Anda di halaman 1dari 79

LAPORAN TUTORIAL

BLOK GERIATRI

MODUL GANGGUAN TUMBUH KEMBANG

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

K1A120021 Riski Amalia


K1A120022 Rohmi Yuli Sabih
K1A120029 Waode Nuha Rihadatul Aisy
K1A120030 Widya Aulia Astuti
K1A120044 Dea Rezki
K1A121020 Nurul Fadhillah Aulia Kamilah
K1A121021 Pandu Alexander
K1A121022 Salsabilah Syafa Sahriza
K1A121115 Saras Dwianugra
K1A121116 Saraswati Muhammad
K1A121119 Siti Nabila Risqika Roslin
K1A121120 Sri Rezky Regita S.
K1A121121 Suci Waode

TUTOR : dr. Waode Vian Damayanti

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

2023
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan : Modul Gangguan Tumbuh Kembang


Disusun oleh :
1. K1A120021 Riski Amalia
2. K1A120022 Rohmi Yuli Sabih
3. K1A120029 Waode Nuha Rihadatul Aisy
4. K1A120030 Widya Aulia Astuti
5. K1A120044 Dea Rezki
6. K1A121020 Nurul Fadhillah Aulia Kamilah
7. K1A121021 Pandu Alexander
8. K1A121022 Salsabilah Syafa Sahriza
9. K1A121115 Saras Dwianugra
10. K1A121116 Saraswati Muhammad
11. K1A121119 Siti Nabila Risqika Roslin
12. K1A121120 Sri Rezky Regita S.
13. K1A121121 Suci Waode

Mata Kuliah : Geriatri


Program Studi : Kedokteran

Kendari, 28 Desember 2023


Tutor

dr. Waode Vian Damayanti

I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Modul Gangguan Tumbuh
Kembang. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
berpartisipasi dalam membantu penyusunan laporan ini, utamanya kepada dr. Waode Vian
Damayanti, yang telah meluangkan waktunya mengarahkan dan membimbing kami dalam
melaksanakan tutorial.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan laporan
selanjutnya. Akhir kata semoga laporan ini dapat memberi manfaat kepada kita semua.

Kendari, 27 Desember 2023

Kelompok 2

II
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
I. TUJUAN .................................................................................................. 1
II. SKENARIO ............................................................................................. 1
III. KATA/KALIMAT SULIT ....................................................................... 1
IV. KATA/KALIMAT KUNCI ...................................................................... 2
V. PERTANYAAN ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................
1. Assessment riwayat lahir pada skenario ....................................................... 3
2. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan normal pada anak ....................... 13
3. Interpretasi pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan anak ................... 26
4. Faktor resiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak ............. 35
5. Pemenuhan kebutuhan dasar anak pada skenario .......................................... 38
6. Imunisasi yang mestinya sudah didapatkan pada anak usia ini ..................... 40
7. Prosedur pemberian imunisasi sesuai dengan skenario ................................. 43
8. Hubungan riwayat kehamilan ibu dengan kondisi anak ................................ 44
9. Pemeriksaan nervus cranialis ....................................................................... 47
10. Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologi serta interpretasi normal ........... 47
11. Status gizi dan tatalaksana serta edukasi ...................................................... 53
12. Pencegahan menghindari gangguan pertumbuhan dan perkembangan .......... 69
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 74

III
BAB I
PENDAHULUAN
I. TUJUAN
Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan pertumbuhan,
perkembangan,pemenuhan kebutuhan dasar anak dan mampu mendeteksi adanya
keterlambatan pertumbuhan perkembangan anak.
II. SKENARIO
Bayi perempuan diantar ibunya ke Puskesmas tgl 13 April 2023. untuk
kunjungan rutin bayi sehat. Identitas lahir tanggal 20 Januari 2022. BBL 1900 gram,
PB 43 cm dan LK 28 cm. Riwayat anak lahir dengan usia gestasi 31 minggu dan segera
menangis. Riwayat kehamilan: ibu hipertensi, HbsAg Negative. Dirawat di NICU
selama 2 minggu selama perawatan ada kuning dan pakai alat bantu CPAP karena ASI
kurang ditambahkan SF hingga sampai sekarang. Buku KIA, imunisasi 1 bulan BCG,
OVP; 2 bulan DTP, Hib, Hep B+, OVP+, PCV; 3 bulan DTP, Hib, Hep B+, OVP+,
PCV dan 4 bulan DTP, Hib, Hep B+, IVP+, OPV
Pada pemeriksaan BB 6900 gram, PB 75 cm, LK 42 cm. Pemeriksaan
perkembangan: duduk mandiri, merangkak, belum bisa berdiri dengan pegangan, papa
mama spesifik, menoleh ke sumber suara, melambaikan tangan. Masukkan benda ke
wadah. Pemeriksaan nervus cranialis tak ada kelainan, refleks fisiologis dan patologik
tak ada kelainan.
III. KATA/ KALIMAT SULIT
1. Imunisasi
2. Alat bantu CPAP
3. Jenis-jenis imunisasi:
a. BCG
b. OVP
c. DTP
d. Hib
e. Hep B
f. IVP
g. OPV
h. PCV
4. Papa Mama Spesifik

1
5. Buku KIA
IV. KATA/KALIMAT KUNCI
1. Anak perempuan diantar ibunya ke Puskesmas tanggal 13 April 2023
2. Lahir tanggal 20 Januari 2022 dengan BBL 1900 gram, PB 43 cm, dan LK 28
cm
3. Riwayat anak lahir dengan usia gestasi 31 minggu dan segera menangis
4. Riwayat kehamilan: Ibu hipertensi dan HbsAg negative
5. Selama 2 minggu selama perawatan ada kuning dan pakai alat bantu CPAP
karena ASI kurang ditambahkan SF
6. Imunisasi 1 bulan BCG, OVP; 2 bulan DTP, Hib, Hep B+, OVP+, PCV; 3 bulan
DTP, Hib, Hep B+, OVP+, PCV dan 4 bulan DTP, Hib, Hep B+, IVP+, OPV
7. Pada pemeriksaan BB: 6900 gram, PB: 75 cm, LK: 42 cm
8. Pemeriksaan perkembangan: duduk mandiri, merangkak, belum bisa berdiri
dengan pegangan, papa mama spesifik, menoleh ke sumber suara, melambaikan
tangan dan memasukkan benda ke wadah
9. Pemeriksaan nervus cranialis tak ada kelainan, refleks fisiologis dan patologik
tak ada kelainan
V. PERTANYAAN
1. Bagaimana assessment riwayat lahir pada skenario?
2. Bagaimana tahapan pertumbuhan dan perkembangan normal pada anak?
3. Jelaskan interpretasi pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan anak pada
skenario!
4. Jelaskan faktor resiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak pada
skenario!
5. Bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar anak pada skenario?
6. Jelaskan imunisasi apa saja yang mestinya sudah didapatkan pada anak usia ini!
7. Bagaimana prosedur pemberian imunisasi sesuai dengan skenario?
8. Apa hubungan riwayat kehamilan ibu dengan kondisi anak berdasarkan
skenario?
9. Bagaimana pemeriksaan nervus cranialis dan pemeriksaan refleks fisiologis dan
patologi serta interpretasi normal dan kaitannya pada skenario?
10. Bagaimana status gizi dan tatalaksana serta edukasi pada skenario?
11. Apa pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Bagaimana assessment riwayat lahir pada skenario?
A. Riwayat Lahir Bayi

1) Menilai adaptasi menggunakan Apgar Score

Perlu segera diperiksa di kamar bersalin adalah apakah bayi beradaptasi


dengan baik atau memerlukan resusitasi.Bayi yang mungkin memerlukan
resusitasi adalah bayi yang lahir dengan pernapasan tidak adekuat, tonus otot
kurang, ada meconium di dalam cairan amnion atau lahir kurang bulan. Nilai
Apgar masih dipakai untuk melihat keadaan bayi pada usia 1 menit dan 5
menit, tetapi tidak dipakai untuk menentukan apakah BBL perlu resusitasi
atau tidak. Nilai Apgar 5 menit dapat digunakan untuk menentukan
prognosis.
Perlu disadari keterbatasan dari penilaian Apgar. Nilai Apgar adalah
suatu ekspresi keadaan fisiologis BBL dan dibatasi oleh waktu. Gangguan
biokimia harus cukup signifikan sehingga dapat mempengaruhi nilai Apgar.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi nilai Apgar, antara lain pengaruh
obat-obatan, trauma lahir, kelainan bawaan, infeksi, hipoksia, hipovolemin,
dan kelahiran prematur Komponen nilai seperti tonus otot, warna kulit,
refleks pada perangsangan, sebagian bergantung pada kematangan bayi.

Tabel 1. Cara Menentukan Nilai APGAR


Setelah menilai hal-hal di atas, maka nilai dari masing-masing aspek
akan dijumlahkan dan kemudian diperoleh nilai total antara 0-10. Berikut
hasil interpretasi skor Apgar:

3
 Skor >7 menandakan bahwa bayi dalam kondisi baik atau sempurna.

 Skor 5-6 menandakan bayi kurang sehat atau bugar dan mungkin perlu
bantuan pernapasan.

 Skor <5 merupakan keadaan gawat pada bayi yang mengindikasikan


bahwa bayi membutuhkan resusitasi segera. (Persson, et al. 2018 & APA,
2015)

2) Menilai usia gentasi menggunakan New Ballard Score

Pemeriksaan fisik bayi baru lahir merupakan suatu metode untuk menentukan
usia gestasi yang akurat dengan menilai maturitas fisik dan neuromuskularitas
bayi. Penilaian ini dapat menggunakan metode Ballard Score. Penilaian
neuromuskular meliputi postur, square window, arm recoil, sudut popliteal, scarf
sign dan heel to ear maneuver, sedangkan penilaian fisik dapat diamati melalui
kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara, mata/telinga dan genitalia.
Pemeriksaan maturasi fisik dapat dilakukan segera pasca stabilisasi atau dalam
24 jam pertama sebelum terjadi penurunan berat badan, sementara pemeriksaan
maturitas neurologis bayi sebaiknya dilakukan dalam kurun waktu 18-24 jam
pasca lahir.

Neuromuscular Maturity

4
a) Postur: Tonus otot tubuh tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat
dan adanya tahanan saat otot diregangkan. Pada bayi prematur tonus pasif
ekstensor tidak mendapat perlawanan, sedangkan pada bayi yang
mendekati matur menunjukkan perlawanan tonus fleksi pasif yang
progresif.

b) Square window: pemeriksa meluruskan jari-jari bayi dan menekan


punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut. Fleksibilitas
pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan ekstensor
memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan.

c) Arm recoil: Dievaluasi pada saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan
bayi, fleksikan lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu
rentangkan kedua lengan dan lepaskan. Amati reaksi bayi saat lengan
dilepaskan.

1) Skor 0: tangan tetap terentang/gerakan acak.

2) Skor 1: fleksi parsial 140-180 derajat

3) Skor 2: felski parsial 110-140 derajat

4) Skor 3: fleksi parsial 90-100 derjat

5) Skor 4: kembali ke fleksi penuh.

d) Popliteal Angle: bayi berbaring terlentang, tanpa popok, paha ditempatkan


lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh. Setelah bayi rileks
dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan lembut
dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan yang
lain. Jangan memberikan tekanan pada paha belakang. Kaki bayi
diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur
sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Pastikan
pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti menendang secara aktif
sebelum melakukan ekstensi kaki.

e) Scarf sign: Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Bayi
berbaring terlentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengah
tubuh dan mendorong tangan bayi melalui dada bagian atasdengan satu

5
tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain pemeriksa diletakkan pada siku
bayi. Amati posisi siku pada dada bayi.

1. Skor -1: penuh pada tingkat leher

2. Skor 0: garis aksila kontralateral

3. Skor 1: kontralateral baris puting

4. Skor 2: prosesu xypohid

5. Skor 3: garis puting ipsilateral

6. Skor 4: garis aksila ipsilateral.

f) Heel to Ear: Manuver ini menilai tonus pasif ototo fleksor pada gelang
panggul. Dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu
jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa,
pertahankan panggul pada permukaan meja periksa dan amati jarak antara
kaki dan kepala serta tingkat ekstensi lutut. Resistensi tumit ketika berada
pada atau dekat telinga (-1), hidung (0), dagu (1), puting barus (2), daerah
pusar (3), dan lipatan femoralis (4).

Physical Maturity
a) Kulit: Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur
intrisnsiknya bersamaan dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan
pelindung, yaitu vernix caseosa, oleh karenanya kulit menebal,
mengering, dan menjadi keriput dan atau mengelupas dan dapat timbul
ruam selama pematangan janin.

1. Transparan, lengket, raput (-1)

2. Translusen, gelatinosa, merah (0)

3. Lembut/licin, merah muda, vena membayang (1)

4. Terkelupas superfisial dan/atau ruam, vena beberapa (2)

5. Pecah-pecah, terdapat daerah pucat, vena jarang (3)

6. Perkamen, pecah-pecah dalam, tidak terlihat vena (4)

7. Seperti kulit, pecah-pecah terdapat keriput (5)

6
b) Lanugo: rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Lanugo mulai tumbuh
pada usia gestasi 24-25 minggu dan biasanya sangat banyak, terutama di
bahu, punggung atas ketika memasuki minggu ke-28.

1. Tidak ada (-1)

2. Jarang sekali (0)

3. Banyak sekali (1)

4. Menipis (2)

5. Beberapa daerah tanpa rambut (3)

6. Sebagian besar tanpa rambut (4)

c) Garis plantar: Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior
ini kemungkinan berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan.
Bayi very premature dan extremely immanuture tidak mempunyai garis
pada telapak kaki.

1. Heel-to-toe <40 mm (-2)

2. Heel-to-toe 45-50 mm (-1)

3. >50 mm, tidak ada lipatan (0)

4. Garis merah tipis (1)

5. Garis melintang pada bagian anterior (2)

6. Garis lipatan hingga 2/3 anteriro (3)

7. Garis lipatan seluruh telapak (4)

d) Payudara: Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh


akibat stimulasi esterogen ibu dan jaringan lemak yang tergantung dari
nutrisi yang diterima janin.

1. Tidak dapat dinilai / imprectible (-1)

2. Sulit dinilai / barely perceptible (0)

3. Areola datar, tidka terdapat penonjolan / no bud (1)

7
4. Areola berbintil, penonjolan 1-2 mm (2)

5. Areola terangkat, penonjolan 3-4 mm (3)

6. Areola penuh, penoonjolan 5-10 mm (4)

e) Mata/telinga: Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago


seiring perkembangannya menuju matur. Pada bayi prematur daun telinga
biasanya akan tetap terlipat ketika dilepaskan. Pemeriksaan mata untuk
menilai kematangan berdasarkan perkembangan palpebra.

f) Kelopak mata menempel / lightly fused (-2)

Kelopak mata menyatu longgar / loosly fused (-1)


Kelopak mata terbuka, pinaa datar, tetap terlipat (0)
Lingkungan pinna minimal, lunak, rekoil lambat (1)
Lengkungan pinna baik, lunak, siap rekoil (2)
Bentuk tegas, keras, rekoil segera (3)
Kartilago tebal, kaku (4)
g) Genetalia laki-laki (L) dan perempuan (P)

1. L: Skrotum datar, halus (-1)

P: Klitoris menonjol, labia datar (-1)


2. L: Skrotum kosong, rugae samar (0)

P: Klitoris menonjol, labia minora kecil (0)


3. L: Testis pada kanalis atas, rugae jarang (1)

P: Klitoris menonjil, labia minor membesar (1)


4. L: Tetis turun, rugae sedikit (2)

P: Labia mayora dan minora menonjol (2)


5. L: Testis turun, rugae jelas (3)

P: Labia mayora besar, labia minora kecil (3)


6. L: Testis pendulum, rugae dalam (4)

P: Labia mayora menutupi klitoris dan labia minora (4)

8
Skor Ballard dapat memperkirakan usia gestasi mulai dari 20 minggu hingga
44 minggu. Interpretasi hasil skor ballar adalah:
1. Skor -10 = usia 20 minggu

2. Skor -5 = usia 22 minggu

3. Skor 0 = usia 24 minggu

4. Skor 10 = usia 28 minggu

5. Skor 15 = usia 30 minggu

6. Skor 20 = usia 32 minggu

7. Skor 25 = usia 34 minggu

8. Skor 30 = usia 36 minggu

9. Skor 35 = usia 38 minggu

10. Skor 40 = usia 40 minggu

11. Skor 45 = usia 42 minggu

12. Skor 50 = usia 44 minggu

Berdasarkan informasi yang terdapat pada skenario didapatkan


assesment riwayat lahir anak perempuan.
Riwayat lahir:
 Berat Badan : 1900 gram (BBLR normal: 2500-4000 gr)

 Panjang Badan : 43 cm

 Lingkar Kepala : 28 cm

 Usia Gestasi : 31 mgg : preterm (normal: 37 – 42 mgg)

 Riwayat : dirawat di NICU selama 2 minggu, selama perawatan ada


kuning dan pakai alat bantu CPAP karena ASI kurang di tambahkan FS
hingga sampai sekarang

9
10
Gambar: Kurva Lubchenco 1
Pem. Antropomerti usia saat ini:
Berat Badan: 6900 gram
Panjang Badan: 75 cm
Lingkar Kepala: 42 cm
Untuk bayi prematur, dalam mengukur berat dan panjang badan serta lingkar
kepala, harus digunakan umur koreksi sampai anak berusia 2 tahun. Pada
skenario dijabarkan seorang anak perempuan lahir tanggal 20 Januari 2021
dengan usia gestasi 31 minggu dan datang ke puskesmas pada tanggal 13
April 2022.
Usia kronologis : Tanggal pemeriksaan – tanggal lahir
: 13/04/2023 – 20/01/2022
: 1 tahun 2 bulan 23 hari
: 15 bulan
Usia koreksinya : Usia kronologis – jumlah minggu prematur
: 15 bulan – (40 minggu – 31 minggu)
: 15 bulan – (9 minggu = 63 hari = 2 bulan 3 hari)
: 15 bulan – 2 bulan
: 13 bulan (1 tahun 1 bulan)
B. Riwayat Kuning Pada Bayi

Ikterus neonatorum atau hiperbilirubinemia neonatal terjadi akibat peningkatan


total serum bilirubin (TSB) dan secara klinis bermanifestasi sebagai perubahan warna
kekuningan pada kulit, sklera, dan membrane mukosa. Ini adalah masalah medis yang
paling sering ditemui dalam dua minggu pertama kehidupan dan penyebab umum

11
masuk kembali ke rumah sakit setelah lahir. Sekitar 60% bayi cukup bulan dan 80%
bayi baru lahir prematur mengalami ikterus klinis pada minggu pertama setelah lahir.
Dalam kebanyakan kasus, itu adalah kondisi ringan, sementara, dan sembuh sendiri
dan sembuh tanpa pengobatan yang disebut sebagai "ikterus fisiologis". Namun, sangat
penting untuk membedakannya dari bentuk yang lebih parah yang disebut "ikterus
patologis. (Ansong et al, 2022)

Gambar: Derajat Ikterik


1) Ikterus fisiologis

Ikterus fisologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan, atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya menghilang
pada akhir minggu pertama atau selambatlambatnya 10 hari pertama. Ikterus
dikatakan fisiologis bila: (Rahmayina. 2017)
a. Timbul pada hari kedua sampai ketiga

b. Kadar bilirubin indirek sesudah 2 - 24 jam tidak melewati 15 mg% pada


neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan.

c. Kecepatan peningkatan kadar biliburin tidak melebihi 5 mg% perhari.

d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama

e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik (kern-


ikterus)

f. Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

12
2) Ikterus patologik

Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar
patologik ini misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangkan
ikterus dan penyebabnya. Ikterus dikatakan Patologik bila: (Rahmayina. 2017)
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan


ataumelebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.

d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%

f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

g. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi enzim


G6Pd dan sepsis).

h. Ikterus disertai berat lahir kurang dari 2500 gram, masa gestasi kurang
dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia dan hiperosmobilitas darah.

2. Bagaimana tahapan pertumbuhan dan perkembangan normal pada anak?


Pertumbuhan Anak
Bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular, ukuran fisik
dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan
panjang dan berat.
a. Pemeriksaan Berat Badan Terhadap Umur untuk Usia 0-2 tahun
1) Grafik menurut Kartu Menuju Sehat (KMS)

13
Interpretasi pada sekali penimbangan :
- BGM (Bawah Garis Merah) : anak kurang gizi tingkat sedang atau berat
badan atau disebut kurang energi dan protein nyata (KEP nyata).
- Pada daerah dua pita warna kuning (diatas garis merah) : harus hati-hati dan
waspada karena keadaan gizi anak sudah kurang meskipun tingkat ringan
atau disebut KEP ringan.
- Dua pita warna hijau muda dan pita warna hijau tua (di atas pita kuning) :
anak mempunyai berat badan cukup atau gizi baik.
- Dua pita warna hijau muda, dua pita warna kuning (paling atas) : anak 5
mempunyai berat badan yang lebih, semakin ke atas, kelebihan berat
badannya makin meningkat.

Interpretasi dua kali penimbangan atau lebih :


- Grafik meningkat : anak sehat, gizi cukup.
- Grafik stagnan : ada kemungkinan kesehatannya terganggu atau mutu gizi
yang dikonsumsi tidak seimbang.
- Grafik menurun : ada kemungkinan kesehatannya terganggu atau mutu gizi
yang dikonsumsi tidak seimbang.
- Grafik putus-putus : penimbangan berat badan tidak dilakukan secara rutin,
sehingga sulit untuk memantau tumbuh kembang anak. Usia koreksi anak
perempuan pada skenario adalah 13 bulan.

14
Usia koreksi anak perempuan pada skenario adalah 13 bulan.
Berdasarkan Permekes No.2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri
Anak, maka berat badan yang sesuai untuk usia 13 bulan adalah di antara -
2 SD sampai +1 SD yaitu berkisar anatara 7,2-10,4 kg.
2) Grafik menurut WHO

Sesuai dengan usia koreksi anak pada skenario yaitu 13 bulan maka
berdasarkan cara membaca kurva menurut Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak (Kemenkes RI, 2016)
maka untuk berat badan yang sesuai untuk usia anak di antara -2 SD sampai +2
SD berkisar dari 7,2-11,8 kg.
b. Pemeriksaan Tinggi Badan Menurut Umur Anak Perempuan Usia 6 bulan –
2 tahun
Interpretasi :
- Grafik di atas 3 berarti anak memiliki tubuh yang tinggi. Konsultasi pada
dokter anak untuk memastikan bahwa tinggi badan tidak disebabkan oleh
kelainan hormonal.
- Grafik di bawah -2 berarti anak memiliki tubuh pendek. Mungkin untuk
anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki gizi lebih.
- Grafik di bawah -3 berarti anak memiliki tubuh sangat pendek. Mungkin
untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki gizi
lebih.
Usia koreksi anak perempuan pada skenario adalah 13 bulan. Berdasarkan
Permekes No.2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak, maka anjang

15
badan yang sesuai untuk usia 13 bulan adalah di antara - 2 SD sampai +3 SD,
yaitu berkisar antara 70,0 - 83,1 cm.
c. Pemeriksaan Berat Badan Menurut Panjang Badan Anak Perempuan 0-2
Tahun

Catatan :
a) Anak dalam kelompok ini berperawakan tubuh tinggi. Hal ini tidak masih
normal. Singkirkan kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.
b) Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan tapi lebih
baik jika diukur menggunakan perbandingan beratbadan terhadap panjang /
tinggi atau IMT terhadap umur.
c) Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan berisiko gizi lebih. Jika
makin mengarah ke garis Z-skor 2 resiko gizi lebih makin meningkat.
d) Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki
gizi lebih.
e) Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI
(Integrated Management of Childhood Illness in-service training. WHO,
Geneva, 1997).
Usia koreksi anak perempuan pada skenario adalah 13 bulan. Berdasarkan
Permekes No.2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak, maka anjang
badan yang sesuai untuk usia 13 bulan adalah di antara - 2 SD sampai +1 SD.

16
d. Pemeriksaan Lingkar Kepala Terhadap Umur Anak Perempuan
1) Grafik Menurut Kartu Menuju Sehat (KMS)

Interpretasi :
- Jika ukuran lingkaran kepala anak berada di dalam “jalur hijau” maka
lingkaran kepala anak normal.
- Bila ukuran lingkaran kepala anak berada di luar “jalur hijau” maka lngkaran
kepala anak tidak normal.
- Lingkaran kepala anak tidak normal ada 2 (dua), yaitu makrosefal bila
berada diatas “jalur hijau” dan mikrosefal bila berada dibawah “jalur hijau”
2) Menurut WHO

Sesuai dengan usia koreksi anak pada skenario yaitu 13 bulan maka
berdasarkan cara membaca kurva menurut Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,

17
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak (Kemenkes RI, 2016)
maka untuk lingkar kepala yang sesuai untuk usia anak di antara -2 SD sampai
+2 SD berkisar dari 45 – 47,7 cm.
e. Pemeriksaan Indeks Massa Tubuh (IMT) Terhadap Umur Anak Perempuan

Indeks IMT/U digunakan untuk menentukan kategori gizi buruk, gizi kurang,
gizi baik, berisiko gizi lebih, gizi lebih dan obesitas. Grafik IMT/U dan grafik
BB/PB atau BB/TB cenderung menunjukkan hasil yang sama. Namun indeks
IMT/U lebih sensitif untuk penapisan anak gizi lebih dan obesitas.
Usia koreksi anak perempuan pada skenario adalah 13 bulan. Berdasarkan
Permekes No.2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri Anak, maka IMT yang
sesuai untuk usia 13 bulan adalah di antara -2 SD sampai +1 SD yaitu berkisar
anatara 13,7 – 17,7 kg/m2 .
Perkembangan Anak
Bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan
gerak kasar, gerak halus, bicara, dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian.
a. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
Untuk skrining pemeriksaan perkembangan anak menggunakan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP). Tujuan untuk mengetahui perkembangan anak
normal atau ada penyimpangan. Skrining/pemeriksaan dilakukan oleh tenaga
Kesehatan, guruk TK dan petugas PAUD terlatih. Jadwal skrining/pemeriksaan
KPSP rutin adalah: setiap 3 bulan pada anak < 24 bulan dan tiap 6 bulan pada anak
usia 24 – 72 bulan (umur 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66 dan
72 bulan). Apabila orang tua datang dengan keluhan anaknya mempunyai masalah

18
tumbuh kembang, sedangkan umur anak bukan umur skrining maka pemeriksaan
menggunakan KPSP untuk umur skrining yang lebih muda dan dianjurkan untuk
kembali sesuai dengan waktu pemeriksaan umurnya.
Terdapat 4 aspek perkembangan yang dipantau yaitu gerak kasar atau motorik
kasar, gerak halus atau motorik halus, kemampuan bicara dan Bahasa, dan
sosialisasi dan kemandirian.
1) Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan
otot-otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya
2) Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi
yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan
sebagainya
3) Kemampuan bicara dan Bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan
aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respons
terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan
sebagainya
4) osialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya. (Kementerian
Kesehatan, 2016)

Sesuai dengan skenario pasien anak 13 bulan (usia koreksi) maka digunakan
KPSP untuk usia 12 bulan. Pada usia ini anak diharapkan sudah dapat melakukan
beberapa hal yaitu:
1) Berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik
2) Membungkung memungut mainan kemudia berdiri kembali
3) Berjalan mundur 5 langkah
4) Mamanggil ayah dengan kata “papah” memanggil ibu dengan kata
“mama”
5) Menumpuk 2 kubus
6) Mamasukkan kubus di kotak

19
7) Menunjuk apa yang diinginkan tanpa menangis/merengek, anak bisa
mengeluarkan suara yang menyenangkan atau menarik tangan ibu
8) Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing

Kuesioner Praskrining untuk Bayi 12 Bulan

Sesuai dengan usia koreksi anak pada skenario yaitu 13 bulan maka menurut
Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Anak (Kemenkes RI, 2016), diktakan perkembangan sesusai usia 12 jika terdapat 9
atau 10 jawaban benar.
b. Penilaian Denver II
DDST (Denver Development Screening Test) merupakan suatu metode
pengkajian yang digunakan untuk menlai perkembangan anak usia 0-6 tahun.
Manfaat dari DDST ialah untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai

20
umurnya dan memantau anak yang diperkirakan memiliki kelainan dalam
berkembang (Adriana,2011)
Ada 4 sektor perkembangan yang dinilai antara lain sebagai berikut :
a) Personal Social (perilaku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
b) Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu
dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
c) Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
d) Gross motor (gerakan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh
Tahap tahap pelaksanaan tes :
1) Penentuan Umur
Menentukan umur sebagai patokan sebagai berikut;
a) 1 bulan = 30-31 hari.
b) 1 tahun = 12 bulan.
c) Umur kurang dari 15 hari dibulatkan kebawah.
d) Umur lebih dari atau sama dengan 15 dibulatkan keatas.
e) Apabila anak lahir premature maka dilakukan pengurangan umur,
missal premature 6 minggu maka dikurangi 1 bulan 2 minggu.
f) Apabila anak lahir maju atau mundur 2 minggu tidak dilakukan
penyesuaian umur
g) Cara menghitung umur adalah sebagai berikut:
h) Tulis tanggal, bulan, dan tahun dilaksanakan tes.
i) Kurangi dengan cara bersususn dengan tanggal, bulan, tahun kelahiran
anak.
j) Jika jumlah hari yang dikurangi lebih besar maka ambil jumlah hari
yang sesuai dengan bulan yang didepannnya (missal Oktober 31 hari,
November 30 hari).
k) Hasilnya adalah umur anak dalam tahun, bulan dan hari.

21
2) Pelaksanaan Tes
Hal yang harus diperhatikan saat tes adalah :
a) Semua item di ujikan dengan prosedur yang sudah terstandarisasi.
b) Perlu kerjasama dari anak, anak harus merasa tenang, aman, senang dan
sehat.
c) Tersedia ruangan yang cukup luas dan berikan kesan santai dan
menyenangkan. 14
d) Dahulukan item yang lebih mudah, dan berikan pujian ketika anak
berhasil melakukan dengan baik.
e) Pelaksanaan test untuk semua sector dimulai dari item sebelah kiri garis
umur lalu di lanjut ke item sebelah kanan garis lurus.
f) Jumlah item yang dinilai tergantung jumlah waktu yang tersedia.
3) Penilaian Tes
a) L = Lulus/ lewat = Passed/P
Anak dapat melakukan item dengan baik atau ibu/pengasuh member
laporan tepat dan dapat di percaya bahwa anak dapat melakukannya.
b) G = Gagal = Fail/F
Anak tidak dapat melakukan item dengan baik atau ibu/pengasuh
memberi laporan bahwa anak tidak dapat melakukannya.
c) TaK = Tak ada Kesempatan = No Opportunity/NO
Anak tidak memiliki kesempatan untuk melakukan item karena ada
hambatan.Skor ini digunakan untuk kode L/Laporan orang tua/pengasuh
anak. Misal pada anak retardasi mental/ down syndrome.
d) M = Menolak = Refuse/R
Anak menolak melakukan test karena faktor sesaat, seperti lelah,
menangis atau mengantuk.
4) Interpretasi Nilai
a) Penilaian per item
(1) Penilaian lebih/advance(perkembangan anak lebih)
Termasuk kategori ini ketika anak lulus pada uji coba item yang
berada di kanan garis umur dan ketika anak menguasai kemampuan
anak yang lebih tua dari umurnya.
(2) Penilaian OK atau normal

22
Termasuk kategori normal ketika anak gagal/menolak pada item di
kanan garis umur, lulus atau gagal atau menolak pada item di garis
umur terletak diantara 25-75%.
(3) Penilaian caution/peringatan
Termasuk kategori ini ketika anak gagal/menolak pada item dalam
garis umur yang berada diantara 75-90%.Tulis C disebelah kanan
kotak.
(4) Penilaian Delayed/keterlambatan
Termasuk kategori ini bila gagal/menolak pada item yang berada di
sebelah kiri garis umur.
(5) Penilaian Tidak ada Kesempatan
Termasuk kategori ketika orang tua laporkan bahwa anak tidak ada
kesempatan untuk melakukan mencoba, dan item ini tidak perlu
diinterpretasikan.
b) Interpretasi tes Denver II
(1) Normal
Dikatakan normal saat tidak ada penilaian delayed (keterlambatan),
paling banyak 1 caution (peringatan), dan lakukan ulang
pemeriksaan pada control berikutnya.
(2) Suspect
Dikatakan suspect saat terdapat 2 atau lebih caution (peringatan),
terdapat 1 atau lebih delayed (terlambat) yang terjadi karena
fail/kegagalan bukan karena menolak/refuse. Dilakukan uji ulang 1-
2 minggu kemudian untuk menghilangkan rasa takut, sakit, dan
lelah.
(3) Untestable (tidak dapat di uji)
Dikatakan untestable saat terdapat 1 atau lebih skor delayed
(terlambat), dan/atau terdapat 2 atau lebih caution(peringatan). 16
Dalam hal ini delayed atau caution kaeena penolakan/refuse bukan
karena kegagalan/fail. Dilakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian.
5) Prosedur penilaian
a) Tujuan : untuk menilai perkembangan anak pada empat aspek yaitu
perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa dan sosial.

23
b) Alat: alat peraga sepeti benang wol, manic-manik, kubus warna merah
hijau- biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas dan
pensil, cangkir plastic, kertas kosong dan cangkir dengan pegangan,
penggaris, serta lembar formulir DDST.
c) Cara pengukuran
(1) Tentukan umur anak yang akan di ukur
(2) Beri garis atau tanda pada garis umur anak dan tarik garis atas ke
bawah pada skala DDST II
(3) Lakukan penilaian tingkat pencapaian anak pada masing-masing
komponen (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan sosial) untuk
batasan umur yang di tentukan.
(4) Tentukan hasil penilaian.

24
Table/Grafik Pemeriksaaan Denver II

3. Jelaskan interpretasi pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan anak pada


skenario!
Nama : -
Umur : 13 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 20 Januari 2021
Imunisasi : Imunisasi 1 bulan BCG , OVP : Imunisasi 2 bulan DTP , Hib , Hep B +
OVP + PCV : Imunisasi 3 bulan DTP , Hib , HepB + OVP + PCV dan Imunisasi 4
bulan DTP, Hib, HepB + IVP + OPV

25
Riwayat Lahir:
Berat Badan : 1900 gram (BBL; Normal: 2500 gr)
Panjang Badan : 43 cm
Lingkar Kepala : 28 cm
Usia Gestasi : 31 mgg = preterm (normal: 37 – 42 mgg
Riwayat : Ibu hipertensi, HbsAg negative, dirawat di NICU selama 2 minggu, selama
perawatan ada kuning dan pakai alat bantu CPAP karena ASI kurang ditambahkan SF
hingga sampai sekarang.
Pemeriksaan Antropometri usia saat ini:
Berat Badan : 6900 gram
Panjang Badan : 75 cm
Lingkar Kepala : 42 cm
Untuk bayi prematur, dalam mengukur berat dan panjang badan serta lingkar
kepala, harus digunakan umur koreksi sampai anak berusia 2 tahun. Pada skenario
dijabarkan seorang anak perempuan lahir tanggal 20 Januari 2021 dengan usia gestasi
31 minggu dan datang ke puskesmas pada tanggal 13 April 2022.
Usia Kronologis
= Tanggal pemeriksaan – tanggal lahir
= 2022 04 13 - 2021 01 20
= 1 tahun 2 bulan 23 hari
= 15 bulan
Usia koreksinya
= Usia kronologis – jumlah minggu prematur
= 15 bulan – 9 minggu ( 63 hari = 2 bulan 3 hari)
= 15 bulan – 2 bulan
= 13 bulan ( 1 tahun 1 bulan )

26
a. Aspek Pertumbuhan
Panjang Badan
PB: 75 cm → normal ( -2 SD sd +3 SD )
Tabel Z-Score ( usia dan panjang badan)

Berat Badan
BB: 6900 gram (6,9 kg) → berat badan kurang (underweight) (-3 SD sd < -2
SD)

27
Tabel Z-Score (usia dan berat badan)

Sumber: (Kemenkes, 2020)

28
Lingkar Kepala
LK : 42  Mikrosefali (-3 SD/di bawah –2 SD)
Tabel Z-Score (usia dan lingkar kepala)

29
Tabel Katergori Z-Score

Sumber: (Kemenkes, 2020)

30
Sumber: (Kemenkes, 2020)
b. Aspek Perkembangan
Untuk skrining pemeriksaan perkembangan anak menggunakan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP). Tujuan untuk mengetahui perkembangan anak normal
atau ada penyimpangan. Skrining/pemeriksaan dilakukan oleh tenaga Kesehatan, guru
TK dan petugas PAUD terlatih. Jadwal skrining/pemeriksaan KPSP rutin adalah: setiap
3 bulan pada anak < 24 bulan dan tiap 6 bulan pada anak usia 24 – 72 bulan (umur 3,
6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66 dan 72 bulan). Apabila orang tua
datang dengan keluhan anaknya mempunyai masalah tumbuh kembang, sedangkan
umur anak bukan umur skrining maka pemeriksaan menggunakan KPSP untuk umur
skrining yang lebih muda dan dianjurkan untuk kembali sesuai dengan waktu
pemeriksaan umurnya.

31
Terdapat 4 aspek perkembangan yang dipantau yaitu gerak kasar atau motorik
kasar, gerak halus atau motorik halus, kemampuan bicara dan Bahasa, dan sosialisasi
dan kemandirian.
1) Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-
otot besar seperti duduk, berdiri, dan sebagainya.
2) Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagianbagian tubuh
tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang
cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3) Kemampuan bicara dan Bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan aspek
yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap
suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.
4) Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah
dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya,
dan sebagainya.
Sesuai dengan skenario pasien berusia 13 bulan (usia koreksi) maka digunakan
KPSP untuk usia 12-18 bulan. Pada usia ini anak diharapkan sudah dapat melakukan
beberapa hal yaitu:

32
Interpretasi hasil pemeriksaan perkembangan anak usia 13 bulan menggunakan KPSP

Berdasarkan hasil pemeriksaan perkembangan anak menggunakan KPSP ditemukan


beberapa hal yaitu:
a) Motorik kasar : delayed/ keterlambatan
b) Motorik halus : tdk ada data
c) Bahasa : kurang data
d) Personal sosial : kurang data
Jadi untuk interpretasi KPSP ini sebenarnya tidak bisa diinterpretasikan dikarenakan
kurangnya data yang ada pada skenario, namun jumlah skor untuk jawaban “ya”
sementara untuk KPSP yaitu 2

33
Interpretasi hasil pemeriksaan perkembangan anak usia 13 bulan menggunakan
Denver II

Berdasarkan hasil pemeriksaan perkembangan menggunakan denver II masih belum


bisa diinterpretasikan dikarenakan kurangnya data pada skenario.

34
4. Jelaskan faktor resiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak
pada skenario!
Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu faktor internal dan eksternal.
a. Faktor Dalam (Internal)
1) Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses
pertumbuhan dan perkembangan anak. Kelainan kromosom, seperti sindrom
Down, sindrom Turner, dll.
2) Perbedaan ras, etnik atau bangsa.
Tinggi badan orang Eropa akan berbeda dengan orang Indonesia atau bangsa
lainnya, sehingga postur tubuh tiap bangsa berlainan.
3) Keluarga
Ada keluarga yang cenderung mempunyai tubuh gemuk atau perawakan pendek.
4) Jenis kelamin
Wanita akan mengalami masa prapubertas lebih dahulu dibanding laki-laki.
5) Pengaruh hormone
Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa pranatal yaitu saat janin berumur 4
bulan yang mana saat tersebut terjadi pertumbuhan cepat. Hormon yang
berpengaruh terutama hormon pertumbuhan somatotropin yang dikeluarkan oleh
kelenjar pituitari. Selain itu kelenjar tiroid juga menghasilkan kelenjar tiroksin
yang berguna untuk metabolisma, maturase tulang, gigi dan otak.
6) Prematuritas
Bayi prematur memiliki banyak keterbatasan dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal. Bayi prematur memiliki keterbatasan dalam
penyimpanan nutrisi saat lahir. Gangguan yang terjadi sangat sering dikaitkan
dengan masalah-masalah terkait dengan penyakit infeksi, gangguan makan,
sindroma malabsorbsi yang terjadi pada anak dengan kelahiran preterm. Selain itu,
pada bayi lahir prematur sebagian organnya belum berfungsi sempurna sehingga
dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan, misalnya terjadinya
hiperbilirubinemia akibat konjugasi bilirubin indirect menjadi direct belum
sempurna yang dipengaruhi oleh faktor kematangan hepar.

35
7) BBLR
Riwayat BBLR akan mengakibatkan resiko dalam jangka panjang terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini terjadi karena bayi yang lahir
dengan BBLR sejak dalam kandungan sudah mengalami berbagai masalah yang
menyebabkan bayi tersebut dilahirkan dengan keadaan BBLR.
b. Faktor lingkungan (eksternal)
Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh, dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu pranatal, natal, dan pascanatal. (Soetjiningsih, 2014).
1) Faktor pranatal (selama kehamilan)
Faktor lingkungan pranatal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain:
a) Gizi
Nutrisi ibu hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, terutama trimester
akhir kehamilan. Gizi ibu yang kurang pada waktu sedang hamil dapat
menyebabkan bayi BBLR, hambatan pertumbuhan otak janin, anemia pada
bayi baru lahir, mudah terkena infeksi, abortus dan sebagainya. Untuk tumbuh
dan berkembang secara optimal, maka anak juga memerlukan nutrisi yang
adekuat.
b) Mekanis.
Posisi janin yang abnormal dalam kandungan dapat menyebabkan kelainan
kongenital misalnya club foot.
c) Toksin, zat kimia.
Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi antara lain
obat antikanker, rokok, alkohol beserta logam berat lainnya.
d) Kelainan endokrin.
Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin, adalah
somatotropin, tiroid, insulin, hormon plasenta, peptidapeptida lainnya dengan
aktivitas mirip insulin. Apabila salah satu dari hormon tersebut mengalami
defisiensi maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada pertumbuhan
susunan saraf pusat sehingga terjadi retardasi mental, cacat bawaan dan lain-
lain.
e) Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu dapat menyebabkan
kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan lainnya,
36
sedangkan efek radiasi pada orang laki-laki dapat menyebabkan cacat bawaan
pada anaknya.
f) Infeksi
Setiap hiperpirexia pada ibu hamil dapat merusak janin. Infeksi intrauterin
yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH, sedangkan infeksi
lainnya yang juga dapat menyebabkan penyakit pada janin adalah varisela,
malaria, polio, influenza dan lain-lain.
2) Faktor Natal / Persalinan
Riwayat kelahiran dengan vakum ekstraksi atau forceps dapat menyebabkan
trauma kepala pada bayi sehingga berisiko terjadinya kerusakan jaringan otak.
3) Faktor Pasca Natal

Seperti halnya pada masa pranatal, faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak adalah gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisik
dan kimia, psikologis, endokrin, sosio ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi
dan obat-obatan.
a) ASI eksklusif. ASI eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi sampai usia 6
bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI dapat diberikan
sampai anak berusia 2 tahun. Pemberian makanan pendamping ASI yang
terlalu dini dan tidak berhasilnya ASI eksklusif berhubungan dengan kejadian
stunting pada anak.
b) Imunisasi. Pemberian imunisasi pada bayi merupakan hal yang sangat penting,
hal ini dikarenakan apabila bayi diberi imunisasi maka dapat meningkatkan
daya tahan tubuhnya. Bayi yang tidak diimunisasi mudah terserang penyakit
infeksi sehingga mengakibatkan daya tahan tubuh menurun dan berdampak
pada penurunan berat badan dan kehilangan energi dalam tubuh.

37
5. Bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar anak pada skenario?
Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang yang optimal meliputi ASUH
(kebutuhan biologis), ASIH (kebutuhan kasih sayang & emosi), ASAH (kebutuhan
stimulasi).
a. ASUH (kebutuhan fisik-biologis)
Asuh merupakan kebutuhan dasar fisik seperti kebutuhan sandang, pangan,
papan seperti: nutrisi, imunisasi, kebersihan tubuh dan lingkungan, pakaian,
pelayanan/pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, olahraga, bermain dan
beristirahat (Esyuananik dkk, 2016).
1) Nutrisi
Pertumbuhan anak yang cepat sangat membutuhkan energi yang besar,
sehingga anak cenderung mudah lelah. Nutrisi ini harus terpenuhi sejak anak
masih dalam rahim. Ibu memberikan nutrisi seimbang melalui konsumsi
makanan yang bergizi dan menu seimbang. Air susu ibu (ASI) yang merupakan
nutrisi yang paling lengkap dan seimbang bagi bayi terutama pada 6 bulan
pertama (ASI Ekslusif).
Keberhasilan perkembangan anak ditentukan oleh keberhasilan pertumbuhan
dan perkembangan otak. Jadi dapat dikatakan bahwa nutrisi selain
mempengaruhi pertumbuhan, juga mempengaruhi perkembangan otak. Sampai
umur 6 bulan ASI adalah makanan terbaik yang ideal untuk bayi baik ditinjau
dari segi kesehatan fisis maupun psikis. ASI mempunyai kadar laktosa tinggi
yang diperlukan otak bayi. Pemberian ASI secara eksklusif adalah pilihan tepat
dan sangat dianjurkan untuk jangka 6 bulan.
Pemberian makanan tambahan yang tepat akan memberikan hasil yang lebih
baik bagi pertumbuhan anak, tapi yang seimbang dan sangat tergantung nilai
gizi yang terkandung dalam makanan yang disajikan oleh ibu dan keluarga,
pengetahuan tentang gizi yang harus dikuasai oleh ibu dan keluarga melalui
penyuluhan gizi. Nutrien dapat digolong menjadi 3 golongan :
 Golongan pembangun: protein hewani dan protein nabati kira-kira 2-3
gram/kgBB/hari. Misal: ikan, daging, susu telur dll
 Golongan sumber tenaga: karbohidrat, lemak (singkong, beras, jagung
kentang dll)
 Golongan pelindung: mikronutrien (besi, kalsium, seng, mangan dll)

38
2) Imunisasi
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (P23I) diantaranya
yaitu tuberculosis, campak, Rubella, Hepatitis, pertussis, difteri, polio, tetanus
neonatorum, meningitis, pneumonia, ca rahim, papilloma virus, Japanesse
encephalitis, diarhe akibat infeksi, rotavirus, dan sebagainya. Penyakit-penyakit
ini dapat mengakibatkan kesakitan, kecacatan dan bahkan kematian terutama jika
mengenai anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi rutin lengkap.
Seorang anak usia kurang dari 5 tahun dikatakan memiliki status imunisasi
rutin lengkap apabila telah mendapatkan 1 dosis HB0, 1 dosi BCG, 4 dosis OPV,
4 dosis DPT-HB-Hib, 1 dosis IPV, dan 2 dosis campak-rubela. Dengan
melaksanakan imunisasi yang lengkap maka diharapkan dapat mencegah
timbulnya penyakit yang menimbulkan kesakitan dan kematian.
Pada skenario didapatkan bahwa imunisasi anak kurang lengkap. Bayi yang
tidak diimunisasi mudah terserang penyakit infeksi sehingga mengakibatkan daya
tahan tubuh menurun dan berdampak pada penurunan berat badan dan kehilangan
energi dalam tubuh.
3) Kebutuhan Pakaian : Pakaian yang layak, bersih dan aman (tidak mudah terbakar,
tanpa pernik-pernik yang mudah menyebabkan anak kemasukan benda asing).
4) Kebersihan: meliputi kebersihan makanan, minuman,udara, pakaian, rumah,
sekolah, tempat bermain dan transportasi.
5) Bermain, aktivitas fisik, tidur: anak perlu bermain melakukan aktivitas fisik dan
tidur karena hal ini dapat merangsang hormon pertumbuhan, nafsu makan.
Merangsang metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Merangsang
pertumbuhan otot dan tulang. Dan Merangsang perkembangan.
6) Pelayanan Kesehatan: anak perlu dipantau/diperiksa kesehatannya secara teratur.
Penimbangan anak minimal 8 kali setahun dan dilakukan SDIDTK minimal 2 kali
setahun. Pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi setiap bulan Februari dan bulan
Agustus. Tujuan pemantauan yang teratur untuk: mendeteksi secara dini dan
menanggulangi bila ada penyakit dan gangguan tumbuh-kembang, mencegah
penyakit serta memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.

39
b. ASIH (kebutuhan psikologi, kasih sayang & emosi)
Asih merupakan bagaimana mempercayakan dan mengasihi untuk memberikan rasa
aman kepada anak. Lebih kepada ikatan emosional yang terjadi antara anak dan orang
tua. Kadang selalu bertindak selaku teman dan kadang juga orang tua yang protektif.
1) Kasih sayang orang tua
2) Menciptakan rasa aman dan nyaman, anak merasa dilindungi
3) Diperhatikan minat, keinginan, dan pendapatnya
4) Diberi contoh (bukan dipaksa)
5) Kebutuhan mendapatkan kesempatan dan pengalaman
6) Dibantu, didorong/dimotivasi, dan dihargai
7) Dididik dengan penuh kegembiraan, melakukan koreksi dengan kegembiraan dan
kasih sayang (bukan ancaman/ hukuman)
c. ASAH (kebutuhan stimulasi mental)
Asah merupakan kebutuhan untuk perkembangan mental psikososial anak yang
dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan. Anak perlu distimulasi sejak dini
untuk mengembangkan sedini mungkin kemampuan sensorik, motorik, emosi-sosial,
bicara, kognitif, kemandirian, kreativitas, kepemimpinan, moral dan spiritual anak.
Dasar perlunya stimulasi dini:
1) Milyaran sel otak dibentuk sejak anak didalam kandungan usia 6 bulan dan belum
ada hubungan antara sel-sel otak (sinaps)
2) Orang tua perlu merangsang hubungan antar sel-sel otak
3) Bila ada rangsangan akan terbentuk hubungan-hubungan baru (sinaps)
4) Semakin sering dirangsang akan makin kuat hubungan antar sel-sel otak
5) Semakin banyak variasi maka hubungan antar se-sel otak semakin kompleks/luas
6) Merangsang otak kiri dan kanan secara seimbang untuk mengembangkan
multiple inteligen dan kecerdasan yang lebih luas dan tinggi. Stimulasi mental
secara dini akan mengembangkan mental- psikososial anak seperti: kecerdasan,
budi luhur, moral, agama dan etika, kepribadian
7) Keterampilan berbahasa, kemandirian, kreativitas, produktifitas, dan seterusnya
8) Orang tua perlu menganut pola asuh demokratik, mengembangkan kecerdasan
emosional, kemandirian, kreativitas, kerjasama, kepemimpinan dan moral-
spiritual anak.
Selain distimulasi, anak juga perlu mendapatkan kegiatan SDIDTK lain yaitu
deteksi dini (skrining) adanya kelainan/penyimpangan tumbuh kembang, intervensi
40
dini dan rujukan dini bila diperlukan.Orang tua harus mengetahui maksud dan tujuan
permainan sebelum permainan itu diberikan kepada anak. Fungsi dari bermain
diantaranya adalahmembantu perkembangan motorik dan sensorik anak, membantu
perkembangankognitif anak, meningkatkan kemampuan sosisalisasi anak, dan
meningkatkan kreativitas.
Agar dapat bermain diperlukan tersedianya alat edukatif dan kreatif yang layak,
sesuai dengan kematangan mental anak. Stimulasi mental ini diperlukan sedini
mungkin, terutama sampai 4-5 tahun pertama kelahiran. Hal ini dilakukan dengan
berbicara dengan anak dalam kandungan serta mendengarkan jenis musik klasik yang
protoritmenya sesuai dengan protoritme anak (janin) serta merangsang belahan otak
kanan. Setelah lahir stimulasi mental sudah diberikan dengan sedini mungkin dengan
menetekkan bayi pada ibunya. Tindakan asah yang akan menyempurnakan reflek
menghisap, menelan dan menemukan puting susu. Karena asah ini diperlukan
sedinimungkin sampai 4-5 tahun maka periode ini merupakan tahun keemasan.
6. Jelaskan imunisasi apa saja yang mestinya sudah didapatkan pada anak usia
ini!
Dari Skenario didapatkan bahwa Usia bayi adalah:
Berdasarkan rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2023.
Anak dengan usia 13 Bulan telah mendapatkan imunisasi diantaranya, Hepatitis B,
Polio, BCG, DTP, Hib, PCV, Rotavirus, Influenza, JE, Varisela, Hepatitis A.
a. Vaksin hepatitis B (HB).
Vaksin hepatitis B (HB) monovalen disuntikkan intramuskular kepada bayi
segera setelah lahir sebelum berumur 24 jam, didahului penyuntikan vitamin K1
minimal 30 menit sebelumnya. Bayi dengan berat lahir kurang dari 2000 g, imunisasi
hepatitis B sebaiknya ditunda sampai saat usia 1 bulan atau saat pulang dari rumah
sakit kecuali bayi dari ibu HBsAg positif dan bayi bugar berikan imunisasi HB segera
setelah lahir tetapi tidak dihitung sebagai dosis primer, berikan tambahan 3 dosis
vaksin (total 4 dosis). Untuk bayi yang lahir dari ibu HBsAg positif: Berikan vaksin
hepatitis B dan Hepatitis B imunoglobulin (HBIg) pada paha yang berbeda, segera
mungkin dalam waktu 24 jam setelah lahir, tanpa melihat berat bayi. Pemberian HBIg
setelah 48 jam efikasinya menurun. Bila terlambat diberikan HBIg masih dapat
diberikan sampai 7 hari. Bayi perlu diperiksa anti-HBs pada usia 9-12 bulan. Jika
dosis terakhir terlambat tes dilakukan 1-2 bulan setelah dosis terakhir.

41
b. Vaksin polio.
Vaksin polio oral (bOPV) diteteskan ke mulut bayi ketika akan pulang. Jadwal
pemberian vaksin polio lengkap terdiri dari bOPV saat lahir, 3x bOPV dan
minimal 2x IPV, sesuai panduan Kemenkes pada usia 4 dan 9 bulan. Pemberian
OPV pada bayi dari ibu HIV atau bayi HIV lihat Sari Pediatri.
c. Vaksin BCG.
Vaksin BCG disuntikan intrakutan segera setelah lahir atau sebelum berusia 1
bulan. Bayi dari Ibu TB aktif: BCG ditunda sampai terbukti bayi tidak terinfeksi
TB, namun bayi diberikan terapi pencegahan TB. Usia 3 bulan atau lebih BCG
diberikan bila uji tuberkulin negatif. Bila uji tuberkulin tidak tersedia, BCG tetap
diberikan namun bila timbul reaksi lokal cepat pada minggu pertama harus
dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis TB.
d. Vaksin DTP.
Vaksin DTwP atau DTaP disuntikan intramuskular, dapat diberikan mulai usia 6
minggu. DTaP dapat diberikan pada usia 2, 3, 4 bulan atau 2, 4, 6 bulan. Booster
pertama usia 18 bulan. Booster berikutnya usia 5-7 tahun dan 10-18 tahun atau
pada BIAS SD murid kelas 1 (DT/DTaP), kelas 2 (Td/Tdap), kelas 5 (Td/Tdap).
e. Vaksin Haemophilus influenzae B.
Vaksin Hib, merupakan vaksin inaktif, disuntikkan intramuskular dalam bentuk
kombinasi sesuai jadwal vaksin pentavalen atau heksavalen DTwP atau DTaP
diberikan pada usia 2,4,6 bulan atau 2,3,4 bulan, dan usia 18 bulan.
f. Vaksin pneumokokus (PCV).
Vaksin PCV disuntikan intramuskular pada usia 2, 4 dan 6 bulan dengan booster
pada usia 12-15 bulan. Jika belum diberikan pada usia 7-12 bulan, berikan PCV
2 kali dengan jarak minimal 1 bulan dan booster pada usia 12 -15 bulan dengan
jarak 2 bulan dari dosis sebelumnya. Jika belum diberikan usia 1-2 tahun berikan
PCV 2 kali dengan jarak minimal 2 bulan. Jika belum diberikan pada usia 2-5
tahun, PCV10 diberikan 2 kali dengan jarak 2 bulan, PCV13 diberikan 1 kali.
Untuk anak >5 tahun yang berisiko tinggi infeksi pneumokokus dan belum
pernah mendapat vaksin PCV, sangat direkomendasikan mendapat 1 dosis
PCV13. Program imunisasi nasional PCV dengan jadwal usia 2, 3 dan 12 bulan.

42
g. Vaksin rotavirus (RV).
Vaksin RV monovalen (RV1) diteteskan ke dalam mulut diberikan dalam 2 dosis,
dosis pertama usia 6-12 minggu, dosis kedua dengan interval minimal 4 minggu,
paling lambat usia 24 minggu. Vaksin RV pentavalen (RV5) diberikan dalam 3
dosis, dosis pertama pada usia 6-12 minggu, interval antar dosis 4-10 minggu,
dosis ketiga paling lambat usia 32 minggu. Sejak tahun 2022, vaksin rotavirus
monovalen (RV1) dimasukan ke dalam program nasional secara bertahap.
h. Vaksin influenza.
Vaksin influenza disuntikan intramuskular mulai usia 6 bulan. Untuk suntikan
pertama pada usia 6 bulan – 8 tahun, berikan 2 dosis vaksin yang berisi antigen
yang sama dengan interval 4 minggu, untuk usia 9 tahun ke atas cukup satu kali.
Selanjutnya pengulangan setiap tahun satu kali pada bulan yang sama
menggunakan vaksin yang tersedia, tanpa memerhatikan jenis vaksin South (SH)
atau North hemisphere (NH).
i. Vaksin varisela.
Vaksin varisela disuntikkan subkutan mulai usia 12–18 bulan. Pada usia 1–12
tahun diberikan 2 dosis dengan interval 6 minggu sampai 3 bulan, usia 13 tahun
atau lebih interval 4 sampai 6 minggu.
j. Vaksin hepatitis A.
Vaksin hepatitis A disuntikkan intramuskular mulai usia ≥ 12 bulan diberikan
dalam 2 dosis dengan interval 6-18 bulan

43
Gambar 6. 1 Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 Tahun. Rekomendasi IDAI

7. Bagaimana prosedur pemberian imunisasi sesuai dengan skenario?


Pelayanan imunisasi rutin dapat dilaksanakan di beberapa tempat, antara lain:
 Pelayanan imunisasi di komponen statis (Puskesmas, Puskesmas pembantu, rumah
sakit dan rumah bersalin). Pelayanan ini merupakan pendekatan yang ideal dimana
sasaran datang mencari pelayanan (Kementrian Kesehatan RI, 2015)
 Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselenggarakan oleh swasta seperti:
a) Rumah sakit swasta.
b) Dokter praktek.
c) Bidan praktek
Koordinasi pelayanan imunisasi rutin oleh swasta diperlukan untuk penyediaan
vaksin dan pelaporan. Prosedur yang dilakukan pada komponen ini adalah: Skrining,
menjaring sasaran di semua pintu masuk BP/KIA atau dalam kegiatan MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sakit) Petugas harus mengantisipasi adanya penolakan
terhadap imunisasi. Alasan yang biasa dikemukakan oleh keluarga harus dibicarakan
agar tindakan yang tepat dapat diberikan. Misalnya imunisasi campak tidak perlu
diberikan pada anak yang pernah menderita campak yang ditandai dengan gejala
pathognomonis campak yaitu hiperpigmentasi dan deskuamasi.

44
8. Apa hubungan riwayat kehamilan ibu dengan kondisi anak berdasarkan
skenario?
a. Ibu Hipertensi
Gangguan hipertensi dalam kehamilan, termasuk hipertensi kronis, dengan atau
tanpa preeklampsia/eklamsia, hipertensi gestasional, sindrom HELLP, preeklamsia
dengan atau tanpa gejala berat, atau eklamsia menimbulkan risiko morbiditas yang
signifikan bagi ibu dan janin. Hipertensi pada ibu hamil adalah faktor resiko terbesar
penyebab bayi berat lahir rendah (BBLR) karena dapat menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke plasenta dan pertumbuhan janin terhambat. Hipertensi dalam
kehamilan menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta sehingga berkurangnya
pengangkutan oksigen dan nutrisi dari ibu kepada janin dan menyebabkan bayi berat
lahir rendah. Hipertensi pada wanita hamil dapat mempengaruhi beberapa hal seperti
aliran darah ke plasenta berkurang, pertumbuhan janin terhambat, kelahiran
premature, bayi meninggal dalam kandungan dan meningkatnya resiko terkena
penyakit kardiovaskuler (Kaimmudin dkk., 2018).
b. Hbs Ag negative
Penyakit Hepatitis B dapat menyerang semua umur, gender dan ras di seluruh
dunia. Hepatitis B dapat menyerang dengan atau tanpa gejala hepatitis. Ibu hamil
termasuk salah satu kelompok yang mudah terinfeksi hepatitis, ibu hamil khususnya
di awal kehamilan melakukan pemeriksaan ANC salah satunya pemeriksaan HBsAg

45
dan Anti-HBs, agar kesehatan kehamilan untuk calon ibu dan bayi dapat terkontrol
agar dapat mempersiapkan pada saat persalinan. Hepatitis B sebagian besar
diturunkan dari ibu ke anaknya sehingga yang terkena virus hepatitis sebagian besar
adalah balita dan anak-anak. Efek negatif dari HBsAg akan bisa diketahui pada bayi
baru lahir pada saat proses persalinan, seperti terjadinya asfiksia pada bayi selain itu,
HBsAg pada Ibu hamil dapat menyebabkan terjadinya berat badan lahir rendah
(BBLR). Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah beresiko mengalami
kematian 35 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang berat badannya diatas
2500 gram. Hasil presentase sebesar 90% menunjukan penularan hepatitis B secara
vertikal dari Ibu ke anaknya saat melahirkan. Pemeriksaan HBsAg pada Ibu hamil
sebelum melakukan persalinan merupakan skrining adanya hepatitis B secara
vertikal, selain berbahaya terhadap Ibu dan bayinya bahaya penularan infeksi
hepatitis B juga dapat mengancam tenaga medis yang menolong Ibu saat proses
persalinan. Hubungan yang signifikan antara Status HBsAg positif pada ibu hamil
dengan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah, semakin status HBsAg positif pada ibu
hamil maka semakin tinggi pula tingkat kejadian berat badan lahir rendah (BBLR)
pada bayi saat proses persalinan (Ginting dan Muhammad, 2020)
c. Dirawat di NICU
Selama 2 minggu selama perawatan ada kuning dan pakai alat bantu CPAP karena
ASI kurang ditambahkan SF hingga sampai sekarang. Kurang baiknya penanganan
bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan kelainan seperti
hiperbilirubin, perdarahan, infeksi, dan kelainan-kelainan yang dapat menyebabkan
cacat seumur hidup bahkan menyebabkan kematian. Ikterus berarti gejala kuning
karena penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan pigmentasi
kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang
memperoleh banyak aliran darah tersebut. Ikterus biasanya baru dapat dilihat kalau
kadar bilirubin serum mencapai 2-3 mg/dl, sedangkan kadar bilirubin serum normal
0,3-1 mg/dl. Persalinan prematur merupakan penyebab utama yaitu 60-80%
morbiditas dan mortalitas neonatal diseluruh dunia. pada bayi dengan persalinan
prematur hiperbilirubin terjadi karena belum maturnya fungsi hepar, bayi prematur
memiliki kadar zat besi yang tinggi dalam sel darah merahnya. Proses pemecahan
hemoglobin terjadi pada akhir usia sel darah merah yaitu 120 hari, sedangkan bayi
prematur memiliki sel darah merah yang jangka usianya pendek yaitu 80-90 hari,
karena itu sel darah merah harus diganti dalam waktu yang lebih cepat. Pada
46
penelitian ini juga diperoleh bahwa bayi yang lahir prematur rata-rata memiliki berat
badan lahir rendah. Sel darah merah yang mengalami pemecahan akan menghasilkan
substansi yang disebut bilirubin, di dalam jaringan hati bilirubin diubah oleh enzim
glukoronil transferase sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh tetapi pada bayi
prematur hati yang tidak matang pada awalnya hanya dapat bekerja dengan lambat,
sehingga mengubah bilirubin dalam jumlah kecil. Jaringan hati pada bayi prematur
tidak dapat bekerja cukup cepat, hal ini yang mengakibatkan bilirubin yang berwarna
kuning yang tidak diubah tetap berada dalam sirkulasi darah, kemudian diendapkan
dalam jaringan tubuh sehingga tubuh tampak berwarna kuning. Bayi prematur akan
tetap berwarna kuning sampai fungsi hati dapat berjalan dengan lancar (Anggraini,
2014).
Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat untuk dapat
beradaptasi dengan kehidupan diluar kandungan. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa, bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu
lebih sering mengalami hiperbilirubin dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup
bulan, disebabkan faktor kematangan hepar sehingga konjugasi bilirubin indirek
menjadi bilirubin direk belum sempurna (Anggraini, 2014).
Jumlah anak yang meninggal pada awal bulan pertama kehidupan adalah 2,5 juta
anak pada tahun 2018 dan 75 % terjadi di minggu pertama kehidupan. Sekitar 1 juta
bayi baru lahir meninggal dalam 24 jam pertama. Penyebabnya adalah kelahiran
prematur, komplikasi terkait intrapartum (asfiksia lahir atau kurang bernapas saat
lahir), infeksi dan cacat bawaan. Secara umum penyebab utama gangguan pernafasan
pada bayi baru lahir adalah Transcient Tachypnea of Newborn (TTN), sindrom
gangguan pernapasan (RDS), sindrom aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis,
pneumotoraks, dan transisi tertunda. Pengobatan optimal untuk bayi dengan sindrom
gangguan pernapasan adalah dengan menggunakan dukungan pernafasan non-invasif
dan sedapat mungkin membatasi penggunaan ventilasi mekanis dan intubasi yang
dapat menimbulkan efek merugikan pada paru bayi lahir prematur dan risiko
selanjutnya dari displasia bronkopulmonalis. Dalam praktek neonatal ada beberapa
alat dukungan bantu nafas, yaitu Continous Positive Airway Pressure (CPAP),
Noninvasive Intermittent Positive Pressure Ventilation (NIPPV), dan Heated
Humidified High-Flow NasalCannula (HHFNC). Semua mode ini bertujuan
mendukung pernapasan, meniadakan ventilasi mekanis, mencegah kegagalan

47
ekstubasi, dan mengurangi risiko displasia bronkopulmonalis (Asmarini dan Laode,
2020)
CPAP adalah bentuk tekanan distensi kontinu, yang memfasilitasi pemeliharaan
peningkatan tekanan transpulmoner selama seluruh siklus pernapasan. Tekanan
positif diterapkan pada saluran udara bayi yang bernapas spontan dengan tujuan
membantu mempertahankan kapasitas residual fungsional (FRC) dan membantu
pertukaran gas. FRC adalah volume udara yang ada di paru-paru pada akhir ekspirasi
pasif. Prinsip fisiologis yang mendasari efektivitas CPAP pada bayi baru lahir yaitu
penghapusan oklusi jalan napas atas dan penurunan resistensi, peningkatan aktivitas
diafragma, peningkatan kerja paru-paru dan penurunan resistensi jalan napas, volume
tidal meningkat pada paru-paru kaku dengan FRC rendah, dan konservasi surfaktan
pada permukaan alveolar (Asmarini dan Laode, 2020).
ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi karena dibutuhkan untuk kesehatan
bayi dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi secara optimal. Bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif akan memperoleh semua kelebihan ASI serta
terpenuhinya kebutuhan gizinya secara maksimal sehingga bayi lebih sehat, lebih
tahan terhadap infeksi, tidak mudah terkena alergi, dan lebih jarang sakit karena ASI
mengandung antibodi. Anak yang memperoleh asupan gizi yang cukup akan dapat
menunjang pertumbuhan yang normal. Menurut asumsi peneliti pertumbuhan
seorang bayi harus diperhatikan apakah mengalami kenaikan berat badan atau tinggi
badan, dengan pemberian ASI secara eksklusif akan dapat menunjang pertumbuhan
bayi secara normal baik kenaikan berat badan dan tinggi badannya, karna ASI
mengandung zat zat yang di butuhkan bayi selama masa pertumbuhannya. ASI
merupakan makanan terbaik untuk bayi karena dibutuhkan untuk kesehatan bayi dan
mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi secara optimal. Bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif akan memperoleh semua kelebihan ASI serta
terpenuhinya kebutuhan gizinya secara maksimal sehingga bayi lebih sehat, lebih
tahan terhadap infeksi, tidak mudah terkena alergi, dan lebih jarang sakit karena ASI
mengandung antibodi. Anak yang memperoleh asupan gizi yang cukup akan dapat
menunjang pertumbuhan yang normal. Menurut asumsi peneliti pertumbuhan
seorang bayi harus diperhatikan apakah mengalami kenaikan berat badan atau tinggi
badan, dengan pemberian ASI secara eksklusif akan dapat menunjang pertumbuhan
bayi secara normal baik kenaikan berat badan dan tinggi badannya, karna ASI

48
mengandung zat zat yang di butuhkan bayi selama masa pertumbuhannya (Asmarini
dan Laode, 2020).
9. Bagaimana pemeriksaan nervus cranialis dan pemeriksaan refleks fisiologis dan
patologi serta interpretasi normal dan kaitannya pada skenario?
Pemeriksaan Nervus Cranialis
1. Nervus Olfaktori (N.I)
Nervus olfaktori berperan sebagai fungsi penciuman. Cara pemeriksaan
dengan pasien mengidentifikasi berbagai macam jenis bau-bauan dengan
memejamkan mata, lalu dengan menggunakan bahan yang tidak merangsang seperti
kopi, tembakau, parfum atau rempahrempah. Interpretasi dari pemeriksaan ini
adalah:
a) Normosmia: kemampuan menghidu normal, tidak terganggu.
b) Hiposmia: kemampuan menghidu menurun, berkurang.
c) Hiperosmia: meningkatnya kemampuan menghidu, dapat dijumpai pada
penderita hiperemesis gravidarum atau pada migren.
d) Parosmia: tidak dapat mengenali bau-bauan, salah hidu. Kakosmia: persepsi
adanya bau busuk, padahal tidak ada.
e) Halusinasi penciuman: biasanya berbentuk bau yang tidak sedap, dapat
dijumpai pada serangan epilepsi yang berasal dari girus unsinat pada lobus
temporal, dan sering disertai gerak mengecapngecap (epilepsi jenis parsial
kompleks).
2. Nervus Opticus (N.II)
Nervus opticus berperan dalam fungsi penglihatan. Ada beberpa jenis
pemeriksaan nervus opticus antaranya yaitu:
a) Pemeriksaan visual sentral
Dengan kartu snellen. Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak
enammeter antara pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang
cukupluas, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Interpreasi
pemeriksaan: Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat
dibaca dengan tepatoleh setiap mata (visus 6/6), Bila visus mata 0 (buta),
maka refleks cahaya pada mata tersebut negatif. Bila mata lainnya baik, maka
penyinaran mata yang baik akan menyebabkan mengecilnya pupil pada mata
yang buta tersebut (reaksi cahaya tak langsun positif).

49
b) Pemeriksaan penglihatan perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi
tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dari mata hingga
korteksoksipitalis. Dapat dilakukan dengan: tes konfrontasi, jarak antara
pemeriksaan pasien: 60-100 cm, Objek yang digerakkan harus berada tepat di
tengah-tengah jarak tersebut. Objekyang digunakan. (2 jari
pemeriksaan/ballpoint) di gerakan mulai dari lapang pandang kanan dan kiri
(lateral dan medial), atas dan bawah dimana matalain dalam keadaan tertutup
dan mata yang diperiksa harus menatap luruske depan dan tidak boleh melirik
ke arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus
normal.
c) Reflex pupil
 Respon cahaya langsung
 Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping kea rah salah satu puil
untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan
ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang
disiniari akan mengecil.
 Respon cahaya konsensual
 Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya
mengecil dengan ukuran yang sama.
d) Tes buta warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada N.optikus.
3. Nervus Oculomotorius (N.III)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya ptosis, kelainan
pada gerakan bola mata maupun kelainan pada pupil.
a) Ptosis
b) Gerakan bola mata (diplopia, nistagmus, strabismus)
c) Pemriksaan pupil
4. Nervus Trochlearis (N.IV)
Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral bawah,
strabismus konvergen, diplopia

50
5. Nervus Trigeminus (N.V)
a) Ramus optalmicus: Memeriksa refleks berkedip klien dengan
menyentuhkan kapas halus saat klien melihat ke atas.
b) Ramus maxilaris: Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah dan gigi.
c) Ramus mandibularis: Memeriksa pergerakan rahang dan gigi.
6. Nervus Abdusen (N.VI)
Bertujuan untuk memeriksa pergerakan bola mata ke lateral.
7. Nervus Facialis (N.VII)
Bertujuan untuk menilai adanya kelumpuhan pada daerah wajah.
8. Nevus Vestibulokoklearis (N.VIII)
Bertujuan untuk menilai fungsi pendengaran (tes rinne dan tes weber)
dan keseimbangan.
9. Nervus Glosopharingeal (N.IX)
Pemeriksaan saraf IX dan X terbatas pada sensasi bagian belakang
rongga mulut atau 1/3 belakang lidah dan faring, otot-otot faring dan pita suara
serta reflek muntah/menelan/batuk.
a) Gerakan Palatum
Penderita diminta mengucapkan huruf a atau ah dengan
panjang,sementara itu pemeriksa melihat gerakan uvula dan arcus pharyngeus.
Uvula akan berdeviasi kearah yang normal (berlawanan dengan gerakan
menjulurkan lidah pada waktu pemeriksaan N XII).
b) Refleks muntah
Pemeriksa meraba dinding belakang pharynx dan bandingkan refleks
muntah kanan dengan kiri. Refleks ini mungkin menhilang pada pasien lanjut
usia
10. Nervus Vagus (N.X)
Pemeriksaan saraf IX dan X terbatas pada sensasi bagian belakang
rongga mulut atau 1/3 belakang lidah dan faring, otot-otot faring dan pita suara
serta reflek muntah/menelan/batuk.
a) Gerakan Palatum

Penderita diminta mengucapkan huruf a atau ah dengan panjang,sementara


itu pemeriksa melihat gerakan uvula dan arcus pharyngeus. Uvula akan

51
berdeviasi kearah yang normal (berlawanan dengan gerakan menjulurkan
lidah pada waktu pemeriksaan N XII).
b) Refleks muntah Pemeriksa meraba dinding belakang pharynx dan
bandingkan refleks muntah kanan dengan kiri. Refleks ini mungkin
menhilang pada pasien lanjut usia
11. Nervus Accessorius (N.XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat
bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk
menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya
dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot
sternokleidomastoideus.
12. Nervus Hipoglosus (N.XII)
Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi
dan fasikulasi. Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdiviasi kearah sisi
yang lemah jika terdapat lesi UMN atau LMN dan N.XII akan menyebabkan
lidah imobil dan kecil. Pada pemeriksaan nervus cranialis pada anak di skenario
tidak ada kelainan, sehingga dapat simpulankan bahwa tidak ada kelainan pada
ke-12 nervus cranialis pada anak tersebut.
Pemeriksaan Refleks Fisiologis
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai refleks neurologik bergantung
pada suatu lengkungan yang terdiri atas jalur aferen yang dicetus oleh reseptor
dan sistem eferen yang mengaktifasi organ efektor, serta hubungan antara kedua
komponen ini. Bila dibandingkan dengan pemeriksaan-pemeriksaan lainnya,
misalnya pemeriksaan sensibilitas, maka pemeriksaan refleks kurang bergantung
kepada kooperasi pasien. Ia dapat dilakukan pada orang yang kesadarannya
menurun, bayi, anak, orang yang rendah inteligensinya dan orang yang gelisah.
1. Pemeriksaan Reflek Biseps (BPR = Biceps Pes Reflex)
 Pegang pergelangan kaki supaya kaki tetap pada tempatnya.
 Dengan sebuah benda yang berujung agak runcing, telapak kaki digores
dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari.
2. Pemeriksaan Refleks Triseps (TPR = Triceps Pes Reflex)
 Fleksikan lengan bawah klien di sendi siku dan tangan sedikit
dipronasikan

52
 Letakkanlah tangan klien di daerah perut di atas umbilikus
 Ketuklah tendo otot triseps pada fosa olekrani
3. Pemeriksaan Refleks Brakhioradialis
 Posisikan lengan bawah klien dalam posisi setengah fleksi dan tangan
sedikit dipronasikan
 Mintalah klien untuk merelaksasikan lengan bawahnya sepenuhnya
 Ketuklah pada processus styloideus
4. Pemeriksaan Refleks Patella (KPR = Knee Pes Reflex)
 Letakkan tangan pemeriksa di belakang lutut
 Fleksikan tungkai klien pada sendi lutut
 Ketuklah pada tendon muskulus kuadriseps femoris di bawah patella
5. Pemeriksaan Refleks Achilles (APR = Achilles Pes Reflex)
 Fleksikan tungkai bawah sedikit, kemudian pegang kaki pada ujungnya
untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki
 Ketuklah pada tendo achilles
 Lakukan cuci tangan rutin

Pemeriksaan Refleks Patologik


Refleks patologik adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan
pada orang-rang yang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan
merupakan gerakan reflektorik defendif atau postural yang pada orang dewasa
yang sehat terkelola dan ditekan oleh akifitas susunan piramidalis. Anak kecil
umur antara 4-6 tahun masih belum memiliki susunan piramidal yang sudah
bermielinisasi penuh, sehingga aktifitas susunan piramidalnya masih belum
sepmpirna. Maka dari itu gerakan reflektorik yang dinilai sebagai refleks
patologik pada orang dewasa tidak selamanya patologik jika dijumpai pada
anakanak kecil, tetapi pada orang dewasa refleks patologik selalu merupakan
tanda lesi UMN.
Refleks-refleks patologik itu sebagian bersifat refleks dalam dan
sebagian lainnya bersifat refleks superfisialis. Reaksi yang diperlihatkan oleh
refleks patologik itu sebagian besar adalah sama, akan tetapi mendapatkan
julukan yang bermacam-macam karena cara membangkitkannya berbeda-beda.
Adapun refleks-refleks patologik yang sering diperiksa di dalam klinik antara

53
lain refleks Hoffmann, refleks Tromner dan ekstensor plantar response atau
tanda Babinski.
1. Pemeriksaan Refleks Oppenheim
 Mengurut dengan kuat tulang tibialis anterior ke arah distal dengan ibu
jari, jari telunjuk dan jari tengah
2. Pemeriksaan Refleks Hoffmann-Tromner
 Peganglah pergelangan tangan klien dengan jari-jari difleksikan.
 Jepitlah jari tangan klien di antara telunjuk dan jari tengah pemeriksa
 Gunakalah ibu jari untuk menggores dengan kuat ujung jari tengah klien
(Snap)
 Lakukan cuci tangan rutin

Pada skenario, untuk pemeriksaan refleks fisiologis dan refleks


patologis tidak terdapat kelainan. Yang artinya anak ini dalam keadaan
normal.
10. Bagaimana status gizi dan tatalaksana serta edukasi pada skenario?
a. Farmakologi
eTidak ada obat yang secara rutin diperlukan kecuali ada kondisi yang
mendasarinya (misalnya infeksi, gastroesophageal reflux, penyakit jantung atau
paru-paru). Namun, dapat diberi suplemen vitamin dan mineral sebagai berikut:
1) Vitamin A
Vitamin A berfungsi untuk pemeliharaan fungsi normal jaringan
tubuh, mempertahankan integritas seluler, dan meningkatkan kekebalan tubuh
sehingga dapat mencegah infeksi. Kekurangan vitamin A dapat diobati
dengan pemberian vitamin A dengan dosis 50.000 IU pada balita <6 bulan,
100.000 IU pada balita 6-12 bulan, dan 200.000 IU pada balita >1 tahun per
oral (Lakshmanaswamy, 2017).
2) Vitamin D

Suplementasi vitamin D untuk anak >12 bulan, sebanyak 600 IU per


hari, tanpa memandang jenis makanannya. Namun, sampai saat ini belum ada
bukti ilmiah yang cukup untuk merekomendasikan suplementasi vitamin D
secara rutin untuk anak Indonesia (Wirahmadi, 2017).

54
3) Vitamin E
Suplementasi vitamin E adalah antioksidan yang mencegah kerusakan
akibat radikal bebas. Bisa diberikan 100 mg vitamin E IM
(Lakshmanaswamy, 2017).
4) Vitamin C
Vitamin C berfungsi dalam pembentukan kolagen, pengaturan reaksi
oksidadi-reduksi, dan juga respirasi seluler (rantai transport electron). Dosis
yang dapat diberikan untuk vitamin C adalah 35 mg/hari untuk bayi, dan 40-
45 mg/ hari untuk anak (Wirahmadi, 2017).
5) Zat Besi
Zat besi memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan otak, meningkatkan daya tahan tubuh serta konsentrasi dan
prestasi belajar. Suplementasi zat besi ini disarankan diberikan rutin setiap
hari dengan dosis 2 mg/kgBB/hari selama 3 bulan setiap tahunnya pada bayi
sejak usia 6 bulan. Suplementasi ini terutama ditujukan pada negara dengan
prevalensi anemia > 40% (Wirahmadi, 2017).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan kelompok risiko tinggi
mengalami demam berdarah. Menurut World Health Organization (WHO),
suplementasi besi dapat diberikan secara massal, mulai usia 2-23 bulan
dengan dosis tunggal 2 mg/kgBB/hari. Bayi prematur perlu mendapat
suplementasi besi sekurang-kurangnya 2 mg/kg/hari sampai usia 12 bulan.
Suplementasi sebaiknya dimulai sejak usia 1 bulan dan diteruskan sampai
bayi mendapat susu formula yang difortifikasi atau mendapat makanan padat
yang mengandung cukup besi (Gatot et al., 2011).
6) Zink
Suplementasi zink terbukti dapat menurunkan insidens diare dan
pneumonia, mendukung pertumbuhan linear dan memiliki efek positif dalam
menurunkan angka kematian terkait penyakit infeksi. Suplementasi zink
diberikan dengan dosis 10 mg zink elemental/hari untuk anak usia 1-10 tahun
secara rutin selama minimal 2 bulan setiap 6 bulan sekali, pada bayi usia 6-
23 bulan (Wirahmadi, 2017).
7) Iodium
Iodium merupakan mineral yang penting untuk pertumbuhan berat
dan tinggi badan serta perkembangan kecerdasan otak. Balita yang
55
mengalami kekurangan iodium akan memiliki intelligent quotient (IQ) yang
lebih rendah 13,5 poin dibandingkan balita yang cukup iodium. Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan akses rumah tangga di
Indonesia terhadap garam beriodium sebesar 77,1%. Oleh karena itu, sesuai
pedoman WHO suplementasi iodium hanya diberikan pada kelompok balita
yang rentan kekurangan iodium (Wirahmadi, 2017).
8) Asam Folat
Asam folat berfungsi untuk sintesis purin dan pirimidin untuk sintesis
asam nukleat. Asam folat dapat juga diberikan dengan indikasi anemia
megaloblastik defisiensi folat. Dosis yang diberikan adalah 0.5-1mg/hari
selama 3-4 minggu secara oral atau parenteral (Lakshmanaswamy, 2017).
b. Non-Farmakologi
1) Pemenuhan dan edukasi mengenai nutrisi
Salah satunya adalah memberikan nutrisi yang cukup untuk mendukung tumbuh
kembang yang optimal, yang dapat dicapai dengan memberikan konseling nutrisi
sesuai usia kepada orang tua. Pengaturan makanan harus disesuaikan dengan usia
anak. Makanan harus mengandung energi dan semua zat gizi (karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral) yang dibutuhkan pada tingkat usianya. Pedoman
Umum Gizi Seimbang (PUGS) menganjurkan agar kebutuhan energy (karbohidrat)
rata-rata sekitar 60-70 %, protein 10-15 %, dan lemak 10-25%. Pemberian makanan
pendamping harus bertahap dan bervariasi dari mulai bentuk bubur cair ke bentuk
bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya
makanan padat. Pada usia 1-2 tahun perlu diperkenalkan pola makanan dewasa
secara bertahap dengan menu seimbang. Selain itu, mendidik ulang pengasuh
mungkin diperlukan. Misalnya menguatkan bahwa pada balita dianjurkan untuk
menghindari asupan cairan yang berlebihan seperti jus atau susu karena dapat
mengganggu nafsu makan. Orang tua mungkin juga memerlukan pendidikan
tentang cara menambahkan makanan padat energi seperti sereal bayi, mentega,
gravies, atau saus krim. Pendidikan ini harus disesuaikan dengan status sosial
ekonomi keluarga, dan bekerja dengan pekerja sosial mungkin diperlukan untuk
menghubungkan keluarga berpenghasilan rendah dengan program kesejahteraan
sosial (Larsen, 2019a). Beberapa pedoman umum untuk memberi makan anak
sebagai berikut (Larsen, 2019):

56
a) Intervensi perilaku
 Makan hanya pada waktu makan dan camilan yang ditentukan.
 Rencanakan frekuensi makan dan kudapan yang tepat.
 Bayi harus menyusu minimal setiap tiga jam.
 Anak-anak harus makan tiga kali dan makanan ringan terbesar dua kali
sepanjang hari. Batasi waktu makan hingga 20-30 menit.
 Makan harus dilakukan di Lokasi sesuai perkembangan, kursi tinggi untuk
anak kecil, dan di meja makan untuk anak yang lebih besar.
 Hindari gangguan selama makan seperti televisi, ponsel, teknologi, atau
mainan
b) Intervensi nutrisi
 Sajikan makanan sesuai usia, makanan lunak sudah bisa mulai diberikan
usia 6 bulan ke atas.
 Sediakan minuman berkalori tinggi dengan camilan atau makanan.
 Meningkatkan protein.
 Berikan porsi kecil untuk memulai tingkatan secara bertahap.
 Dorong pemberian makan sendiri sebanyak mungkin.
 Perkenalkan makanan baru kepada anak.
 Siapkan makanan dengan cara berbeda, dengan tekstur yang berbeda.
 Menyeka mulut anak dan pembersihan dilakukan hanya setelah makan
selesai
c) Intervensi lingkungan
 Pastikan suasana netral (tidak ada Pemaksaan makan atau pertengkaran).
 Tidak ada permainan yang dimainkan selama waktu makan.
 Makanan tidak boleh digunakan sebagai hadiah
2) Edukasi stimulasi tumbuh kembang kepada orangtua
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6 tahun
agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat
stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi
tumbuh kembang anak dilakukan oleh ibu dan ayah yang merupakan orang terdekat
dengan anak, pengganti ibu/pengasuh anak, anggota keluarga lain dan kelompok
masyarakat di lingkungan rumah tangga masing-masing dan dalam kehidupan
sehari-hari. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh

57
kembang anak bahkan gangguan yang menetap. Kemampuan dasar anak yang
dirangsang dengan stimulasi terarah adalah kemampuan gerak kasar, kemampuan
gerak halus, kemampuan bicara dan bahasa serta kemampuan sosialisasi dan
kemandirian (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa hal yang
dapat dilakukan:
a) Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
b) Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan meniru tingkah
laku orang-orang yang terdekat dengannya.
c) Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.
d) Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bemyanyi, bervariasi,
menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.
e) Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak,
terhadap ke 4 aspek kemampuan dasar anak.
f) Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada di sekitar anak.
g) Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan.

58
Gambar. Edukasi Tahapan Perkembangan Dan Stimulasi Umur 12 - 18 Bulan

Gambar. Edukasi Tahapan Perkembangan Dan Stimulasi Umur 12 - 18 Bulan

59
a. Edukasi
Edukasi Kesehatan bagi ibu hamil
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2020) edukasi yang harus
diberikan pada ibu hamil terkait pertumbuhan dan perkembangan bagi janinnya
1) Periksa kehamilan minimal 6 kali selama kehamilan dan minimal 2 kali
pemeriksaan oleh dokter pada trimester 1 dan 3 :
a) 2 kali pada trimester pertama (kehamilan hingga 12 minggu)
b) 1 kali pada trimester kedua (kehamilan daiatas 12 minggu sampai 24 minggu)
c) 3 kali pada trimester ketiga (kehamilan diatas 24 minggu sampai 40 minggu)
2) Perawatan sehari-hari :
a) Makan beragam makanan secara proporsional dengan pola gizi seimbang dan 1
porsi lebih banyak daripada sebelum hamil
b) Minum Tablet Tambah Darah (TTD) satu tablet setiap hari selama kehamilan
c) Istrahat yang cukup : tidur malam sedikitnya 6-7 jam, siang usahakan tidur atau
berbaring terlentang 1-2 jam
3) Menjaga Kebersihan
a) Cuci tangan dengan sabun dan menggunakan air bersih mengalir
b) Mandi dan gosok gigi 2 kali sehari
c) Keramas/cuci rambut 2 hari sekali
d) Jaga keberishan payudara dan daerah kemaluan
e) Ganti pakaian dan pakaian dalam setiap hari
f) Periksa gigi

Yang harus dihindari :

a) Merokok atau terpapar asap rokok


b) Kerja berat
c) Minum minuman bersoda, beralkohol, dan jamu
d) Stress berlebihan
e) Tidur terlentang > 10 menit pada masa tua untuk menghindari kekurangan
oksigen pada janin
f) Ibu hamil minum obat tanpa resep dokter

60
Edukasi Ibu mengenai tumbuh kembang. Menurut Depkes (2010), pemeliharaan status
gizi anak sebaiknya (Sukma & Sari, 2020):
1) Dimulai sejak kandungan. Ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan akan
melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula,
2) Setelah lahir segera beri ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Susui bayi sesering
mungkin / 8-12 kali dan setiap bayi menginginkan. Jika bayi tidur lebih dari 3 jam,
bangunkan lalu susui.
3) Pemberian makanan penamping ASI (weaning food) bergizi, mulai usia 6 bulan
secara bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga.
4) Memperpanjang masa menyusui (prolong lactation) selama ibu dan bayi
menghendaki.

Status gizi
Berdasarkan peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020
tentang Standar Antropometri Anak, Pasal 4 yaitu:
1) Penilaian status gizi anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dilakukan
dengan membandingkan hasil pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan
dengan Standar Antropometri Anak yang menggunakan:
a. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) anak usia 0 (nol) sampai dengan
60 (enam puluh) bulan;
b. Indeks Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U)
anak usia 0 (nol) sampai dengan 60 (enam puluh) bulan;
c. Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau
BB/TB) anak usia 0 (nol) sampai dengan 60 (enam puluh) bulan;
d. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) anak usia 0 (nol) sampai dengan
60 (enam puluh) bulan;
e. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) anak usia lebih dari 5 (lima)
tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun.
2) Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) anak usia 0 (nol) sampai dengan 60
(enam puluh) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk
menentukan kategori:

a. Berat badan sangat kurang (severely underweight);


b. Berat badan kurang (underweight);
c. Berat badan normal; dan

61
d. Risiko berat badan lebih.
3) Indeks Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U) anak
usia 0 (nol) sampai dengan 60 (enam puluh) bulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b digunakan untuk menentukan kategori:

a. Sangat pendek (severely stunted);


b. Pendek (stunted);
c. Normal; dan
d. Tinggi.
4) Indeks Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau
BB/TB) anak usia 0 (nol) sampai dengan 60 (enam puluh) bulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk menentukan kategori:
a. Gizi buruk (severely wasted);
b. Gizi kurang (wasted);
c. Gizi baik (normal);
d. Berisiko gizi lebih (possible risk of overweight);
e. Gizi lebih (overweight); dan
f. Obesitas (obese).
5) Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) anak usia 0 (nol) sampai dengan 60
(enam puluh) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk
menentukan kategori:

a. Gizi buruk (severely wasted);


b. Gizi kurang (wasted);
c. Gizi baik (normal)
d. Berisiko gizi lebih (possible risk of overweight);
e. Gizi lebih (overweight); dan
f. Obesitas (obese).
6) Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) anak usia 5 (lima) tahun sampai
dengan 18 (delapan belas) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
digunakan untuk menentukan kategori:

a. Gizi buruk (severely thinness);


b. Gizi kurang (thinness);
c. Gizi baik (normal);

62
d. Gizi lebih (overweight); dan
e. Obesitas (obesie).
7) Penilaian status gizi anak sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan, upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, dan
institusi pendidikan, melalui skrining dan survei.

Berdasarkan Skenario, untuk pertumbuhan bayi data yang kita miliki adalah
sebagai berikut:
1) Riwayat Lahir :
a. Usia gestasi : 31 minggu
b. Berat Badan : 1900 gram
c. Panjang Badan : 43 cm
d. Lingkar kepala : 28 cm
2) Riwayat Antropometri
a. Berat badan : 6900 gram
b. Panjang badan : 75 cm
c. Lingkar Kepala : 42 cm

Karena Usia gestasi 31 minggu bayi termasuk premature, sehingga diperlukan


perhitungan usia koreksi. Data yang kita punya berdasarkan scenario adalah bayi lahir
pada tanggal 20 Januari 2021 dan datang ke Puskesmas pada tanggal 13 April 2022.
Maka :
1) Usia kronologis : tanggal pemeriksaan – tanggal lahir
= 13 03 2022 – 20 01 2021
= 1 tahun 2 bulan 23 hari
= 1 tahun 3 bulan = 15 bulan
Jadi usia kronologis bayi adalah 15 bulan
2) Usia Koreksi : usia kronologis – jumlah minggu premature
= 15 bulan – (40 minggu – 31 minggu)
= 15 bulan – 9 minggu
= 15 bulan – 2 bulan 1 minggu
= 12 bulan 21 hari = 13 bulan
Jadi, berdasarkan usia koreksi usia bayi adalah 13 bulan

63
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas
(Z Score)
Berat badan sangat kurang
< -3 SD
(severely underweight)
Berat badan menurut
Berat badan kurang
Umur (BB/U) anak -3 SD sd < -2 SD
(underweight)
usia 0-60 bulan
Berat badan normal -2 SD sd +1 SD
Resiko berat badan lebih > +1 SD
Panjang badan atau Sangat pendek (severely stunted) < -3 SD
Tinggi Badan menurut Pendek (stunted) -3 SD sd < -2 SD
Umur (PB/U atau
Normal -2 SD sd +3 SD
TB/U anak usia 0-60
Tinggi > +3 SD
bulan)
Gizi buruk (severely wasted) < -3 SD
Gizi kurang (wasted) -3 SD sd < -2SD
Berat badan menurut
Panjang badan atau Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
tinggi badan (BB/PB Beresiko gizi lebih (possible risk
> +1 SD sd +2 SD
atau BB/TB anak of overweight)
usia 0-60 bulan) Gizi lebih (overweight) > +2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) > +3 SD
Gizi buruk (severely wasted) < -3 SD
Gizi kurang (wasted) -3 SD sd < -2 SD
Indeks massa tubuh
Gizi baik (normal) -2 SD sd +1 SD
menurut umur
Beresiko gizi lebih (possible risk
(IMT/U) anak usia 0- > +1 SD sd +2 SD
of overwweight)
60 bulan
Gizi lebih (overweight) > +2 SD sd +3 SD
Obesitas (obese) > +3 SD

Table 1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

64
Kemudian dilakukan pengukuran status gizi dengan menggunakan penilaian Z-Score:
1) Berat Badan menurut Umur (BB/U) Anak Perempuan
Berdasarkan skenario, berat badan bayi adalah 6.900 gram (6,9 kg) dengan umur 13
bulan.
Umur Berat Badan (Kg)
(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
0 2.0 2.4 2.8 3.2 3.7 4.2 4.8
1 2.7 3.2 3.6 4.2 4.8 5.5 6.2
2 3.4 3.9 4.5 5.1 5.8 6.6 7.5
3 4.0 4.5 5.2 5.8 6.6 7.5 8.5
4 4.4 5.0 5.7 6.4 7.3 8.2 9.3
5 4.8 5.4 6.0 6.9 7.8 8.8 10.0
6 5.1 5.7 6.3 7.3 8.2 9.3 10.6
7 5.3 6.0 6.8 7.6 8.6 9.8 11.1
8 5.6 6.3 7.0 7.9 9.0 10.2 11.6
9 5.8 6.5 7.3 8.2 9.3 10.5 12.0
10 5.9 6.7 7.5 8.5 9.6 10.9 12.4
11 6.1 6.9 7.7 8.7 9.9 11.2 12.8
12 6.3 7.0 7.9 8.9 10.1 11.5 13.1
13 6.4 7.2 8.1 9.2 10.4 11.8 13.5
14 6.6 7.4 8.3 9.4 10.6 12.1 13.8
15 6.7 7.6 8.5 9.6 10.9 12.4 14.1
16 6.9 7.7 8.7 9.8 11.1 12.6 14.5
17 7.0 7.9 8.9 10.0 11.4 12.9 14.8
18 7.2 8.1 9.1 10.2 11.6 13.2 15.1
19 7.3 8.2 9.2 10.4 11.8 13.5 15.4

Table 2. Standar BB menurut Umur Anak Perempuan Umur 0-60 Bulan

Berdasarkan ambang batas z-score pada tabel diatas bayi pada scenario terletak pada -
3SD sampai dengan < -2SD, sehingga kategori status gizinya termasuk berat badan
kurang (underweight).

65
2) Panjang Badan menurut Umur (PB/U) Anak Perempuan
Umur Panjang badan (cm)
(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
0 43.6 45.4 47.3 49.1 51.0 52.9 54.7
1 47.8 49.8 51.7 53.7 55.6 57.6 59.5
2 51.0 53.0 55.0 57.1 59.1 61.1 63.2
3 53.5 55.6 57.7 59.8 61.9 64.0 66.1
4 55.6 57.8 59.9 62.1 64.3 66.4 68.6
5 57.4 59.6 61.8 64.0 66.2 68.5 70.7
6 58.9 61.2 63.5 65.7 68.0 70.3 72.5
7 60.3 62.7 65.0 67.3 69.6 71.9 77.4
8 61.7 64.0 66.4 68.7 71.1 73.5 75.8
9 62.9 65.3 67.7 70.1 72.6 75.0 77.4
10 64.1 66.5 69.0 71.5 73.9 76.4 78.9
11 65.2 67.7 70.3 72.8 75.3 77.8 80.3
12 66.3 68.9 71.4 74.0 76.6 79.2 81.7
13 67. 3 70.0 72.6 75.2 77.8 80.5 83.1
14 68.3 71.0 73.7 76.4 79.1 81.7 84.4
15 69.3 72.0 74.8 77.5 80.2 83.0 85.7

Table 3. Standar PB menurut Umur Anak Perempuan Umur 0-24 Bulan

Berdasarkan skenario panjang badan bayi adalah 75 cm dengan umur 13 bulan.


Sehingga berdasarkan tabel diatas terletak pada -1 SD sampai dengan Median.
Berdasarkan ambang batas z-score termasuk pada -2 SD sampai dengan +3 SD yang berarti
normal.
3) Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) Anak Perempuan
Berdasarkan skenario, Panjang badan bayi adalah 75 cm dengan berat badan 6900 gram
(6,9 kg).

66
Panjaang Berat Badan (Kg)
badan (cm) -3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD

66.0 5.6 6.1 6.7 7.3 8.0 8.8 9.8


66.5 5.7 6.2 6.8 7.4 8.1 9.0 9.9
67.0 5.8 6.3 6.9 7.5 8.3 9.1 10.0
67.5 5.9 6.4 7.0 7.6 8.4 9.2 10.2
68.0 6.0 6.5 7.1 7.7 8.5 9.4 10.3
68.5 6.1 6.6 7.2 7.9 8.6 9.5 10.5
69.0 6.1 6.7 7.3 8.0 8.7 9.6 10.6
69.5 6.2 6.8 7.4 8.1 8.8 9.7 10.7
70.0 6.3 6.9 7.5 8.2 9.0 9.9 10.9
70.5 6.4 6.9 7.6 8.3 9.1 10.0 11.0
71.0 6.5 7.0 7.7 8.4 9.2 10.1 11.1
71.5 6.5 7.1 7.7 8.5 9.3 10.2 11.3
72.0 6.6 7.2 7.8 8.6 9.4 10.3 11.4
72.5 6.7 7.3 7.9 8.7 9.5 10.5 11.5
73.0 6.8 7.4 8.0 8.8 9.6 10.6 11.7
73.5 6.9 7.4 8.1 8.9 9.7 10.7 11.8
74.0 6.9 7.5 8.2 9.0 9.8 10.8 11.9
74.5 7.0 7.6 8.3 9.1 9.9 10.9 12.0
75.0 7.1 7.7 8.4 9.1 10.0 11.0 12.2
75.5 7.1 7.8 8.5 9.2 10.1 11.1 12.3
76.0 7.2 7.8 8.5 9.3 10.2 11.2 12.4
76.5 7.3 7.9 8.6 9.4 10.3 11.4 12.5
77.0 7.4 8.0 8.7 9.5 10.4 11.5 12.6
77.5 7.4 8.1 8.8 9.6 10.5 11.6 12.8
78.0 7.5 8.2 8.9 9.7 10.6 11.7 12.9

Table 4. Standar BB menurut PB Anak Perempuan Umur 0-24 Bulan

67
Berdasarkan tabel diatas untuk panjang badan 75cm, berat badan minimalnya adalah
7,1 kg atau 7100 gram. Sehingga berdasarkan tabel, bayi pada scenario termasuk < -3SD.
Berdasarkan ambang batas z-score termasuk gizi buruk (severely wasted).
4) Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Anak Perempuan
𝐵𝐵 6,9 6,9
IMT bayi = 𝑇𝐵2 = (0,75)2 = 0,56 = 12,32

Umur bayi adalah 13 bulan


Umur Indeks Massa Tubuh (IMT)
(bulan) -3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
0 10.1 11.1 12.2 13.3 14.6 16.1 17.7
1 10.8 12.0 13.2 14.6 16.0 17.5 19.1
2 11.8 13.0 14.3 15.8 17.3 19.0 20.7
3 12.7 13.6 14.9 16.4 17.9 19.7 21.5
4 12.7 13.9 15.2 16.7 18.3 20.0 22.0
5 12.8 14.1 15.4 16.8 18.4 20.2 22.2
6 13.0 14.1 15.5 16.9 18.5 20.3 22.3
7 13.0 14.2 15.5 16.9 18.5 20.3 22.3
8 13.0 14.1 15.4 16.8 18.4 20.2 22.2
9 12.9 14.1 15.3 16.7 18.3 20.1 22.1
10 12.9 14.0 15.2 16.6 18.2 19.9 21.9
11 12.8 13.9 15.1 16.5 18.0 19.8 21.8
12 12.7 13.8 15.0 16.4 17.9 19.6 21.6
13 12.6 13.7 14.9 16.2 17.7 19.5 21.4
14 12.6 13.6 14.8 16.1 17.6 19.3 21.3
15 12.5 13.5 14.7 16.0 17.5 19.2 21.1
16 12.4 13.5 14.6 15.9 17.4 19.1 21.0
17 12.4 13.4 14.5 15.8 17.3 18.9 20.9
18 12.3 13.3 14.4 15.7 17.2 18.8 20.8

Table 5. Standar IMT menurut Umur Anak Perempuan Umur 0-24 Bulan

Berdasarkan tabel diatas IMT bayi pada usia 3 bulan paling rendah dimulai dari 12,6 kg
atau 12.600 gram sedangkan IMT bayi pada skenario hanya sekitar 12.300 gram. Sehingga

68
pada tabel terletak pada < - 3SD, maka berdasarkan ambang batas z-score termasuk gizi
buruk (severely wasted).

Gambar. Grafik BB menurut Umur Anak Perempuan 0-24 Bulan

Gambar. Grafik PB menurut Umur Anak Perempuan 0-24 Bulan

69
Gambar. Grafik BB menurut PB Anak Perempuan 0-24 Bulan

Gambar. Grafik IMT menurut Umur Anak Perempuan 0-24 Bulan

11. Apa pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya


gangguan pertumbuhan dan perkembangan?
A. Faktor Internal
a. Prematuritas
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm
antara lain sebagai berikut (Herman dkk, 2020):

70
1. Pencegahan primordial
- Hindari kehamilan pada ibu yang terlalu muda
- Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
- Mengatur pola makan yang sehat
- Menghindari stress serta istirahat yang cukup
2. Pencegahan primer
- Berikan dukungan yang optimal selama masa kehamilan 18-23 bulan
- Batasi kehamilan ganda dengan Assisted Reproductive Technology (ART)
- Deteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persalinan preterm
- Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
3. Pencengahan sekunder
- Kaji riwayat kehamilan yang komprehensif dan tawarkan tindakan
pencegahan seperti penggunaan progesteron, cerclage, skrining CL (cerviks
length) untuk calon ibu yang tepat
- Anjuran tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik)
- Skrining infeksi dan diobati jika teridentifikasi
- Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
- Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik
4. Pencegahan tersier
- Melakukan pemeriksaan tekanan darah
- Rutin mengkonsultasikan kehamilannya
- Melakukan Lingkar lengan atas
- Intevensi wanita yang mengalami PTL (Preterm Labour )atau PPROM
(Preterm Premature Rupture of membrane)
- Peminjatan bayi preterm
b. Bayi Berat Lahir Rendah
BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek (prematuritas),
IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) yang dalam bahasa Indonesia disebut
Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau keduanya. Kedua penyebab ini
dipengaruhi oleh faktor risiko, seperti faktor ibu, plasenta, janin dan
lingkungan. Faktor risiko tersebut menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi
pada janin selama masa kehamilan. Pencegahan kejadian bayi BBLR adalah
langkah yang sangat penting dilakukan seperti melakukan pemeriksaan
71
kehamilan secara rutin minimal 4 kali dalam kehamilan dan dimulai dari usia
kehamilan muda. Sehingga ibu hamil yang diduga memiliki faktor resiko yang
mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk
ke instansi pelayanan kesehatan yang lebih memadai. Kemudian dilakukan
penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
Rahim sehingga ibu dapat mengetahui tanda bahaya selama kehamilan dan
perawatan diri selama kehamilan sehingga dapat menjaga kesehatannya dan
janin yang dikandung sehat.
Pencegahan lainnya yang dapat dilakukan yaitu perlu dukungan dari
keluraga untuk berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status
ekonomi keluarga agar dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan
pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil. Upaya pencegahan serta
pengendalian BBLR bisa dilakukan dengan beberapa upaya yaitu memberikan
pendidikan kesehatan yang cukup mengenai BBLR kepada ibu hamil. Selain
itu, dapat juga melakukan pengawasan dan pemantauan, kemudian melakukan
upaya pencegahan hipotermia pada bayi serta membantu mencapai
pertumbuhan normal. Adapun upaya lainnya seperti, melakukan terapi tanpa
biaya yang dapat dilakukan oleh ibu, mengukur status gizi ibu hamil, melakukan
perhitungan dan persiapan langkah–langkah dalam kesehatan (Antenatal Care),
serta melakukan pemantauan terhadap kondisi bayi sejak dalam kandungan
yang telah mengalami retardasi pertumbuhan interauterin (Novitasari dkk,
2020)
B. Faktor Eksternal
Meliputi modifikasi faktor risiko yang terdiri dari faktor gizi, imunisasi, dan ASI
eksklusif yang dapat menyebabkan BBLR.
1. Edukasi Kesehatan bagi ibu hamil
- Nutrisi yang adekuat: Meliputi kalori, protein, kalsium, zat besi, asam folat
- Perawatan payudara: Payudara perlu dipersiapkan sejak sebelum lahir
sehingga dapat segera berfungsi dengan baik pada saat diperlukan.
- Perawatan gigi: Pemeriksaan gigi setidaknya dilakukan pada trimester
pertama dan dan pada trimester ketiga
- Kebersihan tubuh dan pakaian: Sebaiknya menggunakan pancuran atau
gayung pada saat mandi, menggunakan pakaian yang longgar, menghindari
sepatu bertongkat tinggi, alas kaki tidak keras. Lakukan gerak tubuh ringan
72
seperti berjalan kaki, menghindari pekerjaan rumah tangga yang berat.
Beristirahat yang cukup (minimal 8 jam). Tidak dianjurkan merokok selama
kehamilan. (Prawirohardjo, 2018).
2. Pengukuran Tumbuh Kembang Balita
Masa bayi dimulai dari usia 0-12 bulan, masa balita dimulai dari 12-60
bulan. Perkembangan pertumbuhan balita ditandai dengan perubahan fisik yang
cepat serta perubahan kebutuhan zat gizi.pada dasarnya penilaian status gizi
dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.
- Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian
yakni antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
- Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 bagian
yakitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Sari,
Mila Triana dan Melda Amalia, 2020)
Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah
antropometri gizi yakni dengan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh
dari bebagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara
lain, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan bagian atas dan tebal lemak
bagian bawah kulit. Keunggulan mudah dilakukan,dapat diukur berulang-ulang
(ibu sendiri dapat melakukan / tanpa petugas medis), biaya lebih murah, hasil
dapat disimpulkan, dan secara ilmiah dapat diakui keberadaannya (Sari dkk,
2020)
3. Edukasi Ibu dan balita mengenai tumbuh kembang
Pemeliharaan status gizi anak sebaiknya:
- Dimulai sejak kandungan. Ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan akan
melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula
- Setelah lahir segera beri ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
- Pemberian makanan penamping ASI (weaning food) bergizi, mulai usia 6
bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga.
- Memperpanjang Smasa menyusui (prolong lactation) selama ibu dan bayi
menghendaki (Sari dkk, 2020)

73
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini,Y., 2014, Hubungan Antara Persalinan Prematur Dengan Hiperbilirubin Pada


Neonatus, Jurnal Kesehatan, Vol. 5(2).
Asmarini,T. A., Laode, A. R.,2020, Continous Positive Airway Pressure/CPAP Pada
Kasuskegawatan Nafas Pada Bayi Baru Lahir: Sebuah Tinjauan Literatur, Jurnal Medik
Vol. 10(1), E-ISSN: 2621 – 7694.
Ansong-Assoku B, Shah SD, Adnan M, et al. Neonatal Jaundice. [Updated 2022 Aug 7]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532930/
Ballard JL, Khoury JC, Wedig K, et al: New Ballard Score, expanded to include extremely
prematureinfants.J Pediatrics 1991; 119:417-423.
Esyuananik dkk. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.
Kemenkes RI
Gatot, D., Idjradinata, P., Abdulsalam, M., Lubis, B., Soedjatmiko, Hendarto, A.,
Ringoringo, H. P., Handryastuti, S., & Andriastuti, M. (2011). Suplementasi Besi untuk
Anak (Pertama). Badan Penerbit IDAI.
Ginting, T. M., Muhammad, R. K., 2020, Pengaruh Hepatitis B (Hbsag) Pada Ibu Hamil
Terhadap Resiko Bayi Berat Badan Lahir Rendah, Binawan Student Journal (Bsj), Vol.
2(1) P-Issn 2656-5285, E-Issn 2715-1824.
Herman, Sriyana., Hermanto, T. J. 2020. Buku Acuan Persalinan Kurang Bulan (Prematur).
Kendari : Yayasan Avicema Kendari.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Buku Ajar Imunisasi. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Stimulasi, Deteksi dan lntervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak. Bakti Husada.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di tingkat Pelayanan Dasar.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kaimmudin, L., Damayanti, P., Hendro, B.,2018, Hubungan Usia Ibu Saat Hamil Dengan
Kejadian Hipertensi Di Rsu Gmim Pancaran Kasih Manado, Journal Medical, Vol. 1(6)
Kemenkes, R. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020
Tentang Standar Antropometri Anak. Jakarta: Menteri kesehatan republik indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Buku KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

74
Cetakan Tahun 2020. Kementerian Kesehatan dan JICA (Japan Internasional
Coopertaion Agency).
Kemenkes 2022. Pedoman Pelaksanaan: Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar
Larsen, B. M. (2019a). Growth Faltering: The New and the Old OPEN ACCESS Citation.
In Clinics in Pediatrics (Vol. 2).
Larsen, B. M. (2019b). Growth Faltering: The New and the Old Open Access Citation. In
Clinics in Pediatrics , 2.
Lakshmanaswamy, A. (2017). Clinical Paediatrics History Taking and Case Discussion (4th
ed.). Wolter Kluwer.
Mahayana, et al. 2015. Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Berat Badan
Lahir Rendah di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(3)
Nasrullah. 2011. Denver II: Pemeriksaan Tumbuh Kembang
Novitasari, A., Hutami, M. S., Pristya, T. Y. R. (2020). Pencegahan dan Pengendalian BBLR
Di Indonesia: Systematic Review. Pencegahan Dan Pengendalian Bblr Di Indonesia,
2(3), 175–182.
Persson, et al. 2018. Five and 10 Minute Apgar Scores and Risks of Cerebral Palsy and
Epilepsy:
Population Based Cohort Study in Sweden. British Medical Journal
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Edisi Empat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo ; 2018. h.667
Rahmayina. 2017. Hubungan Riwayat Persalinan Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum
Di RSUD, Banjarmasin.
Sari, Mila Triana dan Melda Amalia. 2020. Edukasi Optimalisasi Tumbuh Kembang Balita
dalam Upaya Pencegahan Stunting. Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK) Vol.2 No.2, Juni
2020. Doi : 10.36565/jak.v2i2.114
Soetjiningsih. 2014. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sukma, D. R., & Sari, R. D. P. (2020). . Pengaruh Faktor Usia Ibu Hamil Terhadap Jenis
Persalinan di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Majority Journal, 9(2).
Wirahmadi, A. (2017). Perlukah Suplementasi Vitamin dan Mineral pada Bayi dan
Anak? Ikatan Dokter Anak Indonesia.

75

Anda mungkin juga menyukai