Kelompok 2
Tantangan bisnis dalam menjalankan operasionalnya tidak lepas dari peran Sumber
Daya Manusia (SDM). Sumber Daya Manusia perlu dikelola secara baik dan profesional agar
dapat tercipta keseimbangan antara kebutuhan sumberdaya manusia dengan tuntutan serta
kemajuan bisnis perusahaan. Bila pengelolaan sumberdaya manusia dapat dilaksanakan
secara profesional, diharapkan sumberdaya manusia dapat bekerja secara produktif. Dengan
demikian, pekerja di perusahaan merupakan aset utama perusahaan, mereka menjadi
perencana, pelaksana, pengendali dalam mewujudkan tujuan perusahaan.
Aspek terpenting dalam organisasi yang jarang menjadi konsentrasi adalah bagaimana
penerapan kesetaraan, perbedaan dan keterbukaan. Dimana hal tersebut adalah aspek penting
dalam hubungan industrial dan hubungan karyawan. Masih banyak organisasi yang melihat
peran perempuan yang lemah lembut, tidak tegas, dan tidak berani dalam mengambil
keputusan sehingga dalam posisi manajerial maupun kepemimpinan, organisasi masih
diskriminasi dalam gender. Hal ini dapat bias dan menghentikan potensi dari karyawan
perempuan yang memiliki kinerja baik dalam pekerjaanya. Aspek lain yang jarang menjadi
konsentrasi adalah bagaimana organisasi melihat suku, ras, dan agama. Pengambilan
keputusan organisasi seringkali di dapati hanya di lihat dari suku, ras, dan agama tertentu.
Hal ini dapat menjadi bahaya bagi organisasi karena tidak adanya objektivitas organisasi
dalam melihat karyawanya sehingga, karyawan dapat merasa sia-sia dalam berkinerja baik
dan dapat menimbulkan rasa tidak percaya terhadap organisasi. Kesempatan bekerja seperti
pekerja disabilitas juga seringkali masih sulit untuk bekerja di perusahaan tanpa adanya
diskriminasi. Perusahaan menganggap pekerja disabilitas memerlukan utilitas yang memadai
dan kurang bisa bekerja dengan optimal di bandingkan dengan pekerja yang tidak disabilitas.
Realitas ini sudah menjadi suatu fenomena global yang harus di selesaikan dengan
baik. Organisasi perlu menyadari isu dan tantangan ini dengan menentukan kebijakan yang
harus di ambil. Dengan menyadari dan menyelesaikan isu ini, di harapkan karyawan serta
organisai dapat berkembang lebih baik lagi.
Perusahaan saat ini di tuntut untuk lebih menghargai adanya perbedaan, kesetaraan,
dan keterbukaan bagi para pekerjanya. Lingkungan kerja yang tidak baik seperti adanya
diskriminasi, dapat menurunkan kepercayaan pekerja terhadap perusahaanya dan dapat
berdampak buruk pada kinerja karyawan tersebut. Aspek hubungan industrial seperti
inklusifitas, keberagaman, dan kesetaraan perlu di terapkan dengan baik dalam hal ini pada
PT. Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP). Coca-Cola Amatil (Amatil) resmi
bergabung dengan Coca-Cola European Partners per tanggal 10 Mei 2021, dan menggunakan
nama perusahaan yang baru, yaitu: Coca-Cola Europacific Partners (CCEP). Hal tersebut
membawa nilai-nilai yang akan di terapkan seperti Multigeneration, Disability, Gender
Diversity, dan Culture Heritgae dan satu nilai yang tidak di terapkan yaitu LGBT karena
tidak sesuai dengan norma sosial di Indonesia.
Hal tersebut menjadi tantangan bagi CCEP bagaimana dapat menerapkan nilai
tersebut hingga berdampak baik bagi perusahaan. Dalam penulisan makalah ini, kami
mencoba menjelaskan bagaimana nilai tersbeut di implementasikan dalam operasional SDM
pada PT. Coca-Cola Europacific Partners Indonesia (CCEP).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diversity, equity and inclusion (DEI) merupakan konsep tentang keanekargaman, kesetaraan
dan inklusi yang digunakan guna menggambarkan program dan kebijakan untuk mendorong
keterwakilan dan partisipasi berbagai kelompok orang, termasuk orang-orang dari berbagai
jenis kelamin, ras dan etnis, kemampuan dan kecacatan, agama, budaya, usia, dan seksualitas.
Istilah "keanekaragaman" dan "inklusi" sering membingungkan, tetapi keduanya adalah
bagian dari keseluruhan strategi. Banyak ahli menggambarkan DEI sebagai keragaman latar
belakang tenaga kerja. Kendati demikian, banyak perusahaan yang kurang tanggap melihat
peluang tersebut. Justru perusahaan tidak mendengar suara dan perspektif keberagaman
dalam strategi bisnis. Diversity, equity, and inclusion (DEI) telah menjadi tuntutan sosial
yang penting bagi bisnis. Lebih dari itu, perubahan dari kebutuhan tenaga kerja dan profil
tenaga kerja di industri semakin menuntutnya ada DEI. Sebagai contoh, Gen Z merupakan
generasi yang beragam secara etnis dan rasi daripada generasi lainnya, serta antusias terhadap
isu sosial dan keadailan sehingga isu DEI menjadi penting ketika mencari pekerjaan. Ketika
DEI sering digunakan sebagai sebuah frasa, beberapa pilarnya memiliki definisi
masing-masing yang berbeda.
Diversitas merujuk pada komposisi demografi pada suatu komunitas, kelompok yang lebih
besar, negara bagian, bangsa dan lain-lain. Diversitas sebagai tujuan dari komunitas dapat
merujuk pada heterogenitas anggota kelompok yang berasal dari kelompok yang berbeda atau
identitas serta adanya upaya aktif untuk memastikan orang yang secara historis tidak
terwakilkan untuk dapat ada di kelompok tersebut (Claeys-Kulik et al., 2019).
Diversity menurut Cox (1993) didefinisikan sebagai representasi dalam satu sosial sistem
dimana terdapat orang yang memiliki grup afiliasi yang berbeda (Im et al., 2022). Diversity
merupakan konsep multi-dimensi, tergantung pada konteks budaya dan tingkat kesadaran
akan perbedaan.
Inclusion mengacu pada kultur dari organisasi atau komunitas terkait dengan bagaimana
semua kelompok disambut dan dihargai. Seringkali pada tujuan organisasi adalah untuk
memastikan bahwa latar belakang dan identitas tidak menghalangi setiap orang untuk dapat
memainkan peran dan membuat organisasi menjadi lebih baik (Claeys-Kulik et al., 2019).
Inclusion menurut Mor-Barak & Cherin (1998) adalah merujuk pada sejauh mana individu
merasa menjadi bagian dari bagian dari proses kritikal organisasi, seperti akses informasi dan
sumberdaya, terlibat dalam workgroup dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
proses pengambilan keputusan (Im et al., 2022).
Equity merujuk kepada fairnesss dalam kebijakan, prosedur, dan impelementasi. Tujuan
organisasi biasanya memastikan akses yang ekual terhadap program, layanan, bantuan dan
kesempatan sesuai dengan peran atau pekerjaan (Claeys-Kulik et al., 2019). Equity lebih
terkait dengan organisasi dan pendekatan sistematik dalam mendistribusikan penghargaan
dan outcome serta terkait dengan tidak adanya disparitas sistematis antar kelompok dengan
tingkat social advantage/disadvantage yang berbeda (Im et al., 2022).
Terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan DEI di sebuah
organisasi, menurut Gill et al., (2018) ada 3 (tiga) strategi yang harus difokuskan yakni:
1. Leadership commitment
Komitmen dari top management menjadi esensial dalam penerapan DEI, para leaders
harus mengerti dan paham bahwa penerapan dari DEI merupakan hal yang penting di
dalam organisasi. Langkah nyata dari pada leaders adalah membuat rencana aksi yang
sejalan dengan visi organisasi, kemudian memastikan proses tersebut berjalan sesuai
rencana sehingga komitmen dari pimpinan organisasi sangat penting.
2. Training terkait DEI kepada anggota organisasi
Training digunakan agar anggota organisasi terbiasa dengan isu terkait DEI serta
mampu memahami DEI secara komprehensif.
3. Keterlibatan karyawan untuk perubahan
Setiap staff harus dilibatkan dalam transformasi DEI, salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah membuat komite yang melibatkan karyawan dalam mengawasi
transformasi DEI. Komite tersebut yang memastikan bahwa transformasi DEI berjalan
di sebuah organisasi. Apabila terdapat kendala maka komite dapat mengadakan
pertemuan untuk mempelajari isu-isu seputar kendala penerapan DEI.
BAB III
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Metode wawancara
yaitu dengan melakukan komunikasi dengan narasumber yang terlibat langsung dalam
penerapan Inclusion, Diversity, Equity, dan keterlibatan pekerja dengan disabilitas pada PT.
Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia dengan tujuan menggali data dan
informasi sebagai bahan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Wawancara dilakukan secara
semi terstruktur yaitu melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sesuai dengan
tema yang diteliti dan pada pelaksanaan wawancara, pertanyaan dapat berkembang di luar
pertanyaan terstruktur yang telah disiapkan namun tetap berkaitan dengan tema penelitian.
Terdapat satu orang Narasumber untuk mendapatkan informasi yang di butuhkan yatitu
Kepala contact center PT. CCEP Indonesia, yaitu Bapak Rendar Mahardika Putra. Beliau
bertanggung jawab untuk penerapan Inclusion, Diversity, Equity, dan keterlibatan pekerja
dengan disabilitas di CCEP. Metode wawancara diharapkan dapat menghasilkan analisis yang
lebih detail dan komprehensif serta merepresentasikan penerapan Inclusion, Diversity, Equity,
dan keterlibatan pekerja dengan disabilitas di CCEP.
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Kepegawaian dan Hubungan Industrial di PT. CCEP Indonesia
Per Oktober 2021, PT CCEP Indonesia telah mempekerjakan sekitar 5500 orang
karyawan yang bekerja pada 8 unit produksi yang tersebar di Jawa, Sumatera dan Bali dan
unit penjualan yang berada di seluruh wilayah Indonesia (Kontan 2021). Lebih lanjut
menurut data yang disadur dari website PT Coca-cola Indonesia, employee engagement score
per-2021 telah mencapai 87 persen. Sementara tingkat keterlibatan karyawan berada pada
level 78 persen. Dalam konteks hubungan industrial, kesepakatan antara pihak manajemen
PT CCIP Indonesia dengan Serikat Pekerja dan Mitra dituangkan dalam suatu wujud
Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Adapun PKB terkini yang disepakati ditandatangani pada
tanggal 31 Maret 2022 di Pabrik Cibitung. Penandatangan PKB ini juga turut disaksikan oleh
Ibu Menteri Ketenagakerjaan Indonesia, Ida Fauziah. PKB Ini berlaku dalam periode
2022-2024 dengan 3 buah fokus utama, yaitu: kesejahteraan dan keamanan karyawan, baik
secara emosional, fisik dan mental, peningkatan kompetensi, keterampilan dan
kepemimpinan dan penciptaan lingkungan kerja yang mendukung Inclusion, Diversity &
Equity (IDE).
4.3. Pembahasan
Dalam mengimplementasikan diversitas untuk pilar multigeneration, PT CCEP sudah
cukup baik. Tetapi masih ada beberapa poin yang masih perlu menjadi pertanyaan. PT CCEP
memiliki tujuan untuk melibatkan tenaga kerja dengan latar belakang generasi yang berbeda
demi mendapatkan perspektif yang beragam serta mendukung inovasi dan kreativitas. Namun
PT CCEP masih memiliki tantangan untuk memastikan bahwa benar ada keragaman generasi
pada tenaga kerjanya. Program rekrutmen 200 Graduate Trainees (GTP) sudah cukup baik,
namun tidak memperhitungkan talent pool angkatan kerja baru yang melebihi kualifikasi
umurnya karena harus menunda kerja. Sebab adanya persyaratan umur tersebut juga bisa
menimbulkan jarak umur antara angkatan kerja yang baru dengan tenaga kerja lamanya.
Salah satu target dari pilar gender diversity yang menjadi realisasi komitmen ID&E
PT CCEP Indonesia adalah target keterlibatan kepemimpinan perempuan sebesar 40%. Target
ini menjadi salah satu prioritas bagi PT CCEP Indonesia karena merupakan perusahaan yang
memprioritaskan inovasi dan fleksibilitas. Studi yang dilakukan oleh Dwyer et al. (2003)
menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki jajaran kepemimpinan yang beragam dalam
hal gender dapat menjadi keuntungan bagi perusahaan yang berorientasi pada growth. Namun
masih menjadi tantangan bagi PT CCEP untuk mencapai target 40% dengan angka saat ini
yaitu 29,6%. Dalam PKB 2022-2024, PT CCEP telah berkomitmen untuk meningkatkan
kapabilitas kepemimpinan karyawannya, komitmen tersebut seharusnya dapat menjadi
momentum yang mendorong penignkatan kapabilitas karyawan perempuannya.
Dari pilar culture and heritage implementasi yang dilakukan PT CCEP sudah cukup
baik. Namun masih ada beberapa hal yang dapat menjadi tantangan implementasi ke
depannya. Namun kedepannya perlu ditingkatkan upaya keberagaman yang berbasis nasional
untuk pembentukan suatu skema pengembangan talenta nasional. Permasalahan yang sering
kali muncul adalah talenta-talenta lokal hanya diberikan kesempatan bekerja pada area
penjualan lokal karena dianggap mengetahui kondisi pasar. Hal ini menyebabkan terjadinya
keterbatasan kesempatan karier bagi talenta lokal karena hanya akan berada pada wilayahnya
saja. Sulit bagi talenta daerah untuk dapat bersaing dalam posisi manajerial yang lebih tinggi.
Selain itu untuk menunjang program GTP, maka PT. CCEP Indonesia juga dapat membentuk
suatu career acceleration program berbasis affirmative action. Hal ini mendorong
keterlibatan penduduk pada wilayah yang lebih tertinggal untuk juga mendapatkan
kesempatan karier yang sama dengan daerah lainnya (Kaufman, Beaumont & Helfgott,
2003). Lebih lanjut menurut Holzer & Neumark (2006), Adanya affirmative action dapat
mendukung peningkatan tingkat ekonomi kaum minoritas. Selain itu tidak ada bukti empiris
yang menunjukkan pengaruh pekerja minoritas terhadap performa, selama mendapatkan
kesetaraan dalam perlakuan dan hak (Rawat & Basergekar, 2016)
Untuk pekerja dengan disabilitas, implementasi yang baru berlangsung secara setahun
memungkinkan masih banyak titik evaluasi yang perlu dilakukan oleh PT. CCEP Indonesia.
Salah satu isu utama yang perlu dihadapi adalah strategi perusahaan untuk mencapai
ketentuan minimal 1 persen jumlah pekerja dengan disabilitas menurut UU nomor 8 tahun
2016. Dengan jumlah karyawan per Oktober 2021 (5500 Orang), maka setidaknya PT.CCEP
Indonesia memerlukan 55 orang. Namun, harapannya PT CCEP Indonesia yang membawa
pilar ID&E Coca-cola secara internasional dapat bertindak tidak hanya secara normatif, tetapi
juga secara lebih aktif. PT. CCEP Indonesia juga perlu memberikan kepastian status dan
kesempatan karier yang sesuai dan layak pada pekerja dengan disabilitas. Untuk dapat
melakukan hal tersebut, maka PT CCEP harus memperluas bidang kerja pekerja dengan
disabilitas di luar Contact Center, namun dengan tetap memperhatikan keterbatasan yang
dimiliki. Menurut hasil wawancara, sebenarnya narasumber menyatakan bahwa untuk lini
pekerjaan yang clerical dan membutuhkan mobilitas yang lebih rendah sangat
memungkinkan untuk melibatkan karyawan dengan keterbatasan lain seperti tuli, tuna wicara,
dan lainnya.
Untuk mendukung implementasi ini, PT CCEP Indonesia juga perlu memastikan
fasilitas yang ramah disabilitas pada seluruh unit bisnis. Hal ini bertujuan agar perekrutan
pekerja dengan disabilitas tidak hanya terbatas pada unit operasional pusat, tetapi juga
memungkinkan pada unit daerah. Selain itu penting bagi PT CCEP Indonesia untuk lebih
mempromosikan lingkungan kerja ramah disabilitas pada karyawan lainnya di seluruh daerah
operasional PT. CCEP. Menurut Barr & Bracchitta (2012), sikap seseorang terhadap orang
dengan disabilitas akan sangat dipengaruhi oleh kondisi demografis. Umur dan gender
memengaruhi sikap seseorang dalam bekerja dengan kaum disabilitas. Oleh karena itu PT.
CCEP Indonesia perlu mempromosikan secara luas dengan menunjukkan prestasi dan
manfaat yang diberikan oleh pekerja dengan disabilitas pada performa perusahaan dan
kelompok kerja. Dengan semakin banyak pekerja dengan disabilitas, maka perusahaan dapat
meningkatkan Employer branding (Rusdiana, Nugroho & Sari, 2022; Rizky, 2021).
BAB V
KESIMPULAN & REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Implementasi hubungan industrial antara manajemen dan serikat pekerja PT CCEP
Indonesia ditandai dengan adanya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 2022-2024 yang
berfokus kepada kesejahteraan dan keamanan karyawan, baik secara emosional, fisik
dan mental, peningkatan kompetensi, keterampilan dan kepemimpinan dan penciptaan
lingkungan kerja yang mendukung Inclusion, Diversity & Equity (IDE)
2. Dalam pelaksanaan ID&E di PT CCEP Indonesia, perusahaan menerapkan 4 pilar
yaitu:
a. Multigeneration: Keberagaman pekerja berdasarkan generasi dan umur yang
difasilitasi dengan program Graduate Trainee Program (GTP)
b. Gender Diversity: Memberikan kesempatan kepada pekerja perempuan
untuk menduduki posisi manajerial secara setara dengan pegawai laki-laki
melalui program pemberdayaan karyawan perempuan dan pelatihan
kepemimpinan
c. Culture & Heritage: Kesetaraan kesempatan kerja pada seluruh suku, ras dan
agama pada seluruh wilayah operasional PT CCEP Indonesia
d. Disability: Memberikan kesempatan kerja kepada pekerja dengan disabilitas.
PT CCEP Indonesia juga membentuk lingkungan kerja yang inklusif dan
ramah kepada pekerja dengan disabilitas
5.2 Rekomendasi
Adapun rekomendasi yang dapat diberikan kepada PT Coca-cola Europacific Partners
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Membentuk strategi untuk transisi generasi pekerja yang tidak diskriminatif. PT
CCEP Indonesia juga masih belum memiliki strategi khusus untuk mengakomodasi
kebutuhan gaya bekerja dan berkomunikasi yang berbeda pada setiap generasi.
2. Meningkatkan tingkat partisipasi perempuan dalam posisi level manajerial
menengah-tinggi di PT CCEP Indonesia. Hasil dari PKB 2022-2024 juga
menunjukkan persuahaan masih belum memiliki aturan yang memenuhi hak cuti haid
bagi pekerja perempuan.
3. Pembentukan affirmative action kepada karyawan pada daerah pada wilayah yang
lebih tertinggal dan kepastian kesempatan karier pada talenta daerah untuk
meningkatkan keberagaman pada posisi manajerial di PT CCEP Indonesia
4. Mendukung lingkungan kerja ramah disabilitas pada seluruh unit operasional
perusahaan di seluruh Indonesia melalui promosi dan sosialisasi lingkungan kerja
inklusif pada karyawan di daerah, membangun fasilitas ramah disabilitas dan
melibatkan pekerja dengan disabilitas pada unit kerja lain sesuai dengan kapabilitas
dan keterbatasan yang dimiliki oleh pekerja dengan disabilitas
REFERENSI
Barr, J. J., & Bracchitta, K. (2012). Attitudes toward individuals with disabilities: The
effects of age, gender, and relationship. Journal of Relationships Research, 3(July
2012), 10–17. https://doi.org/10.1017/jrr.2012.1
CCEP Indonesia. Aksi pada Masyarakat: Karyawan Kami. diakses pada tanggal 21
Oktober 2022. https://www.cocacolaep.com/id-id/sustainability/our-people/
CCEP Indonesia. (2022, Maret 31). Penandatanganan Perjanjian Kerja Bersama 2022 –
2024 Bersama Kementerian Ketenagakerjaan RI.
https://www.cocacolaep.com/id-id/berita/2022/penandatanganan-perjanjian-kerja-b
ersama-2022-2024-bersama-kementerian-ketenagakerjaan-ri/
Direito, Inês & Chance, Shannon & Clemmensen, Line & Craps, Sofie & Economides,
Sophia & Isaac, Siara & Jolly, Anne-Marie & Truscott, Fiona & Wint, Natalie.
(2021). Diversity, Equity, and Inclusion in Engineering Education: an Exploration
of European Higher Education Institutions' Strategic Frameworks, Resources, and
Initiatives.
Dwyer, S., Richard, O. C., & Chadwick, K. (2003). Gender diversity in management and
firm performance: the influence of growth orientation and organizational culture. In
Journal of Business Research (Vol. 56, Issue 12, pp. 1009–1019). Elsevier BV.
https://doi.org/10.1016/s0148-2963(01)00329-0
Holzer, H. J., & Neumark, D. (2006). Affirmative action: What do we KNOW? Journal
of Policy Analysis and Management, 25(2), 463–490.
https://doi.org/10.1002/pam.20181
Jinyoung Im, Yeasun K. Chung, Dazhi (Daisy) Qin, Exploring diversity, equity, and
inclusion in hospitality and tourism firms through the organizational justice and
stakeholder theories, Tourism Management, Volume 95, 2023, 104662, ISSN
0261-5177, https://doi.org/10.1016/j.tourman.2022.104662
Kaufman, Bruce E., Beaumont, Richard A., and Helfgott, Roy B. (editors). (2003).
Industrial relations to human resources and beyond: The evolving process of
employee relations management. Sharpe Inc.
Rusdiana, E., Nugroho, A., & Sari, N. (2022). The Corporate Management Strategies as
Empowering Persons with Disabilities Through Equal Opportunity and Access to
Employment in Indonesia. IJDS Indonesian Journal of Disability Studies, 9(01),
75–88. https://doi.org/10.21776/ub.ijds.2022.009.01.06
Sevak, P., Houtenville, A. J., Brucker, D. L., & O’Neill, J. (2015). Individual
Characteristics and the Disability Employment Gap. Journal of Disability Policy
Studies, 26(2), 80–88. https://doi.org/10.1177/1044207315585823