. Jurnal gizi klinik
indonesia: 2015;12(2):19p.
38. Par HM, Wiyono S, Harjatmo TP. Penilaian status gizi. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2017. 45-60p.
48
49
50