RESUSITASI
NEONATUS
UPDATE ALUR IDAI
2022
dr. Aisya Fikritama Aditya, Sp.A | dr. Salma Mazkiyah
BONUS
AKSES WEBINAR
RESUSITASI NEONATUS
UPDATE ALUR IDAI 2022
Penerbit
PT MULTIMEDIKA DIGITAL INDONESIA
Jl. Dharmahusada Indah Barat Blok AB No. 224
Mojo, Gubeng, Surabaya
Hak cipta dilindungi oleh Undang – Undang.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi
buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa karena dengan limpahan Rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan buku yang
berujudul “RESUSITASI NEONATUS : Update
Alur IDAI 2022”. Dalam hal kegawatdaruratan,
waktu adalah kunci dari keselamatan nyawa
seseorang. Oleh karena itu, identifikasi serta
penatalaksanaan masalah harus dilakukan dalam
waktu sesingkat dan setepat mungkin.
Buku ini membahas tentang cara melakukan
resusitasi pada neonatus dengan baik dan benar.
Harapannya, tenaga medis yang menangani bayi
baru lahir bisa memberikan tatalaksana yang terbaik
sehingga angka kematian neonatus di Indoneisa
dapat menurun.
Terima kasih
Surabaya, Mei 2023
Tim Penyusun
iii
Daftar Isi
Redaksi ................................................................. ii
Kata Pengantar....................................................... iii
Daftar Isi ............................................................... iv
Daftar Gambar ...................................................... v
Daftar Tabel .......................................................... vi
1. Pendahuluan ................................................. 1
2. Adaptasi Bayi Baru Lahir ............................... 4
3. Resusitasi Neonatus ....................................... 8
A. Penilaian Awal ........................................ 19
B. Langkah Awal ......................................... 20
C. Langkah Evaluasi .................................... 23
D. Ventilasi Tekana Positif (VTP) .............. 25
E. Kompresi Dada ......................................... 29
F. Continue Positive Airway Pressure
(CPAP) ..................................................... 32
4. Intubasi Neonatus .......................................... 34
5. Perawatan Paska Resusitasi ........................... 39
6. APGAR Score ............................................... 45
7. Pemasangan Akses Umbilical Emergency .... 48
8. Resusitasi Dihentikan .................................... 55
Daftar Pustaka ...................................................... 58
iv
Daftar Gambar
v
Gambar 3.8 : Perlekatan sungkup yang tepat ....... 28
iv
Daftar Tabel
v
1. Pendahuluan
Kematian neonatus mengalami peningkat-
an di dunia. Secara global, sekitar 2,4 juta
anak meninggal pada bulan pertama kehidupan
pada tahun 2020. Terdapat 6700 kematian bayi
baru lahir setiap harinya dankurang lebih
sebesar 47% dari semua kematian anak adalah
anak usia di bawah 5 tahun. Hal ini naik 40%
jika dibandingkan dari kematian anak pada
tahun 1990.
1
Indonesia merupakan sepuluh besar
negara dengan kematian bayi yang tinggi di
dunia, khususnya neonatus. Berdasarkan data
WHO pada tahun 2020, Indonesia menduduki
peringkat ke 7 dalam angka kematian neonatus
(AKN). Angka kematian bayi (AKB) di
Indonesia yakni sekitar 24 dari 1000 kelahiran
hidup. Sedangkan angka kematian neonatus di
Indonesia sebesar 15 dari 1000 kelahiran
hidup. Jika dapat disimpulkan, sekitar 2 bayi
di Indonesia meninggal setiap 6 menit dan
sekitar 500 bayi meninggal setiap harinya.
2
Ditjen pelayanan kesehatan Indonesia
tahun 2021 menjelaskan bahwa kematian pada
neonatus di Indonesia paling banyak
disebabkan oleh karena BBLR (berat badan
lahir rendah) yakni sekitar 35,5% dan asfiksia
yakni sekitar 27%. Penyebab lainnya seperti
tetanus neonatorum, kelainan kongenital,
infeksi dan lain sebagainya.
3
hidup mereka. Salah satu dampak yang bisa
terjadi adalah kecacatan, seperti cerebral
palsy, chronic lung disease, dan Retinopathy of
prematurity (ROP). Memahami alur dan cara
pelaksanaan resusitasi neonatus merupakan
salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
bisa mengurangi angka kematian dan
kecacatan pada anak.
4
sisi kanan jantung tidak bisa masuk ke paru-
paru karena adanya peningkatan resistensi
untuk mengalir pembuluh darah di paru-paru
janin.
5
pada bayi yang mengalami adaptasi fisiologis
adalah kardiovaskular, respirasi, neuromusku-
ler dan termoregulasi.
6
- Tonus otot yang buruk akibat dari
kurangnya oksigen mencukupi ke otak,
otot, dan organ lainnya
- Bradikardia akibat dari kurangnya oksigen
ke otot jantung atau batang otak
- Takipnea akibat kegagalan alveoli
menyerap cairan paru
- Sianosis persisten atau saturasi rendah
terlihat pada pemeriksaan oksimeter, dari
kekurangan oksigen dalam darah
- Tekanan darah rendah akibat kurangnya
oksigen ke otot jantung, kehilangan darah,
atau pengembalian darah yang tidak
mencukupi dari plasenta sebelum atau
selama kelahiran
7
seperti pemberian adrenalin dan kompresi
dada.
8
resusitasi untuk memastikan bayi terhindar
dari kematian.
9
Sebelum melakukan resusitasi, perlu
diketahui bahwa ada beberapa hal yang harus
dilakukan. Persiapan resusitasi yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Konsultasi antenatal.
Sebelum persalinan, sebaiknya tenaga
medis harus sudah mencari informasi
perihal pasien dan calon bayinya. Beberapa
yang perlu ditanyakan sepeti usia
kehamilan, resiko kehamilan rendah sedang
atau berat, air ketuban sudah pecah tau
belum, ada tidaknya penyakit saat
kehamilan, faktor resiko penyulit dan lain
sebagainya. Hal ini bertujuan supaya tenaga
kesehatan bisa mempersiapan atau
memprediksi kebutuhan resusitasi.
2. Pembentukan tim
Sebuah tim resusitasi neonatus minimal
terdiri dari 2 orang yakni leader dan asisten
1.
- Leader adalah pemimpin resusitasi yang
memiliki pengetahuan dan kemampuan
tentang resusitasi neonatus paling
10
lengkap berada di sisi atas kepala
pasien. Peran seorang leader adalah
mengkoordinir anggota tim, serta
bertanggung jawab terhadap airway dan
breathing pasien. Penolong pertama
bertugas menangkap dan meletakkan
bayi di infant warmer, menyeka muka
bayi, memasangkan topi, mengeringkan
bayi, memakaikan plastik, serta
memantau dan melakukan intervensi
pada ventilasi baik VTP, CPAP dan
intubasi.
- Asisten 1 berada di sisi kiri pasien dan
bertanggung jawab terhadap circulation
pasien. Asisten 1 bertugas membantu
mengeringkan bayi, mengganti kain
bayi yang basah, mendengarkan LDJ
bayi sebelum pulse oxymetri mulai
terbaca, mengatur PIP dan FiO2,
melakukan kompresi dada, dan
memasang kateter umbilikal.
- Asisten 2 berada di sisi kanan pasien
dan bertugas bertugas menyiapkan suhu
11
ruangan, memasang pulse oxymetri,
memasang probe suhu dan mengatur
agar suhu bayi mencapai suhu 36,5 -
37oC, menyalakan timer, memasang
monitor saturasi, menyiapkan peralatan
dan obat-obatan, memasang infus
perifer bila diperlukan serta menyiap-
kan inkubator transpor yang telah
dihangatkan.
3. Persiapan alat
Beberapa alat yang harus dipersiapkan
untuk resusitasi neonatus yakni TABCD.
12
- Temperature:
Infant warmer di setting suhu 24-26oC,
kantung atau plastik pelapis jika usia
kehamian <32 minggu atau berat lahir
<1500 gram, serta matras penghangat
untuk pasien dengan usia kehamilan <28
minggu atau berat lahir 1000 gram.
13
- Breathing
Mengatur peak inspiratory pressure
(PIP) dan positive end-expiratory
pressure (PEEP) untuk memberi VTP.
Namun, jika tidak ada, bisa mengguna-
kan bagging. Selalu siapkan pulse
oxymetri yang dililitkan untuk menilai
saturasi oksigen neonatus
14
Tabel 1: Pengaturan PIP, PEEP dan konsentrasi
oksigen berdasarkan usia kehamilan ketika
neonatus lahir
Usia PIP PEEP Konsentrasi
kehamilan (cmH2O) (cmH2O) oksigen
saat lahir
>32 25 – 30 5 21%
minggu Maks 40
<32 20 – 25 5 21 – 30%
minggu Maks 30
- Circulation
Set umbilical, kateter umbilical (pilihan
penggantinya OGT), dan stetoskop.
15
NaCl 0,9% 10 cc sehingga menjadi
Adrenalin 1:10.000. Dosis pemberian:
a. Via Intravena 0,2 ml/kg adrenalin
1:10.000 kemudian dibilas dengan
NaCl 0.9% 3 ml
b. Via ETT 1 ml/kg adrenalin 1:10.000
tanpa dibilas NaCl kemudian
dilanjutkan VTP.
4. Rebriefing dan simulasi
Sebelum melakukan pertolongan, sebaiknya
dilakukan briefing kembali kepada sesama
tim supaya tidak ada sesuatu yang
tertinggal dalam pelaksanaan resusitasi
neonatus.
16
Tabel 2: Faktor resiko penyulit resusitasi
neonatus
17
Faktor penyulit dari janin seperti BBLR,
makrosomia, gemelli dan prematuritas juga
harus diperhatikan.
18
selalu dievaluasi oleh tim resusitasi berdasar-
kan tugas masing masing.
A. Penilaian Awal
19
meletakkan bayi di dada ibu dan biarkan bayi
mencari payudara ibu untuk menyusu. IMD
dilakukan maksimal 1 jam dan dapat dilakukan
pada persalinan pervaginam maupun Sectio
caesaria. Ketika IMD, pastikan bayi tetap
hangat, jalan napas tidak tertutup, perhatikan
Laju Denyut Jantung (LDJ), dan saturasi bayi.
B. Langkah Awal
20
Keringkan dan stimulasi, Atur posisi
kembali) :
- Hangatkan bayi.
Bayi diletakkan di infant warmer yang
sudah di setting suhu 24 – 26oC
sebelumnya. Pada bayi dengan usia <32
minggu dan berat badan <1500 gram,
masukkan bayi ke kantung plastik dengan
hanya dikeringkan bagian kepalanya saja.
Selain itu, pasang early CPAP yang
diberikan selama 2 menit pada kondisi
bayi premature.
21
- Atur posisi kepala bayi supaya tidak
menutup jalan napas. Biasanya pada bahu
pasien diberi kain yang digulung supaya
menfiksasi posisi pasien sehingga tidak
terjadi obstruksi jalan napas akibat posisi.
22
- Atur posisi bayi kembali di tempat yang
bersih
C. Langkah Evaluasi
23
3 hal yang harus di evaluasi yakni usaha
napas, laju denyut jantung (LDJ) dan SpO2.
24
memiliki masalah yang telah disebutkan di
atas bisa dilakukan rawat gabung bersama ibu.
Namun, pasien yang tidak mencapai target
SpO2 dan didapatkan sianosis tanpa distress
napas harus segera mendapat oksigen aliran
bebas dengan menggunakan resuscitator
neonatus yang di letakkan di atas hidung bayi
hingga saturasi tercapat sesuai target usianya.
Jika tidak ada perbaikan, pertimbangkan
adanya penyakit jantung kongenital.
25
VTP diberikan dengan cara meletakkan
masker pada posisi yang tepat yakni menutup
mulut dan hidung. Kecepatan VTP yang
diberikan sesuai dengan kecepatan napas
neonatus yakni 40 hingga 60 x/menit dengan
PIP 25 – 30 cmH2O dan PEEP 5 cmH2O. VTP
diberikan dengan irama pompa-lepas-lepas
selama 30 detik.
26
Namun, apabila tidak didapatkan pening-
katan LDJ setelah pemberian VTP, pantau
pengembangan dada pasien.
27
Gambar 9: Perlekatan sungkup yang tepat
28
E. Kompresi Dada
29
Lokasi kompresi dada yakni pada
pertengahan antara processus xyphoideus dan
garis imajiner yang menghubungkan kedua
mamae. Kedalaman kompresi dada yang
disarankan adalah sepertiga diameter
anteroposterior dinding dada bayi.
30
apnea maka berikan epinephrine. Pemberian
epinefrin disarankan melalui IV yakni vena
umbilikal dengan dosis 0.02 mg/kgbb (0.2
ml/kg epinefrin 1:10.000) lalu dibilas dengan
NaCl 0.9%.. Namun, apabila terdapat kesulitan
pemasangan jalur intravena, maka dapat
diberikan melalui ETT dengan dosis 0.1
mg/kg (0.1 ml/kg epinefrin 1:10.000) tanpa
dibilas dengan NaCl 0.9%.
Tabel 3 : Tindakan lanjutan paska evaluasi
LDJ Usaha Tindakan lanjutan
Nafas
<60 x/menit Apnea Pemberian adrenalin
dilanjutkan dengan
kompresi dada dan VTP
>60 x/menit Apnea Hentikan kompresi dada
dan lanjutkan VTP
>100 Bernafas Hentikan VTP,
x/menit spontan pertimbangkan
pemberian CPAP PEEP
7 cmH2O sampai bayi
bernafas adekuat
31
F. Continue Positive Airway Pressure
(CPAP)
32
evaluasi kembali apakah masih ada retraksi,
merintih dan sianosis. Apabila PEEP sudah
dinaikkan sampai 8 cmH2O dan FiO2 sudah
>40% namun masih didapatkan retraksi berat,
merintih dan sianosis serta SpO2 <90%, maka
pasien mengalami gagal CPAP. Penanganan
pasien dengan gagal CPAP adalah segera
diberikan VTP dan intubasi.
33
dengan baik dan saturasi kurang baik, maka
PIP dapat dinaikkan 1 cmH2O. Namun apabila
berlebihan, PIP dapat diturunkan 1 cmH2O.
4. Intubasi Neonatus
Indikasi pemasangan intubasi pada
neonatus yakni
34
a. ETT ukuran 2,5 mm untuk bayi <1000 g
atau usia kehamilan <28 minggu
b. ETT ukuran 3 mm untuk bayi 1000
hingga 2000 g atau usia kehamilan 28
hingga 34 minggu
c. ETT ukuran 3,5 mm untuk bayi > 2000 g
atau > 34 minggu kehamilan
35
Namun, pada pasien yang didapatkan kaku
pada bagian mulutnya dapat diberikan
premedikasi berupa musce relaxant.
36
9. Posisikan hingga laring posterior dan
vocal cord terlihat
37
15. Amankan tabung ETT ke atap langit-
langit atau dengan kuat di bibir
16. Keluarkan laringoskop dengan hati-hati
17. Amankan ET dengan fiksasi
18. Pasang ETT ke ventilator dan sesuaikan
pengaturan sesuai kebutuhan
19. Pindahkan bayi kembali ke posisinya
dengan hati-hati, pastikan ETT aman
saat memindahkan bayi dan gunakan
teknik 2 orang untuk menghindari
ekstubasi yang tidak disengaja
38
Gambar 4.2 : posisi ETT yang tepat (kiri). Posisi
ETT yang terlalu dalam (kanan)
- Peningkatan denyut jantung pada bayi.
Hal ini merupakan indikator fisiologis
terbaik dari ventilasi yang memadai
- Peningkatan saturasi oksigen
Peningkatan oksigenasi terkadang bisa
terjadi lambat apabila didapatkan
hipertensi pulmonal
39
kondisi yang memungkinkan untuk dirujuk.
Perawatan paska resusitasi bayi baru lahir
yang perlu diperhatikan adalah STABLE, yakni
sugar and safe, temperature, Airway, blood
pressure, Lab work, dan emotional support.
40
Gejala yang dapat muncul pada bayi yang
mengalami hipoglikemia yakni iritabilitas,
tremor, jitteriness, refleks Moro yang
berlebihan, suara tangis yang melengking,
kejang, lemas, kelemahan anggota gerak,
sianosis, apnea, dan malas minum.
- Temperatur
41
- Airway dan breathing
Pastikan tidak ada hambatan pada jalan napas
pasien serta respiratory rate pasien normal.
Evaluasi jalan napas, rr dan saturasi setiap 1
hingga 3 jam. Target saturasi pasien pada saat
fase stabilisasi adalah >90 – 95%.
- Blood pressure
42
- Lab work
Pemeriksaan laboratorium penting dilakukan
untuk mengindentifikasi adanya infeksi pada
bayi. Bayi yang memiliki resiko tinggi
mengalami infeksi yakni KPD >18 jam,
kelahiran premature, riwayat korioamnitis,
riwayat ibu diare, ISK atau infeksi lainnya,
riwayat ibu emam saat intra maupun
postpartum, serta riwayat prosedur invasive
fsetelah kelahiran. Pemeriksaan yang
disarankan yakni blood count, blood culture,
blod sugar, dan blood gas.
- Emotional support
Bayi baru lahir yang sakit bisa menjadi krisis
dan menyita pikiran dari keluarga, terutama
orang tua bayi. Dukungan emosional
diperlukan supaya orang tua bayi lebih tenang
dan bisa menerima kemungkinan kejadian
yang akan terjadi. Penjelasan perihal kondisi
pasien, tindakan yang akan dilakukan, serta
43
prognosis harus dijelaskan dengan baik
kepada keluarga pasien.
44
- CRT memanjang >2 detik
Warna kulit - Sianosis seluruh tubuh
- Sangat pucat
- Sangat kuning
Kulit - Pustule yang luas
- Terdapat pus atau darah di
umbilicus
Sendi - Bengkak
Glukosa darah - Hipoglikemi rekuren
6. APGAR Score
APGAR adalah sebuah tes cepat yang
dilakukan pada bayi di menit ke 1 dan 5
setelah lahir. Skor pada menit ke 1
menentukan seberapa baik bayi mentolerir
proses persalinan. Skor pada menit ke 5
menjadi penentu seberapa baik keadaan bayi di
luar rahim ibu. Pada kasus tertentu, seperti
pada resusitasi neonatus, APGAR skor bisa
dinilai pada menit ke 10 kehidupan bayi.
45
otot, dan pernapasan. Penilaian ini dibuat
untuk menilai tanda-tanda gangguan
hemodinamik seperti sianosis, hipoperfusi,
bradikardia, hipotonia, depresi pernapasan,
atau apnea. Setiap komponen diberi nilai 0
(nol), 1, atau 2.
Tabel 5 : APGAR score
Komponen 0 1 2
Appearance Biru, Badan Seluruh
(warna kulit) pucat merah tubuh
jambu, merah
ekstrimitas jambu
biru
Pulse Tidak <100 >100
(Denyut ada
jantung)
Grimace Tidak Meringis Menangis
(refleks ada kuat
iritabilitas) respon
Activity Flaccid Ekstrimitas Gerak
(Tonus otot) sedikit aktif
fleksi
Respiration Tidak Pelan, Baik,
(Usaha nafas) ada tidak tertur menangis
46
Penilaian APGAR dilakukan dengan
melihat 5 komponen di atas kemudian dan di
jumlahkan. Interpretasi dari APGAR score
yakni 7 sampai 10 dianggap meyakinkan
bahwa bayi normal, skor 4 sampai 6 bayi
cukup abnormal, dan skor 0 sampai 3 dianggap
rendah pada bayi cukup bulan dan premature
akhir.
47
meningkatkan risiko cerebral palsy pada
beberapa study.
48
pemasangan sudah siap. Beberapa alat yang
perlu disiapkan antara lain:
- Bak instrument
- Gunting kecil
- Pinset chirurgis
- Klem bengkok kecil
- Klem lurus
- Sarung tangan steril
- Gaun steril
- Tali
- Benang jahit silk no 3.0 dan jarum
- Needle holder
- Kateter umbilikal ukuran 3,5 FG (BL<1
kg), 5 FG (BL >1 kg), dan 8 FG (Bl >2.5
kg)
- antiseptic (alcohol 70%, povidone iodin,
kasa steril)
- trolley alat dan kain penutup steril,
- spuit 5 ml dan 10 ml, trheeway stoper
- NaCl 0.9% 25 ml dan 100 ml.
49
Langkah pemasangan kateter umbilikal
antara lain:
50
8. Potong umbilicus 1-2 cm dari dasar
kemudian tentukan vena dan arteri
umbilikus. Vena merupakan pembuluh
yang menganga lebar dan arteri
merupakan dua pembuluh berdinding
tebal. Pegang umbilikus dengan forseps
steril.
51
menembus dengan mudah melalui vena
umbilikalis
52
pel di badan pasien dengan mengguna-kan
aquabidest. Pada pemasangan kateter vena
umbilikal, pastikan ada darah yang mengalir di
kateternya setelah dimasukkan dengan panjang
yang sesuai. Apabila tidak ada darah yang
mengalir, kemungkinan kateter masuk ke vena
hepatica. Konfirmasi lokasi ujung kateter juga
bisa dilakukan melalui foto rongent. Posisi
kateter vena umbilikalis yang tepat yakni di
vena kafa inferior, di atas diafragma
(perbatasan atrium kanan), letak rendah hanya
pada kasus emergency.
53
Apabila kateter tidak terpasang dengan
tepat, dampak yang ditimbulkan bisa berupa
morbiditas hingga mortalitas. Ketika kateter
dalam jantung, pasien akan beresiko
mengalami aritmia jantung, dan perforasi.
Ketika kateter berada dalam hati, pasien bisa
mengalami kerusakan jaringan hati.
54
gastroschisis, omfalitis, peritonitis, dan necro-
tizing enterocolitis.
8. Resusitasi Dihentikan
Hingga saat ini, tidak ada pedoman yang
tegas tentang berapa lama resusitasi harus
dilanjutkan ketika terjadi bradikardia berat
yang persisten atau tindakan yang harus
dilakukan ketika detak jantung meningkat
setelah resusitasi dihentikan. Oleh karena itu,
penghentian resusitasi dilakukan berdasarkan
penilaian dan evaluasi pasien oleh penolong.
55
Pada kondisi khusus, resusitasi bisa
menjadi tidak wajib dilakukan. Tindakan
resusitasi tidak diindikasikan pada kasus bayi
dengan usia gestasi sangat premature (<23
minggu), berat lahir sangat rendah (<400
gram), kelainan kongenital yang kemungkinan
besar menyebabkan kematian pada bayi
(anechepali). Pada kasus dengan prognosisnya
tidak pasti, misalnya kasus dengan tingkat
kesembuhan atau keberhasilan borderline serta
morbiditas yang relatif tinggi, maka keputusan
resusitasi harus melibatkan pertimbangan
orangtua.
56
Bonus free access
Video Resusitasi Neonatus
57
Daftar Pustaka
UKK Neonatologi IDAI. 2022. panduan
pembelajaran provider resusitasi neonatus
Indonesia.
58
Kemenkes. 2019. Pedoman nasional pelayanan
kedokteran tata laksana Asfiksia.
59
dan pediatrik. Jurnal komplikasi anestesi
volume 4 nomor 2, maret 2017. (online:
http://anestesi.fk.ugm.ac.id/jka.ugm/down
load-file-430217.pdf)
60
Leslie V. Simon; Muhammad F.
Hashmi; Bradley N. Bragg. 2023. APGAR
Score.
61
PT. Mul medika Digital Indonesia