Anda di halaman 1dari 42

ANALISIS PROSES BERPIKIR SISWA DALAM

MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA


DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ)
SISWA KELAS VIII MTs.N 1 LOMBOK BARAT
TAHUN AJARAN 2020/2021

PROPOSAL SKRIPSI

BAIQ MERY DAHLIANI


E1R016015

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Melakukan Penelitian


Program Sarjana (S1) Pendidikan Matematika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ditempuh

oleh siswa di sekolah pada semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat dasar

sampai perguruan tinggi. Hal tersebut disebabkan karena matematika dapat

digunakan dalam segala bidang kehidupan. Sebagaimana yang dinyatakan

oleh Masfingatin (2013) bahwa matematika memiliki peran yang sangat

penting karena, matematika merupakan ilmu dasar yang dapat digunakan

secara universal dalam berbagai bidang kehidupan.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, memiliki peran penting dalam berbagai disiplin ilmu

lainnya, dan dapat memajukan daya pikir manusia (Aminarti, Bistari, dan

Nursangaji, 2013:1). Oleh karena itu, pengenalan dan penguasaan

matematika sangat penting untuk ditanamkan sejak dini. Dalam pembelajaran

matematika siswa selalu di hadapkan dengan masalah yang menuntut siswa

untuk mencari jawaban atau solusi dari masalah tersebut.

Memecahkan masalah matematika sangat penting untuk dilakukan. Hal

ini merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran matematika. Salah satu
tujuan pembelajaran matematika adalah memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

memecahkan model matematika dan penafsiran solusi yang diperoleh

(Depdiknas 2006:69).

Masalah matematika biasanya dituangkan dalam bentuk pertanyaan atau

soal matematika. Suatu pertanyaan atau soal matematika dikatakan masalah

jika siswa merasa tertantang dalam mencari solusi penyelesaiannya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh (Lusianisita & Budi, 2020:94) suatu

soal akan menjadi suatu masalah jika soal itu menunjukkan suatu tantangan

yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui

oleh siswa.

Siswa dikatakan sukses dalam menyelesaikan masalah matematika jika

siswa dapat memecahkan masalah dengan baik yang didukung dengan

kemampuan mengatasi masalah dengan baik juga. Selain itu, perlu kita ingat

bahwa kemampuan memecahkan masalah antara siswa satu dengan siswa

lainnya berbeda-beda. Hal tersebut terlihat dari hasil pekerjaan siswa ketika

diberikan masalah matematika oleh guru. Jawaban yang ditampilkan tidak

selalu sama setiap anak. Kecerdasan seseorang dalam mengatasi kesulitan

atau masalah disebut Adversity Quotiont (AQ).

Stoltz (2000) mendefinisikan Adversity Quotient sebagai kemampuan

seseorang dalam mengamati kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut

dengan kecerdasan yang dimilikinya sehingga menjadi sebuah tantangan


untuk menyelesaikannya. Definisi tersebut memberikan makna bahwa

seseorng yang memiliki adversity quotient tinggi akan mampu mencari solusi

dari permasalahan yang dihadapinya dengan berusaha mencari sumber

masalah dan menyelesaikannya dengan mandiri.

Dalam menyelesaikan suatu masalah setiap orang melibatkan proses

berpikirnya untuk mencari solusi atau penyelesaian dari masalah yang di

hadapinya. Proses berpikir yang dimiliki siswa tidak selalu sama antara siswa

satu dengan siswa lainnya. Proses berpikir merupakan aktivitas yang terjadi

di otak manusia sehingga sulit diamati oleh alat indera, proses berpikir dapat

diketahui dari perilaku dalam memecahkan masalah. Proses berpikir siswa ini

dapat diamati melalui cara atau langkah-langkah siswa dalam memecahkan

masalah. Mengetahui proses berpikir siswa dalam suatu masalah sangat

penting bagi guru (Faridah, 2013). Dengan mengetahui proses berpikir siswa

dan cara siswa mengolah informasi, guru dapat memperoleh informasi

dimana letak dan jenis kesalahan yang sering dialami siswa dalam

menyelesaikan masalah matematika.

Keberhasilan siswa dalam pembelajaran tergantung pada bagaimana cara

siswa mengatasi masalah yang ada. Selain proses berpikir setiap siswa yang

berbeda-beda satu dengan yang lainnya sebagaimana yang telah dijelaskan.

Menurut Stoltz, Adversity Quotient mempunyai pengaruh penting dalam

mengukur keberhasilan seseorang. Keberhasilan atau kegagalan siswa dalam

belajar matematika dapat dilihat dari prestasi belajar matematika yang telah

dicapai.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII MTs

Negeri 1 Lombok Barat diperoleh informasi bahwa guru kurang

memperhatikan proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah

matematika. Dalam memecahkan masalah matematika, siswa memiliki

jawaban dan cara penyelesaian masalah yang berbeda-beda antara satu siswa

dengan siswa lainnya. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pemahaman

konsep dasar matematika yang dimiliki oleh siswa, seperti penjumlahan,

pengurangan, perkalian dan pembagian. Disamping itu pemahaman terhadap

materi, daya tangkap, dan perhatian siswa terhadap pelajaran yang masih

kurang, hal tersebut menunjukkan minat siswa untuk belajar matematika

masih rendah. Sehingga dalam memecahkan masalah matematika siswa

sering mengalami kekeliruan.

Beragamnya jawaban siswa menunjukkan bahwa dalam mengerjakan

soal yang diberikan oleh guru, ketika siswa mengalami kesulitan, siswa

menggunakan serangkaian proses menyelesaikan masalah sesuai dengan

pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya. Mulai dari hal-hal yang

diketahui dan ditanyakan ada siswa yang mampu memahami soal dengan

baik dan menuliskannya, namun ada pula siswa yang tidak dapat menentukan

yang diketahui dan ditanyakan oleh soal dan tidak menuliskannya. Dalam

penyelesaian soal matematika, ada siswa yang menyelesaikan soal hingga

akhir dengan benar, ada siswa yang mengerjakan hingga pertengahan atau

menyelesaikan hingga akhir namun dengan jawaban salah dan adapun siswa
yang tidak mengerjakan soal sama sekali karena kesulitan untuk

menyelesaikannya.

Hasil wawancara tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan

kepada beberapa siswa kelas VIII MTs Negeri 1 Lombok Barat bahwa dalam

memecahkan masalah matematika ada siswa yang tidak langsung dapat

memahami apa yang diinginkan oleh soal namun harus membaca soal

berulang-ulang untuk memahami dan ada pula siswa yang langsung dapat

memahami soal dan langsung dapat menentukan solusinya. Ketika siswa

mengalami kesulitan dalam memecahkan soal matematika, terkadang ada

siswa yang tidak mengerjakan, ada yang mengerjakan hingga setengah dari

solusinya, ada yang mengerjakan hingga akhir walaupun salah dan ada pula

dengan pemahaman matematika yang baik dapat menyelesaikan soal tersebut

sesuai dengan solusi yang diharapkan dengan benar.

Hasil wawancara di atas diperjelas dengan melihat hasil belajar atau

prestasi belajar siswa kelas VIII MTs Negeri 1 Lombok Barat. Kriteria

ketuntasan minimal untuk pelajaran matematika siswa Madrasah Tsanawiyah

Negeri 1 Lombok Barat adalah 70. Berdasarkan Data Nilai Matematika

Semester ganjil siswa kelas VIII MTs Negeri 1 Lombok Barat tahun

2020/2021 berikut;
Tabel 1.1 Data Nilai Rata-rata Matematika Pada Raport Semester Ganjil

Kelas VIII Tahun Ajaran 2020/2021

No Kelas Jumlah KKM Rata-rata Nilai Matematika pada


siswa Rapor siswa
1 VIII-A 32 70 86,19
2 VIII-B 32 70 77,43
3 VIII-C 33 70 74,07
4 VIII-D 32 70 73,17
5 VIII-E 32 70 72,17
6 VIII-F 31 70 75,29
7 VIII-G 32 70 72,36
(Sumber: Data nilai guru matematika kelas VIII MTs Negeri 1 Lombok Barat)

Dari data nilai di atas terlihat bahwa rata-rata nilai masing-masing kelas

berbeda-beda. Begitu pula dengan nilai matematika yang diperoleh setiap

siswa di masing-masing kelas. Ada yang mencapai ketuntasan dengan nilai

yang sangat baik, baik, cukup dan bahkan kurang banyak siswa yang

memperoleh nilai dengan kategori kurang. Hal ini mengindikasikan bahwa

masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah

matematika sehingga memperoleh nilai yang masih kurang untuk mencapai

nilai KKM yang telah ditetapkan sekolah.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, mengingat bahwa

proses berpikir bersifat abstrak dan dapat kita ketahui melalui pemecahan

masalah matematika siswa maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Analisis Proses Berpikir siswa dalam memecahkan masalah

matematika ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) siswa kelas VIII MTs

Negeri 1 Lombok Barat tahun ajaran 2020/2021.


1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika

siswa kelas VIII MTs Negeri 1 Lombok Barat tahun ajaran 2020/2021.

2. Bagaimana proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika

ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) siswa kelas VIII MTs Negeri 1

Lombok Barat tahun ajaran 2020/2021.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah

matematika siswa kelas VIII MTs Negeri 1 Lombok Barat tahun ajaran

2020/2021.

2. Untuk mengetahui proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah

matematika ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) siswa kelas VIII MTs

Negeri 1 Lombok Barat tahun ajaran 2020/2021.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat Teoritis dari hasil penelitian ini bagi sekolah adalah

diperoleh informasi tentang bagaimana proses berpikir siswa dalam


menyelesaikan masalah matematika ditinjau dari Adversity Quotient

(AQ) siswa kelas VIII MTs Negeri 1 Lombok Barat sebagai bahan

masukan dalam bidang pendidikan terkait permasalahan yang

menyangkut proses pembelajaran matematika siswa dan sebagai bahan

pertimbangan bagi sekolah dalam memahami permasalahan yang

dihadapi oleh siswa terkait proses berpikir siswa dalam menyelesaikan

masalah matematika ditinjau dari kecerdasan yang dimiliki siswa dalam

mengatasi masalah dan bertahan dalam mengahadapi kesulitan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi peneliti: menambah wawasan, pengetahuan peneliti

sebagai calon guru terkait proses berpikir siswa dalam

menyelesaikan masalah matematika dtinjau dari Adversity

Quotient (AQ).

1.4.2.2 Bagi Guru: Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan guru untuk lebih memahami permasalahan siswa

dengan merancang pembelajaran yang efektif yang dapat

melatih dan meningkatkan kemampuan siswa dalam

menyelesaikan masalah matematika sehingga siswa. dapat

mencapai tujuan belajarnya dengan baik.

1.4.2.3 Bagi Siswa: Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam mengatur cara belajar yang efektif dan

sebagai bahan evaluasi diri agar lebih memotivasi diri untuk

berusaha memahami dan mengukur sampai sejauh mana


proses berpikirnya digunakan hingga mampu menyelesaikan

masalah matematika.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Teori

2.1.1 Analisis

Menurut Widyadigjaya (2019:12), Analisis adalah suatu aktivitas

mengdentifikasi suatu hal yang bersifat menyeluruh menjadi komponen-

komponen berdasarkan kriterianya serta mengenal hubungan antar

bagian yang ada dalam keseluruhan. Sejalan dengan pendapat Ekarini

(2018:12) analisis adalah sikap atau perhatian terhadap sesuatu (benda,

fakta, fenomena) sampai mampu menguraikan menjadi bagian-bagian,

serta mengenal kaitan antar bagian tersebut dalam keseluruhan.

Sedangkan Ilmiyana (2018:16) mengatakan bahwa analisis merupakan

suatu penggambaran pola-pola yang konsisten, penguraian pokok

permasalahan, kemudian pemecahan masalah sebagai solusi dari

permasalahan untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa analisis

adalah suatu aktivitas yang dilakukan untuk mengidentifikasi suatu


masalah yang kompleks menjadi bagian-bagian tertentu sesuai

kriterianya kemudian mencari hubungan antar bagian tersebut untuk

mencapai tujuan.

2.1.2 Proses Berpikir


Menurut Lusianisita dan Budi (2020:94) mengemukakan bahwa

berpikir adalah aktivitas mental yang melibatkan pengolahan informasi

untuk mencari penyelesaian dari suatu permasalahan. Hal tersebut

sejalan dengan yang diungkapkan Suharna (2018:14) berpikir

merupakan aktivitas mental yang terjadi dalam diri seseorang ketika

menghadapi suatu masalah yang mengharuskan seseorang untuk

menyelesaikannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Berpikir dapat

diartikan sebagai suatu tanggapan atau respon otak yang selalu dialami

oleh seseorang dalam mengolah informasi yang diterima untuk mencari

solusi dari suatu masalah

Menurut Subanji (2007) berpendapat bahwa proses berpikir

merupakan Aktivitas mental yang digunakan untuk merumuskan dan

menyelesaikan masalah, membuat keputusan serta memahami masalah.

Sedangkan Purwanto, Sukestiyarno, dan Junaedi (2019:895)

mengatakan bahwa proses berpikir merupakan proses dinamis yang

terjadi dalam pikiran seseorang apabila dihadapkan dengan suatu

masalah yang mendesak dan menantang yang memicunya untuk

mencari solusi dari masalah yang dihadapinya. Hal ini sejalan dengan

pendapat Faizah, Sujadi, dan setiawan (2017:16), Proses Berpikir


adalah proses yang terjadi dalam otak individu yang terdiri dari

penerimaan informasi (dari luar atau dalam), pengelolaan,

penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi..

Dengan demikian, Proses Berpikir adalah Serangkaian aktivitas

mental dalam diri seseorang yang terjadi dalam pikiran ketika

mendapatkan suatu pemasalahan dengan melibatkan pengetahuan yang

dimiliki untuk mengolah informasi yang diterima hingga menemukan

penyelesaian dari suatu masalah.

Jenis-jenis proses berpikir diungkapkan oleh zuhri (1998) bahwa

proses berpikir dibedakan menjadi tiga macam, yaitu proses berpikir

konseptual, proses berpikir semi konseptual dan proses berpikir

komputasional. Proses berpikir konseptual merupakan cara berpikir

siswa yang selalu menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep

yang dimiliki dan sesuai dengan pemahamannya. Proses Berpikir

semikonseptual merupakan cara berpikir siswa yang cenderung dalam

menyelesaikan masalah menggunakan konsep tetapi kurang mendalami

konsep sehingga dalam menyelesaikan masalah digabungkan dengan

menggunakan intuisi. Prose Berpikir komputasional merupakan cara

berpikir siswa yang cenderung dalam menyelesaikan suatu masalah

menggunakan intuisi dan tidak menggunakan konsep (Retna,

Mubarokah, & Suhartatik, 2013)


Zuhri (1998) menentukan beberapa indikator untuk masing-masing

proses berpikir sebagai berikut:

Tabel 2.1. Indikator Proses Berpikir

Proses Berpikir Proses Berpikir Proses Berpikir


Konseptual Semikonseptual Komputasional

 Mampu  Kurang ampu  Tidak dapat


mengungkapkan mengungkapkan Mampu
apa yang apa yang diketahui mengungkapkan
diketahui dalam dalam soal dengan apa yang
soal dengan kalimat sendiri. diketahui dalam
kalimat sendiri. soal dengan
 Kurang mampu kalimat sendiri.
 Mampu mengungkapkan
mengungkapkan apa yang  mampu
apa yang ditanyakan dalam mengungkapkan
ditanyakan soal dengan apa yang
dalam soal kalimat sendiri. ditanyakan
dengan kalimat dalam soal
sendiri.  Dalam menjawab dengan
soal cenderung
 Dalam menggunakan  Dalam
menjawab soal konsep meskipun menjawab soal
cenderung tidak lengkap. cenderung tidak
menggunakan menggunakan
konsep yang  Mampu konsep yang
sudah dipelajari. menjelaskan sudah dipelajari.
langkah-langkah
 Mampu yang sudah  tidak mampu
menyebutkan ditempuh meskipun menjelaskan
langkah – tidak lengkap. langkah-langkah
langkah yang ditempuh.
penyelesaian
yang sudah
ditempuh.

Suryabrata (dalam Widyastuti, 2013:11), Proses atau jalan berpikir

ada tiga langkah, yaitu:

a. Pembentukan Pengertian
Pembentukan pengertian adalah hasil dari proses berpikir yang

merupakan rangkuman sifat-sifat pokok dari suatu barang atau

kenyataan yang dinyatakan dalam suatu perkataan.

Pengertian dibentuk melalui beberapa tingkatan, yaitu sebagai berikut.

1) Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek sejenis.

2) Membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk ditemukan ciri-

ciri mana yang sama,mana yang tidak sama,mana yang selalu ada

dan mana yang tidak selalu ada, mana yang lebih hakiki dan mana

yang tidak lebih hakiki.

3) Mengabstraksi, yaitu menyisihkan dan membuang ciri-ciri yang

tidak hakiki, kemudian menangkap ciri-ciri yang hakiki.

b. Pembentukan Pendapat

Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antar dua


pengertian atau lebih.

c. Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan

Keputusan adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat

baru berdasarkan pendapat-pendapat yang sudah ada.

2.1.3 Pemecahan Masalah Matematika

Menurut Septiani dan Nurhayati (2019), pemecahan masalah

merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mencari penyelesaian

dari suatu masalah dengan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman


yang dimilikinya. Sedangkan Negara (2019:6) mengemukakan bahwa

pemecahan masalah matematika merupakan suatu kegiatan

menggabungkan konsep dan aturan-aturan secara tepat dengan

berbagai strategi yang dibutuhkan berdasarkan pengetahuan dan

pengalaman yang diperoleh sebelumnya. Hal ini sejalan dengan

pendapat Widyastuti (2013:18), pemecahan masalah (problem solving)

adalah suatu proses berpikir seseorang dengan menggunakan

pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki sebelumnya untuk dapat

menyelesaikan atau mencari jalan keluar dari masalah atau persoalan

yang sedang dihadapi

Berdasarkan definisi yang diuraikan di atas dapat disimpulkan

bahwa Pemecahan masalah matematika suatu kegiatan yang dilakukan

dengan tujuan untuk mencari penyelesaian dari suatu masalah

matematika dengan menggunakan pengetahuan, pemahaman dan

konsep matematika yang dimiliki.

Menurut Polya (dalam Widyastuti, 2013:22), terdapat empat

langkah yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah yaitu

memahami masalah, menyusun rencana penyelsaian,menyelsaikan

masalah sesuai rencana, dan memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

Adapun indikator pemecahan masalah dari langkah-langkah polya

akan disajikan pada tabel 2.2.


Tabel 2.2. Indikator Pemecahan Masalah Matematika

Langkah Pemecahan Masalah Indikator

1 Memahami masalah 1. Siswa dapat menentukan hal yang


diketahui dari soal

2. Siswa dapat menentukan hal yang


ditanyakan dari soal

2 Menyusun Rencana 1. Siswa dapat menentukan syarat lain


Penyelesaian yang tidak diketahui pada soal,
seperti rumus atau informasi lain.

2. Siswa dapat menggunakan semua


informasi yang ada pada soal.

3. Siswa dapat membuat rencana atau


langkah-langkah penyelesaian dari
soal yang diberikan

3 Menyelesaikan masalah 1. Siswa dapat menyelesaikan soal


sesuai perencanaan yang ada sesuai dengan langkah-
langkah yang dibuat sejak awal

2. Siswa dapat menjawab soal dengan


tepat

4 Memeriksa kembali 1. Siswa dapat memeriksa kembali


hasil yang telah jawaban yang telah diperoleh
diperoleh dengan menggunakan cara atau
langkah yang benar

2. Siswa dapat meyakini kebenaran


dari jawaban yang telah dibuat

2.1.4 Proses Berpikir dalam Memecahkan Masalah Matematika

Ketika siswa mengahadapi suatu masalah matematika maka siswa akan

menggunakan proses berpikirnya dalam mencari penyelesaian masalah

tersebut. Proses Berpikir sendiri merupakan suatu aktivitas mental yang

terjadi dalam pikiran siswa ketika dihadapkan dengan suatu masalah atau

pengetahuan baru yang sedang terjadi dan berusaha mencari jalan keluar
dari masalah tersebut. Masalah matematika dapat berupa soal matematika

yang dalam penyelesaiannya membutuhkan langkah langkah penyelesaian.

Dalam mencari jawaban dari soal yang diberikan, siswa terlebih dahulu

memahami masalah yang ada pada soal, mulai dari menuliskan hal-hal yang

diketahui kemudian apa yang ditanyakan. Langkah selanjutnya siswa akan

membuat rencana penyelesaian masalah, seperti siswa menuliskan rumus

apa yang harus digunakan untuk mencari solusi dari masalah dalam soal.

Setelah siswa menentukan rumus apa yang akan digunakan untuk menjawab

soal tersebut kemudian siswa akan melaksanakan rencana penyelesaiannya

sesuai rumus yang sudah ditetapkan. Langkah terakhir yaitu memeriksa

kembali hasil akhir dari proses yang sudah dilakukan.

2.1.5 Adversity Quotient


Menurut Anita dan Sari (2020:3), Adversity Quotient merupakan

kemampuan yang dimiliki seseorang, baik fisik maupun psikis dalam

mengatasi suatu masalah yang dialami. Sedangkan Nurhayati & Fajrianti

(2012:74) mengatakan bahwa Adversity Quotient merupakan kemampuan

seseorang dalam mengahadapi masalah yang dianggapnya sulit namun ia

tetap bertahan dan berusaha untuk menyelesaikan dengan sebaik-baiknya

supaya menjadi individu yang memiliki kualitas baik. Lebih lanjut Stoltz

(2000) berpendapat Adversity Quotient merupakan kemampuan yang

dimiliki seseorang dalam mengamati kesulitan dan mengolah kesulitan

dengan kecerdasan yang dimiliki menjadi sebuah tantangan yang harus

diselesaikan.
Dari berbagai uraian tentang definisi Adversity Quotient di atas, dapat

disimpulkan bahwa Adversity Quotient adalah kemampuan yang dimiliki

seseorang dalam menghadapi setiap masalah dengan berusaha bertahan dan

mencari penyelesaian masalah terebut dengan kecerdasan yang dimiliki.

Melalui kecerdasan adversitas seseorang kita akan mengetahui 4 hal

yaitu 1) sejauh mana seseorang mampu bertahan menghadapi kesulitan,dan

kemampuan untuk mengatasinya. 2) siapa yang mampu mengatasi

masalahnya dan siapa yang gagal. 3) memperediksi siapa yang akan berhasil

mengatasi masalah sesuai harapan dan siapa yang gagal. 4) meramalkan

siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan

Adversity Quotient memiliki empat dimensi yang merupakan respon

seseorang dalam menghadapi masalah. Dimensi tersebut antara lain fungsi

control (C/kendali), origin dan ownership (O2/asal-usul dan pengakuan),

reach (R/jangkauan) dan endurance (E/daya tahan). Rumus untuk

pengukuran Adversity Quotient seseorang adalah C + O2 + R + = AQ.

2.1.5.1 Tipe-tipe Adversity Quotient

Stoltz (2000) mengeompokkan AQ seseorang menjadi tiga tipe,

yaitu climbers, campers, dan quitters.

1) Climbers merupakan sekelompok orang yang selalu berusaha

mencapai puncak kesuksesan,siap menghadapi rintangan yang

ada dan selalu membangkitkan diri untuk sebuah kesuksesan.


2) Campers merupakan sekelompok orang yang menanggapi

tantangan yang ada namun berhenti ditengah jalan sehingga

tidak mencapai puncak kesuksesan, cepat merasa puas dengan

hasil yang dicapai.

3) Quitters merupakan sekelompok orang yang cepat menyerah

dalam menghadapi suatu masalah atau tantangan yang

menghadangnya, cenderung pasif dan tidak bergairah untuk

mencapai puncak kesuksesan.

2.1.5.2 Dimensi-dimensi Adversity Quotient

Stoltz (2000) mengatakan bahwa Adversity Quotient

memiliki empat dimensi yang merupakan respon seseorang dalam

menghadapi masalah. Dimensi tersebut antara lain fungsi control

(C/kendali), origin dan ownership (O2/asal-usul dan pengakuan),

reach (R/jangkauan) dan endurance (E/daya tahan). Rumus untuk

pengukuran Adversity Quotient seseorang adalah C + O2 + R + =

AQ.

1) C= Control (Kendali Diri)

Kendali berhubungan langsung dengan pemberdayaan dan

mempengaruhi semua dimensi-dimensi AQ yang lain. Pada

dimensi ini mempertanyakan ‘Berapa banyak kendali yang

seseorang rasakan terhadap sebuah peristiwa yang menimbulkan


kesulitan?’. Kendali diawali dengan pemahaman bahwa sesuatu,

apapun itu, dapat dilakukan. Terdapat perbedaan kendali antara AQ

rendah dan AQ tinggi. Seseorang yang memiliki AQ tinggi

memiliki kendali lebih besar ketika menghadapi kesulitan

sedangkan seseorang dengan AQ rendah berlaku sebaliknya.

Semakin tinggi nilai kendali yang diperoleh seseorang

kemungkinan untuk bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan dan

mencari solusi masalah akan semakin besar

2) O2 = Origin dan Ownership(Asal-usul dan Pengakuan Diri)


a. Origin
Dimensi ini mempunyai keterkaitan dengan rasa

bersalah. Rasa bersalah memiliki dua fungsi dapat

membantu seseorang untuk belajar dari kesalahan yang

dilakukan dan kemudian memperbaiki semua kesalahan

yang pernah diperbuat dan rasa bersalah menjuruskan pada

penyesalan.

b. Ownership

Dimensi ini mempunyai keterkaitan dengan rasa

tanggung jawab. Mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan

oleh kesulitan mencerminkan rasa tanggung jawab. AQ

mengajarkan seseorang untuk meningkatkan rasa tanggung

jawab mereka sebagai salah satu cara memperluas kendali


dan memotivasi diri dalam mengambil tindakan. Semakin

tinggi nilai pengakuan seseorang maka semakin besar pula

pengakuan seseorang terhadap akibat-akibat dari suatu

perbuatan , apapun penyebabnya.

3) R = Reach ( Efek Kesulitan )

Dimensi Ini mempertanyakan “Sejauh manakah

kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan

seseorang?”. Semakin rendah nilai jangkauan seseorang maka

semakin besar kemungkinan seseorang menganggap peristiwa-

peristiwa buruk sebagai bencana dan mereka akan membiarkan

bencana tersebut meluas. Semakin tinggi nilai jangkauan yang

diperoleh seseorang maka besar kemungkinan seseorang

membatasi jangkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang

dihadapi.

4) E = Endurance (Daya Tahan)

Dimensi ini merupakan dimensi terakhir dari AQ. Dalam

dimensi ini mempertanya dua hal yang berkaitan, yaitu” Berapa

lamakah kesulitan akan berlangsung ?” dan “ Berapa lamakah

penyebab kesulitan itu akan berlangsung ?’. semakin rendah

nilai daya tahan seseorang maka semkin besar kemungkinan

seseorang menganggap kesulitan dan penyebab-penyebabnya

akan berlangsung lama. Sebaliknya, semakin tinggi nilai daya


tahan seseorang maka semakin besar kemungkinan seseorang

akan memandang kesuksesan sebagai sesuatu yang berlangsung

lama, atau bahkan permanen.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditentukan

indikator yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan

mengadaptasi 4 dimensi tersebut sebagai berikut:

2.3 Indikator proses berpikir

Indikator Pengukuran Indikator


(Dimensi Adversity
Quotient:CO2RE)
1. Control( Kendali) Kontrol /kendali siswa ketika
Tingkat kendali yang
dirasakan terhadap peristiwa timbulnya kesulitan
yang menimbulkan
kesulitan
2. Origin (Asal-usul) dan Pengakuan terhadap adanya
Ownership (Pengakuan) kesulitan yang dirasakan dan
Sumber dari masalah yang sumber dari kesulitan tersebut
timbul dan pengakuan
terhadap akibat yang
ditimbulkan masalah
3. Reach (Jangkauan) sejauh Pengakuan siswa akan sejauh
mana kesulitan dianggap mana kesulitan yang dirasakan
dapat menjangkau bagian- dianggap dapat menjangkau
bagian lain dari kehidupan bagian-bagian lain dari
kehidupan
4. Endurance (Daya Tahan) Anggapan siswa akan berapa
Sejauh mana penyebab lama kesulitan yang dirasakan
masalah dan masalah berlangsung dan berapa lamakah
berlangsung dan sejauh penyebab kesulitan itu
mana usaha untuk bertahan berlangsung
mengatasinya

2.2 Penelitian yang Relevan


2.2.1 Titin Masfingatin (2012) dalam penelitiannya yang berjudul proses

berpikir siswa sekolah menengah pertama dalam menyelesaikan memecahkan

masalah matematika ditinjau dari Adversity Quotient. Adapun hasil dari

penelitiannya yaitu siswa dengan AQ tinggi dalam memahami masalah


menggunakan proses berpikir Asimilasi, dalam menyusun rencana pemecahan

masalah menggunakan proses berpikir Asimilasi dan Akomodasi, dalam

melaksakan rencana pemecahan masalah dan memeriksa hasil pemecahan

masalah menggunakan proses berpikir Asimilasi.

Siswa dengan AQ sedang dalam memahami masalah menggunakan

proses berpikir Asimilasi dan Akomodasi, dalam menyususn rencana

pemecahan masalah dan melaksanakan rencana pemecahan masalah

menggunakan proses berpikir Asimilasi, dalma memeriksa kembali hasil

pemecahan maslah menggunakan proses berpikir asimilasi dan akomodasi.

Siswa dengan AQ rendah tidak lengkap dalam memahami masalah karena

mengalami ketidaksempurnaan proses berpikir Asimilasi,tidak lengkap dalam

membuat rencan pemecahan masalah karena mengalami ketidaksempurnaan

proses berpikir asimilasi dan akomodasi, dalam melaksankan rencana

pemecahan masalah siswa mengalami ketidaksempurnaan dalam proses

berpikir Asimilasi dan Akomodasi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian

yang akan dilakukan adalah menggunakan Adversity Quotient sebagai tinjauan

penelitian dan materi yang digunakan. Sedangkan perbedaannya adalah pada

subjek penelitian, lokasi penelitian, dan teori proses berpikir yang digunakan.

2.2.2 Avissa Purnama Yanti dan Muhammad Syazali (2016) dalam penelitainnya

yang berjudul analisis proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah

matematika berdasarkan langkah-langkah Bransford dan Stein ditinjau dari

Adversity Quotient. Hasil Penelitiannya sebagai berikut 1) Kelompok


subjek dengan AQ tinggi (Climbers) dalam menyelesaikan masalah

matematika memiliki tipe proses berpikir Konseptual. 2) Kelompok subyek

dengan AQ sedang (Campers) dalam menyelesaikan masalah matematika

memliki tipe proses berpikir semikonseptual. 3) Kelompok Subyek dengan

AQ rendah dalam menyelesaikan masalah matematika cenderung memiliki

proses berpikir komputasional. Persamaan antara penelitian ini dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah menggunakan Adversity Quotient

sebagai tinjauan penelitian, teori proses berpikir yang digunakan dan

jumlah subjek yang diambil. Sedangkan perbedaannya adalah pada subyek

penelitian, lokasi penelitian, dan materi.

2.2.3 Rany Widyastuti (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Proses Berpikir

siswa dalam menyelesaikan masalah matematika berdasarkan teori polya

ditinjau dari Adversity Quotient tipe Climber. Dimana Hasil Penelitiannya

sebagai berikut; Siswa tipe Climber melakukan proses berpikir asimilasi

dalam memahami masalah, menyusun renacana penyelesaian

masalah,melaksanakan penyelesaian masalah sesuai perencanaan dan

dalam memeriksa kembali hasi yang diperoleh. Persamaan antara

penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah Adversity

Quotient tipe Climber sebagai tinjauan penelitian. Sedangkan

perbedaannya adalah pada teori proses berpikir yang digunakan serta tipe

Adversity Quotient tidak semua tipe yang dibahas.


2.3 Kerangka Berpikir

Matematika Sebagai mata pelajaran wajib dalam sistem pendidikan

memegang peranan penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan lain.

Belajar matematika tidak terlepas dari belajar menyelesaikan masalah. Dalam

kehidupan sehari-hari setiap orang memiliki cara masing-masing dalam

menyelesaikan masalah. Dalam menyelesaikan suatu permasalahan dapat kita

temukan tipe orang yang berjuang dan bertahan dalam menghadapi masalah,

tipe orang yang menyerah dipertengahan jalan dan tipe orang yang menyerah

begitu saja ketika menghadapi masalah.

Dalam menyelesaikan masalah setiap orang melibatkan proses

berpikirnya. Dengan proses berpikir yang dimilikinya seseorang dapat

merancang bagaimana solusi dari masalah yang sedang dihadapinya.

Begitupun ketika siswa belajar matematika. Siswa diberikan masalah berupa

soal mtematika. Setiap siswa akan berusaha untuk menyelesaikan soal tersebut

mencari jawabannya dengan prosedur yang benar hingga menemukan solusi

sesuai yang diharapkan. Dengan menggunakan proses berpikir dan

kemampuan pemecahan masalah yang baik, siswa tentu akan mampu

mengatasi setiap permasalahan yang dialaminya. Begitupun sebaliknya jika

siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang masih kurang lengkap

saat menggunakan proses berpikirnya akan mengalami kesulitan yang bisa


menjebaknya untuk tidak dapat menemukan solusi akhir dari

permasalahannya.

Setiap siswa memiliki kendala yang berbeda-beda dalam memecahkan

suatu permasalahan. Siswa kelas VIII MTs Negeri 1 Lombok Barat sesuai

hasil wawancara dengan guru matematika diperoleh informasi bahwa faktanya

dalam memecahkan masalah matematika siswa cenderung memiliki pemikiran

yang berbeda sehingga hasil atau solusi yang siswa tampilkan beragam ketika

mengumpulkan hasil pemecahan masalahnya kepada guru mata pelajaran.

Hal tersebut diperkuat dengan pengakuan dari beberapa siswa kelas VIII

dalam hasil wawancaranya. Siswa-siswa tersebut mengatakan bahwa jika soal

matematikanya dirasa sedikit mudah maka mereka akan lebih cepat

memahami dan menemukan solusinya, jika soal yang diberikan cukup

membingungkan dan sulit maka mereka akan membaca soal berulang-ulang

hingga dapat memahami soal dan mencari solusinya. Namun hal tersebut tidak

lepas dari kecerdasan yang dimiliki masing masing anak dalam menghadapi

sebuah tantangan. Banyak kita temukan tipe-tipe siswa dalam mengahadapi

permasalahan, Ada anak yang tidak menyerah dan bertahan hingga mampu

menemukan solusi yang diharapkan, ada tipe anak yang berjuang dan bertahan

namun dipertengahan jalan merasa tidak mampu untuk melanjutkan

perjuangnnya hingga akhirnya memilih untuk berhenti, dan ada juga tipe anak

yang tidak berusaha sama sekali ketika menghadapi kesulitan (mudah

menyerah).
Permasalahan di atas dapat kita lihat pada hasil belajar matematika siswa

yang secara keseluruhan belum mencapai ketuntasan belajarnya dengan baik.

Jika dilihat secara individual siswa memperoleh nilai yang cukup bervariasi

dan masih banyak dari mereka yang belum dapat mencapai KKM yang sudah

ditetapkan oleh sekolah. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki

proses berpikir dan kecerdasan mengatasi masalah yang berbeda-beda. Untuk

itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses berpikir siswa

dalam memecahkan masalah matematika dilihat dari kecerdasan yang dimiliki

siswa dalam mengatasi masalah.

2.3.1 Bagan Kerangka Berpikir

Beragamnya kemampuan masing-masing


siswa dalam memahami konsep matematika
Kondisi dan pemecahan masalah matematika siswa
kelas VIII MTs Negeri 1 Lombok Barat
Tahun Ajaran 2020/2021

Menunjukka

Kemampuan siswa bertahan menghadapi Kemampuan siswa dalam


kesulitan (Adversity Quotient) dalam memecahkan masalah matematika
memecahkan masalah matematika berbeda-beda
berbeda-beda

Tindakan

Melaksanakan tes AQ

Tindakan
Climber, Camper, dan
Quitter Melakukan tes

Jawaban siswa

Wawancara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan masalah yang diteliti, maka jenis penelitian ini adalah

penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Sugyiono (2017:15) Penelitian

Kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,

dimana peneliti adalah instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan

secara triangulasi( gabungan observasi, wawancara dan dokumentasi), data

yang diperoleh cenderungkualitatif, analisis data bersifat induktif/kualitatif,

dan hasil penelitian bersifat untuk memahami makna, memahami keunikan,

mengkontruksi fenomena dan menemukan hipotesis. Penelitian Deskriptif

adalah penelitian yang bertujuan untukmemberikan gambaran tentang suatu

gejala/suatu masyarakat tertentu (Sukandarrumidi, 2012:104).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu dan tempat pengambilan data penelitian adalah pada semester

ganjil tahun ajaran 2021/2022 di MTs Negeri 1 Lombok Barat.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2017:117). Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian baik terdiri

dari benda yang nyata,abstrak,peristiwa ataupun gejala yang merupakan

sumber data dan memiliki karakter tertentu dan sama (Sukandarrumidi,

2012:47) Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTs

Negeri 1 Lombok Barat tahun ajaran 2021/2022.

Tabel 3.1 Jumlah siswa disetiap kelas VIII MTs Negeri 1 Lombok Barat

No Kelas Jumlah siswa

1 VIII-A 32

2 VIII-B 32

3 VIII-C 33

4 VIII-D 32

5 VIII-E 32

6 VIII-F 31

7 VIII-G 32

Jumlah siswa 224

(Sumber: Data nilai siswa)

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi (Sugiyono, 2017:118). Sampel adalah sebagian atau wakil


populasi yang diteliti (Arikunto, 2010:174). Teknik pengambilan sampel

dalam penelitian ini menggunakan Nonprobability Sampling, yaitu

teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang /kesempatan

sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi

sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota,

aksidental, purposive, jenuh, snowball (Sugiyono, 2018:84). Teknik

Sampel yang digunakan adalah sampling purposive. Purposive Sampling

adalah teknik pen entuan sampel dengan pertimbangan tertentu

(Sugiyono, 2015:156).

Adapun pertimbangan atau kriteria yang dijadikan landasan memilih

subyek penelitian, Antara lain:

1. Siswa yang telah mempelajari mendapatkan materi

2. Siswa yang memiliki tipe AQ, yaitu Climber, camper, dan quitter

3. Siswa memiliki kategori dari masing-masing dimensi AQ.

4. Siswa yang dapat mengungkapkan pendapatnya dan jalan pikirannya

ketika diberikan masalah matematika.

5. Siswa yang lebih dapat mengungkapkan pendapatnya dan jalan

pikirannya dalam menyelesaikan masalah matematika


Melaksanakan tes AQ dan Validator Ahli
Meganalisis Hasil tes AQ

Kriteria:
Menentukan kriteria subjek
Penelitian 1. Siswwa yang telah mendapatkan
materi

Memilih 2 orang siswa dari 2. Siswa yang memiliki tipe AQ,


masing-masing tipe AQ sesuai yaitu Climber, camper, dan quitter
dengan kriteria
3. Siswa Siswa memiliki kategori
dari masing-masing dimensi AQ

Melaksanakan Wawancara 4. Siswa yang dapat mengungkapkan


pendapatnya dan jalan pikirannya
ketika diberikn masalah
matematika

Apakah Ya
memenuhi Dijadikan Subjek
Kriteria ? Penelitian

Tidak

Memilih Kembali 2 orang


siswa sebagai Subjek

3.1 Alur Penentuan Subjek Penelitian


3.4 Teknik pengumpulan data

Menurut Sugiyono (2017:193) menyebutkan bahwa pengumpulan data

dilakukan pada kondisi alamiah, sumber data primer, dan lebih banyak pada

observasi berperan serta, wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik

pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian,

karena tujuan utama dari penelitian adalah mengumpulkan data. Teknik

pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan

angket, tes, dan wawancara.

3.4.1 Angket (Kuesioner)

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis

kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2018:142). Kuesioner

cocok digunakan dalam jumlah responden cukup besar. Tipe pertanyaan

dalam angket bermacam-macam, yaitu pertanyaan terbuka dan

pertanyaan tertutup. Menurut Sugiyono (2018:143), pertanyaan terbuka

adalah pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan

jawabannya berbentuk uraian tentang suatu hal. Sedangkan pertanyaan

tertutup adalah pertanyaan ynag mengharapakan jawaban singkat atau

mengharapkan responden memilih salah satu alternative jawaban dari

setiap pertanyaan yang telah tersedia. Angket yang digunakan dalam

penelitian ini adalah angket AQ. Angket ini digunakan untuk

mengetahui tipe AQ dari masing-masing siswa. Pada penelitian ini,


peneliti menggunakan angket tertutup dimana siswa hanya bisa memilih

alternatif jawaban yang ada pada angket.

3.4.2 Wawancara

Wawancara menurut Sugiyono (2018:137) digunakan sebagai teknik

pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan

untuk menemukan permasalahan yang akan diteliti dan ingin mengetahui

hal-hal d ari responden yang lebih mandalam. Jenis wawancara yang

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur.

Dimana dalam wawancara ini peneliti tidak menggunakan pedoman

wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya

berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono,

2018:140). Mengingat bahwa dalam penelitian kualitatif yang menjadi

instrumen utama adalah peneliti sendiri.

3.4.3 Tes

Menurut Arikunto (2012:46), tes adalah suatu alat atau prosedur

yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau

keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang dengan cara

yang boleh dikatakan cepat dan tepat.

Menurut Arikunto (2012:46), tes adalah suatu percobaan yang

diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran


tertentu pada seorang murid atau kelompok murid. Pada penelitian ini,

tes yang digunakan berupa soal uraian untuk melihat proses pemecahan

masalah matematika siswa yang selanjutnya hasil tes tersebut sebagai

bahan wawancara mendalam kepada siswa.

3.6 Validitas Instrumen Penelitian

Bukti validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi.

Secara teknis pengujian validitas isi dapat dianalisis dengan cara menganalisis

kesesuaian butir-butirnya dengan karakteristik variabel yang akan diukur.

Dalam hal ini setelah instrumen dikontruksi tentang aspek-aspek yang diukur,

selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli diminta pendapatnya terkait

instrumen yang telah disusun. Para ahli akan memberikan pendapatnya,

apakah instrument dapat digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, atau

mungkin dirombak total.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah konsep

Miles dan Huberman. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015: 337)

mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan

secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,

sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut.


1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal

pokok,memfokuskan pada hal-hal yang penting, melihat pola dari data

yang diperoleh dan membuang yang tidak perlu. Dalam penelitian ini, data

yang akan diperoleh adalah hasil wawancara dengan siswa pada saat siswa

memecahkan masalah matematika. Dari hasil wawancara tersebut akan

diketahui bagaimana proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah

matematika sesuai langkah-langkah penyelesaian dan data yang tidak

dibutuhkan dihilangkan. Data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Setelah

itu, hasil tes dan pengisian angket yang dilakukan oleh siswa kemudian

dikategorikan sebagai data mentah dan ditransformasikan pada catatan

sebagai bahan melakukan wawancara, kemudian akan diambil 2 siswa

dengan AQ tinggi, 2 orang dengan AQ sedang, dan 2 orang dengan AQ

rendah.

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah mendisplay atau

menyajikan data. Tujuan penyajian data adalah untuk memaparkan secara

naratif sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari reduksi data

sehingga memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk

uraian singkat , bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.


Dengan melakukan penyajian data maka akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan langkah selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Dalam penelitian ini,

peneliti menyajikan data dalam bentuk deskripsi mengenai hasil tes. Hasil

tes pemecahan masalah subyek penelitian dan hasil wawancara antara

peneliti dan subyek penelitian.

3. Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing/Verification)

Langkah ketiga pada analisis data ini adalah penarikan kesimpulan

atau verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru

yang sebelumnya belum pernah ada. Dalam penelitian ini, penarikan

kesimpulan dilakukan dengan melihat atau memperhatikan hasil tes dan

transkrip wawancara untuk menemukan proses berpikir subyek penelitian

berdasarkan tipe AQ.

3.8 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan penentukan sampel penelitian. Setelah itu,

peneliti menyusun instrumen yang akan digunakan. Kemudian peneliti

menguji kevalidan dari instrumen dengan menggunakan uji validitas konstruk

(pendapat ahli) yaitu dosen prodi pendidikan matematika

Setelah instrumen dinyatakan valid, maka selanjutnya peneliti

memberikan tes berupa soal angket AQ, hasil angket digunakan sebagai

bahan pertimbangan memilih subjek penelitian dan setiap jawaban diamati

dan kemudian diberikan skor berdasarkan keempat indikator yang sudah

ditentukan, Kemudian dilakukan pemilihan subyek penelitian sesuai kriteria


yang sudah ditetapkan peneliti. Selanjutnya untuk subyek yang terpilih dari

ketiga kategori masing-masing terdiri dari 2 orang siswa. Masing-masing

siswa akan diberikan tes berupa soal uraian matematika untuk melihat

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pemecahan masalah.

Setelah tes selesai langkah selanjutnya adalah melakukan wawancara kepada

masing-masing subyek untuk menggali informasi terkait proses berpikirnya

ketika mengahadapi soal tes yang diberikan. Data hasil wawancara kemudian

dianalisis dan akan disesuaikan dengan masing-masing kategori AQ yang

ada. Langkah terakhir yakni menarik kesimpulan dengan mendeskripsikan

proses berpikir siswa berdasarkan hasil angket, tes, dan wawancara. Adapun

prosedur penelitian yang disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut:


Melihat Latar Subjek

Menyiapkan instrumen penggolongan tipe AQ,


instrument soal pemecahan masalah, dan pedoman
wawancara

Melakukan validasi dan uji coba instrument


lembar soal pemecahan masalah matematika

Menentukan Subjek Penelitian

Melaksanakan tes

Wawancara 1 Wawancara 2

Data 1 Data 2

Apakah
Data ke-i
data
sama ?
Diperoleh data
yang valid

Analisis Data

Penarikan
Kesimpulan

3.2 Prosedur penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Aminarti Dwi., Bistari, & Nursangaji A. (2013). Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika ditinjau dari Adversity Quotient pada Materi Bangun

Datar SMP. Pontianak: FKIP Untan Pontianak.

Arikunto, Suharsimi. (2010). PROSEDUR PENELITIAN: Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. (2012). PROSEDUR PENELITIAN: Suatu Pendekatan

Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Pendidikan

Indonesia tentang standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk satuan

pendidikan dasar dan menengah (Permen No. 22, tahun 2006). Jakarta:

Depdiknas.
Ekarini, Zulfa Rahmi. (2018). Analisis Kesulitan Menyelesaikan Soal Persamaan

Garis Lurus pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kediri Tahun Ajaran

2017/2018. Mataram: Universitas Mataram.

Faizah, F., Sujadi, Imam., & Setiawan R. (2017). Proses Berpikir Siswa Kelas VII

E dalam Memecahkan Masalah Matematika pada Materi Pecahan Ditinjau

dari Kecerdasan Logis Matematis. J urnal Pendidikan Matematika dan

Matematika (JPMM) Solusi,4(1), 15-25.

Ilmiyana, Miftahul. (2018). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa SMA Ditinjau dari Tipe Kepribadian Dimensi Myer

Briggs Type Indicator (MBTI). Lampung: Universitas Islam Negeri Raden

Intan Lampung.

Masfingatin, Titin. (2012). Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama

dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Adversity Quotient.

Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Masfingatin, Titin. (2013). Proses Berpikir Siswa Sekolah Menengah Pertama

dalam Menyelesaikan Masalah Bangun Ruang Sisi Datar Berdasarkan Teori

Van Hiele. Surakarta: IKIP PGRI Madiun.

Merianah. (2019). Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Adversity Quotient

terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SDIT IQRA’

1 Kota Bengkulu. Jurnal Pendidikan Matematika Raflesia, 4(1), 29-35.


NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. United States

of America: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Nurhayati & Fajrianti, N. (2012). Pengaruh Adversity Quotient (AQ) Dan

Motivasi Berprestasi terhadap Prestasi Belajar Matematika. Jurnal

Formatif,3(1), 72-77.

Purwanto, Wahyu Ridlo., Sukestiyarno YL., & Junaedi Iwan. (2019). Proses

Berpikir Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika ditinjau dari

Perspektif Gender. Prosiding Seminar Nasional Pascasarja, Semarang:

Universitas Negeri Semarang.

Retna, M., Mubarokah,L., & Suhartatik. (2013). Proses Berpikir siswa dalam

Menyelesaikan Soal Cerita Ditinjau Berdasarkan Kemampuan Matematika.

Jurnal Pendidikan Matematika STKIP PGTI Sidoarjo, 1(2), 71-82.

Sukandarrumidi. (2012). Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti

Pemula.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sugiyono. (2015). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, CV.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:

Alfabeta, CV.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, CV.


Widyastuti, Rany. (2013). Proses Berpikir Siswa SMP dalam Menyelesaikan

Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-langkah Polya Ditinjau dari

Adversity Quotient. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Widyadigjaya, I K Aditya. (2019). Analisis Kesalahan Penyelesaian Soal

Matematika Materi Turunan Pada Peserta Didik Kelas XII IPS SMA Negeri

4 Mataram Tahun Pelajaran 2019/2020. Mataram: Universitas Mataram.

Yanti, Avissa Purnama & Syazali Muhamad. (2016). Analisis Proses Berpikir

Siswa Dalam Mememcahkan Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-

langkah Bransford dan Stein Ditinjau dari Adversity Quotient. Al-jabar:

Jurnal Pendidikan Matematika, 7(1), 63-67.

Zuhri, D. (1998). Tipe Berpikir Siswa Kelas II SMP Negeri 16 Pekanbaru dalam

Menyelesaikan Soal-soal Perbandingan Senilai dan Perbandingan Berbalik

Nilai. Surabaya: Tesis Sarjana Pendidikan Pascasarjana UNESA.

Anda mungkin juga menyukai