Anda di halaman 1dari 69

PT.

Mul medika Digital Indonesia

RESUSITASI
NEONATUS
UPDATE ALUR IDAI
2022
dr. Aisya Fikritama Aditya, Sp.A | dr. Salma Mazkiyah

BONUS
AKSES WEBINAR
RESUSITASI NEONATUS
UPDATE ALUR IDAI 2022

dr. Aisya Fikritama Aditya, Sp.A


dr. Salma Mazkiyah

Editor : dr. Ari Viandri Wismananda


All right reserved
ISBN : 978-623-7397-62-5
Desain Sampul, Ilustrasi dan Tataletak :
Tim Desain DokterPost

Penerbit
PT MULTIMEDIKA DIGITAL INDONESIA
Jl. Dharmahusada Indah Barat Blok AB No. 224
Mojo, Gubeng, Surabaya
Hak cipta dilindungi oleh Undang – Undang.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa karena dengan limpahan Rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan buku yang
berujudul “RESUSITASI NEONATUS : Update
Alur IDAI 2022”. Dalam hal kegawatdaruratan,
waktu adalah kunci dari keselamatan nyawa
seseorang. Oleh karena itu, identifikasi serta
penatalaksanaan masalah harus dilakukan dalam
waktu sesingkat dan setepat mungkin.
Buku ini membahas tentang cara melakukan
resusitasi pada neonatus dengan baik dan benar.
Harapannya, tenaga medis yang menangani bayi
baru lahir bisa memberikan tatalaksana yang terbaik
sehingga angka kematian neonatus di Indoneisa
dapat menurun.
Terima kasih
Surabaya, Mei 2023

Tim Penyusun

iii
Daftar Isi

Redaksi ................................................................. ii
Kata Pengantar....................................................... iii
Daftar Isi ............................................................... iv
Daftar Gambar ...................................................... v
Daftar Tabel .......................................................... vi
1. Pendahuluan ................................................. 1
2. Adaptasi Bayi Baru Lahir ............................... 4
3. Resusitasi Neonatus ....................................... 8
A. Penilaian Awal ........................................ 19
B. Langkah Awal ......................................... 20
C. Langkah Evaluasi .................................... 23
D. Ventilasi Tekana Positif (VTP) .............. 25
E. Kompresi Dada ......................................... 29
F. Continue Positive Airway Pressure
(CPAP) ..................................................... 32
4. Intubasi Neonatus .......................................... 34
5. Perawatan Paska Resusitasi ........................... 39
6. APGAR Score ............................................... 45
7. Pemasangan Akses Umbilical Emergency .... 48
8. Resusitasi Dihentikan .................................... 55
Daftar Pustaka ...................................................... 58

iv
Daftar Gambar

Gambar 1.1 : Presentase kejadian penyebab


kematian pada neonatus ......................................... 3

Gambar 2.1: Perubahan alveoli yang berisi cairan


menjadi udara ........................................................ 5

Gambar 2.2 : Presentase kebutuhan bayi baru lahir


terhadap penilaian awal dan resusitasi .................. 8
Gambar 3.1 : Alur resusitasi neonatus ...................... 9
Gambar 3.2 : Posisi penolong pada resusitasi
neonatus ................................................................ 12
Gambar 3.3 : Infant warmer ................................. 13

Gambar 3.4 : Salah satu contoh pulse oxymetri pada


neonatus yang disarankan ...................................... 14
Gambar 3.5 : Kateter umbilical ............................ 15

Gambar 3.6 : Bayi premature yang terbungkus


plastik ................................................................... 21

Gambar 3.7 : Posisi kepala bayi yang tepat pada


posisi menghidu ..................................................... 22

v
Gambar 3.8 : Perlekatan sungkup yang tepat ....... 28

Gambar 3.9 : Kompresi jantung pada neonatus


dengan menggunakan 2 ibu jari ............................ 30
Gambar 4.1 : Vocal cord dan laring posterior ...... 37

Gambar 4.2 : Posisi ETT yang tepat (kiri). Posisi


ETT yang terlalu dalam (kanan) ........................... 39

Gambar 7.1 : Posisi ujung kateter vena umbilical


yang tepat (panah biru) ......................................... 53
Gambar 7.2 : Ujung kateter vena umbilical di
hepar ...................................................................... 54

iv
Daftar Tabel

Tabel 1 :Pengaturan PIP, PEEP, dan konsentrasi


oksigen berdasarkan usia kehamilan ketika neonatus
lahir ........................................................................ 15

Tabel 2 : Faktor resiko penyulit resusitasi


neonatus ................................................................ 17
Tabel 3 : Tindakan lanjutan paska evaluasi .......... 31
Tabel 4 : Tanda bahaya pada neonatus ................. 44
Tabel 5 : APGAR Score ........................................ 46

v
1. Pendahuluan
Kematian neonatus mengalami peningkat-
an di dunia. Secara global, sekitar 2,4 juta
anak meninggal pada bulan pertama kehidupan
pada tahun 2020. Terdapat 6700 kematian bayi
baru lahir setiap harinya dankurang lebih
sebesar 47% dari semua kematian anak adalah
anak usia di bawah 5 tahun. Hal ini naik 40%
jika dibandingkan dari kematian anak pada
tahun 1990.

Sebagian besar kematian neonatal (75%)


terjadi selama minggu pertama kehidupan.
Terdapat sekitar 1 juta bayi baru lahir
meninggal dalam 24 jam pertama pada tahun
2019. Angka kejadian kematian bayi baru lahir
salah satunya juga dipengaruhi oleh tempat
lahir pasien. Afrika Sub-Sahara memiliki
angka kematian neonatal tertinggi pada tahun
2020 dengan 27 kematian per 1000 kelahiran
hidup, diikuti oleh Asia tengah dan selatan
dengan 23 kematian per 1000 kelahiran hidup.

1
Indonesia merupakan sepuluh besar
negara dengan kematian bayi yang tinggi di
dunia, khususnya neonatus. Berdasarkan data
WHO pada tahun 2020, Indonesia menduduki
peringkat ke 7 dalam angka kematian neonatus
(AKN). Angka kematian bayi (AKB) di
Indonesia yakni sekitar 24 dari 1000 kelahiran
hidup. Sedangkan angka kematian neonatus di
Indonesia sebesar 15 dari 1000 kelahiran
hidup. Jika dapat disimpulkan, sekitar 2 bayi
di Indonesia meninggal setiap 6 menit dan
sekitar 500 bayi meninggal setiap harinya.

Berdasarkan data dari WHO, beberapa


penyebab kematian bayi baru lahir yakni
kelahiran prematur, komplikasi terkait
persalinan seperti asfiksia atau kurang
bernapas saat lahir, infeksi dan cacat lahir.
Sedangkan penyebab kematian sejak akhir
periode neonatal hingga melalui 5 tahun
pertama kehidupan adalah pneumonia, diare,
cacat lahir dan malaria.

2
Ditjen pelayanan kesehatan Indonesia
tahun 2021 menjelaskan bahwa kematian pada
neonatus di Indonesia paling banyak
disebabkan oleh karena BBLR (berat badan
lahir rendah) yakni sekitar 35,5% dan asfiksia
yakni sekitar 27%. Penyebab lainnya seperti
tetanus neonatorum, kelainan kongenital,
infeksi dan lain sebagainya.

Gambar 1.1: Presentase kejadian penyebab


kematian pada neonatus

Anak yang terlahir dengan skor APGAR


kurang baik dan tidak mendapatkan pertolong-
an pertama bisa berdampak bagi kelangsungan

3
hidup mereka. Salah satu dampak yang bisa
terjadi adalah kecacatan, seperti cerebral
palsy, chronic lung disease, dan Retinopathy of
prematurity (ROP). Memahami alur dan cara
pelaksanaan resusitasi neonatus merupakan
salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
bisa mengurangi angka kematian dan
kecacatan pada anak.

2. Adaptasi Bayi Baru Lahir


Oksigen merupakan sesuatu yang sangat
penting untuk kelangsungan hidup sebelum
dan sesudah lahir. Sebelum lahir, semua
oksigen yang digunakan oleh janin berdifusi
melintasi membran plasenta dari darah ibu ke
darah bayi. Hanya sebagian kecil darah janin
yang melewati paru-paru janin. Namun, paru-
paru janin tidak berfungsi sebagai tempat
untuk pertukaran oksigen di dalam tubuh.
Alveoli janin berisi cairan, bukan udara.
Selain itu, arteriol yang mengaliri paru-paru
janin sangat sempit. Sebagian besar darah dari

4
sisi kanan jantung tidak bisa masuk ke paru-
paru karena adanya peningkatan resistensi
untuk mengalir pembuluh darah di paru-paru
janin.

Setelah lahir dan placenta di potong, bayi


tidak lagi terhubung dengan plasenta dan akan
bergantung pada paru-paru sebagai satu-
satunya sumber oksigen. Oleh karena itu,
cairan paru-paru harus diserap dari alveoli, dan
paru-paru harus diisi dengan udara yang
mengandung oksigen.

Gambar 2.1: Perubahan alveoli yang berisi


cairan menjadi udara
Transisi dalam tubuh bayi tidak hanya
terjadi pada paru paru. Beberapa sistem organ

5
pada bayi yang mengalami adaptasi fisiologis
adalah kardiovaskular, respirasi, neuromusku-
ler dan termoregulasi.

a. Kardiovaskular: tekanan darah sistemik


pada bayi akan meningkatkan sehingga
laju jantung menjadi lebih dari 100 kali
permenit.
b. Respirasi: alveolus akan terbuka dan
tekanan darah pulmonal akan menurun
c. Neuromuskuler: tonus otot akan mulai
aktif dan responsif terhadap lingkungan
d. Termoregulasi: suhu tubuh bayi diper-
tahankan pada suhu 36 - 37oC

Bayi mungkin mengalami kesulitan sebelum


persalinan, selama persalinan, atau setelahnya
kelahiran. Ketika proses adaptasi fisiologis
pada bayi mengalami kegagalan atau tidak
terjadi secara sempurna, bayi bisa mengalami
beberapa kondisi antara lain:

- Depresi nafas akibat dari kurangnya


oksigen ke otak

6
- Tonus otot yang buruk akibat dari
kurangnya oksigen mencukupi ke otak,
otot, dan organ lainnya
- Bradikardia akibat dari kurangnya oksigen
ke otot jantung atau batang otak
- Takipnea akibat kegagalan alveoli
menyerap cairan paru
- Sianosis persisten atau saturasi rendah
terlihat pada pemeriksaan oksimeter, dari
kekurangan oksigen dalam darah
- Tekanan darah rendah akibat kurangnya
oksigen ke otot jantung, kehilangan darah,
atau pengembalian darah yang tidak
mencukupi dari plasenta sebelum atau
selama kelahiran

Semua bayi baru lahir pasti membutuhkan


perawatan rutin, mulai dari penilaian napas,
penghangatan tubuh, Inisiasi menyusui dini,
potong tali pusat, dan lain sebagainya. Sekitar
kurang dari 10% bayi baru lahir membutuhkan
“langkah awal” hingga ventilasi, dan kurang
dari 1% membutuhkan resusitasi lanjutan

7
seperti pemberian adrenalin dan kompresi
dada.

Gambar 2.2: Presentase kebutuhan bayi baru


lahir terhadap penilaian awal dan resusitasi
3. Resusitasi Neonatus
Resusitasi adalah langkah langkah
tindakan sistematis dan berurutan yang apabila
dikerjakan secara efektif terbukti dapat
mengembalikan fungsi sistem kardiovaskular
neonatus menjadi lebih baik, sehingga mereka
terhindar dari kematian. Stabilisasi adalah
evaluasi klinis terhadap fungsi vital serta usaha
memperbaikinya yang dilakukan paska

8
resusitasi untuk memastikan bayi terhindar
dari kematian.

Gambar 3.1 : Alur resusitasi neonatus

9
Sebelum melakukan resusitasi, perlu
diketahui bahwa ada beberapa hal yang harus
dilakukan. Persiapan resusitasi yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Konsultasi antenatal.
Sebelum persalinan, sebaiknya tenaga
medis harus sudah mencari informasi
perihal pasien dan calon bayinya. Beberapa
yang perlu ditanyakan sepeti usia
kehamilan, resiko kehamilan rendah sedang
atau berat, air ketuban sudah pecah tau
belum, ada tidaknya penyakit saat
kehamilan, faktor resiko penyulit dan lain
sebagainya. Hal ini bertujuan supaya tenaga
kesehatan bisa mempersiapan atau
memprediksi kebutuhan resusitasi.
2. Pembentukan tim
Sebuah tim resusitasi neonatus minimal
terdiri dari 2 orang yakni leader dan asisten
1.
- Leader adalah pemimpin resusitasi yang
memiliki pengetahuan dan kemampuan
tentang resusitasi neonatus paling

10
lengkap berada di sisi atas kepala
pasien. Peran seorang leader adalah
mengkoordinir anggota tim, serta
bertanggung jawab terhadap airway dan
breathing pasien. Penolong pertama
bertugas menangkap dan meletakkan
bayi di infant warmer, menyeka muka
bayi, memasangkan topi, mengeringkan
bayi, memakaikan plastik, serta
memantau dan melakukan intervensi
pada ventilasi baik VTP, CPAP dan
intubasi.
- Asisten 1 berada di sisi kiri pasien dan
bertanggung jawab terhadap circulation
pasien. Asisten 1 bertugas membantu
mengeringkan bayi, mengganti kain
bayi yang basah, mendengarkan LDJ
bayi sebelum pulse oxymetri mulai
terbaca, mengatur PIP dan FiO2,
melakukan kompresi dada, dan
memasang kateter umbilikal.
- Asisten 2 berada di sisi kanan pasien
dan bertugas bertugas menyiapkan suhu

11
ruangan, memasang pulse oxymetri,
memasang probe suhu dan mengatur
agar suhu bayi mencapai suhu 36,5 -
37oC, menyalakan timer, memasang
monitor saturasi, menyiapkan peralatan
dan obat-obatan, memasang infus
perifer bila diperlukan serta menyiap-
kan inkubator transpor yang telah
dihangatkan.

Gambar 3.2: Posisi penolong pada resusitasi


neonatus

3. Persiapan alat
Beberapa alat yang harus dipersiapkan
untuk resusitasi neonatus yakni TABCD.

12
- Temperature:
Infant warmer di setting suhu 24-26oC,
kantung atau plastik pelapis jika usia
kehamian <32 minggu atau berat lahir
<1500 gram, serta matras penghangat
untuk pasien dengan usia kehamilan <28
minggu atau berat lahir 1000 gram.

Gambar 3.3 : Infant warmer


- Airway
Kateter penghisap yang disambungkan
ke sumber dengan tekanan 80 hingga
100 mmHg, laringoskop miller no 00, 0
dan 1, ETT tanpa balon ukuran 2.5, 3.0,
dan 3.

13
- Breathing
Mengatur peak inspiratory pressure
(PIP) dan positive end-expiratory
pressure (PEEP) untuk memberi VTP.
Namun, jika tidak ada, bisa mengguna-
kan bagging. Selalu siapkan pulse
oxymetri yang dililitkan untuk menilai
saturasi oksigen neonatus

Gambar 3.4 : Salah satu contoh pulse oxymetri


pada neonatus yang disarankan

14
Tabel 1: Pengaturan PIP, PEEP dan konsentrasi
oksigen berdasarkan usia kehamilan ketika
neonatus lahir
Usia PIP PEEP Konsentrasi
kehamilan (cmH2O) (cmH2O) oksigen
saat lahir
>32 25 – 30 5 21%
minggu Maks 40
<32 20 – 25 5 21 – 30%
minggu Maks 30

- Circulation
Set umbilical, kateter umbilical (pilihan
penggantinya OGT), dan stetoskop.

Gambar 3.5 : Kateter umbilical


- Drug
Adrenalin 1:1000 yang diencerkan
menjadi 1:10.000. Cara pengencerannya
yakni 1 cc Adrenalin 1:1000 ditambah

15
NaCl 0,9% 10 cc sehingga menjadi
Adrenalin 1:10.000. Dosis pemberian:
a. Via Intravena 0,2 ml/kg adrenalin
1:10.000 kemudian dibilas dengan
NaCl 0.9% 3 ml
b. Via ETT 1 ml/kg adrenalin 1:10.000
tanpa dibilas NaCl kemudian
dilanjutkan VTP.
4. Rebriefing dan simulasi
Sebelum melakukan pertolongan, sebaiknya
dilakukan briefing kembali kepada sesama
tim supaya tidak ada sesuatu yang
tertinggal dalam pelaksanaan resusitasi
neonatus.

16
Tabel 2: Faktor resiko penyulit resusitasi
neonatus

Faktor faktor penyulit pada kehamilan


yang dapat mempengaruhi persiapan resusitasi
neonatus terbagi menjadi 3 yakni penyulit
maternal, janin dan persalinan. Beberapa
diantaranya yakni pasien yang tidak rutin
melakukan antenatal care memiliki resiko
lebih besar dalam hal kemungkinan diperlu-
kannya resusitasi neonatus. Pasien dengan
ketuban pecah dini juga mempenga-ruhi resiko
infeksi yang dialami oleh neonatus saat lahir.

17
Faktor penyulit dari janin seperti BBLR,
makrosomia, gemelli dan prematuritas juga
harus diperhatikan.

Secara ringkas, resusitasi neonatus


dimulai dengan penilaian awal, langkah awal,
menilai kembali, tindakan ventilasi. Langkah
Langkah tersebut harus dilakukan dalam
waktu 60 detik karena merupakan the Golden
Minute. Tindakan lanjutan untuk meneruskan
ventilasi dengan meningkatkan oksigenisasi
dilakukan pada 30 detik berikut. Apabila tidak
berhasil, dapat dilanjutkan dengan 60 detik
berikut dengan tambahan tindakan kompresi
dada. Empat langkah tersebut dilakukan secara
simultan.
Ketika melakukan resusitasi, keputusan
untuk melanjutkan dari satu langkah ke
langkah berikutnya adalah berdasarkan
evaluasi laju denyut jantung, usaha napas
pernapasan dan tonus otot. Ketiga hal ini harus

18
selalu dievaluasi oleh tim resusitasi berdasar-
kan tugas masing masing.

A. Penilaian Awal

Penilaian awal dilakukan setelah melaku-


kan persiapan di atas. Ketika bayi lahir, segera
nyalakan infant warmer dan timer yang
dilakukan oleh asisten 2. Selanjutnya lakukan
evaluasi berikut

- Bayi prematur atau tidak


- Bayi bernapas atau tidak, jika
menangis, kuat atau lemah
- Tonus otot bayi lemah atau kuat
Jika jawabannya tidak, maka bayi bisa
rawat gabung bersama ibunya. Lakukan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan cara

19
meletakkan bayi di dada ibu dan biarkan bayi
mencari payudara ibu untuk menyusu. IMD
dilakukan maksimal 1 jam dan dapat dilakukan
pada persalinan pervaginam maupun Sectio
caesaria. Ketika IMD, pastikan bayi tetap
hangat, jalan napas tidak tertutup, perhatikan
Laju Denyut Jantung (LDJ), dan saturasi bayi.

Apabila jawaban penilaian awal adalah ya


pada salah satu pertanyaan, segera lakukan
“Langkah Awal”.

B. Langkah Awal

Langkah awal merupakan tindakan yang


dilakukan ketika pada penilaian awal
didapatkan jawaban “ya”. Langkah Langkah
yang dilakukan secara berurutan antara lain
HAIKAL (Hangatkan, Atur posisi, Isap lendir,

20
Keringkan dan stimulasi, Atur posisi
kembali) :

- Hangatkan bayi.
Bayi diletakkan di infant warmer yang
sudah di setting suhu 24 – 26oC
sebelumnya. Pada bayi dengan usia <32
minggu dan berat badan <1500 gram,
masukkan bayi ke kantung plastik dengan
hanya dikeringkan bagian kepalanya saja.
Selain itu, pasang early CPAP yang
diberikan selama 2 menit pada kondisi
bayi premature.

Gambar 3.6: bayi premature yang terbungkus


plastik

21
- Atur posisi kepala bayi supaya tidak
menutup jalan napas. Biasanya pada bahu
pasien diberi kain yang digulung supaya
menfiksasi posisi pasien sehingga tidak
terjadi obstruksi jalan napas akibat posisi.

Gambar 3.7 : Posisi kepala bayi yang tepat


pada posisi menghidu
- Isap lender jika terdapat obstruksi karena
cairan. Tindakan ini dimulai dengan mulut
kemudian dilanjutkan dengan hidung.
Perlu diingat bahwa isap lender tidak
selalu dilakukan karena menyesuaikan
kondisi neonatus pada saat ditolong.
- Keringkan bagian kepala dan bahu bayi
serta stimulasi bayi. Pada bayi premature
yang harus dimasukkan ke dalam plastik
untuk menjaga kehangatan, bagian yang
perlu dikeringkan hanya kepala saja.

22
- Atur posisi bayi kembali di tempat yang
bersih

Satu hal penting yang harus selalu dinilai


adalah saturasi pasien. Pasien diharapkan
memenuhi target SpO2 preduktal dalam
beberapa menit setelah lahir.
Usia sejak lahir Target SpO2 preduktal
1 menit 60 – 65%
2 menit 65 – 70%
3 menit 70 – 75%
4 menit 75 – 80%
5 menit 80 – 85%
10 menit 85 – 95%
>15 menit 90 – 95%

C. Langkah Evaluasi

Langkah evaluasi dilakukan ketika setiap


langkah resusitasi selesai dilakukan. Terdapat

23
3 hal yang harus di evaluasi yakni usaha
napas, laju denyut jantung (LDJ) dan SpO2.

Apabila didapatkan pasien apnea, megap


megap atau LDJ <100x/menit, maka segera
berikan Ventilasi Tekanan Positif (VTP) 2 kali
sambil lihat dada mengembang atau tidak,
monitoring SpO2 dan pasang monitor EKG
jika ada. Pasien yang bernapas spontan dan
LDJ >100 x/menit, lakukan evaluasi ada
tidaknya retraksi otot pernapasan, pasien
merintih atau takipnea.

Jika tidak didapatkan, evaluasi kembali


ada tidaknya sianosis tanpa distress napas atau
target SpO2 tidak tercapai. Pasien yang tidak

24
memiliki masalah yang telah disebutkan di
atas bisa dilakukan rawat gabung bersama ibu.
Namun, pasien yang tidak mencapai target
SpO2 dan didapatkan sianosis tanpa distress
napas harus segera mendapat oksigen aliran
bebas dengan menggunakan resuscitator
neonatus yang di letakkan di atas hidung bayi
hingga saturasi tercapat sesuai target usianya.
Jika tidak ada perbaikan, pertimbangkan
adanya penyakit jantung kongenital.

D. Ventilasi Tekanan Positif (VTP)

25
VTP diberikan dengan cara meletakkan
masker pada posisi yang tepat yakni menutup
mulut dan hidung. Kecepatan VTP yang
diberikan sesuai dengan kecepatan napas
neonatus yakni 40 hingga 60 x/menit dengan
PIP 25 – 30 cmH2O dan PEEP 5 cmH2O. VTP
diberikan dengan irama pompa-lepas-lepas
selama 30 detik.

Pada pasien yang apnea atau megap


megap atau LDJ <100x/menit, VTP harus
segera diberikan yakni sebanyak 2 hingga 3
kali sambil evaluasi keefektifan VTP dengan
melihat pengembangan dinding dada, SpO2
dan pasang monitor EKG.

Harapannya adalah dengan pemberian


VTP, LDJ dapat meningkat menjadi >100x
/menit dalam 15 detik. Jika harapannya
tercapai, yakni LDJ menjadi >100 x/menit
setelah VTP awal, maka lanjutkan pemberian
VTP selama 30 detik dan evaluasi LDJ
kembali.

26
Namun, apabila tidak didapatkan pening-
katan LDJ setelah pemberian VTP, pantau
pengembangan dada pasien.

- Jika dada mengembang, lanjutkan VTP


selama 30 detik dan evaluasi LDJ
kembali.
- Jika dada tidak mengembang, lakukan
Langkah koreksi dengan SRIBTA
untuk evaluasi pemberian VTP
Langkah Koreksi
S (Sungkup): pemasangan sungkup apakah
sudah benar?
R (Reposisi): posisi bayi apakah sudah posisi
menghidu?
I (Isap): cek apakah ada lender atau
sumbatan
B (Buka Mulut): cek ada tidaknya obstruksi
T (Tekanan Puncak): tekanan puncak
inspirasi dinaikkan (tidak lebih dari 40
cmH2O)
A (Alternative airway)

27
Gambar 9: Perlekatan sungkup yang tepat

Setelah dilakukan Langkah koreksi,


evaluasi kembali kembang dada dan LDJ. Jika
didapatan perbaikan, VTP efektif dapat
dilakukan selama 30 detik dan diikuti dengan
evaluasi LDJ serta usaha napas.

Ketika pasien apnea dan LDJ menjadi


<60x/menit meskipun sudah mendapat VTP
efektif selama 30 detik, pertimbangkan
pemasangan intubasi atau sungkup laring
dengan pemberian FiO2 100% dan dilanjutkan
VTP diikuti dengan kompresi dada. Namun,
jika LDJ>100 dan napas spontan, CPAP bisa
dipasangkan kepada pasien.

28
E. Kompresi Dada

Kompresi dada dilakukan apabila setelah


pemberian VTP efektif, LDJ pasien menjadi
<60 x/menit dan apnea. Terdapat beberapa hal
yang dapat meningkatkan kompresi dada
efektif, yakni pemberian FiO2 hingga 100%,
intubasi dilakukan sebelum kompresi dada.

Kompresi dada menggunakan Teknik 2


ibu jari atau teknik melingkari dada dalam
waktu 2 detik yang terdiri dari kompresi 3 kali
dan VTP 1 kali. Kompresi dilakukan selama
60 detik dengan total 90 kali kompresi dan 30
kali ventilasi.

29
Lokasi kompresi dada yakni pada
pertengahan antara processus xyphoideus dan
garis imajiner yang menghubungkan kedua
mamae. Kedalaman kompresi dada yang
disarankan adalah sepertiga diameter
anteroposterior dinding dada bayi.

Gambar 3.9 : Kompresi jantung pada neonatus


dengan menggunakan 2 ibu jari

Setelah VTP dan kompresi dada dilakukan


selama 60 detik, evaluasi LDJ pasien. apabila
LDJ naik menjadi > 60 dan apnea, maka
lakukan VTP (kembali ke algoritma VTP).
Namun, apabila LDJ masih <60 x/menit dan

30
apnea maka berikan epinephrine. Pemberian
epinefrin disarankan melalui IV yakni vena
umbilikal dengan dosis 0.02 mg/kgbb (0.2
ml/kg epinefrin 1:10.000) lalu dibilas dengan
NaCl 0.9%.. Namun, apabila terdapat kesulitan
pemasangan jalur intravena, maka dapat
diberikan melalui ETT dengan dosis 0.1
mg/kg (0.1 ml/kg epinefrin 1:10.000) tanpa
dibilas dengan NaCl 0.9%.
Tabel 3 : Tindakan lanjutan paska evaluasi
LDJ Usaha Tindakan lanjutan
Nafas
<60 x/menit Apnea Pemberian adrenalin
dilanjutkan dengan
kompresi dada dan VTP
>60 x/menit Apnea Hentikan kompresi dada
dan lanjutkan VTP
>100 Bernafas Hentikan VTP,
x/menit spontan pertimbangkan
pemberian CPAP PEEP
7 cmH2O sampai bayi
bernafas adekuat

31
F. Continue Positive Airway Pressure
(CPAP)

Pasien yang sudah mendapatkan langkah


awal namun didapatkan retraksi, merintih dan
sianosis. dapat segera dilakukan pemasangan
CPAP. PEEP yang diberikan maksimal 7
cmH2O dengan FiO2 sesuai dengan target
SpO2.

Setelah pemberian CPAP dengan


pengaturan yang sudah sesuai dan maksimal,

32
evaluasi kembali apakah masih ada retraksi,
merintih dan sianosis. Apabila PEEP sudah
dinaikkan sampai 8 cmH2O dan FiO2 sudah
>40% namun masih didapatkan retraksi berat,
merintih dan sianosis serta SpO2 <90%, maka
pasien mengalami gagal CPAP. Penanganan
pasien dengan gagal CPAP adalah segera
diberikan VTP dan intubasi.

Pada saat dilakukan VTP dan intubasi, PIP


diatur menjadi 25 cmH2O dan PEEP 5
cmH2O, kemudian evaluasi kembang dada dan
SpO2. Apabila dada tidak mengembang

33
dengan baik dan saturasi kurang baik, maka
PIP dapat dinaikkan 1 cmH2O. Namun apabila
berlebihan, PIP dapat diturunkan 1 cmH2O.

4. Intubasi Neonatus
Indikasi pemasangan intubasi pada
neonatus yakni

- ketika gagal berespons terhadap VTP


atau LDJ < 60 kali/menit
- VTP diperlukan untuk bayi dengan
diagnosis prenatal atau dugaan klinis
hernia diafragma
- Kondisi neonatus gagal CPAP

Pasien yang diindikasikan untuk intubasi


sebaiknya menngunakan monitor jantung
untuk menilai detak jantung bayi. Pemilihan
ukuran selang dan kedalaman intubasi
diberikan berdasarkan berat bayi dan usia
kehamilan. Diameter tabung endotrakeal
berdasarkan berat badan bayi antara lain:

34
a. ETT ukuran 2,5 mm untuk bayi <1000 g
atau usia kehamilan <28 minggu
b. ETT ukuran 3 mm untuk bayi 1000
hingga 2000 g atau usia kehamilan 28
hingga 34 minggu
c. ETT ukuran 3,5 mm untuk bayi > 2000 g
atau > 34 minggu kehamilan

Kedalaman pemasangan ETT biasanya


diukur juga berdasarkan berat badan bayi.
Pada selang, penanda di bibir biasanya harus
berada di

a. 5,5 hingga 6,5 cm bayi dengan berat <1


kg
b. 7 cm untuk bayi dengan berat 1 kg
c. 8 cm untuk bayi dengan berat 2 kg
d. 9 cm untuk bayi dengan berat 3 kg

Pemasangan intubasi pada saat resusitasi


neonatus bisa dilakukan tanpa pemberian
premedikasi terlebih dahulu. Hal ini
disebabkan karena pasien biasanya sudah
lemas sehingga pemasangan bisa dilakukan.

35
Namun, pada pasien yang didapatkan kaku
pada bagian mulutnya dapat diberikan
premedikasi berupa musce relaxant.

Langkah pemasangan ETT pada neonatus


antara lain:

1. Persiapan alat: masker, suction,


ventilator, laringoskop, endotracheal
tube, spuit, hipafix, stetoskop
2. Cuci tangan dan menggunakan
handscoon steril
3. Pegang laringoskop dengan tangan kiri
dan buka mulut dengan tangan kanan
4. Secara lembut, masukkan blade di atas
lidah
5. Gunakan uvula untuk mempertahankan
posisi di midline
6. Dorong blade ke depan dengan lembut
7. Angkat pegangan laringoskop dengan
gerakan maju dan naik
8. Suction apabila didapatkan sumbatan
jalan nafas berupa cairan

36
9. Posisikan hingga laring posterior dan
vocal cord terlihat

Gambar 4.1 : Vocal cord dan laring posterior


10. Pegang tabung yang tinggi dan dengan
kemiringan alami menghadap ke depan
11. Pasien yang terpasang NGT
kemungkinan bisa terlihat ketika proses
pemasangan ETT
12. Tandai dekat ujung tabung dengan spidol
hitam sebagai panduan awal kedalaman
insersi
13. Sesuaikan tanda di selang dengan
pengukuran naso-tragal +1cm yang
diukur sebelumnya
14. Berhati-hatilah ketika memasukkan
selang terlalu dalam

37
15. Amankan tabung ETT ke atap langit-
langit atau dengan kuat di bibir
16. Keluarkan laringoskop dengan hati-hati
17. Amankan ET dengan fiksasi
18. Pasang ETT ke ventilator dan sesuaikan
pengaturan sesuai kebutuhan
19. Pindahkan bayi kembali ke posisinya
dengan hati-hati, pastikan ETT aman
saat memindahkan bayi dan gunakan
teknik 2 orang untuk menghindari
ekstubasi yang tidak disengaja

Segera setelah ETT terpasang, lakukan


evaluasi untuk memastikan ETT terpasang di
tempat yang sesuai. Beberapa hal yang harus
diperhatikan antara lain:

- Suara paru dan gerak dada kanan dan


kiri sama. Lakukan pemeriksaan suara
paru dengan menggunakan stetoskop.
Adanya penurunan suara paru di salah
satu bagian kemungkinan terjadi jika
selang dimasukkan terlalu dalam.

38
Gambar 4.2 : posisi ETT yang tepat (kiri). Posisi
ETT yang terlalu dalam (kanan)
- Peningkatan denyut jantung pada bayi.
Hal ini merupakan indikator fisiologis
terbaik dari ventilasi yang memadai
- Peningkatan saturasi oksigen
Peningkatan oksigenasi terkadang bisa
terjadi lambat apabila didapatkan
hipertensi pulmonal

5. Perawatan Paska Resusitasi


Bayi baru lahir yang mengalami perbaikan
kondisi setelah mendapatkan resusitasi harus
dipantau kondisi fisik dan vitalnya. Apabila
pasien berada di faskes 1 dan membutuhkan
perujukan, pastikan pasien berada dalam

39
kondisi yang memungkinkan untuk dirujuk.
Perawatan paska resusitasi bayi baru lahir
yang perlu diperhatikan adalah STABLE, yakni
sugar and safe, temperature, Airway, blood
pressure, Lab work, dan emotional support.

- Sugar and Safe

Cairan dan nutrisi diberikan pada bayi secara


parenteral. Bayi baru lahir paska resusitasi
tidak disarankan mendapat nutrsi secara
enteral karena beresiko terjadi aspirasi. Pada
kondisi paska resusitasi, bayi harus segera
mendapat glukosa secara IV.
Pada bayi baru lahir yang tidak diresusitasi,
perlu diperhatikan faktor resiko penyebab
hipoglikemi, antara lain bayi kurang bulan
(<37 minggu), kecil masa kehamilan (KMK),
besar maka kehamilan (BMK), bayi dari ibu
dengan diabetes, bayi yang ibunya meng-
konsumsi obat tertentu (beta bloker, klorpro-
pamid, benzotiazid dan antidepresan trisiklik).

40
Gejala yang dapat muncul pada bayi yang
mengalami hipoglikemia yakni iritabilitas,
tremor, jitteriness, refleks Moro yang
berlebihan, suara tangis yang melengking,
kejang, lemas, kelemahan anggota gerak,
sianosis, apnea, dan malas minum.

Bayi dengan kadar glukosa <47 mg/dl harus


segera mendapat terapi glukosa. Bila hasil
pemeriksaan glukosa pasien adalah < 25
mg/dL, maka segera berikan infus glukosa
200mg/kg (dektrosa 10% 2ml/kg) dan atau
infus dengan kecepatan 5-8 mg/kg/menit (80-
100 ml/kg/hari).

- Temperatur

Penyebab paling banyak kematian bayi akibat


temperature adalah hipotermi. Suhu normal
bayi adalah 6,5 – 37,5oC jika diukur di aksila.
Hipotermi terbagi menjadi 3 yakni ringan (36
– 36,5oC), sedang (32 – 35.9oC) dan berat
(<30oC). sehingga, suhu ruang yang dianjur-
kan untuk bayi adalah minimal 26oC.

41
- Airway dan breathing
Pastikan tidak ada hambatan pada jalan napas
pasien serta respiratory rate pasien normal.
Evaluasi jalan napas, rr dan saturasi setiap 1
hingga 3 jam. Target saturasi pasien pada saat
fase stabilisasi adalah >90 – 95%.

- Blood pressure

Syok adalah disfungsi sirkulasi yang


menyebabkan asupan nutrisi dan oksigen
tidak mencukupi kebutuhan tubuh. syok
terbagi menjadi 3 tipe yakni hipovolemi,
kardiogenik, dan septik. Pada umumnya, bayi
paling banyak akan mengalami syok
hipovolemi. Tatalaksana dari syok pertama
kali adalah mengevaluasi faktor resiko bayi
mengalami syok. Setelah itu, pada syok
hipovolemi, pasien dapat diberi larutas
fisiologis 10 ml/kgbb dalam waktu 30 hingga
60 menit.

42
- Lab work
Pemeriksaan laboratorium penting dilakukan
untuk mengindentifikasi adanya infeksi pada
bayi. Bayi yang memiliki resiko tinggi
mengalami infeksi yakni KPD >18 jam,
kelahiran premature, riwayat korioamnitis,
riwayat ibu diare, ISK atau infeksi lainnya,
riwayat ibu emam saat intra maupun
postpartum, serta riwayat prosedur invasive
fsetelah kelahiran. Pemeriksaan yang
disarankan yakni blood count, blood culture,
blod sugar, dan blood gas.

- Emotional support
Bayi baru lahir yang sakit bisa menjadi krisis
dan menyita pikiran dari keluarga, terutama
orang tua bayi. Dukungan emosional
diperlukan supaya orang tua bayi lebih tenang
dan bisa menerima kemungkinan kejadian
yang akan terjadi. Penjelasan perihal kondisi
pasien, tindakan yang akan dilakukan, serta

43
prognosis harus dijelaskan dengan baik
kepada keluarga pasien.

Perujukan neonatus ke NICU diindikasikan


apabila pasien mendapat bantuan ventilasi
dengan masker selama 2 menit atau lebih, skor
APGAR ≤ 4 pada menit ke 1 atau ≤ 6 pada
menit ke 5, dan terdapat tanda bahaya.
Tabel 4: Tanda bahaya pada neonatus
Temperature Hipertermi >38oC
Hipotermi <35,5oC
Neurological - Bulging fontanella
sign - Hypotonia
- Letargi atau koma
- Tidak bisa direct
breastfeeding
- Kejang
Respirasi - Apnea atau bradipneu (RR
<30 x/menit)
- Takipnea (RR >60 x/menit)
- Chest indrawing parah
- Merintih
Jantung - Takikardi (HR> 180 x/menit)

44
- CRT memanjang >2 detik
Warna kulit - Sianosis seluruh tubuh
- Sangat pucat
- Sangat kuning
Kulit - Pustule yang luas
- Terdapat pus atau darah di
umbilicus
Sendi - Bengkak
Glukosa darah - Hipoglikemi rekuren

6. APGAR Score
APGAR adalah sebuah tes cepat yang
dilakukan pada bayi di menit ke 1 dan 5
setelah lahir. Skor pada menit ke 1
menentukan seberapa baik bayi mentolerir
proses persalinan. Skor pada menit ke 5
menjadi penentu seberapa baik keadaan bayi di
luar rahim ibu. Pada kasus tertentu, seperti
pada resusitasi neonatus, APGAR skor bisa
dinilai pada menit ke 10 kehidupan bayi.

Komponen penilaian APGAR score


meliputi warna, detak jantung, refleks, tonus

45
otot, dan pernapasan. Penilaian ini dibuat
untuk menilai tanda-tanda gangguan
hemodinamik seperti sianosis, hipoperfusi,
bradikardia, hipotonia, depresi pernapasan,
atau apnea. Setiap komponen diberi nilai 0
(nol), 1, atau 2.
Tabel 5 : APGAR score
Komponen 0 1 2
Appearance Biru, Badan Seluruh
(warna kulit) pucat merah tubuh
jambu, merah
ekstrimitas jambu
biru
Pulse Tidak <100 >100
(Denyut ada
jantung)
Grimace Tidak Meringis Menangis
(refleks ada kuat
iritabilitas) respon
Activity Flaccid Ekstrimitas Gerak
(Tonus otot) sedikit aktif
fleksi
Respiration Tidak Pelan, Baik,
(Usaha nafas) ada tidak tertur menangis

46
Penilaian APGAR dilakukan dengan
melihat 5 komponen di atas kemudian dan di
jumlahkan. Interpretasi dari APGAR score
yakni 7 sampai 10 dianggap meyakinkan
bahwa bayi normal, skor 4 sampai 6 bayi
cukup abnormal, dan skor 0 sampai 3 dianggap
rendah pada bayi cukup bulan dan premature
akhir.

APGAR score dirancang untuk membantu


mengidentifikasi bayi yang membutuhkan
dukungan pernapasan atau tindakan resusitasi
lainnya, namun bukan sebagai ukuran hasil.
Penegakan diagnosa asfiksia atau hipoksia
intrapartum tidak bisa hanya berdasarkan
APGAR score.
APGAR score yang rendah pada menit 1
tidak bisa dijadikan patokan untuk mem-
prediksi klinis pasien yang berdampak pada
kesehatan jangka Panjang pasien yang tidak
baik. sedangkan APGAR score pada menit ke
5 berkorelasi dengan mortalitas dan dapat

47
meningkatkan risiko cerebral palsy pada
beberapa study.

7. Pemasangan Akses Umbilical


Emergency
Pada keadaan darurat yang membutuhkan
kecepatan dan ketepatan, pemasangan akses
intravena melalui umbilikal adalah pilihan
pada resusitasi neonatus. Selain itu, ada
beberapa indikasi lain dalam pemasangan
kateter umbilikal, yakni ketika jalur intravena
perifer lain sulit ditemukan dalam waktu
singkat, ketika diperlukan jalur intravena lebih
dari satu, pada bayi berat lahir sangat rendah
yang membutuhkan jalur vena untuk transfuse
tukar, ketika akan memasukkan cairan glukosa
dengan konsentrasi > D 12.5 W, dan bisa
namun jarang digunakan untuk monitoring
tekanan vena sentral.
Pemasangan kateter umbilikal dimulai
dengan persiapan alat. Sebelum memulai
tindakan, pastikan alat yang digunakan dalam

48
pemasangan sudah siap. Beberapa alat yang
perlu disiapkan antara lain:

- Bak instrument
- Gunting kecil
- Pinset chirurgis
- Klem bengkok kecil
- Klem lurus
- Sarung tangan steril
- Gaun steril
- Tali
- Benang jahit silk no 3.0 dan jarum
- Needle holder
- Kateter umbilikal ukuran 3,5 FG (BL<1
kg), 5 FG (BL >1 kg), dan 8 FG (Bl >2.5
kg)
- antiseptic (alcohol 70%, povidone iodin,
kasa steril)
- trolley alat dan kain penutup steril,
- spuit 5 ml dan 10 ml, trheeway stoper
- NaCl 0.9% 25 ml dan 100 ml.

49
Langkah pemasangan kateter umbilikal
antara lain:

1. Cuci tangan dan menggunakan handscoon


steril
2. Evaluasi kondisi pasien
3. Sambungkan kateter umbilicus, threeway
dan spuit.
4. Isi kateter ukuran 3.5 FG atau 5 FG yang
telah disambungkan sebelumnya dengan
NaCl 0.9%
5. Kunci threeway untuk mencegah adanya
udara masuk ke dalam kateter
6. Bersihkan dan sterilkan umbilicus serta
kulit sekitarnya dengan larutan anti-septik.
Khusus pada bayi prematur, gunakan
lapisan berbahan hidrokoloid untuk
melindungi kulit.
7. Ikat benang mengelilingi dasar umbilicus

50
8. Potong umbilicus 1-2 cm dari dasar
kemudian tentukan vena dan arteri
umbilikus. Vena merupakan pembuluh
yang menganga lebar dan arteri
merupakan dua pembuluh berdinding
tebal. Pegang umbilikus dengan forseps
steril.

9. Pegang bagian dekat ujung kateter


dengan forsep steril, lalu masukkan
kateter ke dalam vena sepanjang 4
hingga 6 cm. Pastikan kateter bisa

51
menembus dengan mudah melalui vena
umbilikalis

10. Tarik darah sehingga bisa mengalir


mudah ketika threeway dibuka kearah
spuit
11. Pastikan kateter tidak menekuk dan
darah mengalir dengan mudah. Apabila
terdapat sumbatan, tarik umbilicus
perlahan, tarik kateter ke belakang dan
masukkan kembali.
12. Lakukan penjahitan melingkar dengan
silk 3.0
13. Lepaskan ikatan umbilikal segera setelah
tindakan selesai dikerjakan.

Setelah tindakan selesai dan kondisi bayi


baik, bersihkan cairan antiseptic yang menem-

52
pel di badan pasien dengan mengguna-kan
aquabidest. Pada pemasangan kateter vena
umbilikal, pastikan ada darah yang mengalir di
kateternya setelah dimasukkan dengan panjang
yang sesuai. Apabila tidak ada darah yang
mengalir, kemungkinan kateter masuk ke vena
hepatica. Konfirmasi lokasi ujung kateter juga
bisa dilakukan melalui foto rongent. Posisi
kateter vena umbilikalis yang tepat yakni di
vena kafa inferior, di atas diafragma
(perbatasan atrium kanan), letak rendah hanya
pada kasus emergency.

Gambar 7.1: Posisi ujung kateter vena umbilikal


yang tepat (panah biru)

53
Apabila kateter tidak terpasang dengan
tepat, dampak yang ditimbulkan bisa berupa
morbiditas hingga mortalitas. Ketika kateter
dalam jantung, pasien akan beresiko
mengalami aritmia jantung, dan perforasi.
Ketika kateter berada dalam hati, pasien bisa
mengalami kerusakan jaringan hati.

Gambar 7.2: Ujung kateter vena umbilikal di


hepar

Pada beberapa kondisi, pemasangan


kateter umbilikal sebaiknya tidak dikerjakan.
Kontraindikasi pemasangan kateter umbilikal
yakni apabila pada bayi didapatkan omfalokel,

54
gastroschisis, omfalitis, peritonitis, dan necro-
tizing enterocolitis.

8. Resusitasi Dihentikan
Hingga saat ini, tidak ada pedoman yang
tegas tentang berapa lama resusitasi harus
dilanjutkan ketika terjadi bradikardia berat
yang persisten atau tindakan yang harus
dilakukan ketika detak jantung meningkat
setelah resusitasi dihentikan. Oleh karena itu,
penghentian resusitasi dilakukan berdasarkan
penilaian dan evaluasi pasien oleh penolong.

Pada beberapa kasus, resusitasi bayi baru


lahir dapat dihentikan apabila setelah resusitasi
adekuat tidak didapatkannya denyut jantung
selama 10 menit. Nilai APGAR 0 pada menit
ke 10 juga bisa menjadi indikasi untuk tidak
melanjutkan resusitasi. Selain itu, resusitasi
juga dapat dihentikan jika sudah ditemukan
tanda tanda kematian seperti lebam mayat,
pupil midriasis maksimal dan lain sebagainya.

55
Pada kondisi khusus, resusitasi bisa
menjadi tidak wajib dilakukan. Tindakan
resusitasi tidak diindikasikan pada kasus bayi
dengan usia gestasi sangat premature (<23
minggu), berat lahir sangat rendah (<400
gram), kelainan kongenital yang kemungkinan
besar menyebabkan kematian pada bayi
(anechepali). Pada kasus dengan prognosisnya
tidak pasti, misalnya kasus dengan tingkat
kesembuhan atau keberhasilan borderline serta
morbiditas yang relatif tinggi, maka keputusan
resusitasi harus melibatkan pertimbangan
orangtua.

56
Bonus free access
Video Resusitasi Neonatus

Scan QR code ini !


Hanya pembeli buku original yang bisa
mengakses bonus ini !!!

Akses bonus video anda :


1. Scan QR code
2. Hubungi admin Dokter Care (0819-
3263-3594) untuk mendapatkan
username dan password
3. Login menggunakan username dan
password yang telah diberikan oleh
admin
4. Enjoy your video.

57
Daftar Pustaka
UKK Neonatologi IDAI. 2022. panduan
pembelajaran provider resusitasi neonatus
Indonesia.

IDAI. 2018. Kumpulan Pedoman Pelayanan


Neonatal

AHA. 2011. Textbook of Neonatal


Resuscitation, 6th Edition. Library of
Congress Catalog Card No. 2010907499.
ISBN-13: 978-1-58110-498-1

WHO. 2022. Neonatal Mortality.


(Online:https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/levels-and-trends-
in-child-mortality-report-2021)

SDKI. 2017. Angka kematian bayi di


Indonesia
Kemenkes. 2020. Profil kesehatan Indonesia
2019.

58
Kemenkes. 2019. Pedoman nasional pelayanan
kedokteran tata laksana Asfiksia.

Kemenkes. 2018. Pedoman Nasional


Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Tindakan Resusitasi, Stabilisasi, dan
Transpor Bayi Berat Lahir Rendah.
(online:https://www.idai.or.id/professional
-resources/pedoman-konsensus/pedoman-
nasional-pelayanan-kedokteran-tata-
laksana-berat-badan-lahir-rendah)

Arcangela B. 2022. Neonatal Resuscitation.


(online:https://medicalguidelines.msf.org/
en/viewport/ONC/english/10-2-neonatal-
resuscitation-51418320.html_)

MSF. 2022. Neonatal Resuscitation..


(online:https://www.msdmanuals.com/pro
fessional/pediatrics/perinatal-
problems/neonatal-resuscitation)
Djayanti sari, yunita widyastuti, muhamad
randy givano. 2017. Resusitasi neonatus

59
dan pediatrik. Jurnal komplikasi anestesi
volume 4 nomor 2, maret 2017. (online:
http://anestesi.fk.ugm.ac.id/jka.ugm/down
load-file-430217.pdf)

Patricia H. 1999. Care of the newborn in the


delivery room. BMJ 1999; 318
(online:https://doi.org/10.1136/bmj.318.71
95.1403)

Khalid Azis et al. 2020. Part 5: Neonatal


Resuscitation: 2020 American Heart
Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care.
Circulation. 2020;142:S524–S550.
(online:https://doi.org/10.1161/CIR.00000
00000000902)

I Papadopoulou. Et al. 2013. Don’t Fluff your


Baby Lines: A Guide to Lines and Tubes
in Neonates.
(online:https://dx.doi.org/10.1594/ecr2013
/C-2462)

60
Leslie V. Simon; Muhammad F.
Hashmi; Bradley N. Bragg. 2023. APGAR
Score.

61
PT. Mul medika Digital Indonesia

Anda mungkin juga menyukai