Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Jejunum

a. Anatomi

Intestinum tenue atau usus halus memiliki saluran yang terdiri atas duodenum,

jejunum, dan ileum (Drake et al., 2018; Hansen, 2019). Jejunum memiliki diameter yang

lebih besar jika dibandingkan dengan ileum dan sebagian besar terletak di bagian kuadran kiri

atas. Selain itu, jejunum memiliki ciri khas diantaranya dinding yang lebih tebal, lemak

mesenterica lebih sedikit, plica circularis lebih tinggi dan lebih banyak, arcade arterialis yang

kurang menonjol, dan vasa recta lebih panjang. Pada intestinum tenue, 2/5 proximal bagian

diwakili oleh organ jejunum (Drake et al., 2018; Hansen, 2019; Wineski, 2019).

Jejenum memiliki panjang 2,5 cm dan merupakan tempat pencernaaan terakhir

sebelum sari-sari makanan diserap. Di dalam jejenum, makanan mengalami pencernaan

secara kimiawi oleh enzim-enzim berikut :

a. Enterokinase, enzim ini berfungsi mengaktifkan tripsinogen yang dihasilkan

oleh pankreas.

b. Erepsin (dipeptidase), enzim ini berfungsi mengubah dipeptida atau pepton

menjadi asam amino.

c. Laktase, enzim ini berfungsi mengubah laktosa menjadi glukosa dan

galaktosa.

d. Maltase, enzim ini berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa.

e. Sukrase, enzim ini berfungsi mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

f. Lipase, enzim ini berfungsi mengubah lemak menjadi gliserol dan asam lemak
b. Histologi

intestinum tenue tersusun oleh duodenum, jejunum, dan ileum, yang mana ketiga

bagian tersebut memiliki bentuk dan struktur yang hampir sama. Lapisan dinding dari

intestinum tenue diantaranya yaitu:

1. Epithelium, tersusun oleh berbagai jenis sel :

a. Epitheliocytus columnaris, tepi permukaan dilengkapi dengan limbus striatus

yang mengandung enzim disacharidasa. Limbus striatus tampak sebagai villi

kecil disebut microvili plicae circularis (plica kerkringi; valvula conniventes)

menghasilkan luas permukaan mucosa usus ± 3x lipat. Pada plica ini tumbuh

villi intestinalis, merupakan tonjolan mucosa yang diikuti tunica propria, yang

dapat meningkatkan luas permukaan mucosa usus ± l0x lipat. Sedang pada

permukaan sel mucosa, terdapat microvilli yang dapat meningkatkan luas

permukaan mucosa usus ± 20 x lipat. Dengan demikian, adanya ketiga

bangunan tersebut diatas, luas permukaan mucosa ditingkatkan ± 600 x lipat.

Gambar 4.3. Struktur Villi Intestinalis dan Plicae circularis (plica Kerkringi; valvula
conniventes)
Pada permukaan mucosa distal duodenum dan bagian oral jejunum terdapat plica

circularis atau yang biasa disebut dengan valvula kerkringi. Plica circularis adalah lipatan

transversal ke arah lumen dari tunica mucosa beserta submucosa intestinum tenue. Selain itu,

plica circularis ini dapat dijumpai mulai di duodenum, sekitar 2-5 cm distal pylorus sampai

pertengahan ileum serta biasanya akan mencapai perkembangan yang maksimal untuk bentuk

dan jumlahnya di bagian distal duodenum dan bagian oral jejunum. (gambar 1.18) (Rismanto

J., 1991).

Gambar 1.18. Plica circularis (PC) di Ileum.


Sumber: Treuting PM, Arends MJ, dan Dintzis SM 2018. Upper Gastrointestinal Tract dalam
Treuting PM, Dintzis SM, dan Montine KS (editors). Comparative Anatomy and Histology: A
Mouse, Rat, and Human Atlas Second Edition.Academic Press, London hal. 209

b. Epitheliocytus caliciformis: pada duodenum jarang, makin ke distal makin

banyak. Sel ini menghasilkan mucin, suatu glikoprotein untuk membasahi

permukaan intestinum, bereaksi pas positif. Sel tersebut berbentuk piala

sehingga disebut sel piala (goblet cell).

c. Endocrinocytus gastrointestinalis atau argentaffinocytus, makin ke distal

makin banyak, menghasilkan 5- hidroksitriptamin, yang mempengaruhi

kegiatan otot polos usus.


d. Exocrinocytus cum granulis acidophilis, dulu dinamakan sel paneth : terletak

di bagian basal crypta (glandula) intestinalis. Sel mengandung butir-butir

asidofil; diduga penghasil enzim lisozim.

2. Lamina propria

Jaringan ikat longgar dengan pembuluh darah, limfa, saraf dan otot polos. Lapisan otot

pada duodenum terputus - putus oleh glandula duodenalis (Brunner) sedangkan di ileum oleh

noduli lymphatici aggregati (plaques Peyeri). Villus intestinalis: tonjolan dibentuk oleh epitel

dan lamina propria. Diantara villi terdapat muara crypta (glandulae) intestinalis.

 Tela submucosa

- Di duodenum, mengandung glandulae submucosalis (BRUNNER) yang:


- Berbentuk tubulo-ramosa dengan mucocytus.
- Bermuara pada glandulae (crypta) intestinalis.
- Mengandung pembuluh darah, limfa, anyaman saraf : plexus nervorum submucosa
(MEISSNER) , noduli lymphatici solitarii. Pada ileum terdapat noduli lymphatici aggregati
(lempeng PEYER).

 Tunica muscularis

Diantara kedua lapis otot ada plexus nervosum myentericum (AUERBACH). Tunica

serosa, jaringan ikat longgar dilapisi oleh mesothelium.

(Bloom And Fawcett , 1998; Ross, Micheal H And Wojciech Pawlina. 2016; Gartner, Leslie

P. 2017; Mescher Anthony L. 2018)


C. Histopatologi

Pengamatan histopatologi jaringan jejunum dilakukan menggunakan mikroskop

cahaya (Olympus BX-51). Pengamatan meliputi perubahan pada lapisan mukosa, vili, dan

deskumasi epitel dengan pembesaran 100x dan 400x (Pratama et al, 2012)

Gambar 1 Perbandingan bentuk vili pada gambaran histopatologi jejunum tikus (Rattus
norvegicus) (HE, 100x). Keterangan : a. Kontrol b. Induksi indometasin, terjadi kerusakan
bentuk vili (panah merah), c. Suplementasi BAL d. Preventif e. Kuratif

Gambar histopatologi yang diinduksi indometasin (1.B) mengalami kerusakan pada

vili dan lapisan mukosa. Hal ini disebabkan pemberian obat-obatan NSAIDs seperti

indometasin dapat menyebakan kerusakan vili dan mukosa di usus (Lanas & Scarpignato,

2006). Pemberian suplementasi BAL pada tikus yang terpapar indometasin (Gambar 1D)

mampu mengurangi terjadinya inflamasi, ditandai dengan tidak ditemukannya kerusakan vili,

infiltrasi sel inflamasi dan edema. Hal itu dikarenakan BAL sebagai probiotik membantu

proses pencernaan pada usus dengan cara memecah protein menjadi asam amino, dimana

asam amino yang diserap oleh usus akan membantu mmemperbaiki lapisan mukosa yang

rusak (Muchtadi, 1997; Siregar, 2004).


Perbaikan pada kelompok tikus yang diberi terapi BAL (Gambar 1 E) ini terjadi

karena terapi dilakukan setelah pemberian indometasin dan dilakukan secara berulang.

Sehingga bentuk vili terlihat rapi kembali, dan terlihat berbeda jika dibandingkan dengan

kelompok tikus yang diinduksi indometasin (Gambar 5.1 B) (Pratama et al, 2012).

Pada kelompok tikus yang terpapar indometasin ( Gambar 2B) yang memperlihatkan

adanya deskuamasi epitel. Deskuamasi epitel ditandai dengan susunan epitel yang berantakan

akibat meningkatnya permeabilitas. Akibat paparan indometasin pada tikus menyebabkan

terjadinya kerusakan epitel yang ditunjukkan dengan adanya deskuamasi epitel. Degenerasi

hidrofilik juga dapat ditemukan pada kelompok indometasin (Gambar 2B).

Degenerasi hidrofilik tersebut ditandai dengan terjadinya pembengkakan/ edematosa

pada vili jejunum. Paparan indometasin dapat menyebabkan inflamasi, Inflamasi tersebut

menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah sehingga protein mudah lolos

masuk ke jaringan melalui celah-celah yang muncul diantara sel-sel endotel (Takeuchi, 2007).

Pada kelompok suplementasi BAL (Gambar 2C) terlihar bentukan vili terlihat seperti

kelompok kontrol (Gambar 2A). Yoon (2011) dan Ohland (2009) mengatakan bahwa

pemberian probiotik pada kondisi tersebut dapat membantu kestabilan tight junctions (TJs)

dan meningkatkan fungsi barier dari sel epitel usus dengan menurunkan permeabilitas epitel

sehingga deskuamasi epitel tidak terjadi. Perbaikan vili pada kelompok tikus kuratif (Gambar

2E) ini terjadi karena terapi dilakukan setelah pemberian indometasin dan dilakukan secara

berulang.
Gambar 2 Gambaran jejunum berupa deskuamasi epitel (tanda hitam) dan degenerasi
hidrofilik (tanda merah) (Rattus norvegicus) (HE, 400x). Keterangan : (A) kontrol,
(B)Indometasin, (C)suplementasi BAL, (D) Preventif, (E)Kuratif.

2. Umbi Uwi (Dioscorea alata L.)

a. Definisi Umbi Uwi

Uwi (Dioscorea alata L.) merupakan tanaman golongan umbi-umbian yang memiliki

perakaran serabut dan berasal dari Asia Tenggara (Richana and Sunarti, 2004; Winarti et al.,

2013). Habitat dari umbi uwi (Dioscorea alata L.) sendiri di daerah tropik mulai dari keadaan

sedikit lembab hingga lembab (Hapsari, 2014).

Umbi uwi (Dioscorea alata L.) memiliki beberapa sebutan nama di setiap daerah. Di

Jawa umbi ini disebut uwi, di Sunda disebut huwi, dan di Sulawesi disebut dengan lame

(Maros and Juniar, 2016). Berikut klasifikasi dari tanaman umbi uwi ungu (Dioscorea alata

L.) (Yuwono, 2015):

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Liliidae
Ordo : Liliales
Famili : Dioscoreaceae
Genus : Dioscorea
Spesies : Dioscorea alata L.

Umbi uwi (Dioscorea alata L.) memiliki diameter batang berkisar antara 0,4 cm

sampai 0,8 cm. Daunnya panjang dan berbentuk hati. Lebar daun berkisar antara 7,2 hingga

10 cm, ujung daun yang panjang antara 1,1 sampai 1,6 cm, dan panjang daun antara 12,8 dan

17,2 cm. Panjang tangkai daun bervariasi dari 8,6 hingga 15,6 cm. Ujung daun lancip dan

ujungnya rata. Daun tengah adalah yang paling lebar. Tidak ada rambut di daun, dan jarak

antar lobus sedang (Pertiwa, Jumari and Wiryani, 2018).

b. Jenis-Jenis Umbi Uwi

Umbi uwi (Dioscorea alata L.) memiliki berbagai varian warna, bentuk, dan manfaat.

Berikut jenis-jenisnya jika dibedakan berdasarkan warna umbinya :

1) Umbi Uwi Ungu

Umbi uwi ungu (Dioscorea alata L.) memiliki beberapa ciri

khas, diantaranya warna ungu pada daging, kulitnya yang tebal

disertai akar, bentuknya lonjong panjang, memiliki panjang 15,5-27

cm, diameter umbi berkisar dari 15,5-27 cm, dan memiliki tinggi

tanaman 3-10 m (Richana and Sunarti, 2004). Umbi uwi ungu

(Dioscorea alata L.) tumbuh di lingkungan yang miskin nutrisi.

Meskipun begitu, umbi uwi ungu (Dioscorea alata L.) memiliki

banyak nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh, yaitu kandungan air


(65.47-82.46%), karbohidrat (17.10-29.37%), protein (1.29-3 0.00%)

, lemak (0,29%), serat (6,70-11,62%), dan abu (0,85-1,44%). Selain

itu, umbi uwi ungu (Dioscorea alata L.) juga mengandung antosianin

alami yang berpotensi untuk pewarna makanan dan antioksidan.

Kandungan antosianin ubi jalar ungu adalah 31 mg/100 g bahan

kering (Tamaroh and Sudrajat, 2021).

Gambar 2 Umbi Uwi Ungu (Dioscorea alata L.) (Farhana, 2017)

2) Umbi Uwi Kuning

Umbi Uwi Kuning (Dioscorea alata L.) ini merupakan salah satu varietas

uwi yang memiliki panjang 35-60 cm, tebal 7-10 cm, dengan umbi yang

bercabang dan dikenal luas sebagai uwi menjangan. Daging buahnya berwarna

kuning kemerahan atau kuning kecoklatan. Dikenal sebagai uwi menjangan

karena ukurannya, bentuknya yang tidak rata, dan percabangannya yang

menyerupai tanduk rusa. Untuk ukurannya cukup besar, umbi menyebar

seperti kipas dengan ujung berlekuk dalam (Lingga, 1992).


Gambar 3 Umbi Uwi Kuning (Dioscorea alata L.) (Prasetya et al., 2015)

Umbi uwi ungu (Dioscorea alata L.) juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional karena

mengandung senyawa bioaktif yang diketahui memiliki efek menguntungkan terhadap

kesehatan dan tidak memiliki efek samping. Menurut (Prasetya et al., 2015) ada tiga senyawa

bioaktif umbi uwi ungu (Dioscorea alata L.), yaitu:

1) Polisakarida Larut Air (PLA) Polisakarida Larut Air (PLA) dari umbi

Dioscorea merupakan getah kental mengandung glikoprotein. PLA

(Polisakarida Larut Air) memiliki kemampuan menurunkan kadar glukosa

darah melalui mekanisme penghambatan penyerapan glukosa kedalam darah.

Kandungan PLA membentuk massa yang kental untuk menunda pengosongan

lambung dan membentuk gel memerangkap glukosa dan zat nutrisi lain

sehingga dapat memperlambat peroses pencernaan, memperlambat

pengosongan lambung, dan mempercepat waktu transit makanan di usus.

2) Dioscorin Dioscorin adalah protein cadangan utama dalam umbi Dioscorea

dan berfungsi berlawanan dengan angiotensin. Beberapa penelitian

menunjukkan dioscorin menunjukkan efek hipotensif. Dioscorin menunjukkan

efek antihipertensi baik secara in vivo maupun in vitro. Dalam dosis tertentu,
efektifitas dioscorin dalam menghambat ACE mencapai 50% jika

dibandingkan dengan katropil yang merupakan obat standar untuk hipertensi.

3) Diosgenin Diosgenin merupakan sapogenin steroidal dari asam, basa, atau

hidrolisis enzim dari saponin yang memiliki rumus C27H42O3. Umbi uwi

ungu (Dioscorea alata L.) mengandung diosgenin 0.015 g/kg dan 0.006 g/kg.

Diosgenin memiliki aktivitas penghambatan terhadap α-amilase dan α-

glukosidase sehingga berperan dalam metabolisme glukosa dalam tubuh.

Diosgenin menunjukkan efek anti kanker. Bioaktivitas anti kanker diosgenin

berhubungan dengan keberadaan ikatan hetero-gula dan 5,6-ikatan ganda pada

strukturnya.

B. Kerangka Teori

Induksi Alkohol 96%

Umbi Uwi Ungu


(Dioscorea alata L.)

Infiltrasi sel inflamasi dan Reaksi kerusakan pada lapisan Deskuamasi epitel
edema mukosa jejunum

Proliferasi Ulkus
C. Kerangka Konsep

Umbi Uwi Ungu


(Dioscorea alata L.) selama 11 hari

Induksi Alkohol 96%


(Pada hari ke- 11)

Tikus Putih (Rattus norvegicus)


Galur Wistar

Gambaran Histologi Organ Jejunum


Tikus

D. Hipotesis

1. H0 : Ekstrak umbi uwi ungu (Dioscorea alata L.) tidak memberikan efek perlindungan

terhadap histologi jejunum tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar.

2. H1 : Ekstrak umbi uwi ungu (Dioscorea alata L.) memberikan efek perlindungan terhadap

histologi jejunum tikus Putih (Rattus norvegicus) galur wistar.

Anda mungkin juga menyukai