Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

FIQIH 1

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqih 1

Dosen Pengampu : Dr. H.Fenny Rahman HS, M.Pd

Disusun Oleh :

Yoga Pratama (22231011026)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU KEISLAMAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA KUNINGAN

2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatuallahi wabarakatuh.


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang,dengan ini penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya,yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis,sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah pengantar ilmu tafsir yang berjudul “Nasikh Mansukh”.
Adapun makalah ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan banyak pihak,sehingga dapat melancarkan proses
pembuatan makalah ini.Oleh sebab itu,penulis juga ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
penukis dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca.Walaupun makalah ini mempunyai kelebihan dan
kekurangan.penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun.Terima kasih.
Wallahul muafiq illa aqwamittoriq
Wassalamu’alaikum warahmatuallahi wabarakatuh.

Kuningan, Maret 2023


Penulis

Yoga Pratama

ii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Masalah...................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN................................................................................................................4
1. IBADAH................................................................................................................4
A. Pengertian Ibadah............................................................................................4
B. Pilar-Pilar Ubudiyyah yang benar..................................................................5
C. Syarat Diterimanya Ibadah.............................................................................6
D. Keutamaan Ibadah...........................................................................................8
E. Dasar Ibadah..................................................................................................11
2. DASAR HUKUM PELAKSANAAN IBADATULLAH..................................12
3. THAHARAH......................................................................................................17
4. Macam-macam air............................................................................................17
A. WUDLU..............................................................................................................17
1. Rukun wudlu....................................................................................................17
2. Syarat wudlu.....................................................................................................18
3. Yang membatalkan kepada wudlu :..................................................................18
B. MANDI BESAR.................................................................................................18
Yang mewajibkan mandi:.........................................................................................18
C. TAYAMUM........................................................................................................19
1. Sebab melakukan Tayamum:............................................................................19
2. Syarat Tayamum:.............................................................................................19
BAB III............................................................................................................................21
PENUTUPAN..................................................................................................................21
A. Kesimpulan.........................................................................................................21
B. Saran...................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah, logis
dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf yang lebih
merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan seperti tarekat yang merupakan
pelaksanaan ritual-ritual.Pembekalan materi yang baik dalam lingkup sekolah,
akan membentuk pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki budi
pekerti yang luhur. Sehingga memudahkan peserta didik dalam
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi di zaman modern
sekarang semakin banyak masalah-masalah muncul yang membutuhkan kajian
fiqih dan syari’at. Oleh karena itu, peserta didik membutuhkan dasar ilmu dan
hukum Islam untuk menanggapi permasalahan di masyarakat sekitar.

Tujuan pembelajaran Fiqih adalah untuk membekali peserta didik agar dapat
mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan
menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan dalil aqli melaksanakan dan
mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar.

Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah,logis


dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf yang lebih
merupakan gerakan hati dan perasaan. Juga bukan seperti tarekat yang merupakan
pelaksanaan ritual-ritual.Pembekalan materi yang baik dalam lingkup sekolah,
akan membentuk pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki budi
pekerti yang luhur. Sehingga memudahkan peserta didik dalam
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Apalagi di zaman modern sekarang semakin banyak masalah-masalah muncul


yang membutuhkan kajian fiqih dan syari’at. Oleh karena itu, peserta didik
membutuhkan dasar ilmu dan hukum Islam untuk menanggapi permasalahan di
masyarakat sekitar. Dalam mempelajari fiqih, bukan sekedar teori yang berarti
tentang ilmu yang jelas pembelajaran yang bersifat amaliah, harus mengandung
unsur teori dan praktek.

1
Belajar fiqih untuk diamalkan, bila berisi suruhan atau perintah, harus dapat
dilaksanakan, bila berisi larangan, harus dapat ditinggalkan atau
dijauhi.Pembelajaran fiqih harus dimulai dari masa kanak-kanak yang berada
disekolah dasar. keberhasilan fiqih dapat di lihat dalam kehidupan sehari-hari baik
di dalam rumah maupun diluar rumah. Contohnya, dalam rumah kecenderungan
anak untuk melakukan shalat sendiri secara rutin. Sedangkan diluar rumah
misalnya intensitas anak dalam menjalankan ibadah seperti shalat dan puasa
dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam kehidupan di sekolah. Proses
pembelajaran yang sementara ini dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan kita
masih banyak yang mengandalkan cara-cara lama dalam penyampaian materinya.

Pembelajaran yang baik adalah bersifat menyeluruh dalam melaksanakannya


dan mencakup berbagai aspek, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik,
sehingga dalam pengukuran tingkat keberhasilannya selain dilihat dari segi
kuantitas juga dari kualitas yang telah dilakukan di sekolah-sekolah.Mengacu dari
pendapat tersebut maka pembelajaran yang aktif ditandai adanya rangkaian
kegiatan terencana yang melibatkan siswa secara langsung, komprehensif baik
fisik, mental maupun emosi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud ibadah?
2. Makna ibadah dalam islam?
3. Kedudukan ibadah dalam islam?
4. Hukum dasar melaksanakan ibadatullah
5. macam macam ibadatullah
6. mengenal arti thaharah
7. mengetahui rukun, syarat wudlu
8. mengetahui penjelasan tayamum
9. cara mandi wajib
10. hal hal yang dilarang ketika orang tidak mempunyai wudlu, orang yang
haid, dan orang yang junub

C. Tujuan Masalah

2
1. Untuk mengetahui pengertian ibadah menurut ibadah dan istilah.
2. Untuk mengetahui makna-makna Ibadah yang terkandung di dalam
islam.
3. Untuk mengetahui kedudukan ibadah serta memahami dan
mengamalkanya
4. Untuk mengetahui dasar hukum ibadatullah
5. Untuk mengetahui tentang thaharah

3
BAB II
PEMBAHASAN
1. IBADAH
A. Pengertian Ibadah
1. Definisi Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk.
Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi,
tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
a. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya
melalui lisan para Rasul-Nya.
b. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu
tingkatantunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah
(kecintaan) yang paling tinggi.
c. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan
diridhai AllahAzza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang
zhahir maupun yang bathin.Yang ketiga ini adalah definisi yang paling
lengkap.
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf
(takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan
hati).Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati
adalahibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji,
dan jihadadalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak
lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan
badan.Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
Yang artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari
mereka dan Aku tidak menghendakisupaya mereka memberi makan kepada-Ku.
Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi
sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]

Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan


manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa

4
Jalla.Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi
merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah,
maka barang siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong.
Siapa yang beribadahkepada-Nya tetapi dengan selain apa yang di syari’atkan-
Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah
kepada-Nya hanya denganapa yang di syari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin
muwahhid (yang mengesakanAllah).

B. Pilar-Pilar Ubudiyyah yang benar

Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb
(cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).

Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus
dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini.
Allah berfirman tentang sifathamba-hamba-Nya yang mukmin:

‫ُيِح ُّبُهْم َو ُيِح ُّبوَن ٓۥُه‬

“Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54]

‫واَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َاَشُّد ُح ًّبا ِهّٰلِّل‬

“Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.”


[Al-Baqarah: 165]

‫ِاَّنُهْم َك اُنْو ا ُيٰس ِر ُع ْو َن ِفى اْلَخ ْيٰر ِت َو َيْدُع ْو َنَنا َر َغًبا َّو َر َهًبۗا َو َك اُنْو ا َلَنا ٰخ ِشِع ْيَن‬

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam


(mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap
dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-
Anbiya’: 90]

Sebagian Salaf berkata, “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa
cinta saja, maka ia adalah zindiq , siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’
saja, maka ia adalah murji’. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan

5
khauf, maka ia adalah haruriy Barang siapa yang beribadah kepada-Nya dengan
hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid

C. Syarat Diterimanya Ibadah

Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang
disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak
disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam :

‫ومن عمل صدقة بغير توجيه منا رفض هذه الممارسة‬

“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan
tersebut tertolak.”

Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak
bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:

1. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
2. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha


illallaah, karena iamengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh
dari syirik kepada-Nya.Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat
Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul,
mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-
adakan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫َبٰل ى َم ْن َاْس َلَم َو ْج َهٗه ِهّٰلِل َو ُهَو ُم ْح ِس ٌن َفَلٓٗه َاْج ُر ٗه ِع ْنَد َر ِّبٖۖه َو اَل َخ ْو ٌف َع َلْيِهْم َو اَل ُهْم‬
‫َيْح َز ُنْو َن‬

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya


kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan
tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-Baqarah:
112]

6
Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada
Allah. Wahuamuhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua
pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak
beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah.”

Sebagaimana Allah berfirman:

‫َفَم ۡن َك اَن َيۡر ُج ۡو اِلَقٓاَء َر ِّبٖه َفۡل َيـۡع َم ۡل َع َم اًل َص اِلًحـاَّو اَل ُيۡش ِرۡك ِبِع َباَد ِة َر ِّبٖۤه َاَح ًد‬

“Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka


hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan
sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110].

Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat
syahadat Laailaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.

Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang
kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya
yang menyampaikan ajaran- Nya. Maka kita wajib membenarkan dan
mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah.Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat.

Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya
ibadahtersebut?”

Jawabnya adalah sebagai berikut:

1. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-


Nya semata.Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah
kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫َفاْع ُبِد َهّٰللا ُم ْخ ِلًصا َّلُه الِّدْيَۗن‬

7
“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-
Zumar: 2]

2. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah


dan melarang).Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa
beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka
ia telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.
3. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita. Maka, orang
yang membuattata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah
menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna
(mempunyai kekurangan).
4. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara
dan kehendaknyasendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya
tersendiri dalam ibadah. Jika demikianhalnya, maka yang terjadi di dalam
kehidupan manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena
perpecahan dan pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan
perbedaan kehendak dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan
kebersamaan dan kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan
Rasul nya.

D. Keutamaan Ibadah

Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan
diridhai- Nya. Karenanya lah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul
danmenurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan
yang enggan melaksanakannya dicela.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫َو َقاَل َر ُّبُك ُم اْدُع وِني َأْسَتِج ْب َلُك ْم ِإَّن اَّلِذ يَن َيْسَتْك ِبُروَن َع ْن ِع َباَد ِتي َسَيْد ُخ ُلوَن َج َهَّنَم‬
‫َداِخ ِر يَن‬

“Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku


perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau

8
beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’”
[Al-Mu’min: 60].

Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau


mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam
kesulitan. Akan tetapi ibadah itu di syari’atkan untuk berbagai hikmah yang
agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan
ibadah dalam Islam semua adalah mudah.

Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan


membersihkannya, danmengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan
manusiawi.

Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan


ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena
manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana
halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh
memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh
manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada
makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu
adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan
menghadap(bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan
pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan
beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau
kebahagiaan selain dari Allah maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah
semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu samasekali tidak ada
kelezatan dan kebahagiaannya.

Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka


itulahkebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah
kesempurnaan dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa
yang menghendaki kebahagiaanabadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah
semata. Maka dari itu, hanya orang-orangahli ibadah sejatilah yang merupakan
manusia paling bahagia dan paling lapang dadanya.

9
Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan
seseorangmerasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada
Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan,
kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai
Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dania beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai
puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain.

Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan


seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran.
Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan
beban penderitaan saat susah danmengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan
lapang dada dan jiwa yang tenang.

Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya


kepadaRabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada
makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia
merasa percaya diridan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada
Allah saja.

Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab


utama untuk meraih keridhaan Allah, masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.

a) Makna Ibadah

Ibadat atau Ibadah adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Arab ‘Ibadah
().Dalam terminologi bahasa Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam Kamus
Besar BahasaIndonesia (KBBI) kata ini memiliki arti: Perbuatan atau penyataan
bakti terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama.Segala usaha
lahir dan batin yang sesuai perintah agama yang harus dituruti pemeluknya.
Upacara yang berhubungan dengan agama.

Makna ibadah menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimullah : Ibadah


adalah segala sesuatu yang mencakup semua hal yang dicintai dan di ridhai Allah
Ta’ala, baik berupa ucapan dan amalan, yang nampak dan yang tersembunyi.

b) Kedudukan Ibadah Dalam Islam

10
Secara umum pengertian ibadah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
ibadah dalam pengertian umum dan ibadah dalam pengertian khusus . ibadah
dalam pengertian umum ialah segala aktivitas jiwa dan raga manusia (makhluk,
yang diciptakan) yang ditujukan kepada Allah (al-khaliq, sang maha pencipta),
sebagai tanda ketundukan dan kepatuhan hamba tersebut kepada-Nya. Sedangkan
ibadah dalam arti khusus ialah semua kegiatan ibadah yang ketentuannya telah
digariskan leh nash- nash Al- Qur’an dan hadits yang ketentuan-ketentuan itu
tidak boleh ditambah atau dikurangi atau diubah.

Kedudukan ibadah dalam islam menempati posisi yang paling tinggi dan
penting serta menjadi titik sentral dari seluruh aktifitas muslim. Namun tujuan
islam mendirikan ibadah bukanlah untuk ibadah saja . ibadah dalam islam adalah
semua perbuatan manusia yangdiarahkan kepada Allah baik berupa ibadah ritual
maupun ibadah sosial.

E. Dasar Ibadah

Sebagaimana dasar melakuakan ibadah diatur dalam al-qur’an dan as sunnah


seperti di bawah ini :Dalam surat An - Nisa’ ayat 36

‫َو اْع ُبُد وا َهّٰللا َو اَل ُتْش ِرُك ْو ا ِبٖه َش ْئًـا‬

Artinya : Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya


dengan sesuatuapapun. (Q.S An- Nisa : 36).

Surat az-Zariyat ayat 56:

‫َو َم ا َخ َلْقُت ٱْلِج َّن َو ٱِإْل نَس ِإاَّل ِلَيْعُبُدوِن‬

Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (Q.S az- Zariyat : 56).

11
2. DASAR HUKUM PELAKSANAAN IBADATULLAH

Dasar hukum pelaksanaan ibadatullah atau ibadah kepada Allah swt yaitu
bersumber dari:

a) Al-Qur’an
Al-Qur'an adalah kitab suci bagi umat Muslim yang dianggap sebagai
wahyu langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui
Malaikat Jibril. Kata "Qur'an" sendiri berasal dari bahasa Arab yang
berarti "bacaan" atau "yang dibaca". Al-Qur'an mengandung ajaran-ajaran
agama Islam dan dianggap sebagai sumber utama ajaran Islam.

Al-Qur'an terdiri dari 114 surah atau bab yang terbagi menjadi 30 juz atau
bagian. Setiap surah dalam Al-Qur'an memiliki nama yang unik dan
biasanya diambil dari kata-kata yang terdapat dalam surah tersebut. Al-
Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab, namun telah diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa di seluruh dunia.

Al-Qur'an mengandung berbagai ajaran dan panduan untuk kehidupan


manusia, termasuk ajaran tentang iman, ibadah, akhlak, hukum, dan
sebagainya. Selain itu, Al-Qur'an juga mengandung cerita-cerita tentang
para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai contoh dan teladan bagi umat
Muslim.

Bagi umat Muslim, Al-Qur'an sangatlah penting dalam kehidupan sehari-


hari karena dianggap sebagai petunjuk yang benar dan jalan yang lurus
untuk mencapai keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Oleh karena itu,
umat Muslim diwajibkan untuk membaca, memahami, dan mengamalkan
ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-Qur'an.
b) Hadits atau sunnah
Hadis adalah sumber kedua ajaran Islam setelah Al-Qur'an. Hadis
merupakan perkataan, perbuatan, dan persetujuan dari Nabi Muhammad

12
SAW yang diriwayatkan oleh para sahabatnya, yang kemudian disusun
dan dirangkum menjadi kitab-kitab hadis oleh para ahli hadis.

Hadis mengandung berbagai ajaran tentang Islam, termasuk tentang


akhlak, ibadah, hukum, dan sebagainya. Hadis juga memberikan
penjelasan dan ilustrasi atas ajaran-ajaran yang terkandung dalam Al-
Qur'an, sehingga membantu umat Muslim dalam memahami dan
mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Islam, hadis memiliki peran yang sangat penting sebagai sumber
hukum dan pedoman bagi umat Muslim. Hadis dianggap sebagai sumber
kedua setelah Al-Qur'an, karena hadis mengandung ajaran-ajaran Nabi
Muhammad SAW yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an.

Ada berbagai jenis hadis, di antaranya adalah hadis sahih, hadis hasan, dan
hadis dhaif. Hadis sahih adalah hadis yang memiliki sanad (rantai
periwayatan) yang shahih (kuat) dan matan (isi hadis) yang benar.
Sedangkan hadis hasan adalah hadis yang memiliki sanad yang kuat
namun matan hadisnya sedikit kurang kuat. Hadis dhaif adalah hadis yang
memiliki sanad yang lemah atau matan hadisnya diragukan kebenarannya.

Para ahli hadis melakukan klasifikasi terhadap hadis berdasarkan


kualitasnya dan menetapkan aturan-aturan tertentu dalam menentukan
keabsahan hadis tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa
hadis yang digunakan sebagai sumber ajaran Islam benar-benar berasal
dari Nabi Muhammad SAW dan dapat dipertanggungjawabkan.
c) Ijma’ (kesepakatan para ulama)
Ijma dalam ajaran Islam adalah kesepakatan atau konsensus para ulama
dalam menetapkan hukum atau ajaran Islam mengenai suatu masalah yang
belum ada rujukan atau dalil langsung dari Al-Qur'an dan Hadis. Ijma
dianggap sebagai sumber ketiga dalam hukum Islam, setelah Al-Qur'an
dan Hadis.

13
Ijma dapat terjadi pada suatu masalah apabila para ulama yang kompeten
dalam bidang ilmu agama menyepakati pendapat atau fatwa tertentu
mengenai suatu masalah yang belum dijelaskan dalam Al-Qur'an dan
Hadis. Kesepakatan ini dapat dilakukan melalui diskusi, kajian dan
perdebatan antar ulama yang ahli di bidangnya.

Meskipun terdapat beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama


tentang kapan dan bagaimana ijma dapat terjadi, namun secara umum,
ijma dianggap sebagai sumber hukum Islam yang sah dan dapat dijadikan
sebagai landasan dalam menetapkan hukum atau ajaran Islam.

Ijma sendiri memiliki beberapa jenis, di antaranya adalah ijma sahabat,


yaitu kesepakatan para sahabat Nabi Muhammad SAW yang kemudian
dijadikan sebagai landasan dalam menetapkan hukum atau ajaran Islam,
dan ijma umat, yaitu kesepakatan para ulama Islam dari masa ke masa
yang menjadi pandangan yang dipegang oleh mayoritas umat Islam.
d) Qiyas
Qiyas adalah metode analogi atau perbandingan yang digunakan dalam
ajaran Islam untuk menetapkan hukum atau ajaran Islam pada suatu
masalah yang belum dijelaskan secara langsung dalam Al-Qur'an dan
Hadis. Dalam qiyas, suatu masalah baru dibandingkan dengan masalah
yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an dan Hadis, kemudian diambil
kesimpulan atau analogi berdasarkan kesamaan karakteristik antara kedua
masalah tersebut.

Contoh penggunaan qiyas dalam ajaran Islam adalah ketika menetapkan


hukum tentang riba atau bunga. Al-Qur'an dan Hadis tidak secara langsung
mengatur tentang riba pada bentuk investasi atau pinjaman modern,
sehingga para ulama menggunakan metode qiyas dengan membandingkan
masalah riba pada zaman Nabi Muhammad SAW dengan masalah bunga
pada bentuk investasi atau pinjaman modern. Kemudian diambil

14
kesimpulan bahwa riba dan bunga adalah hal yang sama dan diharamkan
dalam Islam.

Dalam penggunaan qiyas, para ulama harus memperhatikan beberapa


aspek, antara lain:

Memastikan bahwa kedua masalah yang dibandingkan memiliki kesamaan


karakteristik yang cukup signifikan sehingga dapat diambil analogi.
Memastikan bahwa kesimpulan yang diambil berdasarkan qiyas tidak
bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadis yang sudah jelas.
Menghindari penggunaan qiyas secara berlebihan sehingga menghasilkan
hukum atau ajaran Islam yang tidak sesuai dengan semangat dan tujuan
Islam.
Qiyas dianggap sebagai sumber keempat dalam ajaran Islam setelah Al-
Qur'an, Hadis, dan Ijma, dan meskipun terdapat beberapa perbedaan
pendapat di kalangan ulama tentang penggunaannya, namun secara umum,
qiyas dianggap sebagai salah satu metode yang sah dalam menetapkan
hukum atau ajaran Islam.
e) Istihsan (kesenangan):
Istihsan adalah metode penalaran yang mengedepankan maslahat atau
kemaslahatan dalam menentukan hukum.
f) Maslahah Mursalah (kemaslahatan umum):
Maslahah Mursalah adalah masalah-masalah hukum yang tidak ditemukan
dalam Al-Qur'an, Hadis, maupun Ijma', namun dianggap sebagai
kepentingan umum yang harus diakomodasi oleh hukum.
g) 'Urf (adat istiadat): 'Urf adalah adat atau kebiasaan masyarakat yang dapat
menjadi dasar hukum dalam hal-hal tertentu.
h) Fatwa: Fatwa adalah pandangan atau pendapat dari seorang ulama dalam
menyelesaikan masalah-masalah agama.

Dasar hukum pelaksanaan ibadah atau ibadatullah dalam Islam adalah Al-
Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Al-Qur'an sebagai kitab suci Islam
memberikan petunjuk-petunjuk langsung dari Allah SWT tentang bagaimana

15
umat Muslim harus beribadah dan menjalankan agama. Sedangkan Hadis Nabi
sebagai sumber ajaran kedua memberikan contoh-contoh dan tindakan Nabi
Muhammad SAW dalam menjalankan ibadah serta memberikan penjelasan lebih
lanjut mengenai petunjuk Al-Qur'an.

Beberapa contoh ibadatullah atau ibadah dalam Islam dan dasar hukum
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1. Shalat
Shalat merupakan salah satu ibadat yang wajib dilaksanakan oleh umat
Muslim. Dasar hukum pelaksanaan shalat terdapat dalam Al-Qur'an surah
Al-Baqarah ayat 43 dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
2. Puasa
Puasa merupakan ibadat yang wajib dilaksanakan selama bulan Ramadan.
Dasar hukum pelaksanaan puasa terdapat dalam Al-Qur'an surah Al-
Baqarah ayat 183-185 dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
3. Zakat
Zakat merupakan ibadat yang wajib dilaksanakan oleh umat Muslim
sebagai bentuk pembayaran zakat atau infak. Dasar hukum pelaksanaan
zakat terdapat dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 177 dan Hadis Nabi
Muhammad SAW.
4. Haji
Haji merupakan ibadat yang wajib dilaksanakan oleh umat Muslim yang
mampu untuk pergi ke Makkah. Dasar hukum pelaksanaan haji terdapat
dalam Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 97 dan Hadis Nabi Muhammad
SAW.
5. Sedekah
Sedekah merupakan bentuk amal kebajikan yang dianjurkan dalam Islam.
Dasar hukum pelaksanaan sedekah terdapat dalam Al-Qur'an surah Al-
Baqarah ayat 261-262 dan Hadis Nabi Muhammad SAW.

Selain itu, terdapat juga ibadat-ibadat lainnya seperti tilawah Al-Qur'an,


dhikr, doa, dan lain-lain yang juga memiliki dasar hukum pelaksanaannya dalam
Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.

16
3. THAHARAH

Thaharah adalah salah satu cabang utama dari ajaran Islam yang berkaitan
dengan bersuci atau membersihkan diri. Istilah thaharah berasal dari bahasa
Arab "tahara" yang berarti "membersihkan".

Adapun thaharah dalam ilmu fiqih ialah :

1. Menghilangkan najis
2. Berwudlu
3. Mandi
4. Tayamum
Alat yang terpenting untuk bersuci ialah air. Jika tidak ada air maka tanah,
batu dan sebagainya dijadikan sebagai alat pengganti air.
4. Macam-macam air
Air yang dapat dipergunakan untuk bersuci ada tujuh macam:
1. Air hujan
2. Air sungai
3. Air laut
4. Air dari mata air
5. Air sumur
6. Air salju
7. Air embun
A. WUDLU
Wudlu adalah istilah dalam agama Islam yang merujuk pada proses
membersihkan sebagian anggota tubuh dengan air suci, sebagai salah satu
bentuk thaharah atau bersuci sebelum melaksanakan ibadah shalat atau ibadah
lainnya.
1. Rukun wudlu
a. Niat
b. Membasuh wajah sebanyak tiga kali, dari atas dahi sampai bawah
dagu dan dari telinga kanan sampai telinga kiri.
c. Membasuh kedua tangan sampai sikut
d. Membasuh rambut

17
e. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki
f. Tertib
2. Syarat wudlu
a. Islam
b. Tamyiz (Cukup Umur dan Ber’akal)
c. Bersih dari haid
d. Bersih dari nifas
e. Bebas dari sesuatu yang bisa menghalangi sampainya air ke kulit
f. Jangan ada barang yang bisa merubah air (najis dll)
g. Mengetahui bahwa hukum wudhu tersebut adalah wajib
h. Tidak boleh beri`tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari
fardhu–fardhu wudhu` hukumnya sunnah (tidak wajib).
i. Menggunakan air yang mensucikan
j. Harus Masuk waktu (Sholat) bagi orang yang da’imul hadats
(selalu berhadats)
3. Yang membatalkan kepada wudlu :
a. Sesuatu yang keluar dari qubul (kelamin depan) dan dubur
(kelamin belakang) baik berupa angin atau (berupa) benda lain
selain air mani (sperma)
b. Hilangnya akal sebab tidur atau lainnya, kecuali tidurnya orang
yang duduk yang menetapkan pantatnya pada tanah (tempat duduk)
c. Bersentuhan antara kulit laki-laki dan wanita yang sudah sama-
sama dewasa, dari selain orang yang halal (keduanya tidak ada
urusan mahram dan ketika bersentuhan tidak ada penghalang)
d. Memegang (menyentuh) qubul anak adam dan lingkaran duburnya
dengan telapak tangan atau jari-jari bagian dalam (tapak
tangan/jari-jari)
B. MANDI BESAR
Yang mewajibkan mandi ada enam perkara, yaitu:
1. Memasukkan kemaluan (kepala dzakar) ke dalam farji (kemaluan)
perempuan.
2. Keluar air mani.

18
3. Keluar darah haidh (datang bulan)
4. Keluar darah nifas (darah yang keluar setelah melahirkan
5. Melahirkan.
6. Mati.

Fardhu–fardhu (rukun) mandi yang diwajibkan ada dua perkara, yaitu:

1. Niat mandi wajib.


2. Menyampaikan air ke seluruh tubuh dengan sempurna
C. TAYAMUM
secara Istilah Tayamum bermakna : Mengusap wajah dan kedua telapak
tangan dengan tanah (permukaan bumi) dengan tata cara tertentu. Bersuci
dengan menggunakann debu, sebagai pengganti wudhu' atau mandi
janabat.
1. Sebab melakukan Tayamum ada 3 Perkara:
a. Tidak ada air
b. Sakit
c. Ada air tapi air tersebut diperlukan untuk keperluan (minum)
manusia/hewan yang dimuliakan,

Adapun manusia atau hewan yang tidak dimuliakan yaitu:

a. Orang yang Meninggalkan Sholat


b. Orang yang zinah mukhshon
c. Orang Murtad
d. Orang kafir harbi
e. Anjing galak
f. Babi
2. Syarat Tayamum ada 10 Perkara:
a. Harus dengan debu
b. Harus dengan (debu) yang suci
c. Debu tersebut bukan debu yang musta’mal (sudah digunakan)
d. Debu tidak tercampuri dengan tepung atau lainnya

19
e. Orang tersebut bermaksud menggunakan debu untuk
bertayammum
f. Mengusap muka dan dua tangan sebanyak 2 tepukan (dua kali
mengambil tanah)
g. Harus membersihkan dulu najis sebelum tayamum
h. Ijtihad mencari kiblat
i. Tayamum dilakukan setelah masuk waktu shalat
j. Tayamum dilakukan setiap waktu shalat (satu kali tayamum untuk
satu kali sholat).
Larangan bagi orang yang wudlu nya batal ada 4:
a. Haram Sholat
b. Haram Thawaf
c. Haram Menyentuh Al-Quran
d. Haram Membawa Al-Quran
Hal Haram Bagi Orang yang Junub (yang Memiliki Hadast Besar):
a. Haram Shalat
b. Haram Thawaf
c. Haram Menyentuh Al-Quran
d. Haram Membawa Al-Quran
e. Haram Diam di dalam masjid
f. Haram Membaca Al-Quran
Hal yang Haram Dilakukan Oleh Orang yang Haid:
a. Haram Sholat
b. Haram Thawaf
c. Haram menyentuh Al-Quran
d. Haram membawa Al-Quran
e. Haram diam di dalam Masjid
f. Haram membaca Al-Quran
g. Haram Puasa
h. Haram Thallaq
i. Haram lewat/berjalan di dalam masjid
j. Bersenang-senang (jima/lainnya) antara pusar dan lutut

20
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
- Ibadah meliputi segala yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, perkataan
dan perbuatan lahir dan batin. Termasuk di dalamnya shalat, puasa, zakat,
haji, berkata benar dll.Sementara tujuan ibadah itu sendiri ialah
menghambakan diri kepada Allah Swt dan mengkonsentrasikan niat
kepada-Nya dalam setiap keadaan.
- Dasar hukum pelaksanaan ibadatullah atau ibadah kepada Allah swt yaitu
bersumber dari Al-Qur’an, hadits, ijma’, qiyas,
- Thaharah adalah salah satu cabang utama dari ajaran Islam yang berkaitan
dengan bersuci atau membersihkan diri. Istilah thaharah berasal dari
bahasa Arab "tahara" yang berarti "membersihkan".
B. Saran

Dari makalah ini penulis sangat berharap pada rekan-rekan mahasiswa prodi
Pendidikan Agama Islam yang sejatinya adalah calon guru dapat memahami apa
sebenarnya itu ibadah dan mengerti bagaimana cara menjadi guru yang susuai
dengan ajaran agama Islam. Semoga apa yang menjadi cita-cita kita sebagai
mahasiswa prodi Pendidkan Agama islam dapat diridoi dan dikabulkan oleh Allah
SWT. Amin ya rabbal alamin.

21
DAFTAR PUSTAKA
Abdul 2009. Fiqih ibadah,Bandung:Pustaka setiaLihat surat Al-Maa-idah ayat3
.DR.Shalin bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan BAB 1: BUKU FIQIH
SEMESTER1
Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang
Shahih,Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264
Bogor 16001,
Ibnu button dalam Al lalika’i : dalam sunah (1/21/1)
Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighatsatul Lahafan (hal. 67), oleh Syaikh
‘Ali Hasan‘Ali ‘Abdul Hamid.
Nata,Abudin 2008 kajian tematik Al Quran tentang fiqih Ibadah
Ramli. 2003 Memahami konsep dasar islam, Semarang: UPT MKU UNNES
Zaidan, Abdul Karim. 2008.Pengantar Studi Syari’ah. Jakarta: Robbani Press
Syarifudin, Amir. 2013. Garis-garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencana
Shiddiqi, Nourouzzaman. Fiqh Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Syafe’i, Rachmat. 2015. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia
A.P., Kau, Sofyan. 2013. Fikih Alternatif. Yogyakarta: Mitra Pustaka

22

Anda mungkin juga menyukai