“Krisis Hiperglikemia”
Disusun Oleh:
Kelompok 15
Tutor:
dr. Vebiyanti Tentua, M.Sc.,Sp.P
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2023
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK 15
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur patut dipersembahkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat Nya, maka laporan PBL skenario dua ini dapat
diselesaikan dengan baik. Untuk itu, terimakasih kami ucapkan kepada:
Bagai gading yang tak retak, begitu juga penulisan makalah ini masih jauh
dari sempurna. Untuk itu, segala saran dan masukan sangat diperlukan. Demikianlah
laporan ini dibuat sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca dan memperoleh nilai
yang baik pada blok sistem endokrin.
Kelompok 15
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................v
DAFTAR TABEL.......................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Skenario..........................................................................................................1
1.2 Step I: Identifikasi Kata Sukar dan Kalimat Kunci.........................................1
1.3 Step II: Identifikasi Masalah...........................................................................2
1.4 Step III: Hipotesis Sementara..........................................................................3
1.5 Step IV: Klarifikasi Masalah dan Mindmapping............................................4
a. Klarifikasik Masalah: .....................................................................................4
b. Mindmapping..................................................................................................4
1.6 Step V: Learning Objective............................................................................6
1.7 Step VI: Belajar Mandiri.................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................7
2.1 Menjelaskan definisi Diabetes Melitus dan krisis hiperglikemia...................7
2.2 Menjelaskan perbedaan KAD dan HHS.........................................................8
2.3 Etiologi Pencetus dari Krisis Hiperglikemia...................................................9
2.4 Menjelaskan patofisiologi krisis hiperglikemia............................................11
2.4.1 Patofisiologi umum krisis hiperglikemia....................................................11
2.4.2 Mekanisme Penurunan Kesadaran pada Pasien..........................................12
2.4.3 Mekanisme Terdapat Lemas pada Pasien...................................................14
2.4.3 Mekanisme Terdapat Lemas pada Pasien...................................................15
2.5 Menjelaskan Alur Penegakan Diagnostik Diabetes Melitus dan Krisis
Hiperglikemia..........................................................................................................15
2.6 Menjelaskan Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pada Pasien.............................20
iii
2.7 Menjelaskan Tatalaksana Krisis Hiperglikemis KAD dan HHS.......................22
2.8 Menjelaskan Komplikasi Krisis Hiperglikemia.................................................27
BAB III PENUTUP...................................................................................................29
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................30
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
Seorang laki-laki usia 63 tahun datang ke IGD RS Bhayangkara Ambon
dengan dikatakan penurunan kesadaran 1 hari ini, awalnya pasien dikatakan lemas
sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengatakan lemas sehingga susah untuk berjalan.
Lemas memberat 2 hari terakhir karena tidak makan dengan baik karena pasien
mengaku tidak nafsu makan. Pasien mengatakan hanya berbaring saja agar tidak
jatuh. Pasien juga mengeluhkan mulut kering dan mata terasa panas. Demam (+),
Diare disangkal. Makan dan minum baik, BAB dan BAK juga baik. Pasien
mempunyai riwayat penyakit gula darah tapi tidak rutin kontrol dan minum obat
dengan teratur. Riwayat hipertensi disangkal. Pasien mempunyai kebiasaan merokok
1-2 batang per hari. Riwayat penyakit keluarga tidak ada.
Pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum pasien tampak sakit berat,
somnolent, status gizi normal, TTV dalam batas normal. Pemeriksaan fisik ditemukan
perut datar, nyeri tekan pada suprapubik, perkusi abdomen timpani (+). Pemeriksaan
laboratorium di dapatkan Hb 11,4 g.dl, leukosit 18.6 rb/μl, GDS 953 mg/dl, ureum
145 mg/dl, creatinin 2,8 mg.dl. Pemeriksaan elektrolit didapatkan Na 125,0 mmol/L,
K 2,28 mmol/L, Cl 91,0 mmol/L. Pemeriksaan EKG dan USG abdomen dalam batas
normal. AGD pH 7.34. Urinalisa Leukosit +3. Keton +.
1
GDS – Gula darah sewaktu, metode tes darah yg dapat dilakukan
setiap saat atau sepanjang hari utk memeriksa tingkatan gula darah
seseorang
Somnolen – istilah medis yg digunakan utk menggambarkan tingkat
kesadaran seseorang yg lebih rendah dari normal, cenderung tertidur
atau mengantuk
B. Kalimat Kunci
Lemas memberat 2 hari terakhir karena tidak makan dengan baik
karena pasien mengaku tidak nafsu makan
mulut kering dan mata terasa panas
Pasien mempunyai riwayat penyakit gula darah tapi tidak rutin kontrol
dan minum obat dengan teratur
laki-laki usia 63 tahun datang ke IGD RS Bhayangkara Ambon dengan
dikatakan penurunan kesadaran 1 hari ini, awalnya pasien dikatakan
lemas sejak 1 minggu SMRS
Pasien mempunyai kebiasaan merokok 1-2 batang per hari
Pemeriksaan fisik ditemukan perut datar, nyeri tekan pada suprapubik,
perkusi abdomen timpani (+).
Pemeriksaan laboratorium di dapatkan Hb 11,4 g.dl, leukosit 18.6
rb/μl, GDS 953 mg/dl, ureum 145 mg/dl, creatinin 2,8 mg.dl.
Pemeriksaan elektrolit didapatkan Na 125,0 mmol/L, K 2,28 mmol/L,
Cl 91,0 mmol/L. Pemeriksaan EKG dan USG abdomen dalam batas
normal. AGD pH 7.34. Urinalisa Leukosit +3. Keton +
Riwayat penyakit keluarga tidak ada
Pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
berat, somnolent, status gizi normal, TTV dalam batas normal
2
4. Apa yang menyebabkan pasien merasa lemas?
5. Komplikasi apa saja yang dapat timbul sesuai skenario?
6. Apakah yang menyebabkan penurunan kesadaran pasien tersebut?
7. Apa yang menyebabkan pasien merasa nyeri pada penekanan suprapubik?
8. Apakah diagnosis yang dapat ditegakkan dari skenario?
9. Apa yang bisa menjadi alasan pasien merasa lemas disaat status gizi dan TTV
pasien masih normal?
10. Apa tatalaksana awal yang dapat diberikan kepada pasien sesuai skenario?
3
penurunan imunitas dan control metabolic dan pengosongan kandung kemih
tidak tuntas akibat neuropati otonom sehingga menyebabkan peningkatan
resiko ISK.
8. Krisis hiperglikemia terbagi menjadi 2, yaitu ketoasidosis diabetic dan
hiperglikemia hipersmolar status. Kasus pada scenario lebih mengarah pada
ketoasidosis diabetic dan DM tipe 1, yang disebabkan oleh kondisi autoimun.
krisis hiperglikemia: status hiperglikemi hyperosmolar karenaa berdasarkan
scenario, gula darah sewaktu pasien mencapai 953 mg/Dl (sudah lebih dari
600). Berdasarkan gejala yang ditemukan oleh pasien: mulut kering, mata
panas, lemas dan sulit berjalan. Analisis gas darah menandakan badan keton
(+)
9. pasien lemas karena kekurangan insulin ditubuh sehingga protein di otot dan
jaringan yang lain diuraikan sehingga menyebabkan kelemahan otot pasien
terasa lemas sampai sulit berjalan
10. edukasi kepada pasien untuk pola hidup sehat, melakukan pemantauan cek
gula darah, terapi nutrisi medis: memberi tahu pasien melakukan diet,
beraktivitas fisik seperti berolah raga, terapi farmakologis: obat antidiabetic.
Antihiperglikemi suntik, krisis hiperglikemik, hiperglikemik berat disertai
ketosis. dehidrasi dan penurunan elektrolit, bisa diberikan cairan IV saline
untuk menstabilkan keadaan umum pasien. Dan karena ada indikasi ISK, bisa
dipikirkan pemberian antibiotik.
a. Klarifikasik Masalah: -
b. Mindmapping
4
Laki-Laki, 63 tahun
Datang ke IGD RS
Bhayangkara Ambon
Penyerta :
Riwayat Penyakit :
Penurunan Kesadaran Pasien merasa lemas karena
Riwayat Gula Darah selama 1 Hari tidak nafsu makan, mulut
tapi tidak rutin control kering, dan mata terasa panas,
dan minum obat Demam (+)
dengan teratur
Lab:
PF :
Riwayat Kebiasan : Hb 11,4 g/dL
TTV normal, status gizi normal,
Leukosit 18,6 ribu/uL
Merokok 1-2 pasien tampak sakit berat,
GDS 953 mg/dL
batang/hari somnolent, perut datar, nyeri
Ureum 145 mg/dL
tekan suprapubic, perkusi
Creatinin 2,8 mg/dL
abdomen timpani (+)
AGD pH 7,34
Urinalisa
- Leukosit +3
- Keton +
Elektrolit:
Na 125,0 mmol/L
K 2,28 mmol/L
Diagnosis Sementara :
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
Sementara itu, krisis hiperglikemia merupakan keadaan metabolic emergency
yang dihubungkan dengan diabetes tidak terkontrol yang secara signifikan
menyebabkan terjadinya kecacatan atau kematian. Bentuk krisis hiperglikemia:
1.KAD (Ketoasidosis Diabetik): keadaan yang ditandai dengan asidosis
metabolic dengan pembentukan badan keton yang berlebihan.
2.SHH (status hyperosmolar hiperglikemik) : hiperosmolaritas yang biasanya
lebih tinggi dari KAD murni.1
Diagnostic pasti dari KAD yaitu adanya peningkatan total benda keton di dalam
sirkulasi darah dan urin. Pencetus dari KAD yaitu infeksi, menghentikan atau
mengurangi insulin, infark miokard, stroke akut, penkreatitis, obat-obatan. Keluhan
dari KAD yaitu polyuria, polidipsi, rasa lelah kram otot, mual muntah, nyeri perut.
Hasil pemeriksaan fisik pada KAD yaitu ditemukan tanda dehidrasi, nafas Kussmaul
didapatkan pada asidosis berat, takikardi, hipotensi sampai syok, flushing, dan berat
badang turun.
SHH biasanya terjadi pada orang tua usia di atas 60 tahun dengan diabetes
mellitus yang memiliki penyakit penyerta, kondisi tersebut menyebabkan asupan
makan turun dan diikuti dengan penurunan berat badan. Pasien dengan SHH biasanya
tidak memiliki riwayat diabetes mellitus atau diabetes mellitus tanpa insulin. Pencetus
dari SHH yaitu infeksi, pengobatan seperti mengkonsumsi obat diuretic biasanya
dapat memperberat keadaan, noncompliance terhadap pengobatan diabetes melitus,
compliance yang buruk juga bisa menyebabkan SHH, diabetes mellitus yang tidak
terdiagnosis, dan penyait penyerta. Keluhan dari SHH yaitu rasa lemah, gangguan
penglihatan, kaki kejang, mual muntah namun lebih jarang dibandingkan dengan
KAD, kadang datang dengan letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang dan koma.
Koma terjadi jika osmolaritas serum >350 mOsm/kg. Hasil pemeriksaan fisik pada
8
SHH yaitu ditemukan tanda dehidrasi berat seperti turgor buruk, mata cekung,
mukosa pipi kering, ekstremitas teraba dingin, serta denyut nadi cepat namun lemah.
Selain itu ditemukan juga peningkatan suhu tubuh tapi tidak terlalu tinggi serta
distensi abdomen yang membaik setelah diberikan rehidrasi yang adekuat.2
KAD SHH
Variabel
Ringan Sedang Berat
Kadar Glukosa Plasma >250 >250 >250 >600
(mg/dL)
Kadar pH arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 <7,00 >7,30
Kadar Bikarbonat Serum 15-18 10-14 <10 >15
(mEq/L)
Keton pada Urin atau Positif Positif Positif Sedikit/
Serum Negatif
Osmolaritas Serum Efektif Bervariasi Bervariasi Bervariasi >320
(mOsm/kg)
Anion gap >10 >12 >12 Bervariasi
Kesadaran Sadar Sadar, Stupor, Stupor,
Somnolen Koma Koma
Tabel 2.2: Perbandingan KAD dengan SHH
Sumber: Setiati A, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata KM, Setiyohadi B, Syam AF.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi VI. Interna Publishing. 2014. 2375-85 p.
Untuk dapat mengenal etiologi pencetus dari krisis hiperglikemia, terdapat “7I”
yang dapat diingat:
1. Insulin: Defisiensi/ Insufisiensi
9
2. Iatrogenic: Steroid, thiazide, dan obat-obat antipsikotik
3. Infection: Infeksi saluran kemih
10
miokard, stroke akut, pankreatitis, dan obat-obatan. Namun, pada beberapa pasien
yang dianggap DM tipe 2, terkadang tidak ditemukan pencetus yang jelas dan
keadannya membaik setelah diberikan insulin dalam periode pendek atau bahkan
tidak membutuhkan medikasi sama sekali.4
Status hiperosmolar hiperglikemi (SHH) biasanya terjadi pada orang tua > 60 tahun
dengan penyakit DM dan memiliki penyakit penyerta yang berakibat penurunan
asupan makanan. Berikut ialah tabel deskripsi etiologi pencetus dari SHH.4
11
Pada semua krisis hiperglikemik, hal yang mendasarinya adalah defisiensi
insulin, relatif ataupun absolut, pada keadaan resistensi insulin yang meningkat.
Kadar insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa serum yang
normal dan untuk mensupres ketogenesis. Hiperglikemia sendiri selanjutnya dapat
melemahkan kapasitas sekresi insulin dan menambah berat resistensi insulin sehingga
membentuk lingkaran setan dimana hiperglikemia bertambah berat dan produksi
insulin makin kurang.5
Pada KAD dan SHH, disamping kurangnya insulin yang efektif dalam darah,
terjadi juga peningkatan hormon kontra insulin, seperti glukagon, katekholamin,
kortisol, dan hormon pertumbuhan. Hormon-hormon ini menyebabkan peningkatan
produksi glukosa oleh ginjal dan hepar dan gangguan utilisasi glukosa dijaringan,
yang mengakibatkan hyperglikemia dan perubahan osmolaritas extracellular.
Pada sisi lain, SHH mungkin disebabkan oleh konsentrasi hormon insulin
plasma yang tidak cukup untuk membantu ambilan glukosa oleh jaringan yang
sensitif terhadap insulin, tetapi masih cukup adekuat ( dibuktikan dengan C-peptide)
untuk mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis; akan tetapi bukti-bukti untuk
teori ini masih lemah. KAD dan SHH berkaitan dengan glikosuria, yang
menyebabkan diuresis osmotik, sehingga air, natrium, kalium, dan elektrolit lain
keluar.5
12
Penurunan kesadaran adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kepekaan atau
tidak memiliki kepekaan terhadap diri sendiri, lingkungan, kebutuhannya, dan tingkat
respon terhadap stimulasi eksternal dan internal. Penyebab gangguan kesadaran
secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu oleh karena kelainan otak atau struktural
(intrakranial) dan nonstruktural atau sistemik (ekstrakranial). Kelainan sistemik
terdiri dari gangguan metabolisme, toksik, radang, gangguan elektrolit atau asam
basa, dan gangguan regulasi suhu. Penurunan kesadaran yang terjadi pada penderita
DM terjadi karena gangguan metabolisme yang menyebabkan hipoglikemia, KAD,
SHH, asidosis laktat, dan uremik ensefalopati.6
Penyebab dari penurunan kesadaran pada penderita DM, antara lain hipoglikemi,
asidosis (KAD dan asidosis laktat), hiperosmolaritas (SHH), dan uremik ensefalopati
(uremia karena gagal ginjal yang disebabkan oleh diabetik nefropati). Hipoglikemia
menyebabkan edema selular, sedangkan hiperosmolaritas menyebabkan sel
mengkerut. Kedua kondisi sel ini menyebabkan penurunan eksitabilitas sel-sel saraf
yang menyebabkan penurunan kesadaran. Selain dua kondisi tersebut, asidosis juga
mempengaruhi eksitabilitas sel yang dapat berlanjut pada penurunan kesadaran.
Patogenesis uremik ensefalopati menyebabkan penurunan kesadaran masih belum
13
jelas, namun diduga berhubungan dengan akumulasi zat-zat neurotoksik di dalam
darah.6
Gambaran klinis umum dari DKA dan HHS disebabkan oleh hiperglikemia
dan mencakup poliuria, polifagia, polidipsia, penurunan berat badan, kelemahan, dan
tanda-tanda fisik penurunan volume intravaskular, seperti mukosa bukal kering, bola
mata cekung, turgor kulit buruk, takikardia, hipotensi dan syok pada kasus yang
parah. Sebagai catatan, pasien dengan DKA euglisemik termasuk mereka yang
diobati dengan inhibitor SGLT-2, mungkin memiliki lebih sedikit polidipsia dan
poliuria dan mungkin awalnya menunjukkan gejala yang tidak spesifik seperti
kelelahan dan malaise.8
Diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup pasien.
Gangguan ini terjadi ketika tubuh dihasilkan dari banyak insulin, tetapi insulin tidak
dapat melakukan tugasnya. Fungsi pankreas adalah menghasilkan lebih banyak
insulin. Sementara glukosa darah meningkat yang membuatnya lebih tersedia untuk
pasien diabetes mellitus dengan obesitas. Selain itu, aktivitas pankreas berusaha lebih
keras dalam jangka waktu lama. Dengan demikian, sel-sel tubuh menjadi kebal
terhadap insulin. Ini berarti, pasien diabetes mellitus yang sebelum obesitas akan
mengalami gangguan metabolisme sehingga menyebabkan pasien diabetes melitus
berkurang menjadi berat badan normal atau kurang berat badan.9
14
Pola makan yang kurang baik itu tidak memperhatikan jumlah makan, jenis
makan dan jadwal makan yang ditetapkan, sehingga pola makan yang kurang baik
atau tidak teratur dan makan makanan yang sembarangan terkadang ada yang malas
makan menimbulkan mudah terserang penyakit.9
Malas makan bisa juga menyebabkan badan menjadi lemas karena asupan
karbohidrat tidak terpenuhi dengan baik.
Kondisi demam terjadi sebagian bagian dari reaksi imunitas tubuh yang
sedang melawan bakteri. Kadar glukosa yang tinggi pada organ tubuh membuat
bakteri lebih mudah berkembang biak. Pada scenario terjadi infeksi saluran kemih
yang menyebabkan peningkatan glukosa. Infeksi pada pasien diabetes sangat
berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah. Infeksi dapat memperburuk
kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan
kerentanan atau memperburuk infeksi. Kadar glukosa yang tidak terkendali perlu
segera diturunkan, antara lain dengan menggunakan insulin, dan setelah infeksi
teratasi dapat diberikan kembali pengobatan seperti semula.10
Kejadian infeksi lebih sering terjadi pada pasien dengan diabetes akibat
munculnya lingkungan hiperglikemik yang meningkatkan virulensi patogen,
menurunkan produksi interleukin, menyebabkan terjadinya disfungsi kemotaksis
dan aktifitas fagositik, serta kerusakan fungsi neutrofil, glukosuria, dan
dismotitilitas gastrointestinal dan saluran kemih. Sarana untuk pemeriksaan
penunjang harus lengkap seperti pemeriksaan kultur dan tes resistensi antibiotik.10
15
2.5 Menjelaskan Alur Penegakan Diagnostik Diabetes Melitus dan Krisis
Hiperglikemia
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah dan HbA1c.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien DM. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:11
1. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.11
2. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.11
16
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).11
Gambar 2.4 Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan
Prediabetes.
Sumber: Soelistijo S. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2021. Glob Initiat Asthma [Internet].
2021;46. Available from: www.ginasthma.org.
17
Gambar 2.5 Cara Pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
Sumber: Soelistijo S. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2021. Glob Initiat Asthma [Internet].
2021;46. Available from: www.ginasthma.org.
Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis DM tipe 2 dan
prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik DM
(B) yaitu:11
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ш 23 kg/m2)
yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4 kg
atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (ш 140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
f. HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium. h. Riwayat prediabetes.
h. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
i. Riwayat penyakit kardiovaskular.
18
2. Usia > 45 tahun tanpa faktor risiko di atas.
Catatan: Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma
normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun (E), kecuali pada kelompok
prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun (E).11
1. Poliuria
2. Polidipsia
5. Dari pemeriksaan fisik didapatkan dehidrasi sangat berat, bau nafas keton tidak
ada, status mental sampai koma
19
Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Anamnesis manifestasi klinis dari KAD biasanya berlangsung dalam waktu singkat,
dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.12
Poliuria,
1. polidipsia dan
Nyeri perut yang menyerupai gejala akut abdomen, dilaporkan terjadi pada 40-75%
kasus KAD. Dalam suatu penelitian, didapatkan hasil bahwa kemunculan nyeri perut
dapat dikaitkan dengan kondisi asidosis metabolik, namun bukan karena
hiperglikemia atau dehidrasi. 12
20
a. Nilai rujukan : 4.000-11.000/μL
6. Elektrolit
a. Natrium (Na) : 125,0 mmol/L
Nilai rujukan : 136-145 mmol/L.
b. Kalium (K): 2,28 mmol/L
Nilai rujukan : 3,5-5,2 mmol/L
c. Klorida (Cl): 91,0 mmol/L
21
Nilai rujukan : 96-106 mmol/L
d. Interpretasi :
Hasil pemeriksaan elektrolit didapatkan kadar elektrolit rendah.
Ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh dapat disebabkan oleh
kondisi dehidrasi dan gangguan fungsi ginjal.
7. Analisis Gas Darah : pH 7,34
a. Nilai rujukan : pH 7,35-7,45
b. Interpretasi : nilai pH di bawah batas normal, pasien ini asidosis
ringan.
8. Urinalisa :
a. Leukosit 3+
Interpretasi : peningkatan leukosit di urin (leukosituria) yang
menindikasikan adanya infeksi. Infeksi yang dapat dihubungkan
dengan kondisi pasien, yaitu ISK.
b. Keton +
Interpretasi : keton + menindikasikan bahwa metabolisme lemak di
tubuh meningkat. Kondisi terkait dapat berupa Diabetes Melitus.13
1. Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan
perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan, maka
pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter dan
selanjutnya sesuai protokol. Ada dua keuntungan rehidrasi pada KAD: memperbaiki
perfusi jaringan dan menurunkan hormon kontraregulator insulin. Bila konsentrasi
22
glukosa kurang dari 200 mg% maka perlu diberikan larutan mengandung glukosa
(dekstrosa 5% atau 10%).
2. 3Insulin
Terapi Insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang
memadai. Pemberian insulin akan menurunkan konsentrasi hormon glukagon,
sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas
dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan
utilisasi glukosa oleh jaringan. Sampai tahun 1970-an penggunaan insulin umumnya
secara bolus melalui intravena, intramuskular, ataupun subkutan. Sejak pertengahn
tahun 1970-an protokol pengelolaan KAD dengan drip insulin intravena dosis
rendah mulai digunakan dan menjadi popular. (Soken et al, 1972).
Cara ini dianjurkan oleh karena lebih mudah mengontrol dosis insulin,
menurunkan konsentrasi glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat menghilang,
masuknya kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia
lebih sedikit. Butkeiwicz et a1 menganalisis data pengobatan KAD sebelum dan
sesudah tahun 1970 dan melaporkan bahwa pemberian insulin kontinu secara
intravena lebih jarang menyebabkan hipoglikemia dibandingkan cara bolus.
Sedangkan untuk hipokalemia tidak berbeda. Efek kerja insulin terjadi dalam
beberapa menit setelah insulin berikatan dengan reseptor. Kemudian reseptor yang
telah berikatan akan mengalami internalisasi dan insulin akan mengalami destmksi.
Dalam keadaan hormon kontraregulator masih tinggi dalam darah, dan untuk
mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis, permberian insulin tidak boleh
dihentikan tiba-tiba dan perlu dilanjutkan beberapa jam setelah koreksi hiperglikemia
tercapai bersamaan dengan pemberian larutan menganndung glukosa untuk
mencegah hipoglikemia. Kesalahan yang sering terjadi ialah penghentian drip insulin
lebih awal sebelum klirens benda keton darah cukup adekuat tanpa konversi ke
insulin kerja panjang. Tujuan pemberian insulin di sini bukan hanya untuk mencapai
23
konsentrasi glukosa normal, tetapi untuk mengatasi keadaan ketonemia. Oleh
karena itu bila konsentrasi glukosa kurang dari 200 mg%, insulin diteruskan dan
untuk mencegah hipoglikemia diberi cairan mengandung glukosa sampai asupan
kalori oral pulih kembali. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo cara pengobatan KAD
dengan insulin dosis rendah kontinu intravena diperkenalkan sejak tahun 1980 dan
sampai sekarang sudah beberapa kali mengalami modifikasi. Perubahan terakhir
dikeluarkan sejak awal1997. Dengan cara itu, dilaporkan kejadian hipoglikernia 3,6-
7,1% dan kejadian hipokalemia 72%.
3. Kalium
Pada awal KAD biasanya konsentrasi ion K serum meningkat. Hiperkalemia yang
fatal sangat jarang dan bila te rjadi hams segera diatasi dengan pemberian bikarbonat.
Bila pada elektrokardiogram ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan
dan insulin dapat segera mengatasi keadaan hiperkelamia tersebut. Yang perlu
menjadi perhatian adalah terjadinya hipokalemia yang dapat fatal selama
pengobatan KAD. Ion kalium terutama terdapat intraselular. Pada keadaan KAD, ion
Kbergerak ke lux sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urin. Total defisit K yang
terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg BB. Selama terapi KAD ion
K kembali ke dalam sel. Untuk mengantisipasi masuknya ion K ke dalam sel serta
mempertahankan konsentrasi K serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium.
Pada pasien tanpa gaga1 ginjal serta tidak ditemukannya gelombang T yang lancip
dan tinggi pada elektrokardiogram, pemberian kaliurn segera dimulai setelah jumlah
urin cukup adekuat.
4. Glukosa
Setelah rehidrasi awal2 jam pertama, biasanya konsentrasi glukosa darah akan turun.
Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan konsentrasi
glukosa sekitar 60 mg%/jam. Bila konsentrasi glukosa mencapai < 200 mg% maka
dapat dimulai infis mengandung glukosa. Perlu ditekankan di sini bahwa tujuan terapi
24
KAD bukan untuk menormalkan konsentrasi glukosa tetapi untuk menekan
ketogenesis. dianjurkan pada KAD yang berat. Adapun alasan keberatan pemberian
bikarbonat adalah: 1. menurunkan pH intraselular akibat difusi C02 yang dilepas
bikarbonat, 2. efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan, 3. hipertonis dan
kelebihan natrium, 4. meningkatkan insidens hipokalemia, 5. gangguan fungsi
serebral, dan 6. te rjadi alkaliemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keto Saat ini
bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,l walaupun demikian komplikasi
asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam tetap merupakan indikasi pemberian
bikarbonat.
25
Hyperosmolar Hyperglicemic State (HHS)
Penggantian elektrolit
Insulin Intravena
Pencegahan
26
1. Terapi Cairan
Defisit cairan pada pasien HHS berkisar 100-200 mL/kgBB (rata-rata butuh 9L).
Hati-hati terhadap komplikasi edema cerebri dan overload cairan. Pada pasien yang
mengalami syok hipovolemik, pertimbangkan penggunaan plasma expanders. Jika
mengalami syok kardiogenik, jangan lupa melakukan monitor hemodinamik ketat.
2. Elektrolit
Target konsentrasi kalium adalah 4.0-5.0 mEq/L. Jika kadar kalium < 3.3 mEq/L
maka pemberian insulin dapat ditunda. Jika kadar kalium 3.3-5.0 mEq/L, maka
kombinasi kalium klorida: kalium fosfat (2:1) dapat diberikan dengan dosis 20-30
mEq setiap liter cairan intravena yang diberikan. Jika kadar kalium > 5.0 mEq/L,
maka kadar kalium harus diturunkan hingga dibawah 5.0 mEq/L dengan monitoring
setiap 2 jam.
3. Insulin
Pastikan cairan telah diberikan secara adekuat sebelum memulai memberikan insulin.
Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pemberian cairan yang
adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka
cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburnkan hipotensi,
kolaps vaskular, atau kematian. Insulin inisiasi diberikan dengan bolus 0.15 U/kgBB
secara IV, diikuti dengan drip 0.1 U/kgBB per jam, dengan target glukosa 250-300
mg/dL. Laju penurunan glukosa darah diharapkan 50-70 mg/dL setiap jam, jika
belum mencapai angka tersebut maka dosis insulin dapat ditingkatkan. Jika kadar
gula darah sudah mencapai < 300 mg/dL, insulin tetap diberikan dengan diturunkan
dosis secara perlahan (sliding scale). Targetnya adalah kesadaran pasien yang
membaik dan osmolaritas serum yang teresolusi.
Antibiotik dapat diberikan jika ada kecurigaan infeksi sebagai pencetus, mengingat
infeksi adalah 57% penyebab HHS. Pengendalian berbagai faktor pencetus penting
untuk dilakukan. Jangan lupa juga untuk senantiasa waspada pada komplikasi terapi:
oklusi vaskular, infark miokard, Disseminater Intravascular Coagulation (DIC), Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan edema cerebri.14
27
Komplikasi krisis hiperglikemia dapat terjadi akibat KAD/SHH dan
komplikasi akibat pengobatan:
Penyulit KAD dan SHH yang paling sering adalah hipoglikemia dalam kaitan
dengan pemberian insulni yang berlebihan, hipokalemia dalam kaitan dengan
pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan hiperglikemia sekunder
akibat penghentian insulin intravena setelah perbaikan tanpa pemenuhan yang cukup
dengan insulin subkutan. Biasanya, pasien yang sembuh dari KAD menjadi
hyperkhloremi disebabkan oleh penggunaan larutan saline berlebihan untuk
penggantian cairan dan elektrolit dan asidosis metabolik non-anion gap yang
sementara dimana khlorida dari cairan intravena menggantikan anion yang hilang
dalam bentuk sodium dan garam-kalium selama diuresis osmotik. Kelainan biokimia
ini adalah sementara dan secara klinik tidak penting kecuali jika terjadi gagal ginjal
akut atau oliguria yang ekstrim.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
kesadaran, lemas, dan kesulitan berjalan selama 1 minggu. Pasien tidak memiliki
nafsu makan, hanya berbaring untuk menghindari jatuh, dan mengeluh mulut kering
serta mata terasa panas. Pasien memiliki riwayat penyakit gula darah tidak terkontrol.
Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum yang buruk, nyeri tekan pada
sangat tinggi yakni 953 mg/dL, peningkatan ureum dan kreatinin, leukositosis, serta
kondisi, riwayat, pemeriksaan fisik, serta hasil laboratorium dari pasien dicurigai
pasien menderita krisis hiperglikemia tipe SHH. Selanjutnya pasien perlu dilakukan
cairan dan pemberian insulin reguler. Komplikasi berupa dehidrasi berat, infark
miokard, stroke hingga kematian dapat terjadi jika tidak dilakukan penanganan
29
DAFTAR PUSTAKA
30
10. Soelistijo SA, et al. Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2
dewasa di Indonesia. Jakarta:PERKENI;2021.
13. Fischbach FT, Dunning MB. A manual of laboratory and diagnostic tests. 9th ed.
Barbera P, et al, editors. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2015. 93p.
14. Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI jilid III. Edisi VI. Jakarta:
InternaPublishing, 2015: 1906-1915p.
31